You are on page 1of 33

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36208/PP/M.

IV/15/2012

Jenis Pajak Tahun Pajak Pokok Sengketa

: Pajak Penghasilan Badan : 2005 : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah, mengenai koreksi positif Penghasilan Neto sebesar USD 1,095,895.00, yang terdiri dari : - Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00, - Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00 Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00

Menurut Terbanding: bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan diketahui bahwa dalam mengisi penentuan harga transfer kepada afiliasi oleh Pemohon Banding dalam formulir lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 ternyata tidak sesuai dengan SE04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 yaitu dalam penentuan harga transfernya Pemohon Banding hanya berdasarkan kepada harga yang tercantum dalam Qoutation (untuk penjualan) dan berdasarkan kepada purchase order (untuk pembelian) sehingga oleh karena itu pemeriksa menghitung kembali harga transfernya dengan menggunakan metode profit split. Menurut Pemohon : bahwa perbandingan profit setelah pajak (net profit after tax) terhadap penjualan dari tahun ke tahun (sample Tahun 2002-2005) menunjukkan kenaikan persentase yang tidak signifikan, yakni sekitar 0,52% - 0,92% untuk tahun 2002-2004, sedangkan pada tahun 2005 menjadi 3,37% (laporan keuangan tahun 2002-2005 yang telah diaudit berikut rekapitulasi perbandingan persentase profit setelah pajak terhadap penjualan. Perbandingan profit setelah pajak terhadap penjualan khusus di tahun 2005 justru jauh meningkat dibanding rasio yang sama tahun-tahun sebelumnya (2002- 2004) dimana hal ini menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah melaporkan tingkat profit setelah pajak di Tahun 2005 (dan mengenakan pajak) yang justru secara signifikan lebih tinggi daripada di tahun-tahun sebelumnya (2002-2004). Sehingga tidak tepat kiranya jika Pihak Terbanding melakukan koreksi semata-mata karena alasan terdapat hubungan istimewa. Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa Terbanding melakukan koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 karena terdapat Indikasi Penyalahgunaan Transfer Pricing atas Kewajaran Harga dalam Transaksi Hubungan Istimewa atas penjualan produk dari Pemohon Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd, dari analisa transfer pricing dengan metode Profit Split, sebagai berikut : COGS Inventory Awal Inventory Akhir Total Purchases Purchases from PFU Batam USD USD USD USD USD 310,451,000.00 5,721,000.00 8,891,000.00 313,621,000.00 59,784,448.00

dalam prosentase

19,06%

Dari uraian di atas maka perhitungan harga transfernya dengan metode profit split adalah sebagai berikut : Net Profit SIIX Singapore Pte.Ltd USD Net profit Batam Business (19,06%) USD Deduct : Singapore tax rate (20%) USD Net Profit After Tax USD 1,158,696.00 Profit Splited (50%) for PT PFU USD 7,599,000.00 1,448,369.00 289,574.00 579,348.00

bahwa data/dokumen yang telah diserahkan oleh Terbanding dalam persidangan: - LPP-KKP dan LPK, - Tanggapan Tertulis Nomor : S-4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011. bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Surat Nomor : S-4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011, yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut: Pokok permasalahan bahwa Pemohon Banding mengajukan Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010. bahwa kronologis sengketa yang diajukan banding adalah koreksi terhadap peredaran usaha sebesar USD 579.348.00 berdasarkan analisa Profit Split method karena adanya hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan SIIX Singapore Pte Ltd. bahwa atas adanya transaksi hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan Siix Singapore Pte Ltd, Pemohon Banding dalam Lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 telah menghitung penerapan harga pasar wajar (arm's length principle) dengan menggunakan metode lain. bahwa didalam persidangan Majelis telah meminta penjelasan kepada Pemohon Banding tentang penggunaan metode lain sehubungan dengan transaksi ke afiliasi dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun 2005 Lampiran 3B namun Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan tentang penggunaan metode lain tersebut dan termasuk perhitungannya. bahwa didalam persidangan Majelis telah meminta kepada Pemohon Banding apakah metode profit split dapat diterapkan, apabila dapat diterapkan bagaimana perhitungannya? Pemohon Banding menyatakan metode profit split tidak dapat diterapkan. Sehubungan dengan hal tersebut Pemohon Banding menyerahkan sengketa kepada Majelis. bahwa terhadap sengketa banding tersebut di atas, Majelis meminta Terbanding membuat tanggapan tertulis tentang penggunaan profit split method.

Dasar Hukum dan Kajian Teoritis Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Undang-undang PPh), yaitu: Pasal 18 ayat (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa; Pasal 18 ayat (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (3a), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila : a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir, atau b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung, atau c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat. Keputusan Terbanding Nomor : KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Pasal 1 Menetapkan Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini sebagai pedoman pelaksanaan dan tata cara pemeriksaan dibidang perpajakan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, sebagai tambahan atas Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990. Bab III : Teknik dan Metode Pemeriksaan Angka 2 : Metode-metode pemeriksaan Kewajaran Harga : 1. 2. 3. 4. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price), Metode Harga Jual Minus (Resale Price), Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus Method), Metode lainnya yang dapat diterima.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus transfer pricing. Disebutkan jenis transaksi transfer pricing : (1) (2) (3) (4) (5) Harga penjualan, Harga pembelian, Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost), Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan), Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya, Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar, Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center).

(6)

(7)

Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-Singapore Associated Enterprises. Where : a. an enterprise of a Contracting State participates directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other Contracting State, or b. the same persons participate directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other Contracting State and an enterprise of the other Contracting State, and in either case conditions are made or imposed between the two enterprises in their commercial or financial relations which differ from those which would be made between independent enterprises, any profits which would, but for those conditions, have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed accordingly; Commentary Article 9 UN Model Convention, A.3 ......These conclusion represent internationally agreed principles and the Group of Expert recommend that the Guidelines should be folloed for the application of the arms length principle wich underlies the articles; OECD Guidelines sebagai Internationally Agreed Principle sesuai commentary article 9 UN Model Tax Convention menyebutkan bahwa metode lainnya terdiri dari Profit Split Method dan Transactional Net Margin Method

Paragraph 3.1 ......The other approaches are referred to in the discussion here as transactional profit methods, i.e. methods that examine the profits that arise from particular transactions among associated enterprises. The only profit methods that satisfy the arms length principle are those that are consistent with the profit spit method or the transactional net margin method as described in these guidelines...... Glossary, Profit Split Method A transacsionat profit method that identifies the combined profit to be split for the associated enterprises from a controlled transaction (or controlled transactions that is appropriate to aggregate under the principles of Chapter I) and then splits those profits between the associated enterprises based upon an economically valid basis that approximates the division of profits that would have been anticipated and reflected in an agreement made at arms length. Tanggapan Pemohon Banding bahwa dalam surat tanggapannya dengan Surat Nomor : 003/SEI/FIN/05/2011 tanggal Mei 2011 perihal Bantahan atas Uraian Banding (SUB) dari Ditjen Pajak, Pemohon Banding melakukan tanggapan yang isinya sebagai berikut : bahwa pihak Terbanding tidak mengungkapkan bahwa syarat-syarat tertentu dalam transaksi berbeda dengan yang berlaku bagi perusahaan-perusahaan Independent. bahwa pihak Terbanding juga tidak menjalankan sepenuhnya petunjuk penanganan kasus-kasus transfer pricing sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993. bahwa pihak Terbanding belum mempertimbangkan latar belakang kegiatan usaha dan analisa fungsional dari Pemohon Banding. bahwa pihak Terbanding tidak memberikan penjelasan yang rasional mengenai Metode Profit Split yang digunakan. bahwa penerapan metode residual profit split yang tidak tepat oleh pihak Terbanding sesuai dengan OECD Guidelines. Tanggapan Terbanding bahwa berdasarkan pokok permasalahan, fakta yang ada dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap koreksi atas peredaran usaha sebesar USD 579.348.00 berdasarkan transfer pricing profit split method, dengan ini Terbanding berpendapat sebagai berikut: bahwa koreksi terhadap peredaran usaha tersebut dilakukan karena adanya transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa berupa transaksi penjualan kepada Siix Singapore Pte Ltd. yang memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh Tahun 2000.

