You are on page 1of 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN DIAGRAM TERNER

Oleh : Kelompok 2 Kelas C Adisty Caesari Bona Tua Ella Melyna 0907133150 0907136116 0907114082

Rahmat Afandi 0907114257

PROGRAM SARJANA TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2011

BAB I TEORI Fase merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan hanya dalam komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya. Gas, atau campuran gas adalah fase tunggal, kristal adalah fase tunggal dan dua cairan yang dapat campur secara total membentuk fase tunggal. Es adalah fase tunggal (P=1), walaupun es itu dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air adalah sistem dua fase (P=2) walaupun sulit untuk menentukan batas antara fase-fasenya (Syukron, 2009). Perbedaan fase dapat digambarkan sebagai negara yang berbeda materi seperti gas, cair, padat, plasma atau Bose-Einstein kondensat. Perbedaan fase juga mungkin ada dalam suatu keadaan tertentu dari materi. Seperti ditunjukkan dalam diagram untuk besi paduan, ada beberapa tahapan baik untuk negara padat dan cair. Fase juga dapat dibedakan berdasarkan kelarutan seperti di kutub (hidrofilik) atau nonpolar (hidrofobik). Campuran air (cairan polar) dan minyak (cairan nonpolar) secara spontan akan terpisah menjadi dua tahap (Adriansyah, 2009). Air memiliki kelarutan yang sangat rendah (tidak larut) dalam minyak, dan minyak memiliki kelarutan rendah dalam air. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut dalam sebuah pelarut sebelum terlarut berhenti untuk membubarkan dan tetap dalam tahap yang terpisah. Sebuah campuran dapat terpisah menjadi lebih dari dua fase cair dan fase konsep pemisahan meluas ke padat, padat yaitu dapat terbentuk larutan padat atau mengkristal ke dalam fase kristal berbeda. Logam pasangan yang saling larut dapat terbentuk paduan, sedangkan logam pasangan yang tidak bisa saling larut (Adriansyah, 2009). Komponen merupakan spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam larutan biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi

semua fase yang ada dalam sistem. Dengan kata lain, kita hanya menghitung banyaknya jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi. Misalnya, air murni adalah sistem satu-komponen (C=1) dan campuran etanol dan air adalah sistem dua-komponen (C=2). Biasanya untuk melakukan perhitungan banyaknya komponen bisa didefinisikan sebagai C = S R ; dengan C merupakan komponen, S adalah spesies/molekul dan R adalah reaksi yang terjadi antara spesies-spesies (reaksi-reaksi pada kesetimbangan, kenetralan muatan). Dalam sistem komponen-tunggal (C=1), tekanan dan temperatur dapat diubah secara bebas jika hanya ada satu fase (P=1). Jika kita mendifinisikan varian V sistem sebagai banyaknya variabel intensif yang dapat diubah dengan bebas tanpa mengganggu banyaknya fase yang berada dalam kesetimbangan, maka V=2. Jadi sistem itu bivarian dan mempunyai dua derajat kebebasan. Berdasarkan perhitungan J.W. Gibbs tentang aturan fase yang menunjukkan hubungan umum antara varian V, jumlah komponen C, dan jumlah fase pada kesetimbangan P untuk suatu sistem dengan komposisi sembarang, ialah: P + V = C + N .....................................................(1.1) Dengan : V = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fasa Secara umum, hukum fase Gibbs, didefinisikan sebagai: P + V = C + 2 (1.2) Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

V = 3 P ..............................................(1.3)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fase, maka V = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fase dalam kesetimbangan, maka V = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fase untuk sistem tersebut (Basuki, 2003). Oleh karena sistem tiga komponen pada suhu dan

tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fase sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner. Jumlah fase dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada Gambar (1.1) dan (1.2) di bawah ini.

