You are on page 1of 25

Nama : Gintha Tresya Kelas : VIII.

7
Fase fase prasearah Berdasarkan benda-benda peninggalan yang ditemukan, masa prasejarah dibagi menjadi: 1. Zaman Batu yaitu zaman ketika manusia mulai mengenal alat-alat yang terbuat dari batu. Pada zaman ini, bukan berarti alat-alat dari kayu atau bambu tidak dibuat. Alat yang terbuat dari bahan kayu atau bambu mudah rapuh, tidak tahan lama seperti dari batu, bekasbekas peninggalannya tidak ada lagi. Ciri-ciri zaman batu, yaitu : 1) Dimulai kurang lebih pada tahun 590.000 SM. 2) Peralatan yang digunakan masyarakatnya masih menggunakan bahan dari batu. Alat dari batu ini digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan binatang buas, mencari dan mengolah makanan. Selain batu, digunakan juga peralatan dari kayu, tetapi tidak ada bekasnya karena lapuk dan tidak tahan lama. Pola pikir manusia masih sangat sederhana Zaman batu ini dibagi lagi atas beberapa periode, yaitu: a. Zaman batu tua (Palaeolithikum); b. Zaman batu tengah (Mesolithikum); c. Zaman batu muda (Neolithikum); d. Zaman batu besar (Megalithikum). 2.

3)

4)

5)

Zaman logam yaitu zaman sewaktu manusia sudah mampu membuat alat-alat perlengkapan hidupnya dari logam. Teknik pembuatan alat-alat dari logam ini dengan cara melebur terlebih dahulu bijih-bijih logam yang nanti dituangkan dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Dengan demikian, zaman logam ini tingkat kehidupan manusia sudah lebih tinggi daripada zaman batu. Ciri-ciri zaman logam, yaitu : 1) Manusia yang hidup pada zaman ini, sudah mulai bertempat tinggal dengan menetap. 2) Perlalatan yang digunakan masyarakat sudah mulai beralih ke bahan-bahan yang terbuat dari logam.

3)

Mata pencaharian tidak hanya dari pertanian, tetapi juga melalui usaha perdagangan (jual beli alat dari logam). 4) Pola pikir masyarakatnya mengalami kemajuan dengan bukti bahwa mereka sudah menyentuh nilai-nilai keagamaan, yaitu melakukan ritual tradisi memuja roh nenek moyang. 5) Memeiliki kemampuan tambahan yaitu berlayar dengan menggunakan perahu cadik. Zaman logam dibagi atas: a. zaman tembaga, b. zaman perunggu, dan c. zaman besi.

A.

Hasil Kebudayaan zaman Batu


Pada zaman batu peralatan hidup manusia purba terbuat dari batu. Berdasarkan perkembangannya zaman batu dapat dapat dikelompokan menjadi empat yaitu :

1.

Zaman Batu Tua (Palaeolithikum)


Paleolithikum berasal dari kata Palaeo artinya tua, dan Lithos yang artinya batu sehingga zaman ini disebut zaman batu tua. Hasil kebudayaannya banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Ngandong Jawa Timur. Para arkeolog sepakat untuk membedakan temuan benda-benda prasejarah di kedua tempat tersebut, yaitu sebagai kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Zaman batu tua diperkirakan berlangsung kurang lebih 600.000 tahun silam. Kehidupan manusia masih sangat sederhana, hidup berpindah-pindah (nomaden), dan bergantung pada alam. Mereka memperoleh makanan dengan cara berburu, mengumpulkan buahbuahan, umbi-umbian, serta menangkap ikan. Cara hidup seperti ini dinamakan food gathering. Jenis peralatan yang digunakan pada zaman batu tua terbuat dari batu yang masih kasar, seperti kapak genggam (chopper), kapak penetak (chopping tool), peralatan dari tulang dan tanduk binatang, serta alat serpih (flake) yang digunakan untuk menguliti hewan buruan, mengiris daging, atau memotong umbi-umbian.

Kapak Genggam

2.

