You are on page 1of 84

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah merupakan sebuah bantuan, yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, adanya keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari hari secara mandiri (Kozier, 1993). Pada hakikarnya kegiatan atau pun tindakan keperawatan bersifat membantu (assistive in nature) (Kozier, 1993). Perawat dalam hal ini membantu klien atau pasien mengatasi efek - efek dari masalah masalah sehat maupun sakit (health illness problems) pada kehidupan sehari-harinya (Kozier, 1993). Salah satu aspek penting dalam pelayananan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh (Kozier, 1993). Intervensi dalam perawatan kulit klien akan menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan (Kozier, 1993). Kerusakan integriritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam waktu yang lama yang menyebabkan iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Kozier, 1993) Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh

yang lama. Bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang dirawat dirumah sakit. Dekubitus didefinisikan sebagai suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi baik akibat tekanan langsung pada kulit, sehingga

menyebabkan iskemia tekanan maupun akibat kekuatan gesekan, sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan ( Chapman dan chapman, 1986 ). Insidensi dan pravelensi terjadinya dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan perlu mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan (Mukti, 2002). Hasil penelitian menunjukan bahwa insidensi terjadinya dekubitus bervariasi, tapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi ditatanan perawtan acute care, 15-25% ditatanan perawat jangka panjang/ longterm care, dan 7-12% ditatanan perawatan rumah// homecare (Mukti, 2002) Penelitian menunjukan bahwa 6,5-9,4 % dari populasi umum orang dewasa yang dirawat di rumah sakit, menderita paling sedikit satu dekubitus pada setiap kali masuk rumah sakit ( barbenel et al, 1977; Jordan dan Nicol, 1977; David et al, 1983). Pada populasi pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, insiden dekubitus dapat menjadi jauh lebih tinggi ( ExtonSmith, 1987 ). Penelitian di Indonesia dilaporkan dari Annas, HA cit Purwaningsih (2000) yang menyebutkan bahwa dari 78 orang pasien tirah baring yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar sebanyak 12 orang

(15,8%)

mendapatka

dekubitus.

Penelitian

Setyajati

(2001)

yang

menghitung angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di RS Muwardi Surakarta, pada Bulan oktober 2002 angka kejadian dekubitus sebanyak 38,18 %. Penelitian yang sama juga tentang angka kejadian dekubitus juga dilakukan oleh Purwaningasih (2000) di RSUP DR. Sardjito pada bula oktober 2001, didapatkan hasil dari 40 pasien tirah baring, angka insiden mencapai 40%. Angka ini relative tinggi dan akan semakin

meningkatkan jika tidak dilakukan upaya dalam mencegahnya. Dari data Rekam Medik Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin khususnya di ruangan HCU Kemuning, didapatkan jumlah angka kejadian dekubitus pada tahun 2011 hasil dari 75 pasien tirah baring, angka insiden mencapai 12%. Pada tahun 2012 sekitar 5%. Dan pada tahun 2013 dari bulan januari hingga februari 2013 didapatkan pasien dekubitus hanya 1 orang dari 25 pasien tirah baring, hal ini membuktikan bahwa kasus dekubitus di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung khususnya di ruangan HCU Kemuning cukup banyak. (Data sekunder Ruangan HCU Kemuning, 2011-2013). Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat

mengakibatkan meningkatnya biaya, lama perawatan dirumah sakit karena memperlambat program rehabilitasi bagi penderita (Potter, Perry, 1993). Selain itu dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri yang berkepanjangan, rasa tidak nyaman, terganggu dan frustasi yang menghinggapi para pasien dan meningkatkan biaya dalam penanganan (Potter, Perry, 1993).

Salah satu tugas dan tanggung jawab perawat dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu mencegah terjadinya luka dekubitus, karena penyebab lain dari luka dekubitus adalah kurangnya monitoring dan perawatan kulit pada bagian yang tertekan pada pasien dengan tirah baring lama, tidak sadar, pengindraan sensasi yang nyeri berkurang dan imobilisasi dalam waktu yang lama. Sehingga perwat mempunyai peran penting untuk mencegah terjadinya dekubitus, yaitu dengan memberikan perubahan posisi minimal 1 jam sekali, tetap memberikan asupan gizi yang baik sehingga terbentuk jaringan penyokong yang baik, memberikan pergerakan pasif pada pasien yang mengalami paralisis, kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, dimasase 2 sampai 3 kali sehari. Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab utama dalam mencegah kejadian dekubitus, sehingga perlu menerapkan

pengetahuan terbaik yang dimilikinya dalam mencegah berkembangnya kejadian penyakit dekubitus (Moore, et al, 2004). B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan yang timbul dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana menerapkan proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen Dekubitus di Ruang HCU Kemuning di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2013 ?

C.

Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan dari pembuatan Asuhan Keperawatan ini adalah penulis mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan asuhan keperawatan ini agar penulis mampu : a. Melaksanakan bagaimana cara mengumpulkan, ,mengkaji, dan menganalisa data pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus . b. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus . c. Membuat dan menerapkan perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus . d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus . e. Menerapkan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah ditetapkan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus . f. Membuat cara pendokumentasian yang benar.

D.

Manfaat 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui secara spesifik proses asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang proses asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus . b. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu masukan referensi bagi perpustakaan Akper Luwuk. c. Bagi Perawat Untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan pelaksanaan tentang proses asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen Dekubitus di tempat bertugas. d. Bagi Masyarakat Dapat dijadikan sebagai informasi kesehatan pada masyarakat tentang masalah penyakit dekubitus.

E.

Metode penulisan dan pengumpulan data 1. Metode Penulisan Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini penulis menggunakan metode studi kasus dan tekhnis deskriptif dengan pendekatan proses keperawatan yaitu Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intrvensi, Implementasi, dan Evaluasi. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini untuk memperoleh data dan bahan lainnya penulis menggunakan beberapa metode, yaitu : a. Data Primer ( Data yang diperoleh langsung dari pasien ) Data primer adalah data yang diperoleh dari observasi langsung bdari responden dengan cara : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. 1). Wawancara Wawancara adalah tanya jawab antara pihak-pihak yang terlibat seperti pasien, dan tim kesehatan lainnya seperti dokter, perawat, bidan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. 2). Observasi Observasi merupakan pengamatan secara cermat untuk mengetahui secara langsung keadaan pasien dekubitus.

3). Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik umum Pengkajian secara menyeluruh meliputi pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik khusus Berhubungan dengan pemeriksaan yang berindikasi kasus dekubitus. 4). Pemeriksaan penunjang b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui dokumentasi, catatan Ruangan HCU Kemuning dan Rekam Medik Rumah Sakit.

F.

Lokasi dan waktu 1. Lokasi Lokasi pengambilan kasus dan penelitian ini adalah di Ruang HCU Komuning di Rumah Sakit Hasan Sadikin. 2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan, pada tanggal 22 februari 2013 sampai 27 Februari tahun 2013.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tinjauan Teori 1. Pengertian Dekubitus didefinisikan sebagai suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi baik akibat tekanan langsung pada kulit, sehingga menyebabkan iskemia tekanan maupun akibat kekuatan gesekan, sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan ( Chapman dan chapman, 1986 ). Corwin memberikan definisi tentang Ulkus Dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah lesi dikulit yang terjadi akibat rusaknya epidermis, dermis dan kadang-kadang jaringan subkutis dan tulang dibawahnya. (Elizabeth J. Corwin, 2009). Harnawatiaj (2008) memberikan definisi tentang dekubitus yaitu sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi. Ratna Kalijana ( 2008 ) menjelaskan bahwa Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).

