You are on page 1of 12

NEOPLASIA LOBULAR PADA PAYUDARA Ramachandran Venkitaraman, MD, DM, MRCPI, FRCR

Onkologi Klinik, Rumah Sakit Ipswich NHS Trust, Suffolk, Inggris

Neoplasia lobular (NL) merupakan kelainan histologist berupa sel neoplasia non-invasif monoclonal yang berasal dari bagian duktus-lobular kelenjar terminalis payudara. Lebih sering terjadi pada wanita berusia antara 40 hingga 50 tahun. Istilah neoplasia lobular ditemukan oleh Haagensen dkk pada tahun 1978,yang didefinisikan secara luas sebagai perubahan pada lobules, dari yang berbentuk hyperplasia lobular atipik (ALH) hingga berbentuk karsinoma lobular in situ (LCIS). Karsinoma lobular in situ pertama kali dijelaskan oleh Foote dan Stewart pada tahun 1941 sebagai sekumpulan keadaan patologis, yang diberi istilah bentuk langka dari karsinoma mamae. Kelaianan ini biasa berbentuk multisentris, bilateral, resiko meningkat jika memiliki keluarga yang mengidap kanker payudara dan juga resiko meningkat untuk berkembangnya karsinoma pada lobular atau duktus. Pemahaman mengenai kelaianan ini semakin berkembang seiring meningkatnya pengetahuan di bidang patologi molekular. Awalnya neoplasia lobular dianggap sebagai lesi pra-maligman, seiring waktu kini merupakan penanda adanya peningkatan resiko mengidap kanker payudara yang invasif, namun pada sebuah penelitian di bidang molekular yag terbaru menyatakan bahwa neoplasia lobular merupakan lesi pra-invasif. Rata-rata angka kejadian kanker invasif ipsilateral pada usia 10an tahun yaitu 7-8% dan pada usia 20an tahun sekitar 15-18%, dengan resiko kumulatif sekitar 14% di usia 20 tahun untuk yang kontralateral. Dari semua kasus neoplasia lobular yang terjadi, 40%nya dilaporkan menjadi karsinoma lobular invasif (ILC) dan 60% menjadi kanker duktus invasif. Karsinoma lobular invasif berupa kanker payudara ipsilateral terjadi setidaknya pada 23,1% setelah terjadi LCIS jika dibandingkan dengan kanker ipsilateral primer de novo sekitar 6,5%.

INSIDENSI DAN PREVALENSI Laporan kasus neoplasia lobular ditemukan secara tidak sengaja, dengan angka kejadian 1% dari semua spesimen biopsi payudara dan 5% dari seluruh spesimen payudara yang mengalami keganasan. Angka kejadian LCIS meningkat empat kali lipat pada tiga dekade terakhir ini, seiring penggunan mamografi dalam pemeriksaan skrining. Efek mamografi pada stadium tertentu dapat tampak lebih jelas dari yang diharapkan akibat efek programnya. Kebanyakan (80%) LCIS terjadi pada wanita usia pra-menopause (usia rata-rata 49 tahun, dibandingkan pada kanker payudara lainnya rata-rata usia yang terkena 58 tahun). ETIOLOGI Berdasarkan kasus yang telah dilaporkan sebelum-sebelumnya bahwa pasien LCIS memiliki riwayat keluarga yang mengidap kanker payudara dibandingkan dengan kontrolnya. Dilaporkan pula terjadi peningkatan resiko pada pasien LCIS yang menggunakan terapi hormon dibandingkan pada pasien yang tidak pernah menerima terapi tersebut. PATOLOGI Neoplasia lobular berproliferasi dalam bentuk homogen monomorfik melingkar berbentuk polygonal atau sel kuboid. Sel-selnya berikatan longgar dan memiliki sitoplasma jernih tipis yang melingkar dan nucleus kecil uniformis dengan kromatin yang tipis. Sel-sel ini berasal dari duktus-lobular terminalis. LCIS dan ALH merupakan rangkaian kesatuan yang merupakan perluasan dari lobular yang mengalami kelainan. Besarnya derajat resiko berkembangnya kanker payudara yang invasif sesuai dengan derajat perubahan proliferasinya itu sendiri. ALH diartikan sebagai ekspansi dari unit lobular terminalis disertai minimal delapan sel yang