Zaman Batu Pertengahan/Madya (Mesolithikum)


Mesolithikum berasal dari kata Meso yang artinya tengah dan Lithos yang artinya batu sehingga zaman ini dapat disebut zaman batu tengah. Zaman batu pertengahan diperkirakan berlangsung kurang lebih 20.000 tahun silam. Pada zaman ini, kehidupan manusia tidak jauh berbeda dengan zaman batu tua, yaitu berburu, mengumpulkan makanan, dan menangkap ikan. Mereka juga sudah mulai hidup menetap di gua, tepi sungai, atau tepi pantai. Alat-alat perkakas yang digunakan pada masa Mesolithikum hampir sama dengan alat-alat pada zaman Palaeolithikum, hanya sudah sedikit dihaluskan. Peralatan yang dihasilkan pada zaman Mesolithikum, antara lain kapak Sumatra (pebble), sejenis kapak genggam yang dibuat dari batu kali yang salah satu sisinya masih alami; kapak pendek (hache courte), sejenis kapak genggam dengan ukuran yang lebih kecil; pipisan, batu-batu penggiling beserta landasannya; alat-alat dari tanduk dan tulang binatang; mata panah dari batu dan juga flake. Adapun hasil-hasil kebudayaan yang ditinggalkan manusia purba pada zaman batu pertengahan adalah sebagai berikut :

1)

Peradaban abris sous roche (abris = tinggal, sous = dalam, roche = gua), yaitu peradaban ketika manusia purba menjadikan gua-gua sebagai tempat tinggal. Hasil kebudayaannya adalah Kebudayaan Sampung Bone di Gua Lawa, dekat Sampung Ponorogo, Jawa Timur, berupa tulang manusia jenis Papua Melanesoid, flakes, alat-alat dari tulang, dan tanduk rusa yang ditemukan pada 19281931 oleh van Stein Callenfels dan Kebudayaan Toala di Lamoncong, Sulawesi Selatan. Hasil kebudayaan ini adalah lukisan yang terdapat di dinding gua, seperti lukisan manusia, cap tangan, dan binatang yang ditemukan di Gua Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, dan Danau Sentani Papua. Manusia purba yang tinggal di sepanjang pantai pada zaman Mesolithikum telah memiliki kemampuan membuat rumah panggung sederhana. Kehidupan manusia purba ini menghasil kan tumpukan sampah berupa kulit siput dan kerang di bawah rumah mereka yang

2)

disebut kjokken moddinger (kjokken = dapur, moddinger = sampah). Sampah dapur ini banyak ditemukan di daerah pantai timur Sumatra antara Langsa sampai Medan. 3) Peninggalan berupa kapak Sumatra dan kapak pendek di Indonesia sama dengan peninggalan kebudayaan yang ditemukan di Pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, Tonkin,Yunan Selatan. Para ahli menyimpulkan bahwa di Tonkin terdapat pusat kebudayaan praaksara Asia Tenggara yang kemudian diberi nama Kebudayaan Bacson-Hoabinh.

Kapak Sumatra

3.

Zaman Batu Muda (Neolithikum)


Neolithikum berasal dari kata Neo yang artinya baru dan Lithos yang artinya batu. Neolithikum berarti zaman batu baru/muda. Pada zaman batu baru/ muda, kehidupan manusia purba sudah berangsurangsur hidup menetap tidak lagi berpindah-pindah. Manusia pada zaman ini sudah mulai mengenal cara bercocok tanam meskipun masih sangat sederhana, selain kegiatan berburu yang masih tetap dilakukan. Manusia purba pada masa neolithikum sudah bisa menghasilkan bahan makanan sendiri atau biasa disebut food producing. Peralatan yang digunakan pada masa neolithikum sudah diasah sampai halus, bahkan ada peralatan yang bentuknya sangat indah. Peralatan yang diasah pada masa itu adalah kapak lonjong dan kapak persegi. Di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ada yang telah membuat mata panah dan mata tombak yang digunakan untuk berburu dan keperluan lainnya. Perkembangan penting pada zaman batu muda adalah banyak ditemukannya kapak lonjong dan kapak persegi dengan daerah temuan yang berbeda. Kapak persegi banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara. Adapun kapak lonjong banyak ditemukan di wilayah

Indonesia bagian Timur, seperti Sulawesi, Halmahera, Maluku, dan Papua. Perbedaan daerah temuan kapak persegi dan kapak lonjong tersebut diperkirakan karena daerah penyebaran kapak persegi dan kapak lonjong bersamaan dengan persebaran bangsa Austronesia, sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang datang sekitar 2000 SM.