bahwa didalam persidangan Pemohon Banding tidak bisa membuktikan bahwa transaksi dengan Siix Singapore Pte Ltd tersebut adalah sudah wajar (arms length), dimana Pemohon Banding tidak bisa menunjukkan suatu perhitungan sesuai dengan Lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan (Pemohon Banding memilih metode lainnya). bahwa karena Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan transaksi hubungan istimewa dengan Siix Singapore Ltd merupakan transaksi yang sudah wajar (arms length) maka Terbanding sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang nomor 17 tahun 2000 berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor : KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 terdapat 4 (empat) metode dalam menentukan kewajaran harga yaitu : metode harga pasar sebanding (cup method), metode harga jual minus (resale price method), metode harga pokok plus (cost plus method) dan metode lainnya yang diterima. bahwa sesuai dengan OECD Guidelines Chapter ill terdapat 5 (lima) metode transfer pricing yang terdiri dari: a. Traditional transfer pricing methods terdiri dari : - Comparable uncontrolled price (CUP) method, - Cost plus method, - Resale price method. b. Transactional profit methods terdiri dari : - Profit split method, - Transactional net margin method (TNMN). bahwa dalam menentukan harga transfer, Terbanding menggunakan Profit Split method dengan alasan sebagai berikut : bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor ; KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 terdapat beberapa metode dalam menentukan harga transfer yaitu : a. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price). bahwa metode ini diterapkan dengan pembandingan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (pembanding independent); Metode ini dapat digunakan dalam hal : - terdapat penjualan kepada pihak yang ada hubungan istimewa - maupun kepada Pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa - jenis produk sebagai obyek transaksi relative sama

bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah adanya harga jual atas barang yang sama kepada pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (independen). Hal ini tidak bisa dipenuhi karena produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding seluruhnya dijual kepada Siix Singapore berdasarkan pesanan dimana bahan baku untuk produk tersebut seluruhnya diperoleh dari Siix Singapore Pte Ltd. Karena Syarat ini tidak bisa dipenuhi (harga jual kepada independen) maka metode ini tidak bisa diterapkan. b. Metode Harga Jual Minus bahwa metode ini dapat dipergunakan dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu produk yang telah dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya. Metode ini dapat digunakan dalam hal : - tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan istimewa yang dapat digunakan sebagai pembanding misalnya pada sistem pemasaran dengan keagenan tunggal, - terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, - tidak terdapat proses perubahan barang yang menambah nilai, - pihak pembeli dan penjual dalam hubungan istimewa tidak menambah harga yang besar pengaruhnya terhadap nilai barang tersebut. bahwa syarat inipun tidak bisa dipenuhi karena kegiatan usaha Pemohon Banding adalah jasa sub assembling komponen electronics yang bahan bakunya seluruhnya diperoleh dari pembeli untuk selanjutnya diproduksi menjadi PCB (printed circuit board) untuk barang electronic seperti scanner, hand phone. Karena syarat tersebut tidak bisa dipenuhi maka metode harga jual minus (resale price) tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding. c. Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus) bahwa metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang menjual produk kepada afiliasinya untuk diproses lebih lanjut. Pernitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar kepada biaya produksi; Data persentase laba kotor wajar dapat diperoleh dari: - Penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual yang juga melakukan penjualan terhadap afiliasinya, - Penjualan oleh pihak-pihak yang independen, - Komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal fungsi penjualan yang dilakukan oleh penjual adalah sama dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian tersebut, - Persentase laba kotor dari perusahaan sejenis. bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini yaitu adanya gross profit margin atas transaksi kepada perusahaan independen. Hal ini tidak bisa dipenuhi karena Penjualan seluruhnya dilakukan kepada Siix Singapore Pte Ltd sehingga tidak ada pembanding untuk menentukan gros profit margin atas perusahaan independen. Karena syarat tersebut tidak bisa dipenuhi maka metode Harga Pokok Plus (Cost Plus) tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding.

bahwa karena ketiga metode (metode tradisional) tersebut tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding dalam penentuan harga transfer yang wajar (arms length), maka Terbanding menggunakan metode lainnya yaitu metode profit split. bahwa dari uraian diatas, Terbanding dalam menerapkan metode Harga Transfer sudah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: bahwa penerapan metode Penentuan Harga Transfer dilakukan secara hirarkis dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/ CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat. bahwa dalam hal metode perbandingan harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/ CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/ RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/ CPM) sesuai dengan kondisi yang tepat. bahwa dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/ RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/ CPM) tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba (profit split method/ PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/ TNMM). bahwa metode pembagian laba (profit split method/ PSM) adalah metode penentuan harga transfer berbasis laba bersih transaksional (transactional net margin method/ TNMM) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. bahwa metode pembagian laba (profit split method/ PSM) secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut: a. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah atau, b. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat. bahwa meskipun pemilihan metode profit split menurut OECD Guidelines merupakan pilihan terakhir, Terbanding berpendapat pemilihan metode profit split sudah benar karena pemilihan metode tradisional tidak dapat diterapkan (Pemohon Banding sendiri sudah mengakui dalam persidangan). Dan ini telah sesuai dengan ketentuan dalam OECD Guidelines, yang antara lain menyatakan :

Paragraph 3.6 OECD Guidelines "One strength of the profit split method is thar generally does not rely directly on closely comparable transactions, and it can therefore be used in cases when no such transactions between independent enterprises can be identified ...". bahwa cara penghitungan metode profit split dari Terbanding telah memakai analisis fungsi, asset, dan resiko dan dari analisis tersebut telah dilakukan pembobotan sehingga diperoleh pembobotan 50 : 50; bahwa sesuai tanggapan Pemohon Banding baik dalam surat nomor : 003/SEI/FIN/05/2011 bulan Mei 2011 perihal Bantahan atas Uraian Banding (SUB) dari Terbanding, Pemohon Banding pada intinya menyatakan kelemahan Terbanding dalam memilih metode profit split, tetapi disatu sisi dalam persidangan Pemohon Banding secara eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd. bahwa sesuai dengan hal tersebut di atas, sehubungan dengan koreksi peredaran usaha yang didasarkan atas koreksi transfer pricing sebesar USD 579.348.00 sudah benar sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang PPh Tahun 2000 dan Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-Singapore. Kesimpulan bahwa koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar USD 579.348.00 berdasarkan transfer pricing profit split method sudah benar sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 2000 dan Pasal 9 Tax Treaty IndonesiaSingapore. bahwa penerbitan Keputusan Terbanding Nomor : KEP646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat Nomor : 003/SEI/FIN/VII/2011 tanggal 28 Juli 2011, yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut: Tanggapan Pemohon Banding Atas Tanggapan Tertulis Pihak Terbanding. bahwa tanggapan tertulis Pihak Terbanding masih mengindikasikan bahwa koreksi terhadap peredaran usaha semata-mata didasarkan pada alasan adanya transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa tanpa didukung pada analisa yang memadai. Alasan Pihak Terbanding tersebut menunjukkan bahwa Pihak Terbanding tidak menjalankan sepenuhnya Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.07/1993 tanggal 9 Maret 1993. bahwa temuan dari Pihak Terbanding, di dalam melakukan koreksi positif atas peredaran usaha tersebut di atas dan kemudian menetapkan bahwa peredaran usaha Pemohon Banding tersebut terlalu rendah, tidak didasarkan pada analisa yang memadai (tidak

ada angka pembanding yang layak/wajar digunakan) tetapi lebih berdasarkan unsur subyektif Pihak Terbanding sendiri. Sebagaimana diatur di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE04/PJ.07/1993, koreksi yang terkait dengan masalah Transfer Pricing harus didasarkan pada suatu angka pembanding dari satu transaksi sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak Terbanding yang menyatakan bahwa didalam pemeriksaan Pemohon Banding tidak bisa membuktikan bahwa transaksi dengan Siix Singapore Pte Ltd tersebut adalah sudah wajar (arms length), dimana Pemohon Banding tidak bisa menunjukkan suatu perhitungan sesuai dengan Lampiran 3b SPT PPh Badan (Pemohon Banding memilih metode lainnya). bahwa perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa sengketa pajak ini terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana pada waktu itu belum begitu banyak sosialisasi mengenai penggunaan metode penentuan harga wajar. Meskipun Metode penentuan harga wajar sudah pernah dicantumkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.07/1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing, namun karena kedua peraturan tersebut ditujukan untuk kepentingan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, maka Pemohon Banding berpendapat bahwa metode tersebut tidak terkait dengan apa yang dimaksud dalam pelaporan Lampiran 3a SPT PPh Badan. Oleh karena itu, Pemohon Banding memilih isian metode lainnya karena alasan tidak mengerti maksud dari metode yang ada. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak Terbanding yang menyatakan bahwa sesuai tanggapan Pemohon Banding baik dalam surat nomor : 003/SEI/FIN/05/2011 bulan Mei 2011 perihal Bantahan atas Uraian Banding (SUB) dari Terbanding, Pemohon Banding pada intinya menyatakan kelemahan Terbanding dalam memilih metode profit split, tetapi disatu sisi dalam persidangan Pemohon Banding secara eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd. bahwa pembuktian bahwa SPT yang dilaporkan Wajib Pajak tidak benar biasanya dilakukan melalui proses pemeriksaan. Didalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01/PJ.7/1993 pada bab III , mengenai Teknik dan Metode Pemeriksaan diatur, antara lain, Pemeriksa didalam menentukan harga pasar wajar dalam hubungan istimewa harus dilakukan dengan menguji angka-angka dalam SPT melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Metode tersebut termasuk metode harga pasar sebanding (Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga jual minus (Sales Minus/Resale Price Method), metode harga pokok plus (Cost Plus Method), metode lainnya yang dapat diterima. Kekeliruan penerapan pendekatan perhitungan tertentu seharusnya mengindikasikan bahwa pembuktian bahwa SPT yang dilaporkan