menyilang, dengan lumen yang tetap intak. Pada LCIS setidaknya lebih dari setengah asini yang mengalami distensi dan hilangnya lumen. Pada LCIS bentuk lobular dan dasar membrane tetap intak tanpa ditemukan adanya invasi ke stoma sekitarnya. Hilangnya kohesi, vakuola intrasitoplasma dan duktus yang terkena merupakan karakteristik dari LCIS, yang dimana tidak ditemukan pada karsinoma duktus in situ (DCIS). Sampel yang diambil dari spesimen mastektomi pasien LCIS, terdapat penyakit multifocal pada 60-70% dan fokus bilateral pada 50-60% pasien. Tavasoli membagi tiga sistem tingkatan (grading) untuk neoplasia lobular. LIN1 (menginvasi sebagian atau semua lumen duktus-lobaris yang disertai sedikit atau tanpa distensi serta terdapat hyperplasia lobular atipik), LIN2 (tingkat bawah dari LCIS dengan distensi sedang), dan LIN3 (tingkat tinggi, high grade, dari LCIS yang disertai distensi seluruh lobular atau duktus yang disertai sedikit atau tanpa stroma interdukus atau LCIS pleomorfik). Tingkat kejadian karsinoma invasif (duktus dan lobular) dilaporkan mengalami peningkatan dari 14% pada LIN1 hingga 23% pada LIN3. Frekuensi kejadian karsinoma lobular invasif meningkat dari 11% pada LIN1 menjadi 86% pada LIN3, sedangkan frekuensi kejadian karsinoma duktus invasif menurun dari89% pada LIN1 menjadi 14% pada LIN3. Pada neoplasia lobular positif memiliki reseptor estrogen (ER) pada 98%, reseptor progesterone (PR) pada 84%, HER2 pada 24%, p53 sekitar 19% pada penelitian imuno-histokimia dan rata-rata mengalami proliferasi pada 2% kasus. Memiliki diploid yang mengandung DNA normoproliferatif, peningkatan ekspresi bcl-2 dan pada pewarnaan sel imun (imunostaining) terdapat sitplasmik P120ctn. Pada pewarnaan ER-alpha ditemukan lebih tinggi pada neoplasia lobular dibandingkan pada jaringan payudara normal, sedangkan pada pewarnaan ER-beta tampak perbedaan yang signifikan lebih rendah pada neoplasia lobular dibandingkan jaringan payudara normal. Sebuah hasil statistic yang dilaporkan terdapat hubungan

yang signifikan antara intensitas pewarnaan dan insidensi pada ER-beta dari kanker payudara ipsilateral. Hilangnya ekspresi E-kaderin merupakan karakteristik dari LCIS, dan digunakan sebagai alat untuk membedakan antara lesi lobular dengan duktus. Kehilangan ekspresi protein disertai adanya perbedaan DNA E-kaderin pada karsinoma lobular in situ yang tidak ada pada hyperplasia lobular atipikal. Didapatkan hasil positif pada pewarnaan E-kaderin tidak menyingkirkan diagnosis lobular dalam menunjang diagnosis karsinoma duktus. Ditemukannya reaktifitas Ekaderin telah dilaporkan demi mengidentifikasi pasien LCIS yang beresiko tinggi mengalami karsinoma (lebih sering pada karsinoma duktus ipsilateral). Hilangnya heteroziositas (LOH) terlihat pada 80% LCIS murni pada lokus 9p (30%), 16q (63%), 17p (33%), dan 17q (50%). Pengelompokan LOH pada empat fokus ini membuat dugaan bahwa inaktivasi gen supresor tumor pada regional ini merupakan hal yang penting. Hilangnya material dari 16p, 16q, 17p, serta 22q dan juga didapatnya material dari 6q ditemukan dalam jumlah yang sebanding pada LCIS dan ALH, pada perbandingan hibridisasi genomic (CGH). Terdapat perbedaan pada ALH yaitu pada 2p11,2 dan hilangnya 7p11-p11,1 dan 22q11,1. Perbedaan juga terdapat pada LCIS yaitu 20q13,13 dan hilangnya 19q13,2-q13,31. Pada ALH dan LCIS, hilangnya 16q21-q23,1 telah diteliti, dan perbedaan lokasi teridentifikasi pada neoplasia lobular dan karsinoma lobular invasif, berkaitan dengan E-kaderin. Pemeriksaan histopatologi payudara ipsilateral yang disertai Karsinoma Lobular Invasif (ILC) menunjukkn keterkaitan dengan neoplasia lobular pada 90% kasus. Sebagian besar kasus LN yang disertai hilangnya 16q22 menunjukkan perbedaan ekspresi E-kaderin, serupa dengan yang dilaporkan pada temuan kanker lobular infiltrasi, yang menunjukkan adanya keterkaitan gen antara keduanya. Hal ini juga dikonfirmasi melalui ekspresi protein dari adesi kompleks E-kaderin, mutasi pada CDH 1, melalui heteroplasmi DNA mitokondia, mengurutkan D-loop mitokondria, dan dengan membandingkan teknik hibridisasi gen. 4