Dekubitus merupakan kerusakan pada kulit atau jaringan dibawah kulit yang terjadi akibat tekanan, friksi, lembab maupun akibat gesekan yang menyebabkan terganggunya sirkulasi. 2. Klasifikasi Allen ( 2009 ) membagi dekubitus menjadi 4 stadium, yaitu : a. Stadium I Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. b. Stadium II Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari. c. Stadium III Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu. d. Stadium IV Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan. 3. Etiologi Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka

10

tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi, kelembaban, tenaga yang merobek, pergesekan, nutrisi, usia, tekanan arterioral yang rendah, stress emosional, merokok, temperatur kulit. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas: a) Mobilitas dan aktivitas Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan

mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. b) Penurunan sensori persepsi Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

11

c) Kelembaban Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit. d) Tenaga yang merobek ( shear ) Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad [18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

12

e) Pergesekan ( friction) Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati f) Nutrisi Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk

terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi. g) Usia Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,

penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.

13

h) Tekanan arteriolar yang rendah Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan. i) Stress emosional Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan. j) Merokok Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan. k) Temperatur kulit Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan

14

antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan mati rasa. Faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor instrinstik dan ekstrinsik. Corwing (2009) memberikan penjelasan tentang kedua faktor tersebut antara lain. a. Faktor intrinsik : penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia,

Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh. b. Faktor Ekstrinsik : Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita

15

terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang. 4. Patofisiologi Pada dasarnya ulkus dekubitus terjadi akibat adanya faktor primer dan sekunder. Faktor primer tekanan dari luar yang menimbulkan iskmeik setempat. Dalam keadaan normal, tekanan intrakapiler arteriol adalah 32 mmHg dan tekanan ini dapat mencapai 60 mmHg. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemik dapat terjadi dengan tekanan jaringan kapiler 32-60 mmHg yang disebut tekanan suprakapiler. Jika tekanan suprakapiler tercapai akan terjadi aliran darah, kapiler yang disusul dengan iskemik setempat. Substansi H yang mirip dengan histami dilepaskan oleh sel yang iskemik dan akumulasi metabolik, kalium, ADP dan asam laktat diduga sebagai faktor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompresi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam.

16

PATHWAY Imobilisasi & tirah baring lama Tekanan, friksi, dan lembab Terganggunya sistem sirkulasi Dekubitus Kerusakan mekanis Kerusakan jaringan sekunder

Destruksi jaringan

Tissue injury

Iskemik

Hilangnya sebagian lapisan kulit epidermis / dermis

Post dientry bakteri

Nekrosis jaringan subkutan Kerusakan integritas jaringan kulit

Resiko infeksi Kerusakan mobilitas fisik

Perawatan luka

Rangsangan syaraf simpatis

Gangguan pemenuhan ADL

Nyeri

Gambar. Pathway dekubitus

5.

Manifestasi Klinik Dekubitus sering pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset,

17

durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP ) (2010), luka tekan dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu : a. Stadium Satu Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. b. Stadium Dua Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

18

c.

Stadium Tiga Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam

d.

Stadium Empat Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan. Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down). Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear). Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan

19

WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial (bottom-up). Selama ini perawat sulit untuk

mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau hanya minimal.

6.

Lokasi Ulkus a. Tuberositas ulkus Akibat tekanan pada keadaan duduk karena foodrest pada kursi roda terlalu tinggi sehingga BB tertumpu pada daerah ischium.

20

b.

Sacrum Terjadi Bila berbaring terlentang, tidak mengubah posisi. Secara teratur salah posisi waktu duduk di kursi roda juga saat penderita merosot ke tempat tidur dengan sandaran miring.

c.

Lutut Terjadi bila pasien lama berbaring telungkup sedangkan sisi lateral lutut terkena karena lama berbaring pada satu sisi.

d.

Siku Sering dipakai sebagai penekan tubuh atau pembantu mengubah posisi.

e.

Jari kaki Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit.

f.

Scapula dan Processus Spinous Vertebrae Dapat terkena akibat terlalu lama terlentang dan gesekan yang sering.

7.

Komplikasi Corwin ( 2009 ) menyebutkan komplikasi yang terjadi pada ulkus dekubitus, yaitu : a. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil. b. c. d. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi Septikemia Anemia

21

e. f. 8.

Hiperbilirubin Kematian

Penatalaksanaan Corwin (2009) menjelaskan tentang penatalaksanaan dekubitus, yaitu : a. Pencegahan ulkus dekubitus sangatlah penting berupa mengubah posisi pasien yang bertirah baring ( paling sedikit setiap jam ). Asupan kalori harus dipertahankan tetap tinggi untuk merangsang fungsi imun dan mempertahankan kesehatan. b. Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah, dan penempatan pembalut yang bersih, rata, dan tipis apabila telah terbentuk ulkus dekubitus. c. Perawatan luka decubitus d. Terapi fisik, dengan menggunakan mati pusaran air untuk

menghilangkan jaringan yang e. Terapi obat :

1). Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri 2). Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi f. Terapi diet Agar proses penyembuhan luka yang cepat, sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan

22

pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang

digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991). 9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium 1) Darah lengkap Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo

konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres. 2) Biopsi luka Untuk mengetahui jumlah bakteri. 3) Kultur swab Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus. 4) Pembuatan foto klinis Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

23

B.

Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan (Doenges, 2000). 1. Pengkajian keperawatan Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual pasien (Asmadi, 2008). Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar pasien. Pengkajian dilakukan saat pasien masuk instansi layanan kesehatan. Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dalam proses keperawatan. Data yang salah atau kurang tepat dapat mengakibatkan kesalahan dalam penetapan diagnosis yang tentunya akan berdampak pada langkah selanjutnya (Asmadi, 2008). Kegiatan utama dalam pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan aktifitas perawat dalam mengumpulkan informasi yang sistemik tentang pasien. Pengumpulan data ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang pasien (Asmadi, 2008).

24

Dalam melakukan pengumpulan data, ada beberapa hal yang harus diketahui oleh perawat, di antaranya: a. b. c. d. Tujuan pengumpulan data. Informasi atau data yang diperlukan. Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh data. Bagaimana sumber-sumber tersebut dapat memberikan informasi yang baik. e. Bagaimana mengorganisasi dan menggunakan informasi yang telah dikumpulkan. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008). 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan

memberikan dasar untuk penilaian intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Allen, 2009). Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk membuat kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi-intervensi yang diperlukan untuk mencapai kriteria hasil. Jika perawat menemui kesulitan memilih diagnosa keperawatan, mungkin terdapat

25

kesenjangan informasi. Perawat perlu melakukan pengkajian ulang untuk mengumpulkan data lebih lanjut (Allen, 2009). Komponen-komponen dalam penyataan diagnosa keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data (sing and symptom). Untuk memudahkannya, disingkat dengan kata PES. a. Masalah (problem). Diagnosa keperawatan merupakan penyataan yang menggambarkan perubahan status kesehatan pasien.

Perubahan tersebut menyebabkan timbulnya masalah. b. Penyebab (etiologi). Pernyataan etiologi mencerminkan penyebab dari masalah kesehatan pasien yang memberi arah bagi terapi keperawatan. Etiologi tersebut dapat terkait dengan aspek patofisiologis, psikologis, tingkah laku, perubahan situasional gaya hidup, usia perkembangan, juga faktor budaya dan lingkungan. Frase berhubungan dengan (related to) berfungsi untuk menghubungkan masalah keperawatan dengan pernyataan etiologi. c. Data (sign and symptom). Data diperoleh selama tahap pengkajian sebagai bukti adanya masalah kesehatan pada pasien. Data merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Penggunaan frase ditandai oleh menghubungkan etiologi dengan data (Asmadi, 2008). 3. Perencanaan keperawatan Setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat untuk kepentingan pasien. Terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan

26

perawat berdasarkan diagnosa keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan diagnosa medis, dan melakukan fungsi penting sehari-hari untuk pasien yang tidak dapat melakukannya (Gruendemam, 2006). Dalam merencanakan intervensi keperawatan, perawat harus memerhatikan beberapa kriteria yang terkait dengan rumusan intervensi keperawatan. Kriteria tersebut, antara lain: a. b. Memakai kata kerja yang tepat. Bersifat spesifik (apa yang dilakukan ? siapa yang melakukan ? dimana hal tersebut dilakukan? bagaimana cara melakukannnya? dan seberapa sering hal tersebut dilakukan?). c. Dapat dimodifikasi. Intervensi keperawatan terdiri atas intervensi keperawatan yang independen dan intervensi keperawatan kolaboratif. Intervensi

keperawatan independen adalah intervensi keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien secara mandiri tanpa peran aktif dari tenaga kesehatan lain. Intervensi keperawatan kolaboratif adalah intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien dalam bentuk kerja sama dengan tenaga kesehatan lain (Asmadi, 2008). 4. Pelaksanaan Keperawatan Pelaksanaan tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Asmadi, 2008).

