You are on page 1of 16

ANESTESI INHALASI

Mekanisme kerja obat obatan anestesia yang masuk melalui rute anestesi merupakan suatu hal yang kompleks. Salah satu penentu berhasil / tidaknya efek anestesia inhalasi adalah konsentrasi agen anestesi di dalam jaringan; sistem syaraf pusat. Ada beberapa langkah mulai dari dihasilkannya gas anestesi di tempat pembuatan gas sintetik, ruang antara mesin dengan tubuh manusia, paru paru, dan deposisi zat zat anestetik di otak. Perjalanan agen anestesi dari mesin penghasil hingga ke reseptor tempat bekerjanya di susunan saraf pusat manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : FGF (Fresh Gas Flow) yaitu besarnya aliran gas anestesi murni dari mesin penghasil. Dipengaruhi oleh kualitas dan pengaturan flowmeter alat anestesi yang baik. F1 (inspired gas concentration) yaitu besarnya konsentrasi gas anestesi yang masuk dalam proses inspirasi ke dalam tubuh manusia. Dipengaruhi oleh nilai FGF, volume pernapasan, dan absorpsi udara dalam jalurnya. FA (alveolar gas concentration) yaitu besarnya konsentrasi gas anestesi di dalam alveoli paru manusia setelah gas terhirup ke dalam udara inspirasi. Dipengaruhi oleh banyaknya uptake, proses ventilasi, efek konsentrasi dan efek gas kedua yang digunakan bersamaan. Fa (arterial gas concentration) yaitu besarnya konsentrasi gas anestesi di dalam darah arteri setelah melalui proses pertukaran udara di alveoli paru paru. Dipengaruhi oleh kerjasama antara proses ventilasi dan perfusi ke jaringan.

A. Inspired Gas Concentration. Konsentrasi gas anestesi yang terhirup ke dalam sirkulasi pernapasan manusia tidak sama dengan angka yang tertera pada mesin penghasil gas anestesi. Konsentrasi gas yang terhirup berhubungan dengan fresh gas flow yang dihasilkan mesin, volume udara pernapasan, dan level absorpsi sistem pernapasan manusia. Semakin tinggi konsentrasi fresh gas flow, semakin rendah volume pernapasan yang beredar, dan semakin singkat jalur perjalanan absorpsi, maka konsentrasi fresh gas flow akan semakin mirip dengan konsentrasi gas yang terhirup.

B. Alveolar Gas Concentration Konsentrasi gas anestesi di alveous dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : a. Uptake; segera setelah terhirup di dalam udara pernapasan, agen anestesi yang masuk ke dalam sistem pernapasan akan masuk ke dalam alveolus paru dan diedarkan ke dalam sirkulasi tubuh. Bila tidak terjadi uptake agen anestesi dari alveoli ke sirkulasi, maka konsentrasi gas alveolar akan sama besarnya dengan konsentrasi gas yang terhirup. Karena adanya proses uptake, maka konsentrasi gas yang ada di alveoli akan berbeda; lebih rendah daripada konsentrasi gas yang pertama terhirup. Tekanan partial alveolus adalah berbanding lurus dengan konsentrasi gas yang ada padanya. Tekanan partial alveolus menentukan besarnya tekanan partial gas anestesi di dalam darah dan pada saatnya, tekanan partial di otak yang merupakan ground zero. Tempat bekerjanya gas anestesi. Semakin besar uptake agen anestesi, makan akan semakin besar perbedan antara gas yang terhirup dan gas yang berada di alveolus, sehingga lama proses induksi akan sedikit bertambah lama. Hal hal yang mempengaruhi uptake gas anestesi antara lain adalah aliran darah ke alveolus, solubilitas gas di dalam darah, dan perbedaan antara tekanan partial arteri dan analisa gas darah. Agen agen anestesi yang solubilitasnya rendah lebih lambat diambil dari alveoli ke dalam sirkulasi; dan oleh karenanya, memiliki daya induksi yang lebih cepat. Solubilitas relatif masing masing agen anestesi baik di udara, dalam darah, dan dalam jaringan dikategorikan sebagai koefisien partisi. Koefisien partisi melambangkan ratio konsentrasi masing masing gas pada dua fase di equilibrium. Semakin tinggi koefisien partisi, berarti semakin tinggi solubilitas suatu zat, semakin tinggi uptake obat dari sirkulasi paru, semakin lambat peningkatan alveolar partial pressure; semakin lambat efek induksi tercapai.