Wajib Pajak tidak benar menjadi tidak berdasar dan seharusnya dibatalkan. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak Terbanding yang menyatakan bahwa Pemohon Banding secara eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd meskipun pada intinya Pemohon Banding menyatakan kelemahan Terbanding dalam memilih metode profit split. Menurut Pemohon Banding, karena sengketa banding ini terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana dalam kurun waktu tersebut belum ada kewajiban maupun petunjuk bagi Pemohon Banding untuk membuktikan maupun menunjukkan kewajaran transaksi hubungan istimewa, sehingga Pemohon Banding tidak memiliki petunjuk mengenai pembuktian seperti apa yang diharapkan oleh Pihak Terbanding. Disatu sisi, penerapan metode tradisional tidak bisa diterapkan karena alasan keunikan produk, tidak ada produk yang dijual kepada pihak ketiga maupun mencari data pembanding yang memiliki kondisi yang sama dengan kondisi yang dimiliki pihak ketiga. Disisi lain, penerapan metode transaksional seperti metode profit split yang diterapkan Pemeriksa juga tidak tepat diterapkan karena tidak adanya biaya penelitian dan pengembangan (research and development) yang terjadi di Pemohon Banding. Padahal biaya penelitian dan pengembangan merupakan salah satu ukuran untuk menentukan kontribusi dari tiap pihak/entitas yang sangat berhubungan dalam menerapkan metode profit split. bahwa seperti telah Pemohon Banding jelaskan sebelumnya tentang metode profit split, bahwa metode profit split secara umum diterapkan untuk transaksi yang sangat berhubungan (inter-related) yang tidak dapat di-evaluasi secara terpisah. Metode profit split ini biasanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan elektronik yang fungsinya adalah merupakan sarat dengan inovasi, dimana transaksinya begitu inter-related (saling terkait satu dengan lainnya) sehingga tidak dapat diuji atau di-evaluasi secara terpisah. Dalam menentukan pembagian (split) dari keuntungan (profit) itu sendiri, harus dipertimbangkan besarnya kontribusi dari tiap pihak/entitas, serta (diantaranya) besarnya pengeluaran R&D, dan manufacturing costs dari tiap pihak. Ada 2 langkah dalam penerapan metode ini, yaitu : 1. identifikasi atas keuntungan (profit) untuk dibagikan (di-split) kepada tiap entitas perusahaan manufaktur dari tranksaksitransaksi antara pihak-pihak dengan hubungan istimewa, dan 2. kemudian, membagi profit di antara pihak-pihak tersebut atas dasar ekonomis yang valid (economically valid basis) yang dapat secara akurat mengukur pembagian keuntungan yang terjadi untuk transaksi sejenis di antara pihak-pihak independen. bahwa total keuntungan yang akan dibagi tersebut dapat berupa total keuntungan (combined profit) dari hasil transaksi keseluruhan ataupun keuntungan yang tersisa (residual profit) yang mewakili keuntungan sisa yang tidak dapat secara mudah dibagi kepada para pihak terkait disebabkan, contohnya karena adanya intangible yang bernilai tinggi dan unik. Sementara kontribusi dari masingmasing pihak (entitas) juga harus didasarkan kepada hasil analisa

fungsional yang dinilai atau dilihat value nya (analisa fungsional adalah suatu analisa atas fungsi-fungsi yang dilakukan (mempertimbangkan aktiva-aktiva yang dipakai, dan resiko-resiko yang ditanggung) oleh tiap pihak/entitas yang terlibat. Kontribusi dari masing-masing pihak tersebut juga, sedapat mungkin, harus berdasarkan data-data di market yang dapat diandalkan (contohnya tingkat pembagian keuntungan atau pembagian pengembalian (return) dari pihak-pihak independen dengan fungsi-fungsi yang sebanding). Annexure II dari OECD Transfer Pricing Guidelines memberikan contoh sebagai berikut: Laba Rugi PT. A dan PT. B
Keterangan Sales Less : Purchases Manufacturing costs Gross profits Less : R&D Operating expenses Net profit A 50 (10) (15) (25) (15) (10) (25) B 100 (50) (20) (70) (10) (10) (20) 10

Penentuan keuntungan rutin (routine profit) manufaktur PT. A dan PT. B dan penghitungan jumlah keuntungan sisa (total residual profit). bahwa contoh yang diberikan oleh OECD Transfer Pricing Guidelines adalah sudah ditentukannya oleh kedua yuridiksi bahwa pembanding perusahaan manufaktur pihak ketiga yang tidak memiliki harta tidak berwujud inovatif memperoleh peredaran usaha dari biaya-biaya manufakturnya (tidak termasuk biaya pembelian) sebesar 10% (diperoleh dari rasio keuntungan terhadap biaya manufaktur langsung dan tidak langsung). bahwa dengan mengacu kepada Laporan Laba Rugi diatas, dapat diketahui bahwa biaya manufaktur PT. A adalah 15 sehingga peredaran usaha atas biaya manufaktur yang dikeluarkan PT. A dan dapat diatribusikan terhadap keuntungan manufaktur PT. A menjadi sebesar 1,5 (10% dari 15). Begitu pula halnya dengan biaya manufaktur PT. B sebesar 20, maka biaya yang dapat diatribusikan terhadap keuntungan manufaktur PT. B menjadi sebesar 2 (10% dari 20). Berdasarkan hal itu, keuntungan sisa yang terjadi menjadi sebesar 6,5 yang diperoleh dari selisih antara keuntungan gabungan bersih PT. A dan PT. B sebesar 10 dengan gabungan keuntungan manufaktur sebesar 3,5 (3,5 diperoleh dari keuntungan manufaktur PT. A sebesar 1,5 yang ditambahkan dengan keuntungan manufaktur PT. B sebesar 2). Pengalokasian keuntungan sisa. bahwa pengalokasian keuntungan sebesar 1,5 bagi PT. A dan 2 bagi PT. B mengarah pada fungsi manufaktur PT. A dan PT. B, meskipun

begitu, hal ini bukan merupakan nilai dari masing-masing biaya penelitian dan pengembangan kedua perusahaan. Untuk mendapatkannya, keuntungan sisa yang diperoleh dapat dibagi antara PT. A dan PT. B berdasarkan jumlah biaya penelitian dan pengembangan masing-masing perusahaan. Dengan asumsi, biaya penelitian dan pengembangan masing-masing perusahaan relative akurat menggambarkan kontribusi relative masing-masing perusahaan terhadap nilai inovasi produk kedua perusahaan. Pengalokasian keuntungan sisa terhadap kedua perusahaan tersebut menjadi sebagai berikut : PT. A = PT. B = 6,5 X 15/25 6,5 X 10/25 = = 3,9 2,6

bahwa alokasi sebesar 15/25 bagi PT. A dan 10/25 bagi PT. B berasal dari biaya penelitian dan pengembangan masing-masing perusahaan terhadap total biaya penelitian dan pengembangan kedua perusahaan. Pengalokasian keuntungan sisa. bahwa jumlah keuntungan bersih PT. A menjadi sebesar 5,4 yang diperoleh dari penambahan keuntungan manufaktur sebesar 1,5 dengan alokasi keuntungan sisa sebesar 3,9, sedangkan keuntungan bersih PT. B menjadi sebesar 4,6 yang diperoleh dari penambahan keuntungan manufaktur sebesar 2 dengan alokasi keuntungan sisa sebesar 2,6. Laporan Laba Rugi untuk kepentingan pajak bahwa berdasarkan penghitungan diatas, Laporan Laba Rugi untuk kepentingan pajak menjadi sebagai berikut :
Keterangan Peredaran usaha Dikurangi : Pembelian Biaya-biaya manufaktur Keuntungan kotor Dikurangi : Biaya penelitian dan pengembangan Biaya Operasional Keuntungan bersih A 55,4 (10,0) (15,0) 30,4 (15,0) (10,0) (25,0) 5,4 B 100,0 (55,4) (20,0) 24,6 (10,0) (10,0) (20,0) 4,6

bahwa dengan mengacu pada contoh yang digambarkan OECD Transfer Pricing Guidelines diatas, dapat dibuktikan bahwa penerapan metode profit split yang dilakukan Pihak Terbanding sama sekali tidak memiliki dasar pengalokasian maupun penghitungan yang jelas, sehingga dasar koreksi Pihak Terbanding yang menggunakan alasan penggunaan metode profit split juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. bahwa Pemohon Banding juga tidak setuju dengan pendapat Pihak Terbanding yang menyatakan bahwa karena Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan transaksi hubungan istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd merupakan transaksi yang sudah wajar (arms