27

Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen (Asmadi, 2008). Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan dan pendokumentasian. a. Fase persiapan meliputi: 1) Review antisipasi tindakan keperawatan. 2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. 3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul. 4) Persiapan alat (resources). 5) Persiapan lingkungan yang kondusif. 6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik. b. Fase intervensi terdiri atas: 1) Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lainnya. 2) Interdependen: tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lainnya (gizi, dokter, laboratorium dan lainlain). 3) Dependen: berhubungan dengan tindakan medis atau

menandakan dimana tindakan medis dilakukan (Asmadi, 2008).

28

c.

Fase dokumentasi Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada pasien, perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/penghimpun data (Asmadi, 2008).

5.

Evaluasi keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Secara umum, evaluasi ditujukan untuk: a. b. c. Melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu : 1) Masalah teratasi seluruhnya. 2) Masalah teratasi sebagian. 3) Masalah tidak teratasi. 4) Timbul masalah baru (Asmadi, 2008).

29

C.

Penerapan Asuhan Keperawatan (tinjauan Teori) 1. Pengkajian keperawatan Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi pasien (Nursalam, 2008). Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah (Yulaikhah, 2009): a. Biodata Mengkaji identitas pasien dan penanggung yang meliputi; nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, status martital, , tanggal masuk RS, tanggal pengkajian dan alamat. b. Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri (Bouwhuizen , 1986 ). Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah - daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ). c. Riwayat Kesehahatn Sekarang 1) Alasan Masuk Rumah Sakit

30

Hal-hal

yang

perlu keadaan

dikaji pasien

adalah sehingga

apa

yang

melatarbelakangi

perlunya

perawatan di rumah sakit. 2) Riwayat Keluhan Saat Dikaji Dalam hal ini yaitu keluhan-keluhan pasien saat perawat melakukan pengkajian, dikembangkan menggunakan PQRS. P : Provokatif/Paliatif, apa yang menyebabkan keluhan bertambah dan apa yang dapat mnurunkan nyeri. Q : Quality/Quantity, bagaiman nyeri yang dirasakan pasien. R : Region/radiation, dimana nyeri yang dirasakan ?, apakah menyebar ke daerah lain disekitar luka, dan apa yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. S : Saferety/scale, seberapa berat nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala 0-10 T : Timing, berapa lama nyeri yang dirasakan ? Kapan tepatnya nyeri mulai di rasakan, apakah ada perbedaan intensitas nyeri misalnya meningkat pada saat perawatan luka. d. Riwayat Kesehatan Dahulu Apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama, apakah sebelumnya pernah menderita dekubitus atau tidak.

31

e.

Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena

penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit penyakit yang diturunkan seperti : DM (Diabetes Militus), alergi, Hipertensi (CVA). f. Riwayat Psikososial Spiritual Bagaimana keadaan pribadi pasien terhadap keadaan

lingkungan/sosial, dan apakah pasien mempunyai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan beribadah sesuai keyakinan. g. Pola Aktivitas Sehari-hari Mengkaji kegiatan pasien saat di rumah dan selama perawatan di rumah sakit apakah terdapat gangguan/masalah. h. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan/hanya bagian tertentu yang dianggap perlu oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang bersangkutan. Teknik pemeriksaan fisik yang secara umum digunakan meliput : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi merupakan proses observasi dengan meggunakan mata (Priharjo, 1996). Palpasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Perkusi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk bagian tubuh dengan menggunakan kedua tangan kita, khususnya

32

jari-jari tangan yang sangat berperan. Auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan dengan menggunakan bantuan stetoskop. Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode persistem, yaitu : 1) Sistem Pernapasan Bentuk dan keadaan hidung, apakah terdapat sekret atau masa didalam hidung, dan melihat kesimetrisan pernapasan dan pengembangan/pergerakan dada saat melakukan inspirasi atau ekspirasi dan mengakibatkan danya retraksi dada akibat kehilangan koordinasi otot. Kelemahan pada otot pernapasan akan menimbulkan mekanisme tidak efektif, dan pernapasan dangkal. 2) Sistem Kardiovaskuler Mengkaji warna konjungtiva terkadang anemis ( pucat ), peningkatan vena jugularis, CRT, tekanan darah tinggi, nadi, bunyi jantung, dan terdapatnya sianosis. 3) Sistem Gastrointestinal Mengkaji kelainan bentuk bibir dan warna bibir, serta mukosa bibir, dan keadaan lidah , kebersihan mulut dan gigi, menilai adanya bising usus/hipermotilitas, distensi abdomen.

33

4) Sistem Perkemihan Ada tidaknya nyeri tekan pada daerah ginjal, adanya distensi kandung kemih, apakah terpasang kateter dan menghitung jumlah output urine/24 jam, dan menilai warna urine. 5) Sistem Muskuloskeletal Menilai kesimetrisan ektermitas atas dan bawah, dan adanya deformitas tulang, nyeri tekan dan nyeri sendi, apakah terdapat adanya piting edema dikedua ekstermitas bagian atas dan bawah. Penilaian terhadap Range of Motion dan kekuatan otot. 6) Sistem Integumen Penilaian terhadap kulit kepala dan rambut, penilaian terhadap personal hygiene (kebersihan kulit tubuh, kelembaban kulit) mengukur suhu tubuh. Mengkaji keadaan luka dekubitus (kedalaman, luas, dan tanda-tanda infeksi). 7) Sistem Persyarafan Menilai tingkat kesadaran dengan menggunakan Gaslow Coma Scale, fungsi ekstermitas serta pemeriksaan fungsi saraf cranial ( Nervus I Nervus XII ). 8) Sistem Endokrin Mengkaji apakah terdapat adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid, serta penampilan pasien.

34

i. Pemeriksaan Diagnostik 1) Data Laboratorium a) b) c) d) 2. Darah lengkap Biopsi luka Kultur Swab Pembuatan foto klinis

Diagnosa Keperawatan Menurut Lynda Juall C (1990) dalam buku Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan ulkus decubitus adalah sebagai berikut : a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan. b. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit atau terputusnya kontinuitas jaringan, infeksi kulit dan perawatan luka. c. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajanan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang. d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidakcukupan masukan oral. e. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.

35

f. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image. 3. Intervensi Keperawatan a. Prioritas keperawatan 1) Mengidentifikasi faktor- faktor yang menimbulkan terjadinya decubitus. 2) Meningkatkan kemampuan untuk melakukan ketrampilan dalam mencegah dan mengatasi decubitus. 3) Meningkatkan motivasi untuk melanjutkan pengobatan. b. Intervensi Diagnosa Keperawatan 1). Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan.
Hasil yang diharapkan / kriteria hasil Rencana tindakan Rasional

1.

mengidentifik asi faktor penyebab luka decubitus

1. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. 2. Pantau/ evaluasi tandatanda vital dan perhatikan adanya demam. 3. Identifikasi derajat perkembangan luka

1. Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka. 2. Demam mengidentifikasikan adanya infeksi. 3. Mengetahui tingkat keparahan pada luka. 4. Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah

2.

Mengidentifik asi rasional untuk pencegahan dan tindakan.

3.

Berpartisipasi dalam rencana

36

tindakan yang diprogramkan untu meningkatkan penyembuhan luka.