b. Faktor kedua yang mempengaruhi uptake adalah aliran darah alveolar. Aliran darah alveolar adalah kurang lebih sama dengan cardiac output. Semakin tinggi cardiac output, semakin tinggi uptake zat, semakin lambat peningkatan alveolar partial pressure, dan semakin lambat juga tercapainya efek induksi.

c. Faktor lain yang mempengaruhi uptake adalah perbedaan tekanan parsial antara darah di alveolus dan darah vena. Perpindahan agen anestesi dari darah ke jaringan dipengaruhi oleh solubilitas jaringan, aliran darah, dan perbedaan tekanan parsial ini. Jaringan sendiri dapat dibedakan ke dalam beberapa klasifikasi berdasar pada solubilitas dan kecepatan aliran darah yang melaluinya. Semakin banyak pembuluh darah yang mengalir pada suatu jaringan, semakin cepat agen anestesi akan mencapai jaringan. Tetapi seiring dengan itu, semakin besar juga kapasitas jaringan, sehingga waktu hilangnya efek anestetik juga akan lebih lambat. General anesthesia merupakan keadaan terganggunya keadaan fisiologis yang berupa hilangnya kesadaran, hilangnya rasa sakit di seluruh bagian tubuh, amnesia, dan relaksasi otot hingga ke derajat tertentu. MAC (Minimum Alveolar Concentration) adalah konsentrasi minimal suatu gas di dalam alveolar yang menghambat gerakan pada 50 % pasien dalam merespon stimulus nyeri terstandarisasi (contoh : insisi bedah). MAC digunakan sebagai ukuran penting karena MAC juga merefleksikan tekanan parsial otak, memberikan perbandingan potensi antara agen agen anestetik, dan memberikan standar evaluasi yang baik. Nilai MAC adalah berbeda untuk setiap agen anestesi. Faktor faktor yang mempengaruhi MAC antara lain adalah: Temperatur Usia Alcohol Anemia PaO2 <40 mmHg PaCO2 >95 mmHg Thyroid TD (MAP <40 mm Hg) Elektrolit Kehamilan Obat obatan : anestesi lokal, ketamin, barbiturat, benzodiazepine, lithium, verapamil, sympatholitic dan sympatomimetic, amphetamine, cocaine, ephedrine.

Efek Anesthesia Terhadap Mekanika Paru. Induksi obat obatan anestesi secara konsisten membuat terjadinya reduksi sekitar 15 20 % terhadap FRC (Functional Residual Capacity). Penurunan FRC ini terjadi karena adanya pergeseran sekunder diafragma ke arah atas karena berkurangnya tonus otot. Selain itu, perubahan volume intrathorakal sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan volume darah di paru dan perubahan bentuk dinding dada. Semakin tinggi posisi diafragma dorsal dan perubahan pada rongga thoraks ini semakin menurunkan volume udara paru. Penurunan FRC tidak berkaitan dengan kedalaman anestesi dan bisa bertahan sampai selama beberapa jam setelah anestesia. Posisi Trendelenburg bisa menurunkan FRC lebih banyak karena peningkatan volume darah intrathorakal. Berkurangnya FRC pada general anesthesia meningkatkan resistansi jalan napas. Peningkatan resistensi ini umumnya tidak diketahui karena adanya efek bronkodilator dari agen agen anestestik volatile. Peningkatan resistensi jalan napas umumnya terjadi karena faktor faktor patologis seperti laryngospasm, bronkokonstriksi, sekresi, darah ataupun adanya tumor di jalan napas; atau adanya masalah teknis seperti kerusakan katup pada alat bantu napas, sumbatan pada tube atau konektor, dll. Ventilasi. Ventilasi adalah ukuran jumlah semua volume gas yang ada pada pernapasan selama satu menit. Bila tidal volume konstan, maka ventilasi dirumuskan sebagai : Minute ventilation = RR x TV. Dari seluruh udara yang masuk ke jalan napas, tidak semua bagian dari campuran gas akan masuk ke dalam paru dan mengalami pertukaran di dalam alveoli. Sebagian udara hanya masuk hingga ke jalan napas dan diekspirasi tanpa melewati proses pertukaran alveoli. Ventilasi alveolar adalah total volume gas yang di inspirasi dan melewati proses pertukaran gas di alveolus. Dirumuskan sebagai : Va = RR x VT VD (bagian dari VT yang tidak termsuk dalam pertukaran gas alveolar) Ventilasi alveolar tidak terdistribusi secara merata di seluruh bagian paru. Paru sebelah kanan menerima lebih banyak ventilasi dibandingkan yang kiri; dan bagian bawah paru paru lebih banyak terventilasi daripada bagian atasnya karena adanya faktor gravitasi.

