You are on page 1of 31

BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis kelamin Umur Status Agama Pekerjaan Alamat B.

ANAMNESIS Autoanamnesa, Tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB : Keluhan utama : Terdapat luka bakar pada lengan dan tungkai sebelah kanan Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan terdapat luka bakar pada lengan dan tungkai sebelah kanan akibat ledakan kompor 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat terjadi ledakan pasien berada dalam ruagan terbuka dan tidak banyak menghirup asap. Pasien tidak merasa sesak maupun suara serak, nyeri (+) pada daerah luka bakar, mual (-), muntah (-), BAK dan BAB normal. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal : Ny.D : Perempuan : 37 tahun : Menikah : Islam : Ibu Rumah Tangga : Bumi Abung

Riwayat penyakit keluarga :

PEMERIKSAAN FISIK Primary survey Airway Breathing Circulation Disability Secondary Survey Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Tenggorokan Leher Thorax Pulmo : Normocephal : Conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/: Bentuk normal, serumen -/-. : Bulu hidung tidak terbakar : Bibir tidak sianosis, mukosa basah, : tonsil tidak membesar (T1-T1) tenang : faring tidak hiperemis, edema (-) : kelenjar tyroid tidak teraba membesar, : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, : simetris saat statis dan dinamis : I : normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar : P : fremitus taktil vokal hemithorak kanan = kiri : P : sonor pada seluruh lapang paru : A: suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Cor : : I : tidak tampak ictus cordis : P : iktus cordis teraba : P : batas pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra Batas kiri jantung ICS V linea midclavicula sinistra Batas kanan jantung ICS IV linea stemalis dextra : A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/: Bebas : Spontan, RR 18x/menit : TD 110/70 mmHg, Nadi 82x/menit : GCS E4V5M6

Abdomen

:I :P :P :A

: datar, jaringan parut (-) : supel, nyeri tekan epigastrium (+) hepar dan lien tidak teraba membesar : timpani : bising usus (+) normal

Ekstremitas

: akral hangat, oedem

Status Lokalis : Regio Ektremitas Superior Et Inferior Dektra

Luka basah dengan dasar kemerahan dan sebagian berwarna pucat, nyeri (+)

Luka basah dengan dasar kemerahan dan sebagian berwarna pucat, nyeri (+) jaringan nekrotik

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit GDS Ureum Creatinin SGPT SGOT : 14,5 g/dl : 41 % : 15.970/Ul : 265.000/Ul : 105 : 26 mg/dL : 0,8 mg/dL : 32 U/L : 33 U/L

DIAGNOSIS KERJA Combustio grade II 27% ec api PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisa PENATALAKSANAAN IVFD RL 8 jam pertama 2700 ml 80 tpm 16 jam kemudian 2700 ml 40 tpm Nekrotomi pada jaringan yang mati Bersihkan luka dengan NaCl + 5cc savlon Oleskan salep Burnazim tutup dengan sofratulle dan kassa lembab kemudian bebat dengan kassa kering Inj ATS 1x1 amp Inj cefotaxime 2x1 gr Inj ketorolac 3x30 mg

FOLLOWUP 27 Juni 2013 S : nyeri luka bakar O : luka tertutup verban A : Combustio 27% grade II P : IVFD RL 40 tpm Inj cefotaxime 2 x 1gr Inj ketorolak 3x30 mg

28 Juni 2013 S : nyeri luka bakar O : dasar luka kemerahan dan pucat, perdarahan (+), pus (-) A : Combustio 27% grade II P : IVFD RL 40 tpm Inj cefotaxime 2 x 1gr Inj ketorolak 3x30 mg Rawat luka dan ganti verban PROGNOSIS : Ad vitam Ad sanasionam Ad fungsionam : ad bonam : ad bonam : dubia ad bonam

BAB II FORMAT PORTOFOLIO Topik: Combustio 27% grade II Tanggal (kasus): 28 Juni 2013 Presenter: dr. Arfiana Talita Asri Tangal presentasi: Pendamping: dr. Herlizon,SpB dan dr.Jan Markus, SpB Tempat presentasi: Obyektif presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi: Ny. D usia 37 thn dengan keluhan terdapat luka bakar pada lengan dan tungkai sebelah kanan akibat ledakan kompor, terasa nyeri, tidak sesak maupun suara serak. Pada pemeriksaan ektremitas terdapat luka bakar basah dengan dasar kemerahan dan sebagian berwarna putih pucat, jaringan nekrotik (+), bulla (-), nyeri (+). Tujuan: mengetahui perawatan luka bakar Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit Email Pos Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Data pasien: Nama: Ny.D No registrasi: 112020 Nama RS: RSD Mayjend Ryacudu Telp: Terdaftar sejak: 20-6-2013 Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis: terdapat luka bakar pada lengan dan tungkai sebelah kanan, dengan dasar kemerahan dan sebagian berwarna putih pucat, jaringan nekrotik (+), bulla (-), nyeri (+). 2. Riwayat Pengobatan: tidak ada 3. Riwayat kesehatan/Penyakit: tidak ada 4. Riwayat keluarga: tidak ada 5. Riwayat pekerjaan: ibu rumah tangga 6. Lainlain : Daftar Pustaka: 1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5. 2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. 3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007. 4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 28 Juni 2009.