Kapak Lonjong

4.

Zaman Batu Besar (Megalithikum)


Megalithikum berasal dari kata megalith dalam bahasa yunani. Kata itu tersusun atas kata mega dan lithos, mega berarti besar, dan lithos berarti batu. Jadi megalithikum dapat berarti bangunan yang dibuat dari batu besar. Zaman batu besar diperkirakan berkembang sejak zaman batu muda sampai zaman logam. Ciri utama pada zaman megalithikum adalah manusia yang hidup pada zamannya sudah mampu membuat bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Banyak terdapat bangunan-bangunan besar terbuat dari batu ditemukan khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan mereka seperti sarkofagus, kubur batu, punden berundak, arca, menhir, dan dolmen. Berikut merupakan hasil kebudayaan Megalithikum beserta ciri dan fungsinya serta tempat ditemukannya.

1)

Sarkofagus adalah bangunan batu besar yang dipahat menyerupai


mangkuk, yakni terdiri atas dua keping yang ditangkupkan menjadi sepasang (satu sisi untuk bagian bawah dan sisi lain sebagai penutupnya). Sarkofagus berfungsi sebagai peti jenasah. Banyak

ditemukan di daerah Bali.

Sarkofagus 2)

Menhir adalah bangunan berupa tiang atau tugu batu yang


berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan kehormatan terhadap arwah nenek moyang. Adapun tempat ditemukannya di Paseman Sumatra Selatan dan Sulawesi tengah

Menhir

3)

Dolmen ,adalah bangunan berupa meja batu yang berfungsi sebagai


tempat meletakan sesaji dalam pemujaan terhadap roh nenek moyang. Adapun tempat ditemukannya di Cipari Kuningan, Pasemah dan

Nusa Tenggara. Dolmen 4) Punden berundak-undak, adalah bangunan berupa susunan batu bertingkat yang menyerupai bangunan candi, yang berfungsi sebagai

tempat pemujaan. Ditemukan di Lebak Sibedug dan Bukit Hyang Jawa timur

Punden berundak-undak

5)

Arca Batu adalah bangunan berupa patung manusia dan binatang


yang berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang disukai, ditemukan di daerah Lampung, Pasemah, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Acar Batu 6)

Pandhusa,, benda ini berupa meja batu yang kakinya tertutup


rapat berfungsi sebagai kuburan, ditemukan di Bondowoso dan Besuki Jawa Timur.

7)

Kubur batu ,adalah peti yang terbuat dari batu berbentuk kotak
persegi panjang, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan jenazah. Kubur batu banyak ditemukan di Bali, Pasemah (Sumatra Selatan),

Wonosari (Yogyakarta), Cepu (Jawa Tengah), dan Cirebon (Jawa Barat). 8)

Waruga, yaitu kubur batu berbentuk kubus atau bulat yang


terbuat dari batu besar yang utuh. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

Waruga 9)

Arca atau patung, yaitu bangunan batu berupa binatang atau


manusia yang melambangkan nenek moyang dan menjadi pujaan. Peninggalan ini banyak ditemukan di Pasemah (Sumatra Selatan) dan lembah Bada Lahat (Sulawesi Selatan).

Arca atau patung

B.

Hasil Kebudayaan Zaman Logam


Kebuadayaan manusia purba pada zaman logam sudah jauh lebih tinggi atau lebih maju jika dibandingkan dengan kebudayaan manusia purba pada zaman batu. Pada zaman logam manusia purba sudah memiliki kemampuan melebur logam untuk membuat alat-alat yang dibutuhkan. Kebudayaan zaman logam dapat dibagi menjadi tiga zaman yaitu zaman perunggu, zaman tembaga, dan zaman besi.

1.

Zaman perunggu
Di Indonesia tradisi logam dimulai beberapa abad sebelum masehi. Tradisi membuat alat-alat dari perunggu merupakan ciri khas pada masa perundagian. Adapun alat-alat dari zaman perunggu antara lain nekara, moko, kapak corong, perhiasan perunggu, arca atau patung perunggu, dan manik-manik.

a.