length) maka Terbanding sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 Undangundangn Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. bahwa sengketa banding ini terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana pada waktu itu tidak ada ketentuan yang mengharuskan Wajib Pajak untuk menyiapkan dokumentasi berkaitan dengan kewajaran harga atas transaksi yang memiliki hubungan istimewa. Dengan demikian, upaya menjelaskan kewajaran transaksi hubungan istimewa dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen kegiatan bisnis biasanya. Kewajaran transaksi yang terjadi dengan Siix Singapore Pte Ltd menurut Pemohon Banding dibuktikan melalui keberadaan dokumen-dokumen penjualan, pembelian, pembayaran, penerimaan cash terkait serta pencatatan pembukuan. bahwa menurut Pemohon Banding, meskipun Pihak Terbanding diberikan wewenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa, penentuan tersebut seharusnya tetap mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.07/1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing dan bukan pendapat subyektif semata. bahwa disamping ketidakjelasan latar belakang pembagian pembobotan 50 : 50 atas analisa fungsi, asset dan resiko, menurut Pemohon Banding penggunaan metode profit split yang diterapkan Pihak Terbanding juga tidak tepat. Dengan demikian, penentuan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak yang diterapkan kepada Pemohon Banding menjadi tidak berdasar dan seharusnya dibatalkan karena alasan-alasan sebagai berikut : A. Panduan Transfer Pricing dari OECD bahwa mengingat peraturan perpajakan Indonesia belum mengatur panduan atas metode keuntungan transaksional ("transactional profit method") dalam penentuan harga wajar dan penerapan prinsip kewajaran ("arm's length" principle) dalam transaksi antara pihakpihak yang memiliki hubungan istimewa, maka yang harus menjadi acuan adalah ketentuan dan panduan yang diterbitkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development ("OECD"). OECD telah mengeluarkan panduan terkait Transfer Pricing, yaitu OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations ("OECD TP Guidelines") yang

diubah dan direvisi secara teratur, dan terakhir adalah versi 2009. Berikut adalah penjelasan atas beberapa ketentuan terkait pengetian umum, kelemahan, dan aplikasi/penerapan dari salah satu metode keuntungan transaksional yaitu Profit Split. B. Penjelasan Umum Transaksional ("general") atas Metode Keuntungan

Paragraph 3.2 dari OECD TP Guidelienes memberikan panduan umum atas pengertian dari metode keuntungan transaksional: "3.2 A transactional profit method examines the profits that arise from particular controlled transactions. The transactional profit methods for purposes of these Guidelines are the profit split method and the transactional net margin method. It is unusual to find enterprises entering into transactions in which profit is a condition "made or imposed" in the transactions. In fact, enterprises rarely if ever use a transactional profit method to establish their prices. Nonetheless, profit arising from a controlled transaction can be a relevant indicator of whether the transaction was affected by conditions that differ from those that would have been made by independent enterprises in otherwise comparable circumstances. Thus, in those exceptional cases in which the complexities of real life business put practical difficulties in the way of the application of the traditional transaction methods and provided all the safeguards set out in this chapter are observed, application of the transactional profit methods (profit split and transactional net margin method) may provide an approximation of transfer pricing in a manner consistent with the arm's length principle. However, the transactional profit methods may not be applied automatically simply because there is a difficulty in obtaining data. The same factors that led to the conclusion that it was not possible to reliably apply a traditional transaction method must be reconsidered when evaluating the reliability of a transactional profit method. Rather, the reliability of a method should be assessed taking into account the principles discussed in this Report, including the extent and the reliability of adjustments to the data used." bahwa paragraph 3.2 diatas menjelaskan bahwa metode keuntungan transaksional adalah metode yang memeriksa keuntungan yang timbul dari transaksi-transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang "khusus", dimana metode keuntungan transaksional terdiri dari 2 jenis yaitu (1) metode "profit split", dan (2) metode "transactional net margin method (TNMM)". Dalam kenyataannya, perusahaan-perusahaan jarang, atau bahkan tidak pernah, menggunakan metode keuntungan transaksional untuk menentukan harga jual mereka. Maka kompleksitas dari "real-life business" memberikan kesulitan praktis dalam aplikasi dari metode keuntungan transaksional ini. Metode ini juga tidak dapat secara otomatis diterapkan karena kesulitan dalam mencari data-data untuk menerapkan metode lain yaitu metode "traditional transaction method" yang memang harus dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum metode ini. Apabila diambil kesimpulan bahwa metode "traditional transaction method" tidak mungkin untuk dipakai, maka penerapan dari metode ini juga perlu di-evaluasi ulang untuk menentukan reliabilitasnya.

Selanjutnya paragraph 3.3 dari OECD TP Guidelines juga menjelaskan kaitan penggunaan metode keuntungan transaksional dengan article 9 dari OECD Model Tax Convention: "3.3 Methods that are based on profits can be accepted only insofar as they are compatible with Article 9 of the OECD Model Tax Convention, especially with regard to comparability. This is achieved by applying the methods in a manner that approximates arm's length pricing, which requires that the profits arising from particular controlled transactions be compared to the profits arising from comparable transactions between independent enterprises." bahwa sesuai paragraph 3.3. diatas, metode keuntungan transaksional hanya dapat diterima apabila metode tersebut sejalan dengan Article 9 dari OECD Model Tax Convention terutama menyangkut kesebandingan (comparability). Metode keuntungan transaksional ini digunakan dengan membandingkan antara transaksi antara pihak dengan hubungan istimewa (yang sedang diuji) dengan tingkat keuntungan yang timbul dari transaksi sejenis dan sebanding (comparable) antara pihak-pihak independent; Syarat-syarat Tertentu yang Berbeda Dengan Perusahaan-perusahaan Independen bahwa terkait dengan paragraph 3.3. dari OECD TP Guidelines diatas, perlu Pemohon Banding tambahkan bahwa Pemeriksa tidak mengungkapkan "a condition imposed" di dalam koreksinya. Koreksi yang dilakukan oleh Pihak Terbanding menyangkut transaksi antara SIIX Singapore Pte. Ltd, perusahaan yang berdomisili di Singapura dan Pemohon Banding, perusahaan yang berdomisili di Indonesia. Oleh karena itu maka perlakuan pajak terhadap transaksi tersebut harus merujuk kepada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura. Transaksi antara kedua perusahaan tersebut adalah transaksi antara dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa, oleh karena itu ketentuan Article 9 dijadikan rujukan. Article 9 dari P3B dimaksud berbunyi sebagai berikut: Article 9 Associated Enterprises Where: a) an enterprise of a Contracting State participates directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other Contracting State, or b) the same persons participate directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of a Contracting State and an enterprise of the other Contracting State. and in either case conditions are made or imposed between the two enterprises in their commercial or financial relations which differ from those which would be made between independent enterprises, any profits which would, but for those conditions, have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed accordingly.

bahwa ketentuan article 9 dari P3B di atas mengatur bahwa bila terjadi transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan dalam transaksi tersebut terdapat syarat-syarat tertentu yang berbeda dengan yang berlaku umum, maka transaksi tersebut dapat dikoreksi. Perlu Pemohon Banding garis bawahi disini bahwa Article 9 dari P3B diatas mengatur bahwa koreksi atas transaksi antar dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa hanya dapat dilakukan bila "conditions are made or imposed between the two enterprises in their commercial or financial relations which differ from those which would be made between independent enterprises". bahwa dalam hubungan ini, Pihak Terbanding tidak mengungkapkan bahwa dalam transaksi antara kedua perusahaan telah diciptakan syarat-syarat tertentu yang berbeda dengan yang berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang independen. Pihak Terbanding melakukan koreksi hanya berdasarkan fakta bahwa transaksi dimaksud dilakukan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa. bahwa selanjutnya, paragraph 3.4 dari OECD TP Guidelines menjelaskan lebih jauh tentang penerapan dari metode keuntungan transaksional: "3.4 In no case should transactional profit methods be used so as to result in over-taxing enterprises mainly because they make profits lower than the average, or in under-taxing enterprises that make higher than average profits. There is no justification under the arm's length principle for imposing additional tax on enterprises that are less successful than average when the reason for their lack of success is attributable to commercial factors." bahwa paragraph 3.4 diatas mengatur bahwa metode keuntungan transaksional tidak dapat diterapkan begitu saja yang mengakibatkan pengenaan pajak yang berlebih (over-taxing) terhadap perusahaanperusahaan yang dianggap menerima keuntungan lebih rendah dari rata-rata, atau sebaliknya pengenaan pajak terlalu rendah (undertaxing) terhadap perusahan-perusahaan lain yang dianggap menerima keuntungan lebih tinggi dari rata-rata. Tidak dapat dibenarkan apabila pihak otoritas mengenakan tambahan pajak terhadap perusahaan-perusahaan yang kurang berhasil dibandingkan rata-rata padahal sebenarnya hal tersebut disebabkan karena faktor komersial. C. Penjelasan Umum ("general") atas Metode Profit Split bahwa seperti dijelaskan diatas, metode keuntungan transaksional terdiri dari 2 jenis yaitu metode profit split dan metode TNMM. Khusus untuk metode Profit Split, paragraph 3.5 dari OECD Guidelines memberikan penjelasan umum berikut: "3.5 Where transactions are very interrelated it might be that they cannot be evaluated on a separate basis. Under similar circumstances, independent enterprises might decide to set up a form of partnership and agree to a form of profit split. Accordingly, the profit split method seeks to eliminate the effect on profits of special conditions made or imposed in a controlled transaction (or in