4.

tekan (ulkus) 4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik. 5. Bersihkan jaringan nekrotik. 6. Kolaborasi: a. Irigasi luka. b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
c. Ambil kultur luka

kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi. 5. Mencegah auto kontaminasi a. Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan b. Mencegah atau mengontrol infeksi. c. Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka

Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus

2) Nyeri Yang Berhubungan Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
Hasil yang diharapkan / kriteria hasil 1. Rasa nyeri berkurang 2. Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri Rencana tindakan 1. Tutup luka segera mungkin 2. Tinggikan ekstermitas yang terdapat luka secara periodik 3. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya. 4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi. Rasional

1. Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit. 2. Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan. 3. Peninggian linen dari luka membantu menurunkan

37

5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas. 6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering. 7. Dorong penggunaan tekhnik manajemen stress. 8. Tinngkakan periode tidur tanpa gangguan. 9. Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi.

nyeri. 4. Menurunkan kekakuan sendi 5. Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi. 6. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. 7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol. 8. Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri. 9. Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada

3) Resiko Terhadap Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap Feses/Drainase Urine.
Hasil yang diharapkan / kriteria hasil 1. Infeksi tidak terjadi 2. Tanda- tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan 1. Pantau terhadap tandatanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa) 2. Observasi tanda- tanda Rasional 1. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran

38

vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. 4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik. 5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin. 6. Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian) 7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED

limfe(edema, merah, bengkak) 2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh 3. Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka 4. Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri. 5. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan. 6. Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman. 7. Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi

39

4) Perubahan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

yang

berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidak cukupan masukan oral.


Hasil yang diharapkan / kriteria Rencana tindakan hasil 1. Nutrisi adekuat 1. Jelaskan pentingnya (sesuai dengan kebutuhan) 2. Tidak mual dan muntah 3. Tubuh terasa segar 4. Mempertahankan berat badan yang sesuai nutrisi bagi tubuh 2. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering 3. Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan menu 4. Lakukan oral hygiene sebelum makan 5. Timbang berat badan tiap hari 6. Auskultasi bising usus 7. Kolaborasi dengan: a. Tim gizi b. Pemberian antiemetik c. Tim medis untuk pemberian infus albumin behring Rasional a. Nutrisi yang asekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit b. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik c. Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan meningkatkan nafsu makan klien d. Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien e. Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan cairan f. Immobilitas dapat menurunkan bising usus

40

5) Kerusakan

mobilitas

fisik

yang

bergubungan

dengan

pembatasan gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria Rencana tindakan hasil 1. Klien mampu 1. Anjurkan keluarga beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga 2. Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan 3. Keadaan luka membaik membantu klien mobilisasi Rasional 1. Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus

2. Atur posisi klien tiap 2 2. Penghilangan tekanan jam 3. Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering 4. Banti klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif 5. Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya 6. Buat jadwal latihan secara teratur 7. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan 8. Kolaborasi dengan fisioterapi intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan 3. Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem 4. Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi 5. Meningkatkan kemandirian dan harga diri 6. Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas 7. Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal 8. Membantu melatih pergerakan

41

6) Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Hasil yang diharapkan / kriteria Rencana tindakan hasil 1. Keluarga mampu 1. Bina hubungan saling mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien 2. Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien 3. Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien 4. Keluarga memberi percaya 2. Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien. 3. Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus 4. Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut. Rasional 1. Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi untuk tindakan selanjutnya. 2. Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan perawat mengetahui penyebab masalahnya 3. Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga 4. Menjadikan pasien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu pasien menerima kenyataan yang ada 5. Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien 6. Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.

support yang tinggi 5. Anjurkan keluarga pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien. 6. Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan

42

4.

Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan- tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan pada klien. Pelaksanaan tindakan pada klien dengan gangguan sistem integumen diperlukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi, perluasan area yang terjadi ulkus. Untuk keberhasilan tindakan maka dipeelukan partisipasi dari klien dan kelurga (Aziz, H. 2002).

5.

Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah proses keperawatan yang menyangkut

pengumpulan data subyetif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelaksanaan keperawatan sudah tercapai atau belum, masalah apa yang perlu dipecahkan atau dikaji, direncanakan atau dinilai kembali. Evaluasi bertujuan memberikan umpan balik terhadap rencana keperawatan yang disusun. Penilaian dilakukan oleh perawat, klien dan juga teman sejawat. Penilaian ini memberikan kemungkinan yaitu masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi, dan muncul masalah baru. Ini bermanfaat untuk mengadakan perubahan, perbaikan rencana keperawatan sehingga tindakan

keperawatan dapat dimodifikasi (Nursalam, 2001). Hasil Evaluasi dari Askep yang diberikan pada pasien dekubitus diharapkan antara lain dapat berupa: a. Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan. b. c. Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat. Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.

43

d.

Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.

e.

Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

44

BAB III TINJAUAN KASUS

A.

Pengkajian Keperawatan Tanggal masuk Ruang/kelas : 09/02/2013 Jam masuk : 20.10 Wib

: HCU Kemuning LT. 1 Jam pengkajian : 14.30 Wib.

Pengkajian tanggal : 21/02/2013 1. Pengumpulan Data a. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Suku/ Bangsa Status marital Tanggal Masuk RS Tanggal Pengkajian No. MedRec Diagnosa Medis Alamat

: Ny. M : 60 Tahun : Perempuan : Islam : SD : IRT : Sunda/ Indonesia : Menikah : 21 Februari 2013, jam 11.00 : 21 Februari 2013 , jam 14.30 : 13021012 : Dekubitus : Jl. Cigugur Bandung

45

b.

Identitas Penanggung Jawab Nama Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Hub. Dengan pasien Alamat : Ny. G : 35 Tahun : Islam : SMA : Wiraswasta : Keponakan : Jl. Cigugur Bandung

2.

Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka bagian belakang pinggang

seperti menusuk dan terasa panas, kadang menjalar sampai sekitar

pinggul belakang. Nyeri dirasakan sedang dengan skala 5 ( 1-10 ), nyeri bertambah jika pasien bergerak, dan nyeri berkurang disaat pasien tidak melakukan pergerkan yang

melibatkan daerah luka ( punggung belakang ) atau pasien istirahat

46

b.

Riwayat kesehatan sekarang 1) Alasan masuk rumah sakit Pasien masuk rumah sakit sekitar 13 hari yang lalu dengan diagnosa hernia. Pasien mendapatkan perawatan dengan tirah baring yang lama sehingga terjadi luka pada jaringan kulit bagian belakang ( sakrum ) 2) Keluhan saat dikaji Pasien mengatakan terdapat luka terbuka pada daerah pinggang belakangnya, pasien masih merasakan nyeri pada daerah tersebut, ekspresi wajah meringis. Nyeri dirasakan seperti menusuk dan terasa panas, kadang menjalar sampai sekitar pinggul belakang. Nyeri dirasakan sedang dengan skala 5 ( 1-10 ), nyeri bertambah jika pasien bergerak, dan nyeri berkurang disaat pasien tidak melakukan pergerkan yang melibatkan daerah luka ( punggung belakang ) atau pasien istirahat. 3) Riwayat kesehatan dahulu Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya dengan keluhan yang sama. Sebelumnya pasien terdiagnosa hernia dan telah dilakukan operasi dan mengalami perawatan 13 hari di ruangan HCU Kemuning RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.

47

4) Riwayat kesehatan keluarga Dalam keluarga pasien tidak ada anggota yang mengalami penyakit keturunan seperti diabetes militus (DM), ashma, dipertensi, tetapi selama ini belum pernah dilakukan pemeriksaan genetik. Keluarga pasien melaporkan tidak terdapat anggota keluarga yang mengidap penyakit kronis maupun menular. 5) Riwayat psikososial spiritual a) Status emosi Pasien masih dapat mengontrol emosinya, dalam keadaan marah ataupun sedih. b) Kecemasan Pasien telah pasrah dengan keadaannya saat ini, berserah diri kepada yang kuasa. c) Pola koping Pasien mengatakan dalam menyelesaikan masalah dirinya selalu berdiskusi dengan keluarganya. Dan apabila dirinya menderita suatu penyakit, langsung berobat di rumah sakit terdekat. d) Gaya komunikasi Dalam berkomunikasi, kontak mata antara perawat dan pasien selalu terjaga, dan cara berkomunikasi pasien masih jelas dan dimengerti oleh perawat.

48

e).