Gambar 1.1 Diagram Terner Titik A, B dan C menyatakan komponen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik di dalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA + XB + XC = 1. Diagram fase yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisisisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan

yaitu: Aa, Bb, Cc. Titik nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadi garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C

Gambar 1.2 Diagram fasa sistem tiga komponen Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner (Basuki, 2003).

BAB II PERCOBAAN 2.1 Alat - alat yang dipakai 1. Erlemeyer 2. Buret 3. Statip 4. Termometer 5. Piknometer 6. Alumunium foil 7. Pipet tetes 8. Gelas kimia 2.2 Bahan yang dipakai 1. Aquades 2. Asam Asetat 3. Benzen 2.3 Prosedur pengerjaan 1. Dalam labu erlemeyer yang bersih dan kering, sediakan sembilan campuran cairan A (Aquades) dan cairan C (Asam Asetat) yang saling larut dengan komposisi yang jumlah kedua larutan A dan C yaitu 20 ml. 2. Kemudian, titrasi tiap campuran dalam labu 1-9 dengan zat B (Benzen) sampai tepat timbul keruh. Catat jumlah volum B yang digunakan. Lakukanlah titrasi dengan perlahan-lahan dan hati-hati. 3. Setelah itu, tentukanlah rapat massa masing-masing cairan murni A, B dan C. 4. Selama percobaan dilakukan, catat suhu kamar. 10 ml 25 ml 50 ml

2.4

Pengamatan Zat A = Aquades Zat B = Benzen Zat C = Asam Asetat Tabel 2.1. Volum Pentiter yang dipakai No. Labu A (ml) B (ml) C (ml) 1 2 10.6 18 2 4 3.6 16 3 6 0.9 14 4 8 0.5 12 5 10 0.2 10 6 12 0.2 8 7 14 0.1 6 8 16 0.3 4 9 18 0.1 2

Ketika dilakukan pencampuran antara cairan A (Aquades) dan cairan C (Asam Asetat) kedua cairan ini melarut sempurna dan tidak timbul perbedaan fase sehingga larutan terlihat jernih. Kemudian, setelah larutan tersebut (campuran cairan A dan C) dilakukan titrasi dengan cairan B (Benzen) terjadi perubahan pada larutan. Larutan membentuk 2 lapisan, yaitu terdapat lapisan gel pada bagian atas erlenmeyer saat dilakukan titrasi dan warna larutan menjadi keruh. Rapat massa masing-masing cairan murni A, B, dan C dapat dihitung menggunakan alat piknometer. Berat piknometer. kosong yaitu 16.04 gr. Adapun rapat massa murni A, B, dan C yaitu : Aquades Volum Piknometer Berat Piknometer Kosong Berat Piknometer Kosong + Aquades Berat Aquades Aquades Benzen Volum Piknometer Berat Piknometer Kosong Berat Piknometer Kosong + Benzen Berat Benzen = 10 ml = 16.04 gr = 24.57 gr = 8.53 gr = 10 ml = 16.04 gr = 25.81 gr = 9.77 gr = 0.977 gr/cm3

Benzen Asam Asetat Volum Piknometer Berat Piknometer Kosong Berat Piknometer Kosong + Asam Asetat Berat Asam Asetat Asam Asetat

= 0.853 gr/cm3

= 10 ml = 16.04 gr = 26.27 gr = 10.23 gr = 1.023 gr/cm3

DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah. 2009. Aturan Fase dan Rumus Derajat Kebebasan Sistem 1,2,3 Komponen. (http://www.scribd.com/doc/40068867/Makalah-KimiaFisika-2-Pemicu-1-Kesetimbangan-Fasa) Basuki, Syukron, Atastina. Ahmad. 2003. 2009. Buku Fase, Panduan Praktikum dan Kimia Hukum Fisika. Gibbs. (http://data.tp.ac.id/bank/PanduanKimiaFisika.pdf) Komponen (http://eregen.blogspot.com/2011/03/fase-komponen-dan-hukumfase-gibbs.html) Yelmida. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Pekanbaru: UNRI

You might also like