You are on page 1of 7

14 Jul 2013 16:22:00 Goal bertemu dengan 'Mutiara Hitam', yang telah melakukan perjalanan luar biasa dari

Ghana ke Argentina melintasi samudra luas dan telah membuatnya menjadi pemain Boca Juniors.

ALIH BAHASA OLEH AHMAD REZA HIKMATYAR SPECIAL FEATURE Fiifi Anaman | Ghanaian Football Writer

Ikuti di twitter

Bayan Mahmud merupakan pesepakbola asal Ghana yang memiiki kisah spesial. Sorang pria dengan keinginan kuat untuk bertahan hidup dan memenangi rintangan yang menghadangnya. Pemain berusia 18 tahun tersebut kini telah tergabung bersama tim muda Boca Juniors dan bisa melihat setiap pertandingan los Xeneizes di setiap pekannya. Ia juga mendapat banyak keistimewaan, seperti bertemu dengan legenda secara personal, sebut saja Juan Roman Riquelme, Ariel Ortega, Juan Sebastian Veron, Fernando Gago dan the great Diego Maradona.

Mimpi jadi kenyataan | Mahmud bisa menjadi orang Ghana pertama yang bermain bagi Boca Juniors "Suatu waktu, saya melihat [Lionel] Messi secara langsung melawan Venezuela, Saya sangat senang! Sungguh luar biasa bagaimana saya bisa bertemu dengan semua pemain hebat," ujar Bayan pada Goal Ghana ketika diwawancara.

"Khususnya dengan Riquelme (kapten Boca), ada mitos yang menyebutkan bahwa ia sangat sombong dan sulit bergaul dengan siapapun. Kemudian semua orang terkejut bagaimana kami berteman dengan baik. Ia memberi saya banyak nasihat." "Saya sangat bahagia. Boca merupakan salah satu tim terbesar di dunia. Bermain bagi Boca Juniors merupakan pencapaian besar di Argentina. Saya sangat senang dan bangga pada diri sendiri." Anda tak bisa iri dengan gelandang serang yang bisa berposisi sebagai bek kanan tersebut atas kebahagiaan dan pencapaiannya kini. Tak ada yang pernah membayangkan apa yang harus dia hadapi untuk berada di tempat di mana ia berada sekarang. Masa lalunya amat sulit, tapi sanggup mengisnpirasi. Bayan lahir di Accra, menghabiskan tahun-tahun awalnya di kawasan pinggiran Awoshie. Ia pindah bersama keluarganya - ayah (mantan pesepakbola), ibu (ibu rumah tangga) dan kakak laki-laki yang satu setengah tahun lebih tua darinya - ke Bawku, sebuah kota di bagian utara Ghana. Tempat di mana ia melalui masa-masa terburuk dalam hidupnya. Perang saudara yang terkenal antara suku Mamprusi dan Kusasi jadi sebab terbunuhnya kedua orang tua Bayan ketika umurnya belum genap 11 tahun, pada 2005. "Suatu hari kami pulang ke rumah dan menemukan mereka [orang tua Bayan] telah tewas. Kaka saya adalah satu-satunya orang yang melihat semuanya," kenangnya. "Saya bahkan tak tahu bagaimana lagi menjelaskannya. Saya tak ingin mengingatnya lagi," seketika air mata menggenangi matanya kala ia coba mengingat kejadian menyedihkan tersebut. Saya masih mengingat hari di mana saya tinggal di jalanan Cape Coast, ketakutan dan menderita, dan 'Oh Tuhan, terima kasih banyak'. Itu tak mudah. Saya melakukan segalanya untuk bertahan hidup. - Bayan Mahmud