Konsep diri (1). Gambaran diri Pasien mengatakan postur tubuhnya

mengalami perubahan semasa ia dirawat di rumah sakit. (2) Harga diri Pasien gangguan mengatakan harga diri, dan tidak tetap mengalami menerima

kondisinya saat sekarang meskipun ia sakit. (3) Peran diri Pasien mengatkan dirinya sudah menikah dan memiliki 2 orang anak, dan sebagai ibu rumah tangga. Selama perawatan dirinya tidak dapat melaksanakan perannya sebagai ibu rumah tangga, dan mengurus anak-anaknya. (4) Identitas diri Pasien masih mengenal dirinya sebagai seorang wanita, dan berumur 60 tahun. (5) Ideal diri Pasien mengatakan anggota tubuh yang paling disukainya adalah hidungnya.

49

f)

Data sosial Interaksi sosial pasien dengan perawat dan dokter berjalan dengan baik.

g)

Data spiritual Sebelum masuk rumah sakit pasien sering

mengikuti pengajian, dan sering sholat, namun selama dalam perawatan dirumah sakit, pasien belum pernah melakukan sholat. h) Genogram

Keterangan: : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : Pasien

50

: Garis Hubungan : Hubungan Pernikahan : Garis Keturunan : Tinggal serumah A B : Keluarga dari ibu pasien : Keluarga dari ayah pasien

i)

Pola aktifitas sehari-hari

Tabel. Pola Aktifitas sehari-hari


No. 1. Aktifitas Nutrisi Dirumah Di Rumah Sakit

Selera makan pasien baik, menu makanan setiap hari nasi, ikan dan sayur, frekuensi makan pasien 3x sehari, tidak ada makanan pantangan, sebelum makan pasien selalu berdoa.

Saat sakit pasien hanya minum susu melalui selang NGT ( 800cc/8 Jam). 3 kali pemberian dalam sehari.

2.

Cairan dan elektrolit

Sebelum sakit pasien

Selama dirawat pasien

minum air putih 1,5-2 minum air putih 1-2 liter/hari liter/hari melalui selang NGT. Selama di rumah sakit pasien terpasang infus RL dan NaCl 28tts/menit (500cc/8 jam).

51

3.

Eliminasi (BAB dan BAK)

Sebelum sakit pasien BAB di wc dalam rumah setiap pagi dan sore, dengan frekuensi 2x/hari, warna agak kekuningan, konsistensi feses padat dan tidak ada kesulitan dalam BAB. BAK 4x/hari, warna tergantung pada asupan nutrisi dan cairan.

Saat sakit pasien BAB melalui lubang yang dibuat yaitu kolostomi dan pasien BAK melalui kateter 200cc/2jam.

Istirahat tidur

Sebelum sakit pasien jarang tidur siang, pasien tidur malam pukul 22.00-06.00 wib, tidak ada kebiasaan sebelum tidur dan tidak kesulitan tidur.

Saat sakit pasien tidur siang pukul 13.00-14.00 wib, tidur malam pukul 21.00-06.00 wib, pola tidur pasien tidak teratur, tidak ada kebiasaan sebelum tidur dan tidak kesulitan tidur

Personal hygiene

Sebelum sakit pasien

Saat sakit pasien belum

mandi 2x sehari dengan pernah mandi dan hanya menggunakan sabun, shampo 3x seminggu, gunting kuku seminggu sekali, gosok gigi setiap mandi dan sebelum tidur. Aktifitas Sebelum sakit kegiatan sehari-hari pasien dilap dengan air bersih saja, pasien belum gunting kuku karena belum panjang, serta gosok gigi hanya sekali sehari saat bangun pagi Saat sakit pasien hanya berbaring di tempat tidur

52

hanya membersihkan rumah, memasak dan

(bedrest), kebutuhan sehari-hari dibantu oleh

melakukan kegiatan ibu keluarga dan perawat rumah tangga seperti biasanya, pasien tidak menggunakan alat bantu aktivitas dan tidak kesulitan dalam pergerakan tubuh.

3.

Pemeriksaan fisik a. Sistem pernapasan Pada pernafasan tidak terdapat pernapasan cuping hidung, pengeluaran sekret ada. Suara nafas terdengar seperti

ngorok/stridor (inspirasi dan ekspirasi seimbang). Pada saat di inspeksi frekuensi pernafasan : 24 x/menit, dan selama perawatan pasien menggunakan alat bantu pernapasan ( nasal canul 3 ltr/jam ). b. Sistem Kardiovaskuler Pada pemeriksaan inspeksi konjungtiva, nampak tidak anemis, akral teraba hangat pada ekstermitas bagian atas. JVP 2+2 cm H2O, CRT < 2 detik, Tekanan darah 130/80, nadi 80 x/menit. c. Sistem Gastrointestinal Pada inspeksi bibir, didapatkan warna bibir nampak pucat, mukosa bibir nampak kering, dan terdapat luka. Pada pemeriksaan

53

auskultasi abdomen didapatkan bising usus 20

/menit. Saat

dilakukan pemeriksaan palpasi tidak terdapat pembesaran hati. d. Sistem perkemihan Pada saat dilakukan palpasi ginjal, tidak ditemukan adanya pembengkakan ataupun nyeri tekan dan distensi abdomen dan pasien terpasang kateter ( frekwensi urine 200cc/jam, dan warnanya kuning bening). e. Sistem muskuloskeletal Ekstermitas bagian atas nampak simetris dan ekstermitas bagian bawah pun nampak simetris. Tidak ada deformitas tulang, tidak adanya nyeri tekan dan nyeri sendi, dan terdapat oedema pada ekstermitas bagian bawah ( kedua kaki pasien ) kedalaman 8 mm, > 4 detik. Kekuatan otot ekstermitas atas ( tangan ) dapat diangkat dan menahan beban ( 5 ), sedangkan ekstermitas bagian bawah ( kaki ) tampak ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh (1).

Ka

Ki

5 1

5 1

f.

Sistem integumen Rambut dan kulit kepala nampak bersih, kulit pasien nampak bersih, suhu 370C dan kelembapan kulit pasien nampak kering.

54

Terdapat

luka

dekubitus

didaerah

sakrum

stadium

II.

Kedalamannya telah mengenai dermis dan epidermis , dan keadaan luka nampak bernanah. g. Sistem persyarafan Kesadaran umum klien compos mentis klien nampak lemah, GCS 15 saat pengkajian ( E:4 V:5 M: 5 ). Pada pemeriksaan fungsi syaraf ( cranial ) tidak terdapat gangguan : 1) Olfaktorius ( nervus I ) Pasien dapat membedakan bau minyak angin dan bau sabun mandi saat matanya tertutup 2) Optikius ( nervus II ) Pasien dapat melihat jelas pada kejauhan 5 meter, klien dapat melihat semua pasien dan keluarga dengan jelas yang ada disekitarnya. 3) Okulomotorikus, trochlearis dan abdusen ( nervus III, IV,VI ) Pasien dapat menggerakkan mata saat melihat polpen yang di gerakkan oleh perawat ke arah samping kiri, kanan, atas, dan bawah tanpa disertai dengan gerakan kepala. 4) Trigeminus ( nervus V ) Pasien tidak mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan.

55

5) Fasialis ( nervus VII ) Pasien dapat mengerutkan dahinya, dan dapat

menunjukkan ekspresi meringis saat merasakan nyeri. 6) Auditorius ( nervus VIII ) Pasien dapat mendengar semua pertanyaan perawat saat di lakukan pengkajian. 7) Glosofaringeus ( nervus IX ) Tidak terdapat nyeri tekan pada leher bagian faring. 8) Vagus ( nervus X ) Tidak terdapat gangguan dalam proses menelan. 9) Aksesorius ( XI ) Pasien dapat mengangkat bahu kiri dan kanannya. 10) Hipoglosus ( nervus XII ) Pasien dapat menjulurkan lidahnya keluar dan

mengangkat lidahnya ke atas. h. Sistem endokrin Tidak ada pembesaran tiroid dan paratiroid, tidak ada manifestasi gangguan tiroid seperti : keadaan umum lemah, tidak ada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah tidak adanya edema periorbita.