controlled transactions that are appropriate to aggregate under the principles of Chapter I) by determining the division of profits that independent enterprises would have expected to realise from engaging in the transaction or transactions. The profit split method first identifies the profit to be split for the associated enterprises from the controlled transactions in which the associated enterprises are engaged. It then splits those profits between the associated enterprises on an economically valid basis that approximates the division of profits that would have been anticipated and reflected in an agreement made at arm's length. The combined profit may be the total profit from the transactions or a residual profit intended to represent the profit that cannot readily be assigned to one of the parties, such as the profit arising from high-value, sometimes unique, intangibles. The contribution of each enterprise is based upon a functional analysis as described in Chapter I, and valued to the extent possible by any available reliable external market data. The functional analysis is an analysis of the functions performed (taking into account assets used and risks assumed) by each enterprise. The external market criteria may include, for example, profit split percentages or returns observed among independent enterprises with comparable functions. Subsection c) of this Section provides guidance for applying the profit split method." bahwa paragraph 3.5 diatas menjelaskan bahwa metode profit split secara umum diterapkan untuk transaksi yang sangat berhubungan (inter-related) yang tidak dapat di-evaluasi secara terpisah. Metode profit split ini biasanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan elektronik yang sarat dengan inovasi, dimana transaksinya begitu "interrelated" (saling terkait satu dengan lainnya) sehingga tidak dapat diuji atau di-evaluasi secara terpisah. Dalam mementukan pembagian (split) dari keuntungan (profit) itu sendiri, harus dipertimbangkan besarnya kontribusi dari tiap pihak/entitas, serta (diantaranya) besarnya pengeluaran R&D, dan manufacturing costs dari tiap pihak. Ada 2 langkah dalam penerapan metode ini, yaitu : 1) identifikasi atas keuntungan (profit) untuk dibagikan (di-split) kepada tiap entitas dari traksaksi-transaksi antara pihak-pihak dengan hubungan istimewa, dan 2) kemudian, membagi profit di antara pihak-pihak tersebut atas dasar ekonomis yang valid ("economically valid basis") yang dapat secara akurat mengukur pembagian keuntungan yang terjadi untuk transaksi sejenis di antara pihak-pihak independent. bahwa total keuntungan yang akan dibagi tersebut dapat berupa total keuntungan ("combined profit") dari hasil transaksi keseluruhan ataupun keuntungan yang tersisa ("residual profit") yang mewakili keuntungan sisa yang tidak dapat secara mudah dibagi kepada para pihak terkait disebabkan, contohnya karena adanya "intangible" yang bernilai tinggi dan unik. Sementara kontribusi dari masing-masing pihak (entitas) juga harus didasarkan kepada hasil analisa fungsional yang dinilai atau dilihat "value" nya (analisa fungsional adalah suatu analisa atas fungsi-fungsi yang dilakukan (mempertimbangkan aktiva-aktiva yang dipakai, dan resiko-resiko yang ditanggung) oleh tiap pihak/entitas yang terlibat. Kontribusi dari masing-masing pihak

tersebut juga, sedapat mungkin, harus berdasarkan data-data di "market" yang dapat diandalkan (contohnya tingkat pembagian keuntungan atau pembagian pengembalian (return) dari pihak-pihak independen dengan fungsi-fungsi yang sebanding). D. Kesimpulan OECD TP Guidelines atas Metode Keuntungan Transaksional Conclusions on transactional profit methods 3.49 Traditional transaction methods are to be preferred over transactional profit methods as a means of establishing whether a transfer price is at arm's length, i.e. whether there is a special condition affecting the level of profits between associated enterprises. To date, practical experience has shown that in the majority of cases, it is possible to apply traditional transaction methods. 3.50 There are, however, cases where traditional transaction methods cannot be reliably applied alone or exceptionally cannot be applied at all. These would be considered cases of last resorf. Such cases arise only where there is insufficient data on uncontrolled transactions (possibly because of uncooperative behaviour on the part of the taxpayer relative to these Guidelines), or where such data are considered unreliable, or due to the nature of the business situation. In such cases of last resorf, practical considerations may suggest application of a transactional profit method either in conjunction with traditional transaction methods or on its own. However, even in a case of last resorf, it would be inappropriate to automatically apply a transactional profit method without first considering the reliability of that method. See in particular paragraphs 3.9 and 3.31. The same factors that led to the conclusion that it was not possible to reliably apply a traditional transaction method must be reconsidered when evaluating the reliability of a transactional profit method. Thus, if it is necessary to aggregate transactions to apply a transactional profit method and if it is possible to aggregate the same transactions and apply a traditional transaction method, the effect of such aggregation on the reliability of both methods must be considered. Therefore, for the reasons set out in this Report and particularly those in paragraphs 3.52-3.57 below, as a general matter the use of transactional profit methods is discouraged. 3.51 A transactional profit method also may be used in cases where application of the method is agreed to be appropriate by the associated enterprises affected by the transactions and by the tax administrations in the jurisdictions of those associated enterprises. Transactional profit methods may also provide a useful means of identifying cases that may require further investigation. 3.52 In most countries the application of transactional profit methods has been limited to the profit split method, the use of which has not been frequent and has taken place largely in bilateral agreement procedures -- situations where the risk of unrelieved double taxation is minimal. Very few countries have much experience in the application of the transactional net margin method

and most consider it experimental and therefore prefer to use the profit split method in cases of last resorf. 3.56 In all cases, considerable caution must be used to determine whether a transactional profit method as applied to a particular aspect of a case can produce an arm's length answer, either in conjunction with a traditional transaction method or on its own (see paragraph 3.50). The question ultimately can be resolved only on a case-by-case basis taking into account the strengths and weaknesses set forth above for a particular transactional profit method to be applied. In addition, these conclusions assume that countries will have a certain degree of sophistication in their underlying tax systems before applying these methods. Consequently, transactional profit methods should never be used by tax administrations if they do not yet have the necessary institutional legal framework to ensure that the proper precautions are taken. This would include the existence of an effective administrative appeals mechanism. The Committee on Fiscal Affairs intends to engage the major nonmember countries in a dialogue on the application of the principles and methods set out in this Report and any revisions hereto. bahwa di paragraph 3.49 diatas, pada prinsipnya, metode tradisional (Comparable Uncontrolled Price, Resale Price dan Cost-Plus methods) harus diutamakan daripada metode keuntungan transaksional dalam menguji kewajaran harga. OECD TP Guidelines menyarankan bahwa, dalam kasus-kasus pada umumnya, metode tradisional tersebut masing dapat diaplikasikan. Namun, disebutkan di paragraph 3.50, bahwa dalam kasus-kasus tertentu, metode tradisional tidak dapat dipakai sendiri atau bahkan tidak dapat dipakai sama sekali, sehingga kita dapat beralih kepada metode keuntungan transaksional. Hal ini disebut "case of last resorf", yang mungkin timbul, di antaranya, karena data-data yang tidak cukup valid, atau data cukup tapi tidak dapat diandalkan, atau karena sifat dari situasi bisnis itu sendiri. Akan tetapi, dalam menerapkan metode keuntungan transaksional, perlu benar-benar dipertimbangkan kendalan/reliabilitas dari metode itu sendiri, dimana secara umum, penggunaan metode keuntungan transaksional tidak disarankan. Paragraph 3.51 menyebutkan bahwa metode keuntungan transaksional dapat dipakai apabila penggunaannya telah disepakati oleh pihak wajib pajak dan pihak administrasi pajak (fiskus). Di beberapa Negara, metode keuntungan transaksional terbatas kepada metode profit split yang mana penggunaannya pun masih sangat jarang dan hanya didasarkan kepada perjanjian prosedur "bilateral agreement", seperti disebutkan di paragraph 3.52 diatas. bahwa paragraph 3.56 diatas menyarankan bahwa (diantaranya), penggunaan metode keuntungan transaksional harus digunakan (apabila memang dapat digunakan) dengan hati-hati dan mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan yang ada. Penggunaan metode ini juga harus dilakukan oleh suatu otoritas dengan sistem perpajakan yang sudah cukup maju dan canggih (sophisticated), dan pihak otoritas tidak dapat memaksakan penggunaan metode ini apabila belum memiliki "legal framework" yang cukup baik, diantaranya mekanisme administrasi litigasi sengketa pajak yang cukup baik.