5. Split & Full Thickness Skin Grafting. http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 27 Juni 2013. Hasil pembelajaran: 1. Etiologi dan patofisiologi luka bakar 2. Luas luka bakar 3. Perawatan luka bakar 4. Komplikasi luka bakar

Diunduh

dari

BAB III ANALISA KASUS

Subyektif Pasien datang dengan keluhan terdapat luka bakar pada lengan dan tungkai sebelah kanan akibat ledakan kompor 4 jam yang lalu, nyeri (+), sesak nafas (-), suara serak (-), dahak berwarna hitam (-). Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu oleh adanya bahan yang mudah terbakar, seperti gas kompor rumah tangga yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Pada saat kejadian berlangsung pasien tidak dalam ruangan tertutup sehingga tidak terdapat trauma inhalasi yang ditandai dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Objektif Hasil Pemeriksaan fisik primary survey bebas. Status lokalis regio ekstremitas superior et inferior dektra: terdapat luka basah dengan dasar kemerahan dan sebagian berwarna pucat, nyeri (+), jaringan nekrotik (+), bulla (-). Hampir dapat dipastikan jaringan akan mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak dan mengalami nekrosis disebut juga sebagai zona nekrosis. Daerah yang mengalami kerusakan endotel pembuluh darah akan terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal yang disebut zona statis. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan. Assessment combustio 27% grade II
Plan:

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnosis kerja combutio 27% grade II. Pasien dilakukan perawatan luka bakar secara intensif dan membuang

sebagian jaringan yang sudah mati dengan nekrotomi. Pemberian cairan resusitasi sesuai dengan luas luka bakar, pemberian ATS dan antibiotik karena luka bakar sering tidak steril akibat kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman dan mempermudah terjadinya infeksi, analgetik dosis tinggi untuk mengurangi rasa nyeri.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN ETIOLOGI Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi: 1. Paparan api Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak. 2. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada

10

kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan. 3. Uap panas Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru. 4. Gas panas Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema. 5. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. 6. Zat kimia (asam atau basa) 7. Radiasi 8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi. B. KLASIFIKASI LUKA BAKAR Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar. Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:

11

Derajat I Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Derajat II Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi fullthickness burn atau luka bakar derajat III.

12

Derajat III Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

13

C. BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar. Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46 OC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme. Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu: Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

14

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

15

Metode Lund dan Browder Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia: Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

D. PEMBAGIAN LUKA BAKAR 1. Luka bakar berat (major burn) a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

16

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar e. Luka bakar listrik tegangan tinggi f. Disertai trauma lainnya g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi 2. Luka bakar sedang (moderate burn) b. Luka bakar dengan luas 15 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % c. Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % d. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum 3. Luka bakar ringan a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum. E. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

17

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam

18

invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mulamula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti. Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

19

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar. F. FASE PADA LUKA BAKAR Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu: 1. Fase awal, fase akut, fase syok Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia. 2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah

20

yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka) 3. Fase lanjut Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama Pembagian zona kerusakan jaringan: 1. Zona koagulasi, zona nekrosis Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis. 2. Zona statis Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan. 3. Zona hiperemi Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

21

G. INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap bila: Luka bakar derajat III > 5% Luka bakar derajat II > 10% Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya

22

Adanya trauma inhalasi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: 1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah 2. Urinalisis 3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit 4. Analisis gas darah 5. Radiologi jika ada indikasi ARDS 6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS I. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi. Tatalaksana Resusitasi Luka Bakar 1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas: a. Intubasi Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas. b. Krikotiroidotomi

23

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi. c. Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis. d. Penghisapan sekret (secara berkala) e. Pemberian terapi inhalasi Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bisa ditambahkan zatzat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial) f. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru 2. Tatalaksana resusitasi cairan Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons

24

inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini: 1. Cara Evans a. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam b. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam c. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. 2. Cara Baxter Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. 3. Resusitasi nutrisi Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian

25

diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS. Medikamentosa Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan. Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid. Pada luka lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup. Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine 1% sangant berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau Terapi pembedahan pada luka bakar : 1. Eksisi dini

26

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah: a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan. b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi. c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting (dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

27

Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu. Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar. Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah. Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh

posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan halhal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah: Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan

28

2.

Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada sarafsaraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi

Skin grafting Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah: a. Menghentikan evaporate heat loss b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu c. Melindungi jaringan yang terbuka Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang-lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1:1 sampai 1:6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.

29

Gambar Mesin Dermatome

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah: Kulit donor setipis mungkin Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara : J. PROGNOSIS Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur. Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan) Drainase yang baik Gunakan kasa adsorben

30

Gambar Kontraktur

DAFTAR PUSTAKA 1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5. 2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. 3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007. 4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 28 Juni 2009. 5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 27 Juni 2013.

31

You might also like