Penganalisaan pada gen telah berhasil mengidentifikasi secara biologis dan klinis pada sub kelompok kanker payudara termasuk bagian luminal dan bagian serupa-basal. Bagian serupa-basal yang tampak pada pasien usia muda, dengan pewarnaan pada sitokeratin basal, disertai perkembangan klinis yang cepat dan outcome yang buruk, telah teridentifikasi pada sebagian kecil kasus IILC, namun penelitian selanjutnya masih diperlukan demi mengidentifikasi lesi pra-invasif menjadi karsinoma lobular serupa-basal yang invasif. Sub tipe pleomorfik LCIS menunjukkan dis-kohesiv sel pleomorfik dengan nuclei grade 3, nuclei yang menonjol, sitoplasma eosinofilik yang berjumlah sedang hingga berlimpah yang mengalami nekrosis dan kalsifikasi, beresiko tinggi mengidap karsinoma lobular invasif (hingga 25%). LCIS pleomorfik akan positif pada 92% reseptor estrogen; 50% reseptor progesterone, dan 25% positif Her2, dengan M1B1/Ki67 yang tinggi, meningkatnya GCDFP15 dan reaktivitas-imun p53. Analisa perbandingan terhadap data CGH menunjukkan gambaran molekular pada LCIS Pleomorfik (positif ER/PR, negative E-kaderin, 1q+, 11q(-), 16p+, dan 16q (-)) yang cenderung lebih mendekati ILC daripada IDC, yang menyebabkan alur perkembangan yang overlapping pada tipe tumor lobular ini. Perbedaan secara molekular ditemukan pada LCIS pleomorfik yang lebih menunjukkan IDC stadium tinggi dibandingan ILC (postifinya p53 dan HER2, 8q+, 17q24-q25+, 13q(-) dan semakin meningatnya 8q24, 12q14, 17q12, dan 20q13) tampak lebih mengarah ke stadium lanjut dan lebih agresif secara biologis dari LCIS peomorfik. Gambaran histology dari ketiga rangakaian karsinoma tubular, lesi sel kolumnar, dan karsinoma lobular in-situ (LCIS) disebut rosen triad. PENCITRAAN Diagnosis karsinoma lobular in situ (LCIS), berdasarkan patologi-anatomi ataupun berdasarkan radiologis tidak memiliki makna klinis yang spesifik, yang membuat sulitnya dideteksi penyakit ini. Penampakan normal dari mammogram dilaporkan pada 44% pasien yang memiliki abnormalitas patologi hanya berupa 5

fokus-fokus LCIS. Telah dilaporkan bahwa LCIS jarang terjadi pada payudara N1 (1% vs 29%) atau pada payudara dengan area parenkim akibat densitas fibroglandular yang kurang dari setengahnya (3% vs 33%). Mammogram pada pasien LCIS menunjukkan pola DY dengan jumlah rata-rata yang lebih tinggi dan fibroglandular atau densitas parenkim dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan variable control yang memiliki usia setara. Adanya mikrokalsifikasi biasanya menjadi indikasi untuk biopsi payudara dalam mendiagnosis neoplasia lobular, mikrokalsifikasi ini akan menyebabkan gambaran abnormal pada mammogram, namun sulit untuk dideteksi meskipun menggunakan metode pengamatan secara retrospektif pada hasil mammogram tersebut. Meskipun terdapat hubungan antara penyakit ini dengan mikrokalsifikasi, terdapatnya perluasan mikrokalsifikasi tidak menggambarkan perluasan penyakit juga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Georgian-Smith, dua bentuk dari karsinoma lobular in situ memiliki hubungan dengan kalsifikasi: bentuk klasiknya yaitu berukuran kecil, sel uniformis, yang bisa saja tidak berbahaya dan bentuk pleomorfik disertai pembesaran sel dengan bagian sentral yang nekrosis, memiliki kesamaan dengan kalsifikasi komedokarsinoma pada DCIS. Pada mamografi, seluruh kalsifikasi terlihat bergerombol, tampak belang, memiliki densitas yang tinggi, serta berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,5 mm, meskipun pada penampakan kalsifikasi secara mamografi yang ditemukan pada tipe pleomorfik cenderung lebih besar dan densitas yang lebih tinggi. Pada beberapa penelitian muncul anggapan bahwa tumor lobular dapat terlihat sebagai duktus pada magnetic resonance imaging (MRI). Pemberian kontras dinamis pada MRI dilaporkan memberikan manfaat dalam mendeteksi neoplasia lobular. PENANGANAN NEOPLASIA LOBULAR Penanganan yang direkomendasikan terhadap pasien penderita neoplasia lobular antara lain eksisi lokal yang lebar, mastektomi, terapi pencegahan dengan terapi hormonal, pemantauan radiografi berupa mamografi dua-pandangan yang 6

