You are on page 1of 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HEMOFILIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HEMOFILIA


I. Definisi Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dari faktor darah esensial untuk koagulasi. Dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Hemofilia A Hemofilia A adalah kelainan herediter X linked resesif dengan karakteristik adanya defisiensi faktor VIII. 2. Hemofilia B Hemofilia B adalah suatu kelainan X linked herediter yang bersifat resesif yang menyebabkan defisiensi faktor IX (Christmas Factor = Plasma thromboplastin component). (Supandiman dkk, 2003)

II. Etiologi 1. Hemofilia A Mutasi gen pada kromosom X : Xq 28 2. Hemofilia B Mutasi pada gen faktor IX.

III. Patofisiologi 1. Hemofilia A Dasar abnormalitas pada hemofili A adalah defisiensi/abnormalitas protein plasma yaitu faktor anti hemofili (AHF= Antihemophilic factor/VIII). Dalam keadaan normal, dalam plasma f VIII bersirkulasi dalam bentuk ikatan dengan faktor von Willenbrand (vWF). Faktor von Willenbrand disebut juga f VIII ag (f VIII antigen) berfungsi sebagai pembawa f VIII. Fungsi f VIII dalam proses koagulasi dinamakan f VIII c. Produksi vWF dikode oleh gen otosomal. Pada hemofili A, vWF diproduksi dalam kwalitas normal dengan jumlah normal atau meningkat.

Pada hemofili A didapatkan gangguan pada proses stabilisasi sumbat trombosit oleh fibrin. Mutasi genetik yang ditemukan pada hemofili A : Transposisi basa tunggal: codon arginin menjadi stop codon yang menghentikan sintesis f VIII yang menyebabkan hemofili berat. Substitusi asam amino tunggal: menyebabkan hemofili ringan. Delesi beberapa ribu nukleotida: menyebabkan hemofili berat.

2. Hemofilia B Lebih dari 30% mutasi gen faktor IX menyebabkan terminasi kodon atau substitusi asam amino (transisi C T). Mutasi tersebut menyebabkan abnormalitas kuantitas dan kualitas faktor IX. Terdapat 3 varian Hemofili B berdasarkan reaksi plasma penderita terhadap antibodi autologus, yaitu: Varian CRM positif: type paling banyak Varian CRM negatif Netralisasi antibodi bervariasi

IV. Gejala Klinis Hemofilia Berat Hemofilia Sedang Hemofilia Ringan Perdarahan pada trauma besar, operasi, prosedur invasif. Kemungkinan tidak mengalami perdarahan Jarang hemartosis Perdarahan spontan Perdarahan pada trauma kecil Perdarahan 1-2 x/ minggu Perdarahan 1x/bulan Hemartrosis Kadang-kadang (karakteristik) hemartosis

V. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik 1. Hemofilia A Tes pembekuan : APTT (Actived Partial Thromboplastin Time) memanjang BT (Bleeding Time) normal PT (Prothrombin Time) normal TT (Thrombin Time) normal Kadar Faktor VIII menurun (normal: 52-100%) Deteksi karier hemofili A :

- Imuuunoassay : rasio f VIII C : vWF, normal: 0,74 2,2 pada karier hemofili A rasio menurun 0,18 0,9 - Polymorpic DNA probes

2. Hemofilia B Tes pembekuan sama dengan Hemofilia A Kadar faktor IX menurun

VI. Penatalaksanaan Medis 1. Hemofilia A Terapi pengganti dengan pilihan preparat dan dosis tergantung beratnya hemofili dan jenis perdarahan. Kadar faktor VIII efektif minimum untuk hemostasis pada hemofili A: 25 30%. a. Faktor VIII Dosis: 1 unit faktor VIII c / kg BB akan menaikkan faktor VIII sebesar 2 %. b. DDAAVP (Desamino D arginin vasopressin) c. Anti fibrinolitik 2. Hemofilia B Prinsip pengobatan sama dengan Hemofilia A

VI. WOC (Web of Caution) klik

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian 1. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan.

eluhan Nyeri, perdarahan yang berkepanjangan dimana saja, hemoragi karena trauma, kehilangan gigi desidua, sirkumsisi, terpotong, epistaksis, injeksi.

wayat Penyakit Keluarga

hususnya mengenai bukti adanya hemofilia pada saudara pria. : ketidaktahuan tentang penyakit : gerakan terbatas : hematuri spontan

ikososial

ktivitas

iminasi

emeriksaan Fisik Adanya memar, hemoragi subkutan dan intramuskuler, hemartrosis (perdarahan dalam rongga sendi) khusunya lutut, pergelangan kaki, siku. Hematoma, bengkak, gerakan terbatas (ROM menurun).

II. Alternatif Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hemoragi. 2. Nyeri berhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi. 3. Resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek hemoragi dalam sendi dan jaringan lain. 4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius. III. Intervensi Keperawatan 1. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hemoragi.

ia evaluasi: 1. Pasien tidak mengalami perdarahan atau perdarahan minimal. 2. Pasien akan menerima perawatan yang tepat dengan segera. Intervensi Keperawatan I / Rasional: 1) Siapkan dan berikan konsentrat faktor VII atau untuk hemofili ringan, DDAVP (1-deamino-8-darginin-vasopresin) seperlunya.

R/ Untuk mencegah perdarahan. 2) Ajari pemberian faktor pengganti darah di rumah. R/ Karena pengobatan tanpa menunda menghasilkan pemulihan yang lebih cepat dan penurunan komplikasi. 3) Lakukan tindakan penunjang untuk mengendalikan perdarahan: Beri tekanan pada area selama 10 sampai 15 menit.