Ia dan kakaknya harus tinggal di panti asuhan. Hidupnya berubah drastis, ia juga mulai putus asa untuk mencoba lari dari kegelapan yang mengitari hidupnya. Sampai akhirnya ia berada di persimpangan, melihat setiap peluang yang ada untuk pergi ke utara. Keberuntungan datang padanya pada 2010, supir truk angkutan memberinya tumpangan gratis yang membawanya ke selatan Ghana - Cape Coast tepatnya. Ia meninggalkan kakaknya, Muntala Mahmud. Ia tak pernah menyangka bahwa mereka tak akan saling berhubungan dalam waktu yang lama. Bayan memiliki sebuah tujuan. Ia tak tak tahu persis kemana perjalanan akan membawanya, tapi ia hanya ingin pergi, pergi jauh, melupakan segalanya. Yang terpenting, ia harus melarikan diri, lari dari kemungkinan terburuk yang bisa menghampirinya, seperti yang terjadi pada kedua

orang tuanya. "Saya hanya ingin pergi, untuk melarikan diri, untuk lepas. Saya hanya ingin pergi ke suatu tempat yang berbeda dan benar-benar baru. Saya sering mengemis pada banyak orang dan mengandalkan keberuntungan. Saya paham, saya harus bertahan." Perjalanan tersebut membuatnya memiliki banyak teman di Cape Coast yang menolongnya masuk ke dalam kapal sebagai penumpang gelap. Resiko besar yang membayangi tak membuatnya gentar. Ia memang takut akan kemungkinannya tertangkap, tapi ia tak membeiarkan ketakutannya menghalangi keinginannya untuk pergi dari negara leluhurnya tersebut. "Saya bahkan tak tahu akan pergi kemana!" ujarnya sambil tertawa. "Saya menjadi khawatir karena itu. Hal tersebut sangat berbahaya, tapi saya telah memutuskan. Saya bersembunyi di dalam kapal sambil berharap tidak tertangkap dan perjalanan mengantar saya ke Eropa. Saya menemukan beberapa gari dan air, tapi saya tak memperdulikannya. Saya pernah mendengar cerita bagaimana beberapa orang tewas di dalam kapal karena hal itu. Saya ketakutan, tapi saya harus bertahan, saya tahu saya pasti bisa." Tujuan kapal tersebut ternyata berlawanan dengan tebakan dan harapan Bayan, yang ingin ke Eropa. Kapal itu menuju ke Amerika Selatan, tepatnya di Argentina. Pada akhirnya Bayan tertangkap - tapi oleh orang yang baik. Seorang anggota awak kapal melihatnya dan mau mendengar ceritanya sambil bersimpati, akhirnya ia memberi Bayan makanan dan minuman sekaligus merawatnya dengan baik. Dewi fortuna masih tersenyum pada anak muda ini. "Ia memberi saya segalanya," ujarnya. "Saya sedih tak pernah lagi melihatnya. Dia merupakan pria yang baik." Bayan menjadi asisten orang yang menolongnya tersebut di kapal, ia sukes berada di kapal selama tiga minggu. "Saya ingat ia pernah bertanya pada saya, 'Anda tahu apa yang akan Anda lakukan; ke mana Anda akan pergi? Anda tidak mengenal siapapun. Anda masih kecil. Bagaimana Anda sanggup mengatasinya? "Saya pandang matanya dalam-dalam dan berkata, 'Sejauh Tuhan masih ada di mana pun, saya akan bertahan." "Kapal itu berhenti di suatu tempat. Saya tak tahu di mana itu. Tapi saya turun, mengelilingi sekitar dan bertemu sebuah keluarga yang menawarkan saya makanan. Saya tidur di pelabuhan selama tiga hari. Saya hampir tak pernah berbicara. Ada sekelompok orang yang memutuskan untuk memasukkan saya ke dalam rombongan bus yang akan pergi ke Buenos Aires. Mereka ingin saya bertemu lebih banyak orang kulit hitam karena mereka tak sanggup berkomunikasi