Nekara

Nekara dapat juga disebut Genderang Nobat atau Genderang Ketel karena bentuknya semacam berumbung. Terbuat dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya, dan sisi atasnya tertutup. Bagi masyarakat prasejarah, nekara dianggap sesuatu yang suci. Di daerah asalnya, Dongson, pemilikan nekara merupakan simbol status, sehingga apabila pemiliknya meninggal, dibuatlah nekara tiruan yang kecil yang dipakai sebagai bekal kubur. Di Indonesia nekara hanya dipergunakan waktu upacara-upacara saja, antara lain ditabuh untuk memanggil roh nenek moyang, dipakai sebagai genderang perang, dan dipakai sebagai alat memanggil hujan. Daerah penemuan nekara di Indonesia antara lain, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Roti, dan Pulau Kei serta Pulau Selayar, Pulau Bali, Pulau Sumbawa, Pulau Sangean. Nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia, biasanya beraneka ragam sehingga melalui hiasanhiasan tersebut dapat diketahui gambaran kehidupan dan kebudayaan yang ada pada masyarakat prasejarah. Nekara yang ditemukan di Indonesia ukurannya besar-besar. Contoh nekara yang ditemukan di Desa Intaran daerah Pejeng Bali, memiliki ketinggian 1,86 meter dengan garis tengahnya 1,60 meter. Nekara tersebut dianggap suci sehingga ditempatkan di Pure Penataran Sasih. Dalam bahasa Bali sasih artinya bulan, maka nekara tersebut dinamakan nekara Bulan Pejeng.

b.

Moko
Merupakan genderang kecil yang terbuat dari perunggu. Bangunan ini berguna untuk alat upacara atau sebagai mas kawin. Daerah penemuan moko ini adalah di Alor.

Moko

c.

Kapak Corong
Kapak corong disebut juga kapak sepatu karena seolah-olah kapak disamakan dengan sepatu dan tangkai kayunya disamakan dengan kaki. Bentuk bagian tajamnya kapak corong tidak jauh berbeda dengan kapak batu, hanya bagian tangkainya yang berbentuk corong. Corong tersebut dipakai untuk tempat tangkai kayu. Bentuk kapak corong sangat beragam jenisnya. Salah satunya ada yang panjang satu sisinya yang disebut dengan candrosa, bentuknya sangat indah dan dilengkapi dengan hiasan.

Kapak Corong

d.

Bejana perunggu
Bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci Sumatra dan Madura, bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Kedua bejana yang ditemukan mempunyai hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin yang mirip huruf J.

Bejana Perunggu

e.

Arca-arca perunggu
Arca perunggu yang berkembang pada zaman logam memiliki bentuk bervariasi, ada yang berbentuk manusia, ada juga yang berbentuk binatang. Pada umumnya, arca perunggu bentuknya kecilkecil dan dilengkapi cincin pada bagian atasnya. Adapun fungsi dari cincin tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca itu sehingga tidak mustahil arca perunggu yang kecil dipergunakan sebagai bandul kalung. Daerah penemuan arca perunggu di Indonesia adalah Palembang Sumsel, Limbangan Bogor, dan Bangkinang Riau.

Arca-arca Nusantara

f.

Perhiasan perunggu
Perhiasan dari perunggu yang ditemukan sangat beragam bentuknya, yaitu seperti kalung, gelang tangan dan kaki, bandul kalung dan cincin. Di antara bentuk perhiasan tersebut terdapat cincin yang ukurannya kecil sekali, bahkan lebih kecil dari lingkaran jari anak-anak. Untuk itu, para ahli menduga fungsinya sebagai alat tukar. Perhiasan perunggu ditemukan di Malang, Bali, dan Bogor.

Perhiasan Perunggu

g.

Manik-manik
Manik-manik yang berasal dari zaman perunggu ditemukan dalam jumlah yang besar sebagai bekal kubur sehingga memberikan corak

istimewa pada zaman perunggu. Manik - manik

2.