Kesalahan Metode Profit Split Oleh Pihak Terbanding Berdasarkan penjelasan diatas ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan metode profit split menurut OECD TP Guidelines: bahwa belum ada ketentuan perpajakan Indonesia yang mengatur secara jelas mengenai metode keuntungan transaksional dalam menentukan harga wajar yang dianggap oleh Pihak Terbanding sebagai dasar penentuan penggunaan metode residual profit split. Salah satu aturan yang pernah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak untuk Wajib Pajak Yang Memiliki Hubungan Istimewa, namun aturan inipun tidak menjelaskan lebih rinci mengenai metode keuntungan transaksional. bahwa karena belum adanya ketentuan yang jelas tersebut, kita seharusnya mengacu kepada OECD TP Guidelines, yang mengatur bahwa metode keuntungan transaksional baru dapat digunakan apabila tidak ada metode tradisional yang dapat diterapkan (sebagai pilihan terakhir). bahwa metode profit split sebagai salah satu metode penentuan laba transaksional harus diterapkan setelah metode tradisional (yaitu Comparable Uncontrolled Price, Resale Price dan Cost Plus methods) telah dianalisa dan ternyata tidak dapat diterapkan, sehingga metode ini dijadikan pilihan terakhir ("last resorf"). Metode profit split hanya dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu seperti untuk transaksi-transaksi yang sangat "inter-related" sehingga tidak dapat dievaluasi secara terpisah, contohnya: transaksi perusahaan elektronik yang sarat teknologi dan inovasi. bahwa metode profit split ini diterapkan dengan menggabungkan seluruh keuntungan yang didapatkan dari seluruh transaksi terkait, dan kemudian membagi atau mengalokasikan keuntungan gabungan tersebut dengan basis ekonomi yang valid ("economically valid basis"). Basis ekonomi yang valid dapat dinilai dari kontribusi masing-masing pihak yang terlibat (dapat dilihat dari fungsi yang dilakukan, asset yang digunakan dan resiko yang ditanggung), dan sesuai dengan kondisi yang wajar antar pihak-pihak independen (diuji dengan "independent benchmark" atau "external market data"). Alokasi dari keuntungan sesuai dengan kontribusi dari tiap pihak terlibat dapat menjadi hal yang subyektif, terutama apabila tidak ada data pembanding yang independent. bahwa metode keuntungan transaksional, terutama metode profit split, harus diterapkan dengan hati-hati. Prinsip utamanya adalah metode keuntungan transaksional adalah pilihan akhir setelah metode tradisional tidak dapat diterapkan. Selain itu, metode profit split juga perlu diuji keandalan (realibilitas)-nya dan hanya dapat diterapkan oleh otoritas pajak yang sudah memiliki sistem perpajakan yang cukup matang, dengan mekanisme sengketa perpajakan yang cukup baik.

Kesimpulan Oleh Pemohon Banding Berdasarkan hal-hal diatas, terdapat beberapa kesalahan fatal yang dilakukan oleh pihak Terbanding dalam menerapkan metode"profitsplit" yaitu: bahwa pihak Terbanding tidak mempertimbangkan penerapan metode tradisional terlebih dahulu, namun langsung berkesimpulan untuk menerapkan metode profit split hanya dengan alasan terdapat hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan SIIX Singapore Pte Ltd. bahwa pihak Terbanding tidak memperhitungkan kontribusi dari masing-masing pihak, serta adanya perbedaan fungsi dan resiko yang ditanggung masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa (Pemohon Banding dan SIIX Singapore Pte Ltd). bahwa penerapan metode profit split dari Pihak Terbanding juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dari OECD TP Guidelines. Pihak Terbanding tidak mempertimbangkan adanya suatu basis ekonomi yang valid ("economically valid basis") dalam mengalokasikan seluruh tingkat kentungan dari seluruh transaksi. Alokasi total profit harus berdasarkan suatu basis ekonomi tertentu yaitu sesuai kontribusi masing-masing pihak berdasarkan suatu analisa fungsional (analisa atas aktiva yang dipakai, fungsi yang dilakukan dan resiko yang ditanggung). Pihak Terbanding belum memperhitungkan kontribusi dari masing-masing pihak dalam menentukan harga wajar, serta adanya perbedaan fungsi dan resiko yang ditanggung masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa (yaitu Pemohon Banding dan SIIX Singapore Pte Ltd). Di samping itu, pihak Terbanding juga belum membandingkan alokasi keuntungan tersebut dengan acuan (referensi) kepada transaksi sebanding antara pihak-pihak yang independen seperti yang disarankan oleh OECD TP Guidelines dan juga berdasarkan Article 9 dari OECD Model Tax Convention dan Article 9 dari P3B antara Indonesia dan Singapura. bahwa penerapan metode keuntungan transaksional khususnya profit split juga harus memperhitungkan reliabilitas dari penerapan metode itu sendiri, dan ini tidak semudah hanya membagi 50% dan total profit dari SIIX Singapore Pte Ltd seperti yang dilakukan oleh Pihak Terbanding. Dengan ini dapat dilihat penerapan alokasi 50% seperti yang dilakukan oleh Pihak Terbanding tidak memiliki dasar dan analisa yang memadai dan juga tidak sesuai dengan OECD TP Guidelines. bahwa berdasarkan pada penjelasan, Pemohon Banding juga ingin menanggapi tanggapan pihak Terbanding yang menyatakan bahwa dalam menerapkan harga transfer, pihak Terbanding telah menerapkan sejumlah metode tradisional secara hirarkis sebelum menerapkan metode profit split. Padahal, pada kenyataannya, tidak ada kertas kerja maupun penjelasan terkait yang tercantum dalam surat pemberitahuan pemeriksaan yang menjelaskan adanya pertimbangan Pemeriksa dalam menggunakan metode tradisional sebelum menentukan pemilihan metode profit split. Dengan demikian, pernyataan pihak Terbanding yang telah memperhatikan

metode tradisional secara hirarkis sebelum menerapkan metode transaksional profit split sesungguhnya tidak terbukti. bahwa pendapat pihak Terbanding yang menyatakan bahwa metode pembagian laba (Profit Split Method) dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi sesungguhnya tidak tepat. Hal ini dikarenakan pembagian laba tidak dapat semata-mata didasarkan pada dasar yang dapat diterima secara ekonomi tetapi juga didasarkan pada basis ekonomi yang valid, seperti kontribusi masing-masing pihak yang terlibat dan sesuai dengan kondisi yang wajar antar pihak-pihak yang independen. Kesimpulan Pemohon Banding Atas Tanggapan Tertulis Pihak Terbanding. bahwa berdasarkan hal-hal diatas, terdapat beberapa kesalahan fatal yang dilakukan oleh pihak Terbanding dalam menerapkan metodeprofit-split yaitu: bahwa koreksi positif atas peredaran usaha yang diterapkan Pihak Terbanding tidak didasarkan pada analisa yang memadai (tidak ada angka pembanding yang layak/wajar digunakan) tetapi lebih berdasarkan unsur subyektif Pihak Terbanding sendiri. bahwa belum begitu banyak sosialisasi mengenai penerapan metode penentuan harga wajar yang harus dilaporkan dalam SPT PPh Badan Tahun Pajak 2005, sehingga Pemohon Banding memilih isian metode lainnya karena alasan tidak mengerti maksud dari metode yang ada dan bukan bermaksud untuk tidak menunjukkan suatu perhitungan sesuai dengan Lampiran 3b SPT PPh Badan. bahwa dengan sistem self assessment, SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak harus dianggap benar sampai kemudian dibuktikan salah oleh Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan Pasal 12 Undang-undang KUP. Koreksi Pihak Terbanding yang tidak didasarkan pada analisa yang memadai mengindikasikan bahwa pembuktian SPT yang dilaporkan Wajib Pajak adalah tidak benar, sesungguhnya belum dapat dibuktikan. Dengan demikian, pelaporan SPT oleh Wajib Pajak tersebut seharusnya dianggap benar dan koreksi Pihak Terbanding seharusnya dibatalkan. bahwa belum ada kewajiban maupun petunjuk bagi Pemohon Banding untuk membuktikan maupun menunjukkan kewajaran transaksi hubungan istimewa, sehingga Pemohon Banding tidak memiliki petunjuk mengenai pembuktian seperti apa yang diharapkan oleh Pihak Terbanding. Disatu sisi, penerapan metode tradisional tidak bisa diterapkan karena alasan keunikan produk, tidak ada produk yang dijual kepada pihak ketiga maupun mencari data pembanding yang memiliki kondisi yang sama dengan kondisi yang dimiliki pihak ketiga. Disisi lain, penerapan metode transaksional seperti metode profit split yang diterapkan Pemeriksa juga tidak tepat diterapkan karena tidak adanya biaya penelitian dan pengembangan (research and development) yang terjadi di SEI. Padahal biaya penelitian dan pengembangan merupakan salah satu