Inflasi paru merupakan hasil perbandingan lurus dari total compliance dan resistensi pada jalan napas. Perfusi gas dari alveolus ke pembuluh kapiler terjadi melalui proses berikutnya. Untuk memastikan adanya pertukaran gas yang adekuat, setiap pembuluh darah kapiler melewati lebih dari satu alveolus. Volume pembuluh kapiler paru adalah bilangan konstan, tetapi volume darah yang berjalan melalui sirkulasi paru bervariasi antara 500 1000 ml. Peningkatan cardiac output atau volume darah yang besar dapat ditoleransi dengan sedikit perubahan tekanan sebagai hasil dari dilatasi pasif pembuluh pembuluh darah yang terbuka. Tonus vaskuler sirkulasi paru lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lokal dibandingkan dengan sistem syaraf autonom. Vasokonstriksi pembuluh darah pulmonal terutama disebabkan oleh hypoxia, baik pada arteri pulmoner maupun pada alveolar. Hypoxia memberi efek vasokonstriksi melalui peningkatan produksi leukotriene yang terjadi pada prostaglandin yang dihasilkan saat terjadi vasodilatasi. Vasokonstriksi pulmoner karena hypoxia adalah sebuah mekanisme fisiologis dalam mengurangi shunt intrapulmoner dan mencegah hypoxemia.

Farmakologi Klinis Agen Agen Anestetik. Agen Efek pada Respirasi Cerebral Neuromus cular Renal Hepatic

Anestesi Cardiovasc ular Nitrous Oxide Stimulasi SNS, depresi Meningka tkan RR,

Meningkatk Tidak ada an CBF, efek relaksasi otot yang signifikan. Muscle rigidity pada konsentras i yang

Menurunka n RBF,

Menurunka n aliran

tachypnea, meningkatk an tekanan intrakranial

meningkatk darah an resistansi vaskular di renal. intrahepatik

kontraktilit menurunk as myocard, tidak merubah HR dan CO. an tidal volume, perubahan ventilasi dan kadar CO2.

Meningkat kan level katekolami n endogen. Isoflura ne Depresi Bronchodi

tinggi.

Meningkatk Efek an CBF dan relaksasi ICP, dapat di reverse dengan hyperventil ation, mengurangi kebutuhan oksigen metabolik di otak. pada otot skeletal

Menurunka n aliran

Menurunka n aliran

myocardial lator minimal, menurunn kan tekanan arteri, meningkat kan kadar poten, depresi sistem pernapasa n dan menekan refleks

darah renal, darah GFR, menurunka n jumlah output urine hepatik, tetapi masih mempertah ankan perfusi dan saturasi oksigen di vena vena hepar.

norepineph napas rine, dilatasi arteri koroner, heart rate, Desflura Sama ne dengan isoflurane; terhadap hypoxia dan hypercapn ea. Menurunk an tidal volume,

Vasodilatas i pembuluh darah cerebral, meningkatk an CBF,

Diasosiasi kan dengan penurunan respon terhadap

Non nefrotoksik

Tidak mempengar uhi tes fungsi hati.

tetapi tidak meningkat meningkat kan aliran darah ke arteri koroner kan RR, menurunk an ventilasi; dan peningkat an PaCO2. Sevoflur Depresi ane kontraktibi Depresi pernapasa

mmenurunk stimulasi an kebutuhan oksigen metabolik. syaraf perifer tetanik.

Peningkata n CBF dan

Relaksasi otot

Menurunka n RBF.