56

4.

Pemeriksaan diagnostik a. Data laboratorium


HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

PEMERIKSAAN

1. HEMATOLOGI PT INR - Masa Prothrombia ( PT ) - INR APTT

* 19,2 * 1,64 28,2

11,7 15,7 0,81 1,2 19,8 39,8

detik detik detik

PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

SATUAN

1. HEMATOLOGI DARAH RUTIN Hemoglobin Hematotokrit


Lekosit Eritrosit Trombosit INDEX ERITROSIT MCV MCH MCHC

13,5
39 * 7.00 4,87 * 242.00

P : 12,0 16,0
P : 35 47 4.400-11.300 P : 3,6 5,8 150.000-450.00

g/dl
% /mm3 juta/ul /mm3

80,9 27,7 34,3

80 100 29 34 32 36

Fl PG %

2. KIMIA KLINIK Albumin Glukosa darah sewaktu Natrium ( Na ) Kalium ( K ) Klorida ( Cl ) Kalsium ( Ca bebas ) Magnesium

* 1,6 163 140 4,3 108 5,13 2,44

3,4 4,8 ( c ) < 140 135 145 3,6 5,5 98 108 4,7 5,2 1,70 2,55

g/dl mg/dl mEq/dl mEq/dl mEq/dl mEq/L mEq/L

5.

Terapi Adapun terapi yang telah diberikan pada Ny. M, yaitu : a. b. Metrodinazol Gentamycin 2 x 500 mg 1x 400 mg

57

c. d.

Ciprofloxacim

2x 80 mg : 500 cc / 8 jam

Infus : Ringer Laktat ( RL )

Natrium Clorida ( NaCl) 0,9 % : 500 cc / 8 jam 5. Klasifikasi data a. Data Subjectif 1) Pasien mengeluh nyeri didaerah pinggang bagian belakang (dengan skala nyeri 5). 2) Pasien mengatakan terdapat luka terbuka pada daerah pinggang belakang. 3) Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. b) Data Objectif 1) 2) 3) 4) 5) 6) Espresi wajah pasien meringis kesakitan Terdapat luka dekubitus dibagian sakrum stadium II Luka nampak bernanah (push) Pasien bedrest Aktifitas pasien dibantu oleh keluarga ataupun perawat. Tanda-tanda vital ( TTV ) a) Tekanan darah b) Respirasi c) Suhu d) Nadi : 130/80 mmHg : 24 X/menit : 38o C : 82 X/menit

58

6.
No. 1.

Analisa Data
Data Etiologi Tirah baring lama Peningkatan tekanan / gesekan terhadap jaringan lokal. Mengganggu Masalah Kerusakan integritas kulit

DS : - Pasien mengatakan terdapat luka terbuka pada daerah pinggang bagian belakang.

DO : - Terdapat luka dekubitus bagian sakrum.

mikrosirkulasi Nekrosis jaringan Luka dekubitus Kerusakan integritas jaringan kulit

2.

DS : - Pasien mengeluh nyeri pada luka didaerah pinggang bagian belakang ( skala nyeri 5 ) (

Luka dekubitus ( trauma kulit )

Nyeri

Kerusakan jaringan kulit

dengan skala nyeri 5)


DO : - Ekspresi wajah pasien meringis. - Terdapat luka dekubitus bagian sakrum stadium II. - TTV : TD :130/80 mmHg N : 82 X/menit S : 38o C

Rangsang syaraf simpatis

Nyeri

59

3. DS : -

R : 24X/menit

Trauma labil

Infeksi

Luka terbuka dekubitus DO : - terdapat luka dekubitus dibagian sakrum stadium II. - Luka nampak Terdapat port dientri bakteri

bernanah (push)

Infeksi

4. DS : - Keluarga pasien mengatakan aktivitas & kebutuhan seharihari pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.

Proses penyakit dan perawatan

Gangguan pemenuhan ADL

Bedrest

Ketidak mampuan melakukan aktifitas dan kebutuhan harian

DO : - Pasien bedrest. - Nampak ADL

Gangguan pemenuhan ADL

pasien dibantu.

B.

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan berdasarkan skala prioritas : 1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis kulit akibat tekanan. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan perawatan luka. Infeksi berhubungan dengan luka terbuka dekubitus.

60

4.

Gangguan pemenuhan Activity Daily Living ( ADL ) berhubungan dengan adanya luka dekubitus.

61

C.

Intervensi Keperawatan Tabel. Intervensi Keperawatan

No. 1.

Diagnosa Keperawatan Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis kulit akibat tekanan.

Kriteria hasil 1. mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus 2. Mengidentifikasi rasional untuk

1.

Intervensi Rencana Tindakan Rasional Observasi ukuran, warna, kedalaman 1. Untuk mengetahui luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. sirkulasi pada daerah yang luka. 2. Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.

2.

Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.

DS : - Pasien mengatakan terdapat luka terbuka pada daerah pinggang bagian belakang. DO : - Terdapat luka dekubitus bagian sakrum.

pencegahan dan tindakan. 3. Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu meningkatkan penyembuhan luka. 4. Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus 4. 3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.

3. Mengetahui tingkat keparahan pada luka. 4. Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

62

5.

Bersihkan jaringan nekrotik.

5. Mencegah auto kontaminasi a. Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan b. Mencegah atau mengontrol infeksi. c. Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka

6.

Kolaborasi: a. Irigasi luka. b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi. c. Ambil kultur luka

2.

Nyeri berhubungan dengan perawatan luka


DS : - Pasien mengeluh

1. Rasa nyeri berkurang 2. Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri

1. Tutup luka segera mungkin

1. Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri

63

nyeri pada luka didaerah pinggang bagian belakang ( skala nyeri 5 ) DO : - Ekspresi wajah pasien meringis. - Terdapat luka dekubitus bagian sakrum grade II. - TTV : TD :130/80 mmHg N : 82 X/menit S : 38o C R : 24X/menit 4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi. 5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas. 3. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya. 2. Tinggikan ekstermitas yang terdapat luka secara periodik

hebat pada pemajanan ujung kulit. 2. Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan. 3. Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri. 4. Menurunkan kekakuan sendi 5. Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.
6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering.

6. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.

64

7. Dorong penggunaan tekhnik manajemen stress.

7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.

8. Tinngkatkan periode tidur tanpa gangguan.

8. Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.

9. Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi.

9. Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada


1. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak)

3.

Infeksi berhubungan dengan luka terbuka dekubitus


DS : -

1. Infeksi tidak terjadi 2. Tanda- tanda vital dalam batas normal.

1. Pantau terhadap tanda- tanda infeksi ( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)

DO : - Terdapat luka dekubitus dibagian sakrum stadium II.

2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)

2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh

65

- Luka nampak

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

3. Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka

bernanah (push)

4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.

4. Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.

5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin.

5. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan.

6. Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)

6. Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED

7. Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi

66

4.

Gangguan pemenuhan Activity Daily Living ( ADL ) berhubungan dengan adanya luka dekubitus. DS : - Keluarga pasien mengatakan aktivitas & kebutuhan seharihari pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. DO : - Pasien bedrest. - Nampak ADL

ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat. 1. menunjukan peningkatan dalam beraktifitas 2. Kelemahan dn kelelahan berkurang. 3. Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan bantuan. 4. Frekwensi jantung / irama dan TD dalam batas normal 5. Kulit hangat, merah mudah dan kering

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut : Nadi, TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat.

1. Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat akibat kelebihan kerja jantung

2. Tingkatkan istrahat, batasi aktivitas.

2. Menurunkan kerja miokard/komsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.

3. Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL pasien

3. Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

pasien dibantu

4. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen.

4. Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk ( manuver valsava ) dapat

67

mengakibatkan brakikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningkatan tekanan darah 5. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktivitas, contoh : posisi duduk ditempat tidur. 5. Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.

68

C.

Implentasi dan Evaluasi Keperawatan Tabel. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan No 1 TGL/ JAM
Jumat 22/02/2013 Jam 14.52 15.43 2.