ukuran untuk menentukan kontribusi dari tiap pihak/entitas yang sangat berhubungan dalam menerapkan metode profit split. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Pemohon Banding adalah perusahaan Penanaman Modal Asing yang bergerak dalam bidang Sub Assy dan Komponen elektronika yang sahamnya dimiliki oleh Siix Singapore Pte. Ltd. (99,99%) dan Masae Okada ( 0,01%). bahwa berdasarkan fungsi Pemohon Banding terhadap Siix Singapore Pte. Ltd. diketahui Pemohon Banding hanya melaksanakan fungsi produksi barang jadi berdasarkan pesanan dari Siix Singapore Pte. Ltd. yang terdiri dari rencana produksi, prosedur desain manufaktur, pelatihan karyawan produksi, manufaktur, kontrol kualitas, serta manajemen penyimpanan dan persediaaan sedangkan Siix Singapore Pte. Ltd. Melaksanakan fungsi pemilihan supplier bahan baku, penentuan kualitas bahan baku, negosiasi harga beli bahan baku, juga melaksanakan fungsi pemasaran dan penjualan. bahwa dengan demikian transaksi ini memang memenuhi kriteria sebagai transaksi yang terjadi antara dua pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui bahwa koreksi dilakukan oleh Terbanding pada koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 yang bersumber dari analisa transfer pricing dengan metode Profit Split berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang mengatur tentang perlakuan terhadap transaksi terkait adanya Hubungan Istimewa. bahwa berdasarkan kuasa pasal tersebut Peredaran Usaha dikoreksi dan Terbanding menghitung Peredaran Usaha yang wajar dengan metode Profit Split sehingga Peredaran Usaha menurut Terbanding adalah sebesar USD 60,363,796.00. bahwa menurut Majelis, belum ada ketentuan dalam perpajakan Indonesia yang menyatakan secara jelas mengenai metode keuntungan transaksional dalam menentukan harga wajar sebagai dasar penentuan penggunaan metode residual profit split, sehingga acuan dalam menggunakan metode keuntungan transaksional harus mengacu kepada acuan yang diterapkan secara internasional, yaitu OECD Transfer Pricing Guidelines For Multinational Enterprises and Tax Administrations. bahwa Article 9 dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura berbunyi sebagai berikut:

Article 9 Associated Enterprises Where: a. an enterprise of a Contracting State participates directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other Contracting State, or b. the same persons participate directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of a Contracting State and an enterprise of the other Contracting State. and in either case conditions are made or imposed between two enterprises in their commercial or financial relations which differ from those which would be made between independent enterprises, any profits which would, but for those conditions, have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed accordingly. bahwa berdasarkan paragraf 3.5 OECD Transfer Pricing Guidelines For Multinational Enterprises and Tax Administrations, disebutkan bahwa Where transactions are very interrelated it might be that they cannot be evaluated on a separate basis. Under similar circumstances, independent enterprises might decide to set up a form of partnership and agree to a form of profit split. Accordingly, the profit split method seeks to eliminate the effect on profits of special conditions made or imposed in a controlled transaction (or in controlled transactions that are appropriate to aggregate under the principles of Chapter I) by determining the division of profits that independent enterprises would have expected to realise from engaging in the transaction or transactions. The profit split method first identifies the profit to be split for the associated enterprises from the controlled transactions in which the associated enterprises are engaged. It then splits those profits between the associated enterprises on an economically valid basis that approximates the division of profits that would have been anticipated and reflected in an agreement made at arm's length. The combined profit may be the total profit from the transactions or a residual profit intended to represent the profit that cannot readily be assigned to one of the parties, such as the profit arising from high-value, sometimes unique, intangibles. The contribution of each enterprise is based upon a functional analysis as described in Chapter I, and valued to the extent possible by any available reliable external market data. The functional analysis is an analysis of the functions performed (taking into account assets used and risks assumed) by each enterprise. The external market criteria may include, for example, profit split percentages or returns observed among independent enterprises with comparable functions. Subsection c) of this Section provides guidance for applying the profit split method." bahwa berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa profit split dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu total profit (profit gabungan atau residual profit) yang akan dibagikan kepada masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan kontribusi berdasarkan analisa fungsional.

bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE04/PJ.7/1993 tanggal 09 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing, menyebutkan: Hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainnya sebanyak 25% atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Hubungan istimewa dimaksud dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha; Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Kekurang wajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada : 1. Harga penjualan, 2. Harga pembelian, 3. Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost), 4. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan), 5. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya, 6. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar, 7. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center). Perlu ditegaskan pula bahwa Transfer Pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak Dalam Negeri dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (Negara yang tidak memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang perpajakan kita menganut azas materiil (substance over form rule). bahwa sesuai peraturan yang berlaku, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dilakukan sesuai pedoman yang telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993, tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. bahwa berdasarkan peraturan tersebut, serta sesuai dengan kesepakatan internasional seperti yang terdapat dalam OECD Transfer Pricing Guidelines yang juga dijadikan pedoman oleh Terbanding, dalam pemeriksaannya: Pemeriksa Pajak perlu

menentukan harga yang wajar (arms length price) atas transaksitransaksi yang dapat dikelompokkan (Bab I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993). bahwa Issue utama dalam masalah Hubungan Istimewa adalah tentang kewajaran harga. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993 tersebut, serta yang secara lebih rinci terdapat dalam OECD Transfer Pricing Guidelines (Chapter VI : Special Considerations for Intangible Property), penentuan harga wajar, hanya bisa dilakukan setelah Pemeriksa Pajak melakukan berbagai langkah pengumpulan data sampai dengan analisa faktor-faktor yang mempengaruhi komparabilitas yang rumit, sebagaimana yang tertulis di OECD Transfer Pricing Guidelines 2009, Para 4.7. :.Transfer pricing cases are fact-intensive and may involve difficult evaluations of comparability, markets, and financial or other industry information.. bahwa analisa atau evaluasi komparabilitas dimaksud meliputi analisa mendalam tentang karakteristik barang; analisa fungsi; analisa persyaratan dalam perjanjian; analisa kondisi ekonomi serta analisa strategi usaha. bahwa berdasarkan OECD Transfer Pricing Guidelines For Multinational Enterprises and Tax Administrations (OECD), ketiga metode yang disebutkan pertama kali dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993 dikenal sebagai metode tradisional, sedangkan metode lainnya dikenal sebagai metode keuntungan transaksional (transactional profit methods) yang diantaranya adalah metode profit split, yang baru dapat diterapkan setelah metode tradisional tidak lagi dapat diterapkan secara sendiri maupun sama sekali. bahwa pemilihan transaksi keuntungan metode transaksional tetap menjadi tidak tepat jika begitu saja diterapkan tanpa memperhitungkan reliabilitas metode keuntungan transaksional itu sendiri; bahwa Terbanding dalam Tanggapan Tertulis Nomor : S4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011, khususnya pada bagian : Tanggapan Terbanding, mempertanyakan berbagai hal yang justru seharusnya dilakukan oleh Terbanding pada saat pemeriksaan sebagai pihak yang mempermasalahkan kewajaran harga jual oleh Pemohon Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd. bahwa berdasarkan data dalam berkas banding maupun yang diserahkan dalam persidangan Terbanding tidak dapat memberikan data perhitungan yang wajar tentang harga jual yang seharusnya menjadi alasan untuk menyatakan harga jual Pemohon Banding tidak wajar karena adanya hubungan istimewa sehingga Terbanding dapat melakukan koreksi. bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan tidak terdapat petunjuk maupun dokumen yang bisa membuktikan bahwa Terbanding telah melaksanakan pedoman pemeriksaan yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993

tanggal 9 Maret 1993 tersebut. Terbanding telah melakukan koreksi atas koreksi positif Peredaran Usaha dengan alasan dilakukannya koreksi Terbanding hanya didasarkan pada analisa yang sederhana atas metode residual profit split dengan hanya mengalokasikan 50% dari keuntungan Siix Singapore Pte Ltd. bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 tersebut dilakukan tidak berdasarkan alasan yang kuat, sehingga terbukti tidak terdapat penyalahgunaan Transfer Pricing atas kewajaran harga dalam transaksi hubungan istimewa harga jual produk dari Pemohon Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd. bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 tidak dapat dipertahankan. Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00 Menurut Majelis : Harga Pokok Penjualan dikoreksi positif sebesar USD 516,980.00 dengan alasan sebagai berikut : bahwa dari Laporan Keuangan periode 1 Januari 2006 s.d 25 Januari 2006 (periode sebelum merger) yang telah diaudit oleh KAP Ernst & Young Prasetio, Sarwoko Sandjaja diperoleh sebagai berikut:
Pembelian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,441,562.00 Pemakaian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,149,165.00 Persediaan akhir raw material per 25/01/2006 USD 2,087,924.00 sehingga dapat ditentukan persediaan awal raw material per 01/01/06 sebagai berikut Pemakaian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,149,165.00 Ditambah persediaan akhir per 25/01/2006 USD 2,087,924.00 Persediaan yang siap digunakan USD 6,237,089.00 Dikurang pembelian raw material 01 /01 /2006-25/01 /2006 USD (4,441,562.00) Persediaan awal raw material per 01/01/06 USD 1,795,527.00

bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan tahun 2005 atas pembelian raw material selama tahun 2005 dalam HPP sebesar USD 54,384,948.00 terdiri dari pembelian kepada afiliasi sebesar USD 54,092,293.00 (99,46%) dan pembelian kepada pihak ketiga hanya sebesar USD 292,655.00 (0,54%). Sementara berdasarkan Laporan Keuangan periode 1 Januari 2006 s.d 25 Januari 2006 (periode sebelum merger) yang telah diaudit oleh KAP Ernst & Young Prasetio, Sarwoko & Sandjaja jika memang dalam periode 1 sd. 25 Januari 2006 terdapat pembelian dari pihak ketiga sebesar USD 516,980.00 yang merupakan 10,42% dari total pembelian raw material sebesar USD 4,958,541.00 (100%) maka dapat diduga pembelian dari pihak ketiga untuk selama tahun 2005 yang hanya sebesar 0,54% dicatat terlalu rendah yang kemudian patut diduga terdapat penjualan yang kurang dilaporkan. Menurut Terbanding: bahwa terdapat ketidakjelasan bagaimana Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan) Memperoleh Persediaan Awal Raw Material Per 1 Januari 2006 Sebesar USD 1,795,526.00.