Zaman tembaga Di Indonesia tidak mengalami zaman tembaga. Hal ini terlihat dari tidak diketemukannya barang-barang peninggalan yang terbuat dari tembaga. Zaman besi Zaman besi adalah zaman ketika orang telah dapat melebur besi dari bijihnya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Oleh karena membutuhkan suhu yang sangat panas untuk melebur bijih besi, maka alat-alat yang dihasilkan pun lebih sempurna. Teknik pembuatan alat yang terbuat dari logam dapat dikategorikan menjadi dua cara sebagai berikut.

3.

1)

A cire perdue atau cetakan lilin, caranya yaitu membuat

bentuk benda yang dikehendaki dengan lilin. Setelah membuat model

dari lilin, maka ditutup dengan menggunakan tanah, dan dibuat lubang dari atas dan bawah. Setelah itu, dibakar sehingga lilin yang terbungkus dengan tanah akan mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah. Lubang bagian atas dimasukkan cairan perunggu, dan apabila sudah dingin, cetakan tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang dikehendaki.

2)

Bivalve ,atau setangkup, caranya yaitu menggunakan cetakan


yang ditungkupkan dan dapat dibuka, sehingga setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah benda yang dikehendaki, cetakan tersebut biasanya terbuat dari batu atau kayu. Benda-benda yang diketemukan dimasa ini tidak begitu banyak karena mungkin alat-alat tersebut telah berkarat sehingga hancur. Kemungkinan alat-alat tersebut dikubur bersma dengan orang atau pemiliknya yang telah meninggal. Adapun alat-alat dari tradisi besi yang banyak diketemukan antara lain, mata kapak, mata pisau, mata sabit, mata pedang, cangkul, tongkat dan gelang besi. Daerah ditemukannya alat-alat ini adalah Bogor, Wanasari, Ponorogo, dan Besuki. Zaman besi menandakan zaman terakhir dari zaman prasejarah.

Fase Fase Perkembangan Sejarah Senirupa Indonesia


Secara garis besar fase perkembangan sejarah senirupa Indonesia dapat dikategorikan kedalam 7 fase, yaitu :

1. Masa Perintisan yaitu sekitar tahun 1817 sampai tahun 1880


Pada masa perintisan ini tokoh yang paling dikenal adalah Raden Saleh, dengan nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman Lahir di Terbaya, pada tahun 1814 -1880, putra keluarga bangsawan pribumi yang mampu melukis gaya atau cara barat, baik dari segi alat, media maupun teknik, dengan penggambaran yang natural dan Raden Saleh banyak mendapat bimbingan dari pelukis Belgia Antonio Payen, pelukis Belanda A. Schelfhouf dan C. Kruseman di Den Haag. Dia sering berkeliling dunia dan pernah tinggal di Negara-Negara Eropa. Ciri-ciri karya lukisan pada masa ini dengan Raden Saleh sebagai pelopornya adalah :

Bergaya natural dan romantisme Kuat dalam melukis potret dan binatang Pengaruh romantisme Eropa terutama dari Delacroix. Pengamatan yang sangat baik pada alam maupun binatang

Beberapa judul Karya Raden Saleh:


Hutan terbakar Perkelahian antara hidup dan mati Pangeran Diponegoro Berburu Banteng di Jawa Potret para Bangsawan

Contoh karya-karya masa perintisan

Deanles Karya Raden Saleh

Berburu Rusa - karya Raden Saleh

Badai/TheStorm 1851 - Raden Saleh

2. Masa Indonesia Jelita


Selanjutnya muncul pelukis-pelukis muda yang memiliki konsep berbeda dengan masa perintisan, yaitu melukis keindahan dan keelokan alam Indonesia.Keadaan ini ditandai pula dengan datangnya para pelukis luar/barat atau sebagian ada yang menetap dan melukis keindahan alam Masa ini dinamakan Indonesia Jelita karena pada masa ini Karya-karya yang dihasilkan para Seniman Lukis lebih banyak menggambarkan tentang keindahan alam, serta lebih banyak menonjolkan nada erotis dalam melukiskan manusia. Tokoh Pelukis pada Masa Indonesia Jelita ini adalah :

Abdullah Suriosubroto (1878-1941) Mas Pirngadi (1875-1936) Wakidi Basuki Abdullah Henk Ngantung, Lee Man Fong (dll) Rudolf Bonnet (Bld), Walter Spies (Bel), Romuldo Locatelli, Lee Mayer (Jerman) dan W.G. Hofker.