Menurunka n tekanan

litas

n dan

ICP. Gangguan autoregulas i CBF pada konsentrasi tinggi.

Metabolis menya terkait dengan gangguan pada sistem tubulus ginjal.

darah portal, meningkatk an tekanan darah arteri.

myocardial reverse , penurunan vaskular resistance , peningkata n HR, Depresi cardial, penurunan tekanan arterial sistemik, menumpul Meningka tkan frekuensi pernapasa n dangkal, meningkat kan bronkospa sm.

Vasodilatas i pembuluh darah otak.

Relaksasi otot skelet dan potensial NMBA (neuromus cular blocking agents).

Menurunka n RBF, GFR dan output urine.

Elevasi minor enzim enzim transaminas e

kan refleks ambang baroresept or dan syaraf vagus terhadap hipotensi batas apnea, reverse asthma induced bronchosp asm.

Farmakodinamik agen anestetik inhalasi.

Beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan tiap tiap jenis agen anestetik antara lain adalah : a. Sevoflurane a. Kelebihan : i. Bahan non iritan ii. Blood gas coefficient rendah; induksi cepat, recovery singkat iii. Tidak mensensitisasi myocardium terhadap katekolamin selevel halothane iv. Tidak menghasilkan gas CO pada penggunaan soda lime kering. b. Kekurangan : i. Kurang poten

ii. Memiliki resiko renal toxicity. Tidak dapat digunakan untuk penderita gagal ginjal. iii. Agitasi post operasi lebih sering muncul pada anak anak bila dibandingkan dengan agen anestetik lain. b. Desflurane a. Kelebihan : i. Onset dan offset yang cepat karena merupakan agen anestesi dengan solubilitas dalam darah yang paling rendah. ii. Stabil walaupun dengan adanya penyerap CO2 iii. Efek farmakodinamik mirip dengan isoflurane iv. Tidak ada peningkatan CBF dan ICP bila IPPV dimulai pada saat induksi. b. Kekurangan : i. Memerlukan penguap khusus yang diatur berdasarkan suhu. ii. Potensi kurang iii. Resiko iritasi jalan napas pada pasien dengan penyakit bronchospastic. iv. Peningkatan MAC cepat hingga melebihi 1.25 dapat menyebabkan stimulasi sistem syaraf simpatik yang menyebabkan takikardia dan hipotensi. c. Isoflurane a. Kelebihan : i. Cocok untuk semua jenis prosedur bedah b. Kekurangan : i. Resiko menimbulkan coronary steal syndrome. ii. Berbau menyengat; menyebabkan tidak cocok dijadikan agen anestetik inhalasi induksi. d. Enflurane a. Kelebihan : i. Tidak berbau tajam dan tidak bersifat iritan. b. Kekurangan : i. Dapat menyebabkan aktivitas tonik klonik pada otot, dan EEG epileptiform dan tidak dapat digunakan pada pasien kejang. ii. Meningkatkan CBF dan ICP lebih bila dibandingkan dengan isoflurane.

iii. Menyebabkan sensitisasi myocardium terhadap catecholamine. iv. Menurunkan tekanan darah arteri, menurunkan resistensi vaskular dan memiliki efek negatif inotropik. v. Menyebabkan lebih banyak depresi pernapasan bila dibandingkan dengan isoflurane atau halothane. vi. Memiliki resiko nefrotoksik karena adanya peningkatan kadar fluoride di dalam darah. e. Halothane a. Kelebihan : i. Merupakan agen inhalasi yang poten ii. Tidak berbau tajam, dapat digunakan untuk induksi iii. Bronchodilator b. Kekurangan : i. Adanya resiko hepatitis halothane ii. Sensitisasi terhadap catecholamin lebih dari semua agen anestesi lain iii. Menyebabkan stimulasi vagal yang bisa menimbulkan bradikardia iv. Pemicu malignant hyperthermia v. Efek relaksasi otot uterus f. Nitrogen Oksida a. Kelebihan : i. Merupakan agen anestesi yang kuat ii. Menurunkan MAC dan mengakselerasi uptake agen anestesi lain iii. Aman pada pasien dengan kecurigaan malignant hyperthermia iv. Induksi dan recovery cepat karena rendahnya solubilitas dalam darah v. Tidak memiliki efek terhadap otot polos b. Kekurangan : i. Menurunkan kontraktilitas myocardial ii. Resiko hipoxia difus ketika dihentikan iii. Mudah terbakar iv. Resiko efek samping post op seperti mual dan muntah v. Inhibisi methionine synthetase; paparan jangka panjang bisa menyebabkan perubahan pada sumsum tulang belakang vi. Penggunaan jangka panjang juga bisa menimbulkan neuropati perifer vii. Kemungkinan efek teratogen.