bahwa Surat Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan tidak menyatakan bagaimana Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan) mendapatkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari 2006 sebesar USD 1,795,526.00. Dengan memahami bagaimana nampaknya Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan) membandingkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari 2006 melalui Laporan Audit per 31 Desember 2005 dan Laporan Audit per 25 Januari 2006, menurut Pemohon Banding, Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan) mendapatkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari 2006 sebesar USD 1,795,526.00 adalah berdasarkan sumber informasi dan formula. bahwa berdasarkan penjelasan diatas, seharusnya dapat diketahui bahwa tidak terdapat pencatatan yang lebih rendah atas persediaan akhir raw material per 31 Desember 2005 dibanding pencatatan atas persediaan awal per 1 Januari 2006. Baik persediaan akhir raw material per 31 Desember 2005 maupun persediaan awal per 1 Januari 2006 sama-sama menggunakan nilai persediaan raw material sebesar USD 1,278,547.00. Dengan demikian, koreksi tambahan sebesar USD 516,547.00 yang dikenakan Pihak Terbanding seharusnya dapat dibatalkan. Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa Terbanding melakukan koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00 karena Harga Pokok Penjualan tahun 2005 dicatat terlalu tinggi sebesar USD 516,547.00 dengan menggunakan pencatatan persediaan akhir raw material yang terlalu rendah (USD 1,278,547.00) yaitu :
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2005 Menurut Tb USD Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2005 Menurut PB USD Pencatat lebih rendah atas persediaan akhir raw material USD 1,795,527.00 1,278,547.00 516,980.00

bahwa Pemohon Banding dalam Persidangan pada intinya menegaskan bahwa : bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan Terbanding yang menyatakan bahwa berdasarkan dokumen Akta Penggabungan diketahui bahwa tanggal efektif penggabungan adalah 25 Januari 2006. Padahal, kenyataannya Akta Penggabungan PT PFU Technology dan PT Siix Electronics Indonesia Nomor 61 telah ditandatangani pada tanggal 15 Desember 2005, sedangkan Pernyataan Keputusan Rapat PT Siix Electronics Indonesia Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005 tentang Penggabungan PT PFU Technology dan PT Siix Electronics Indonesia baru disetujui melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239 HT.01.04.TH2006 dimana pada kenyataannya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui penggabungan usaha PT PFU Technology dan PT Siix Electronics Indonesia pada tanggal 25 Januari 2006. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa pembelian Pemohon Banding (PT PFU Technology) dari pihak ketiga tidak dapat diyakini karena alasan berdasarkan dokumen pembelian dilakukan oleh PT Siix Electronics Indonesia.

bahwa dokumen-dokumen pembelian yang dinyatakan dengan nama PT Siix Electronics Indonesia dilakukan karena berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005, penggabungan antara PT PFU Technology dan PT Siix Electronics Indonesia telah disetujui oleh masing-masing pemegang saham per tanggal 15 Desember 2005 berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat tersebut. Dengan demikian, penggabungan tersebut telah Pemohon Banding umumkan kepada pihak vendor-vendor Pemohon Banding pada bulan Desember 2005, bahwa untuk tahun yang berakhir 1 Januari 2006 menggunakan nama PT Siix Electronics Indonesia, karena Pemohon Banding berharap bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat menyetujui penggabungan usaha Pemohon Banding efektif per tanggal 1 Januari 2006, namun pada kenyataannya persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia baru diterbitkan pada tanggal 25 Januari 2006. Sementara untuk keperluan akuntansi, pihak auditor Pemohon Banding memisahkan kejadian transaksi penggabungan maupun sebelum penggabungan berdasarkan tanggal penerbitan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239 HT.01.04.TH2006 tanggal 25 Januari 2006. bahwa meskipun pembelian dari pihak ketiga menggunakan dokumentasi atas nama PT Siix Electronics Indonesia, namun pembayarannya dilakukan melalui rekening koran atas nama PT PFU Technology dan telah diteliti pada saat uji bukti dengan Terbanding. bahwa Pemohon Banding tidak dapat menemukan transaksi ke others sebesar USD 4,543.55 dengan rincian sebagai berikut, sehingga Pemohon Banding setuju dengan koreksi sebesar USD 4,543.55 yang dilakukan pihak Terbanding. No 1 2 3 4 5 Description Others Others Others Others Others Sub Total Invoice No 25/AP/06 28/AP/06 02/AP/06 31/AP/06 32/AP/06 Amount (USD) 129.70 3,184.66 456.67 341.22 431.30 4,543.55

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyerahkan bukti berupa: - Invoice, - Delivery Order, - Rekap Purchase Material, - Voucher, - Cek/kuitansi, - Rekening Koran, - Laporan Keuangan, - Akta Penggabungan. bahwa Terbanding dalam Persidangan pada intinya menegaskan bahwa : bahwa berdasarkan bukti terdapat pembelian Raw material dari pihak ketiga (non-related party).

bahwa dari dokumen Akta Penggabungan diketahui bahwa tanggal efektif penggabungan adalah tanggal 25 Januari 2006. bahwa seluruh data Invoice dan delivery order per tanggal sebelum merger (25 Januari 2006) menggunakan nama PT Siix Electronics Indonesia. bahwa Terbanding telah melihat arus uang atas pembelian Raw material. bahwa Pemohon Banding tidak memberikan data pembelian ke others sebesar USD 4,543.55 (5 transaksi). bahwa kesimpulannya pembelian Pemohon Banding (PT PFU Technology) ke dari pihak ketiga tidak dapat diyakini, karena dari arus dokumen pembelian dilakukan oleh PT Siix Electronics Indonesia. bahwa terdapat data pembelian ke others sebesar USD 4,543.55 yang tidak didukung dengan bukti. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Akta Penggabungan PT PFU Technology Indonesia dan PT Siix Electronics Indonesia Nomor 61 telah ditandatangani pada tanggal 15 Desember 2005, sedangkan Pernyataan Keputusan Rapat PT Siix Electronics Indonesia Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005 tentang Penggabungan PT PFU Technology Indonesia dan PT Siix Electronics Indonesia baru disetujui melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239 HT.01.04.TH2006 pada tanggal 25 Januari 2006. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen pembelian diketahui pembelian dari pihak ketiga menggunakan dokumentasi atas nama PT Siix Electronics Indonesia, namun pembayarannya dilakukan oleh PT PFU Technology Indonesia, hal ini didukung oleh pencatatan pada Rekening Koran PT PFU Technology Indonesia dan terbukti juga tidak terdapat double pencatatan. bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa tidak terdapat pencatatan yang lebih rendah atas persediaan akhir raw material per 31 Desember 2005 dibanding pencatatan atas persediaan awal per 1 Januari 2006. Baik persediaan akhir raw material per 31 Desember 2005 maupun persediaan awal per 1 Januari 2006 samasama menggunakan nilai persediaan raw material sebesar USD 1,278,547.00. bahwa Pemohon Banding menyatakan setuju dengan koreksi sebesar USD 4,543.55 , karena tidak dapat menemukan transaksi ke others; bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 512,003.45 tidak dapat dipertahankan sedangkan koreksi sebesar USD 4,543.55 tetap dipertahankan.

bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk meninjau kembali Keputusan Terbanding Nomor KEP-646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, sehingga Penghasilan Neto dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Neto menurut Terbanding Koreksi positif yang tidak dapat dipertahankan Peredaran Usaha USD579,348.00 Harga Pokok Penjualan USD512,003.45 Jumlah Penghasilan Neto menurut Majelis USD 4,174,646.00

USD USD

1.091.351.45 3,083,294.55

Memperhatikan

Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan di atas. 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.

Mengingat

Memutuskan

Menyatakan Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2005 Nomor: 00028/206/05/217/09 tanggal 15 Juni 2009, dan pajaknya dihitung kembali menjadi sebagai berikut :
Penghasilan Neto Kompensasi Kerugian Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan yang terutang Kredit Pajak Pajak Penghasilan yang kurang dibayar Sanksi Adm : Bunga Pasal 13 (2) UU KUP Jumlah yang masih harus dibayar USD USD USD USD USD USD USD USD 3,083,294.55 0,00 3,083,294.55 923,210.96 914.188.00 9,022.96 4,331.02 13,353.98

You might also like