Ciri-ciri lukisan yang dihasilkan yaitu:


Pengambilan obyek alam yang indah Tidak mencerminkan nilai-nilai jiwa merdeka Kemahiran teknik melukis tidak dibarengi dengan penonjolan nilai spirituil Menonjolkan nada erotis dalam melukiskan manusia

Contoh karya pada masa ini adalah :

The Days end Mount Lukisan cat minyak, karya Abdullah SR

Mountain Landscape karya Wakidi Cat minyak diatas kanvas, 139.5 x 197 cm

Gunung Merapi, karya Basoeki Abdullah

Balinese legend,W. Spies

Village life in Sanur Willem Gerard Hofker (1902-1981), oil on canvas

Full moon ceremony(1994) oil on canvas by Arie Smith

3. Masa Cita Nasional Masa Cita Nasional yaitu Bangkitnya kesadaran nasional yang dipelopori oleh Boedi Oetomo pada Tahun 1908. Seniman S. Sudjojono, Surono, Abd. Salam, Agus Djajasumita mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Perkumpulan pertama di Jakarta, berupaya mengimbangi lembaga kesenian asing Kunstring yang mampu menghimpun lukisan-lukisan bercorak modern. PERSAGI berupaya mencari dan menggali nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian Indonesia yang sebenarnya Hasil karya mereka mencerminkan :

Mementingkan nilai-nilai psikologis; Tema perjuangan rakyat ; Tidak terikat kepada obyek alam yang nyata; Memiliki kepribadian Indonesia ; Didasari oleh semangat dan keberanian;

Karya-karya seni lukis masa PERSAGI antara lain :


Agus Djajasumita : Barata Yudha, Arjuna Wiwaha, Nirwana, Dalam Taman Nirwana S. Sudjojono: Djongkatan, Didepan Kelambu Terbuka, Mainan, Cap Go meh. Otto Djaya: Penggodaan, Wanita Impian

- Di Depan Kelambu Terbuka,1939, Sudjojono, 86 x 66 cm - Laki-laki Bali dan Ayam Jago, 1958, Agus Djaja S., cat minyak di atas kanvas, 100 x 140 cm

Kawan - kawan Revolusi, 1947 karya S. Sudjojono, cat minyak di atas kanvas, 95 x 149 cm Penjual Jamu, karya Otto Djaya Suminta

Penjual Jamu,karya Otto Djaya Suminta

4. Masa Pendudukan Jepang Masa Pendudukan Jepang


Cita PERSAGI masih melekat pada para pelukis, serta menyadari pentingnya seni lukis untuk kepentingan revolusi. Pemerintah Jepang mendirikan KEIMIN BUNKA SHIDOSO,Lembaga Kesenian Indonesia Jepang ini pada dasarnya lebih mengarah pada kegiatan propaganda Jepang. Tahun 1943 berdiri PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) oleh Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH Mansur. Tujuannya memperhatikan dan memperkuat perkembangan seni dan budaya. Khusus dalam seni lukis dikelola oleh S. Sudjojono dan Afandi, selanjutnya bergabung pelukis Hendara, Sudarso, Barli, Wahdi dan sebagainya Hasil karya mereka mencerminkan kelanjutan dari masa cita Nasional

Tokoh utama pada masa ini antara lain:


S. Sudjojono Basuki Abdullah, Emiria Surnasa Agus Djajasumita, Barli Affandi, Hendra dan lain-lain

Mengungsi, 1947, karya S. Sudjojono, cat minyak diatas kanvas, 95 x 149 cm

Keluarga Pemusik , 1971, karya Hendra Gunawan, cat minyak diatas kanvas, 150 x 90 cm

Pengemis, karya Affandi, Cat minyak di atas kanvas, 99 x 129 cm

Kemudian masih ada 3 masa yang terakhir yaitu : 5. Masa Setelah Kemerdekaan 6. Masa Pendidikan Formal, dan 7. Masa Seni Rupa Baru Indonesia

You might also like