dengan saya," ia mengingat. "Saya sungguh beruntung. Ketika turun dari bus , saya bertemu dengan dua orang Senegal, salah satu dari mereka bisa berbahasa Inggris, lalu mereka mendengar cerita saya dan mengrim saya ke imigrasi. Saya kemudian dikirim ke tempat penampungan pengungsi di Flores." Kehidupan Baru Pada titik ini, ia tahu kehidupan baru memberinya isyarat. Sebuah awal yang baru, sebuah kesempatan untuk merubah masa lalunya yang kelam menjadi masa depan yang cerah. Ia mulai bermain sepak bola di alun-alun kota dan bakat uniknya segera bersinar. Sebuah kisah yang indah. Seolah-olah hidupnya telah dituliskan secara detail, dengan penulis naskah yang sudah tahu bakat sepak bolanya pada akhirnya menjadi sebuah definisi betapa potensial dirinya dan ada banyak kesempatan baginya untuk menjadikan kisah inspiratifnya menempatkan Bayan di puncak tertinggi. Ia ditemukan ketika sedang bermain sepak bola dengan antusias oleh pemandu bakat, Ruben Garcia, yang terpesona dengan apa yang dilihatnya. Garcia tak memendam keraguan - Ia tahu Bayan potensial dan telah melihatnya secara nyata. Ia memutuskan untuk mengirim Bayan melakukan uji coba di Boca, hasilnya tidak mengecewakan. "Ia [Garcia] merupakan orang yang sangat baik dan keluarganya - istrinya dan dua putri perempuannya - sudah seperti keluarga saya. Saya menghabiskan banyak waktu dengan mereka," ujar Bayan.

"Riquelme memberi saya banyak nasihat" Boca terkesan dengan kuaitas dan kontrolnya, tak perlu pikir panjang untuk segera

memasukkannya dalam tim. Bayan melewati masa uji coba dan telah terdaftar sebagai pemain sepak bola di Boca, yang memberikannya hak untuk menerima akomodasi dan diperbolehkan menggunakan fasilitas klub di Casa Amarilla. Ia sekarang tergabung dalam tim Boca Juniors U-21, menunggu kemungkinan untuk dikontrak dan mendapat kesempatan menjadi pemain Ghana pertama yang bermain bagi salah satu tim yang paling sukses di Amerika Selatan dan dunia. Ia menunjuk Andres Iniesta dan Dani Alves sebagai tokoh idolanya dan seperti keduanya, ia juga ingin meraih sukses. Staf tim muda Boca baru-baru ini juga memuji bakat besar yang dimiliki Bayan, kepala pelatih Carlos Bianchi juga terkesan dengan kemajuan pesatnya. "Saya bertemu dia [Bianchi] beberapa kali dan kami bicara banyak. Ia sangat menyukaiku," ujar Bayan tentang Bianchi, salah satu pelatih tersukses di dunia dengan empat Copa Libertadores. Di tengah perubahan drastis akan nasibnya, Bayan masih merindukan kakaknya dan selalu bertanya-tanya dimana saudarinya berada, atau apa yang sedang ia lakukan dan bagaimana ia bertahan hidup. Bayan akhirnya menemukan kakaknya, ucapan terima kasih patut dilayangkan untuk Mark Zuckerberg karena Bayan dapat menemukan kakanya di Facebook. "Saya sangat merindukannya [kakanya]. Kami telah mengobrol banyak via chatting. Ia juga bermain sepak bola," ujarnya. "Saya berencana pulang ke Ghana akhir tahun ini untuk mengunjunginya dan teman-teman saya." Kisah Bayan menjadikannya terkenal di Argentina, banyak situs, koran, majalah, radio dan televisi menampilkan dirinya untuk berbagi kisah perjalanan hidup dalam mewujudkan mimpinya. "Mereka ada banyak sekali," ujarnya, tersenyum. " Mereka semua ingin berbicara pada saya. Bahkan hingga ke titik di mana saya sulit untuk berbicara lagi." Para kaum hawa juga turut menjadikannya idola. Halaman twitter dan Facebook Bayan dipenuhi dengan komentar rayuan dari penggemar wanitanya. Ia memiliki penampilan dan fisik yang menarik, amat cocok untuk menceritakan kisah luar biasanya. Ia tertawa ketika saya bertanya padanya. "Mereka sangat peduli padaku. Saya bahkan harus berhenti menggunakan halaman Facebook saya karena hal itu. Tapi apa yang bisa saya perbuat, saya harus mengatasi situasi ini," ujarnya tertawa lagi. Bayan tidak memiliki pacar, karena - seperti apa yang pernah ia katakan pada program resmi Boca beberapa bulan lalu - "sekarang hanya ada sepak bola, sepak bola dan sepak bola." "Saya tahu kenapa saya di sini. Saya tahu dari mana asal saya, bagaimana saya bisa kemari. Saya harus berpikir tentang masa depan. Saya selalu katakan pada mereka, 'Anda lahir di sini, ya, selalu di sini. Orang tua Anda juga di sini. Saya memiliki semua itu."