DX KEP I

IMPLEMENTASI
1. Mengobservasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Hasil : memantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam. Hasil : TD :130/80 mmHg N : 82 X/menit S : 38o C R : 24X/menit

EVALUASI ( SOAP )
S : Pasien mengatakan masi ada luka. O : - masih terdapat luka dekubitus - Luka nampak bersih - Kedalaman luka masi mengenai jaringan dermis dan luka nampak mulai mengering. TD :120/80 mmHg N : 82 X/menit S : 37,5o C R : 24X/menit

PARAF

15.55

3.

Mengidentifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus) Hasil :

17.01

4.

Melakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik Hasil : terdapat jaringan nekrotik

69

17.18 18.05

5. 6.

Membersihkan jaringan nekrotik. Mengkolaborasikan : a. Irigasi luka. b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.

A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan Intervensi 1, 2, 3, 4

Jumat 22/01/2013 14.05 14.20

II

1. Melakukan penutupan luka dengan menggunakan kasa. Hasil : Luka tertutup dengan kasa. 2. Memberikan tempat tidur ( brankar ) yang dapat diubah ketinggiannya. Hasil :

S:

Pasien mengatakan nyeri berkurang.

O : - Ekspresi wajah tidak meringis lagi - Skala nyeri 3 TD :120/80 mmHg N : 82 X/menit S : 37,o C R : 24X/menit A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan Intervensi 4, 5, 6, 8

14.55

3. Mengubah posisi pasien dan ROM secara aktif. Hasil : pasien dapat melakukan posisi sims, dan dapat mengangkat kedua tangannya serta menggerakannya.

15.09

4. Mengobservasi lokasi nyeri dan intensitas. Hasil : nyeri yang dirasakan pasien berada disekitar luka

15.15

5. Melakukan pijatan pada area yang tidak sakit

70

Hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang.

16.12

6. Dorong penggunaan tekhnik manajemen stress. Hasil :

17.02

7. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan. Hasil : pasien mengatakan tidurnya nyenyak

18.00

8. Mengkolaborasikan analgesik sesuai indikasi.


Hasil :

Sabtu 23/03/2013 14.16

III

1. Mengobservasi tanda- tanda infeksi ( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa) Hasil : Keadaan luka nampak kemerahan, pasien mengatakan nyeri dan panas disekitar luka.

S:

O : - masih terdapat luka dekubitus - Nanah (push) sudah berkurang - Luka nampak bersih TD :120/80 mmHg N : 82 X/menit S : 37o C R : 24X/menit A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan Intervensi 2 dan 4

15.00

2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi) Hasil : TD : 130 / 80 N : 82 /menit S : 38 C R : 24X/menit 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
o X

15.23

71

tindakan. Hasil : melakukan cuci tangan sebelum tindakan.

16.05

4. Melakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik. Hasil : perawatan luka dengan menggunakan NaCl dan cuka.

16.45

5. Menganjurkan pasien untuk menghabiskan porsi yang tersedia terutama tinggi protein dan vitamin. Hasil : pasien dapat menghabiskan makanan yang mengandung tinggi protein dan vitamin.

17.00

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED Hasil :

4.

Sabtu 23/02/2013 Jam 15.22

IV

1. Mengkaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut : Nadi, TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat. Hasil : N : 82X/menit Dispnea : tidak ada

S : Keluarga pasien mengatakan, aktivitas masih dibantu. O : - bedrest total TD :120/80 mmHg

72

15.30

Nyeri dada : tidak ada 2. Menganjurkan pasien untuk istrahat, dan

N : 82 X/menit S : 37,5o C R : 24X/menit A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan Intervensi

15.45

membatasi aktivitas. 3. Menganjurkan keluarga untuk membantu

16.00

pemenuhan ADL pasien 4. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen.

16.04

5. Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari aktivitas, contoh : posisi duduk ditempat tidur.

73

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini, penulis akan menggambarkan tentang berbagai masalah yang akan timbul saat penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny. M dengan kasus Dekubitus di ruang HCU Kemuning RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Penulis berusaha menerapkan asuhan keperawatan mulai dari tahap pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, melaksanakan implementasi dan evaluasi. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan antara teori dengan praktek selama melakukan asuhan keperawatan, faktor pendukung atau penghambat serta cara penyelesaiannya. A. Pengkajian Pada tahap ini penulis menggunakan metode pendekatan pada pasien dan keluarga untuk mendapatkan data subjektif yang dilakukan dengan wawancara pada pasien langsung dan keluarga pasien, sedangkan data objektif penulis mendapatkan dari metode pemeriksaan fisik, observasi partisipatif dan studi dokumentasi. Hal ini penulis lakukan sesuai dengan teori pengkajian menurut Asmadi, 2008, pada pasien maternal kemudian penulis melakukan pendekatan terhadap orang terdekat pasien atau keluarga dengan menciptakan situasi yang kooperatif pada saat di lakukan pengkajian, tidak

74

ada masalah dan kendala sehingga proses pengkajian berjalan dengan lancar. Adapun keluhan yang ditemukan pada saat di kaji adalah pasien mengeluh Pasien mengatakan terdapat luka terbuka pada daerah pinggang belakangnya, pasien masih merasakan nyeri pada daerah tersebut, ekspresi wajah meringis. Nyeri dirasakan seperti menusuk dan terasa panas, kadang menjalar sampai sekitar pinggul belakang. Nyeri dirasakan sedang dengan skala 5 ( 1-10 ), nyeri bertambah jika pasien bergerak, dan nyeri berkurang disaat pasien tidak melakukan pergerkan yang melibatkan daerah luka ( punggung belakang ) atau pasien istirahat. Sedangkan pada teori gejala klinis yang timbul pada kasus ini adalah: demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Keluhan utama yang dialami oleh Ny. M ada pada teori, dengan demikian teori dan studi kasus, penulis tidak menemukan kesenjangan yang ada, dimana pada kasus pasien dan teori menunjukan kesamaan pada manifestasi klinis kasus Dekubitus. B. Diagnosa keperawatan keperawatan Dalam merumuskan diagnosa keperawatan mengandung tiga komponen utama yaitu: problem (masalah), etiologi (penyebab), sign/symptom (tanda dan gejala).

75

Dari hasil teori pasien dengan Dekubitus terdapat enam diagnosa keperawatan menurut Doenges, 2000. Adapun aspek yang akan dibahas adalah: 1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan. 2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit atau terputusnya kontinuitas jaringan, infeksi kulit dan perawatan luka. 3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajanan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidakcukupan masukan oral. 5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental. 6. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image. Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus yang terjadi di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis kulit akibat tekanan yang ditandai dengan : Data subjectif : - Pasien mengatakan terdapat luka terbuka pada daerah
pinggang bagian belakang

76

Data Objectif

: - Terdapat luka dekubitus bagian sakrum

2.

Nyeri berhubungan dengan perawatan luka yang ditandai dengan : Data subjectif : - Pasien mengeluh nyeri pada luka didaerah pinggang
bagian belakang ( skala nyeri 5 ) Data Objectif : - Ekspresi wajah pasien meringis.

- Terdapat luka dekubitus bagian sakrum stadium II - TTV : TD :130/80 mmHg N : 82 X/menit S : 38o C R : 24X/menit. 3. Infeksi berhubungan dengan luka terbuka dekubitus yang ditandai dengan : Data subjectif : Data Objectif : - terdapat luka dekubitus dibagian sakrum stadium II.

- Luka nampak bernanah (push) 4. Gangguan pemenuhan Activity Daily Living ( ADL ) berhubungan dengan adanya luka dekubitus yang ditandai dengan : Data subjectif : - Keluarga pasien mengatakan aktivitas & kebutuhan
sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga dan perawat Data Objectif : - Pasien bedrest.

- Nampak ADL pasien dibantu. Pada kasus tidak ditemukan kesenjangangan antara keduanya, penulis akan menguraikan menurut penalaran penulis sebagai berikut :

77

1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis kulit akibat tekanan yang ditandai dengan masi terdapatnya luka dekubitus pada bagian sakrum. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini karena penulis menemukan masi terdapatnya luka dekubitus pada daerah sakrum. Data subjectif : Pasien mengatakan
terdapat luka terbuka pada daerah pinggang bagian belakang.