Perbandingan bentuk kimia masing masing jenis agen anestesi inhalasi.

Isoflurane dan Desflurane

Efek agen anestetik inhalasi terhadap Cerebral Blood Flow dan Cerebral Metabolic Rate. Agen anestetik inhalasi memiliki sifat vasodilator, sehingga mempengaruhi autoregulasi cerebral dan membuat adanya penurunan tekanan darah sistemik yang bergantung pada dosis obat. Efek agen anestetik inhalasi pada sistem cerebrovaskular diatur juga oleh administrasi obat obat yang mempengaruhi CNS Central Nervous System.

Halothane dan Enflurane Administrasi 1 MAC halothane akan meningkatkan CBF secara signifikan bahkan pada keadaan keadaan di mana tekanan darah sistemik rendah. Pada MAP 80 mm Hg, konsentrasi 1.1 MAC halothane akan meningkatkan CBF sebesar 191 % dan menurunkan CMR sebesar 10 %. Konsentrasi 1.2 MAC enflurane meningkatkan 45 % CBF dan menurunkan CMR sebesar 15 %. Peningkatan signifikan nilai CBF dan reduksi CMR minimal ini terjadi pada dua agen anestetik inhalasi; halothane dan enflurane, karena efek vasodilatasinya.

Isoflurane dan Desflurane Sebaliknya, dua jenis obat anestetik inhalasi lain yaitu Isoflurane dan Desflurane cenderung menurunkan CBF. Pada konsentrasi 1.0 MAC, sevoflurane dan desflurane menurunkan CBF sebesar 38 % dan 22 %, dan menurunkan CMR sebesar 39 % dan 35 %.

Skema perjalanan gas anesthesia inhalasi dari mesin hingga ke tempat kerja

Pengaruh solubilitas di dalam darah terhadap konsentrasi gas anestesi di dalam alveous. Selama proses induksi, tingkat solubilitas yang tinggi menghasilkan lambatnya peningkatan tekanan alveolus, karena sebagian besar gas anestesi di alveolus diserap ke dalam darah. Sebaliknya, solubilitas yang rendah menghasilkan keseimbangan yang cepat antara konsentrasi gas anestesi yang dihirup dan yang berada di dalam alveolus.

Ambilan gas anestesi pada beberapa jenis jaringan yang berbeda. Konsentrasi gas anestesi di setiap jaringan berbeda karena adanya perbedaan perfusi antara masing masing jaringan. Semakin tinggi perfusi ke jaringan, maka parttial pressure di jaringan tersebut akan semakin mendekati tekanan alveolus, dan oleh karenanya cepat terpengaruh. Namun semakin rendah perfusi jaringan, semakin lama peningkatan gas anestetik tersimpan di dalamnya; bahkan setelah penghentian pemberian anestesi.

Concentration effect and second gas effect. Nitrogen oksida adalah gas yang paling besar konsentrasinya dalam campuran udara bebas yang terhirup ke dalam pernapasan manusia. Karena itu, pada saat sebagian nitrogen oksida dari dalam alveolar paru terambil ke dalam darah, maka jumlah zat lain yang masuk ke dalam alveolar semakin banyak, dan konsentrasi nitrogen oksida yang tersisa menjadi semakin tinggi. Hal ini membuat uptake gas gas yang lain menjadi semakin cepat,dan efeknya semakin cepat juga muncul. Efek konsentrasi mempertahankan adanya gradien tekanan yang cukup untuk perpindahan nitrogen oksida dari udara inspirasi ke dalam alveolus, dan sebaliknya udara dari alveolus ke dalam sirkulasi darah.

Efek anesthesia inhalasi terhadap tubuh manusia; staging.

You might also like