"Jika saya berkata saya ingin berkonsentrasi untuk mendapatkan pacar, saya akan berhenti bermain sepak bola. Saya harus berhati-hati. Setiap harinya Anda harus selalu serius di sini. Latihan amat sangat penting dan saya akan memberikan fokus yang maksimal. Mereka (Boca) tidak bercanda sama sekali." Tetap Fokus Pada Tujuan Perhatian besar yang di terima Bayan - liputan televisi, wawancara di radio, cover majalah, tenar di media sosial, tanda tangan dan wanita bisa dengan mudah mengalihkan fokus dan mematahkan ambisi sejatinya, juga bisa membuatnya menjadi sombong. Namun ia masih tetap pada tujuan dan ambisinya. Suatu saat, ia ingin berjalan melalui terowongan ikonik La Bombonera, diiringi sorak-sorai liar dari 49 ribu suporter yang ada di stadion. Ia percaya, untuk sanggup melakoni debut di tim reguler, caranya hanya datang lewat kerja keras, fokus dan doa. Bayan tidak bercanda dengan waktunya untuk berdoa sebagai orang Muslim. Ia percaya Allah melihatnya melalui cobaan dan telah memberinya kesempatan untuk menjadi besar. Ia berkata: "Saya tidak pernah melupakan waktu untuk berdoa [Salat]. Saya tidak bercanda dengan hal itu, karena tahu Tuhan selalu menolong saya." Bayan telah melalui perjalanan panjang. Dari rumah yatim piatu di jalanan menjadi pesepakbola remaja yang sensasional dalam waktu delapan tahun. Ia bertemu orang-orang yang tepat sepanjang perjalanan dan sanggup bertahan dengan situasi. Pengalamannya telah menuntunnya untuk mencapai puncak. "Hidup tidak berjalan mudah bagi saya," ia mencerminkan. "Saya telah banyak menderita, saya pernah mengalami itu sebelumnya. Sekarang lihat saya, saya mungkin belum sempurna, tapi hidup saya telah berubah." "Saya masih mengingat hari di mana saya tinggal di jalanan Cape Coast, ketakutan dan menderita, dan 'Oh Tuhan, terima kasih banyak'. Hal itu tak mudah. Saya melakukan segalanya untuk bertahan hidup. Ketika saya sampai di sini, dalam setahun pertama. Saya memiliki semua dokumen yang dibutuhkan. Hal itu seperti saya hidup dalam keberuntungan, yang terus mengikuti saya kemanapun saya pergi. Dan saya percaya hal tersebut merupakan pertolongan Tuhan." Dan pertanyaan terbesarnya, Ghana atau Argentina? "Ghana," ujarnya. "Saya ingin bermain bagi Ghana. Argentina memang bagus buat saya, saya mendapatkan apapun di sini, tapi Ghana adalah rumah saya, tempat di mana saya lahir." Orang tua Bayan akan bangga dengan apa yang telah anaknya lakukan, di mana pun mereka

berada. Dan Bayan tahu caranya membuat mereka lebih bangga lagi terhadap dirinya, pada tahun yang akan datang.

You might also like