Data objectif : Terdapat luka dekubitus bagian sakrum.

2. Nyeri berhubungan dengan perawatan luka yang ditandai dengan laporan nyeri pada daerah luka ( skala nyeri 5 ), ekspresi wajah pasien
meringis. Penulis mengangkat diagnosa ini karena pasien masi mengeluh nyeri pada luka didaerah pinggang bagian belakang ( skala nyeri 5 ).

3. Infeksi berhubungan dengan luka terbuka dekubitus yang ditandai dengan terdapat luka dekubitus. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini karena penulis menemukan kondisi luka nampak bernanah. 4. Gangguan pemenuhan Activity Daily Living ( ADL ) berhubungan dengan adanya luka dekubitus yang ditandai dengan keluarga pasien
mengatakan aktivitas & kebutuhan sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Dalam penulisan diagnosa ini tidak termasuk dalam diagnosa teori, namun penulis mengangkat diagnosa ini karena penulis menemukan aktivitas pasien masi dibantu oleh orang lain yaitu keluarga dan perawat yang ditandai dengan pasien nampak beddrest.

78

C. Intervensi keperawatan Dalam menyusun rencana tidakan keperawatan yang akan

dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pada pasien berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditegakkan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi. Pada diagnosa keperawatan pertama kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis kulit akibat tekanan yang ditandai dengan masi terdapatnya luka dekubitus pada bagian sakrum. Secara teoritis ada enam intervensi dan pada kasus ada enam intervensi. Pada diagnosa keperawatan ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek karena penulis dapat melaksanakan keseluruhan intervensi. Pada diagnosa keperawatan kedua nyeri berhubungan dengan

perawatan luka yang ditandai dengan laporan nyeri pada daerah luka ( skala
nyeri 5 ), ekspresi wajah pasien meringis. Secara teoritis ada sembilan intervensi

dan pada kasus ada sembilan intervensi yang dilakukan oleh penulis, tidak ada kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek karena penulis dapat melaksanakan keseluruhan intervensi. Pada diagnosa keperawatan ketiga infeksi berhubungan dengan luka terbuka dekubitus yang ditandai dengan terdapat luka dekubitus. Secara teoritis ada tujuh intervensi dan pada kasus tujuh intervensi. Pada diagnosa keperawatan ketiga ini terjadi kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis tidak melakukan salah satu intervensi yaitu Menjaga personal hygine, karena telah dilakukan perawatan luka sekalian dengan personal hygine.

79

Pada diagnosa keperawatan keempat gangguan pemenuhan activity daily living ( adl ) berhubungan dengan adanya luka dekubitus yang ditandai dengan keluarga pasien mengatakan aktivitas & kebutuhan sehari-hari pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat. Pada diagnosa keperawatan keempat ini

terjadi kesenjangan antara teori dan kasus. Pada diagnosa keperawatan ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek karena penulis dapat melaksanakan keseluruhan intervensi. D. Implementasi Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan. Semua rencana yang dibuat telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur tindakan keperawatan yang mengacu pada pelaksanaan keperawatan yaitu tindakan mandiri, tindakan observasi dan kolaboratif. 1. Hal-hal yang mendukung penulis dalam melaksanakan tindakan

keperawatan : a. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap memudahkan penulis dalam melakukan intervensi yang telah disusun. b. Adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan pasien, keluarga pasien dan bantuan dari perawat di ruang Asoka saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien. 2. Hal-hal yang menghambat penulis untuk melaksanakan tindakan keperawatan adalah:

80

a. Pada saat pengkajian pasien belum sepenuhnya memberikan informasi mengenai penyakit yang dideritanya. E. Evaluasi Pada tahap evaluasi penulis melakukan penilaian respon pasien terhadap tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Setelah dievaluasi dari keempat diagnosa, ada tiga diagnosa teratasi sebagian yaitu kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan

dengan kerusakan mekanis kulit akibat tekanan yang ditandai dengan masi terdapatnya luka dekubitus pada bagian sakrum. Nyeri berhubungan dengan perawatan luka yang ditandai dengan laporan nyeri pada daerah luka ( skala nyeri 5 ), ekspresi wajah pasien meringis. Infeksi berhubungan dengan luka terbuka dekubitus yang ditandai dengan terdapat luka dekubitus Satu diagnosa yang belum teratasi yaitu gangguan pemenuhan activity daily living ( adl ) berhubungan dengan adanya luka dekubitus yang ditandai dengan keluarga pasien mengatakan aktivitas & kebutuhan seharihari pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Karena pasien belum bisa melakukan aktivitas sendiri dan aktivitas masi dibantu oleh orang lain yaitu keluarga dan perawat.

81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah memberikan asuhan keperawatan dan melakukan

pembahasan antara teori dan kasus, maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada pengkajian penulis menemukan data yaitu keluhan utama pasien adalah Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka bagian belakang pinggang seperti menusuk dan terasa panas, kadang menjalar sampai sekitar pinggul belakang. Nyeri dirasakan sedang dengan skala 5 ( 1-10 ), nyeri bertambah jika pasien bergerak, dan nyeri berkurang disaat pasien tidak melakukan pergerkan yang melibatkan daerah luka ( punggung belakang ) atau pasien istirahat. Selain itu dari hasil observasi penulis saat pengkajian penulis mendapatkan Espresi wajah pasien meringis kesakitan, terdapat luka dekubitus dibagian sakrum stadium II, luka nampak bernanah (push), pasien bedrest, aktifitas pasien dibantu oleh keluarga ataupun perawat.tanda-tanda vital: TD :130/80 mmHg, N:82 X/menit, S : 38o C, R : 24x/menit. Dari data tersebut penulis merumuskan masalah yang di alami pasien dan mengangkatnya dalam diagnosa. 2. Pada diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus disesuaikan dengan data yang ditemukan terdapat empat diagnosa yang perlu diatasi oleh penulis. Hal ini memberikan pengalaman pada penulis bahwa

82

diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari pasien. 3. Pada intervensi keperawatan disusun berdasarkan prioritas masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Penulis lebih mengfokuskan masalah untuk mengatasi nyeri yang merupakan keluhan pasien saat di kaji. 4. Pada implementasi yang dilakukan oleh penulis sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan melibatkan pasien, keluarga pasien, perawat ruangan dan tim kesehatan lain. Dari semua perencanan yang telah disusun oleh penulis hanya satu yang tidak dapat dilaksanakan oleh penulis sesuai dengan rencana yang ditetapkan selama tiga hari dari tanggal 21 Februari sampai 23 Februari 2013. 5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari masalah pasien yang teratasi hanya mencapai 80%, karena penulis melakukan asuhan keperawatan hanya selama tiga hari dan dari keempat masalah satu masalah tidak teratasi. B. Saran Melalui hasil penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa saran pada berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi pasien dan keluarga Diharapkan kepada pasien dan keluarga agar lebih memperhatikan tentang tirah baring yang menyebabkan luka dekubitus dan penyebabpenyebab terjadinya dekubitus dengan cara jangan terlalu banyak

83

berbaring dan hasru selalu menggerakkan seluruh anggota tubuh terutama pada daerah yang mudah terkena dekubitus. 2. Bagi institusi Diharapkan kepada institusi agar lebih meningkatkan mutu pendidikan dengan cara lebih memperbanyak lagi pelatihan-pelatihan tentang asuhan keperawatan sehingga menambah wawasan mahasiswa dalam bidang asuhan keperawatan. 3. Bagi rumah sakit Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar lebih meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam pemberian asuhan keperawatan dengan cara pengadaan format-format pengkajian di tiap ruangan sehingga perawatperawat dapat melakukan askep dan memberikan reward pada perawat yang telah melakukan askep. 4. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan dengan adanya askep ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang penyakit dekubitus secara lebih mendalam.

84

You might also like