R/ Untuk memungkinkan pembentukan bekuan. Immobilisasi dan tinggikan area di atas jantung.

R/ Untuk menurunkan aliran darah. Berikan kompres dingin, dan anjurkan keluarga untuk menyiapkan kantong es atau kantong dingin di freezer. R/ Untuk meningkatkan vasokonstriksi, dan supaya dapat digunakan dengan segera. Intervensi Keperawatan II / Rasional: 1) Ciptakan lingkungan seaman mungkin dengan pangawasan ketat. R/ Untuk meminimalkan cidera tanpa menghambat perkembangan. 2) Anjurkan aktivitas untuk mengejar intelektualitas/ kreativitas. R/ Untuk memberikan alternatif yang aman. 3) Anjurkan olahraga tanpa kontak (misal berenang), dan menggunakan alat pelindung (misal decker, helmet). R/ Untuk menurunkan risiko cidera. 4) Anjurkan anak yang lebih besar untuk memilih aktivitas tetapi menerima tanggung jawab untuk keamanan dirinya sendiri. R/ Untuk mendorong kemandirian dan rasa tanggung jawab. 5) Libatkan guru dan perawat sekolah dalam perencanaan aktivitas sekolah. R/ Untuk meningkatkan normalisasi sambil menurunkan risiko cidera. 6) Diskusikan dengan orang tua pola latar belakang batasan yang tepat. R/ Untuk pemenuhan kebutuhan anak untuk perkembangan normal dan dianggap sebagai tambahan kebutuhan akan keselamatan. 7) Ajarkan metode higiene gigi. R/ Untuk meminimalkan trauma pada gusi dan mencegah perdarahan. 8) Gunakan sikat yang kecil dan lembut atau sikat gigi berujung busa.

R/ Untuk meminimalkan trauma pada gusi dan mencegah perdarahan. 9) Lembutkan sikat gigi dalam air panas sebelum menyikat gigi. R/ Untuk meminimalkan trauma pada gusi dan mencegah perdarahan. 10) Gunakan alat pengirigasi air. 11) Anjurkan remaja untuk menggunakan alat pencukur listrik. R/ Untuk menurunkan risiko trauma. 12) Hindari latihan rentang gerak pasif setelah episode perdarahan. R/ Karena kapsul sendi dapat dengan mudah tergores dan terjadi perdarahan. 13) Beri tahu pasien untuk memakai identifikasi medis. R/ Agar pasien mendapatkan perawatan darurat yang tepat dan segera. 14) Diskusikan pertimbangan diet. R/ Berat badan yang berlebih dapat meningkatkan ketegangan pada sendi dan mencetuskan hemartrosis. 15) Beritahukan untuk tidak mengkonsumsi aspirin atau produk yang mengandung aspirin. R/ Aspirin dapat menghambat fungsi trombosit. 16) Ajari keluarga dan anak yang lebih besar caranya mengenali dan mengendalikan perdarahan. R/ Agar pasien mendapatkan perawatan darurat yang tepat dan segera. 17) Lakukan kewaspadaan khusus selama prosedur keperawatan seperti injeksi 2. Nyeri berhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi.

ia evaluasi: 1. Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima.

3.

Resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek hemoragi dalam sendi dan jaringan lain.

ia evaluasi: 1. Episode perdarahan dikendalikan dengan tepat untuk mencegah gangguan mobilisasi fisik. 2. Anak berpartisipasi dalam program latihan untuk mempertahankan mobilitas. Intervensi Keperawatan/ Rasional: 1). Berikan terapi pengganti dan gunakan tindakan lokal. R/ Untuk mengontrol perdarahan. 2). Tinggikan dan immobilisasi sendi selama episode perdarahan. R/ Untuk mengontrol perdarahan. 3). Lakukan latihan rentang gerak aktif setelah fase akut.

R/ Memungkinkan anak untuk mengontrol derajat latihan sesuai dengan tingkat ketidaknyamanan. 4). Latih sendi dan otot yang sakit. R/ Untuk mempertahankan mobilitas. 5). Konsultasi dengan ahli terapi fisik mengenai program latihan. R/ Untuk meningkatkan fungsi maksimal sendi dan bagian tubuh yang tidak sakit. 6). Jelaskan pada keluarga akibat panjang yang serius dari hemartrosis. R/ Sehingga pengobatan segera dilakukan untuk episode perdarahan. 7). Rujuk adanya tindakan ortopedik dalam rehabilitasi sendi. 8). Kaji kebutuhan akan penatalaksanaan nyeri. R/ Untuk meningkatkan kemudahan mobilitas. 9). Diskusikan pertimbangan diet. R/ Berat badan yang berlebih dapat meningkatkan ketegangan pada sendi dan mencetuskan hemartrosis. 4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.

ia evaluasi: 1. Keluarga membuat hubungan dengan kelompok dan lembaga pendukung yang tepat. 2. Keluarga mendapat konseling genetik. 1) Rujuk untuk konseling genetik, termasuk identifikasi keturunan karier dan kerabat wanita lainnya. 2) Rujuk pada kelompok dan lembaga khusus yang memberikan pelayanan pada keluarga dengan hemofilia.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, Jakarta: EGC Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Matondang, Corry S. (2000) Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto. Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Rendle John. (1994). Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6. Jakarta: Binapura Aksara. Suharso, Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK Universitas Airlangga. Sumijati M.E, dkk, (2000). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya: PERKANI. Wahidiyat Iskandar (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info Medika.

You might also like