berulang tiap tahun serta ultrasound untuk payudara yang mengeras, atau kombinasi metode-metode tersebut. Neoplasia lobular yang terdeteksi pada biopsi inti merupakan penanda akurat pada patologi payudara lainnya yang terjadi bersamaan atau pun yang akan terjadi sehingga memerlukan penanganan berbagai disiplin ilmu untuk penanganan khusus pasien. EKSISI LOKAL YANG LEBAR (WIDE LOCAL EXCISION) Diagnosis neoplasia lobular melalui biopsi inti masih belum jelas. Pilihan penanganan terkini yaitu observasi radiologi/klinis atau pun dengan bedah eksisi. Brem dkk. beranggapan bahwa kesalahan sampel terjadi pada biopsi dapat disebabkan oleh jenis peralatan biopsi yang digunakan, jumlah spesimen yang didapat, kesesuaian radiografi-histologi, penampakan pada mamografi, dan eksisi lengkap pada eksisi yang ditentukan berdasarkan foto radiologi. Ulasan mengenai bedah eksisi oleh Bowman dkk terhadap 504 subjek dari 19 penelitian, berkesimpulan bahwa beberapa kasus neoplasia lobular dengan resiko tinggi membutuhkan penanganan segera, terapi definitive, namun tidak harus selalu dieksisi pada semua pasien. Dari penelitian terhadap 164 pasien LCIS yang dilakukan eksisi lokal yang lebar, Brwm dkk menemukan lesi yang beresiko tinggi pada 38 pasien (23%), DCIS pada 58% serta kanker yang invasif pada 42% pasien. Tidak tampak perbedaan pada lesi yang terdiagnosis karsinoma lobular in situ (25%) dengan hyperplasia lobular atipikal (22%). Pada sebuah penelitian metode prospektif, El-Sheikh dkk menemukan DICS, atau karsinoma yang menginfiltasi duktus atau lobular pada 31% pasien LCIS dan 25% pasien dengan ALH. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa hanya dengan pemantauan yang ketat pada pasien neoplasia lobular yang dibiopsi, jika pada pemeriksaan histology dan radiografi-patologi dilakuka dengan cermat, kanker dapat dideteksi pada stadium awal dan dapat dilakukan penanganan kuratif.

REKURENSI IPSILATERAL Hasil yang didapat pada pemantauan data utama SEER dari 4853 wanita yang mengidap LCIS dengan kanker payudara ipsilateral, resiko kumulatif berkembangnya kanker opsilateral setelah LCIS sekitar 7,1% dalam waktu 10 tahun. Penelitian lainnya beranggapan bahwa resiko berulangnya kanker payudara ipsilateral ini sekitar 17% dalam 15 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Rosen dkk menunjukkan bahwa interval rata-rata mengalami kekambuhan setelah sekitar 20,4 tahun, setengahnya mengalami kekambuhan setelah 15 hingga 30 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Peg dkk memiliki pandangan yang lain yaitu dua pertiganya megalami kekambuhan dalam 15 tahun. Hasil yang didapat dari NSABP B-17 menunjukkan bahwa 96% kekambuhan kanker payudara ipsilateral terjadi di lokasi lesi, dan insidensi kanker payudara invasif yang berulang teridentifikasi pada lima tahun pertama dan tujuh tahun berikutnya. MASTEKTOMI Empat hingga enam persen dari spesimen mastektomi pasien LCIS yang telah dilaporkan, ditemukan adanya kanker yang invasif disemua area payudara. Kekambuhan lokal jarang terjadi pada pasien LCIS pasca mastektomi. Di sisi lain, pasien LCIS yang dimana pasien terlebih dahulu ditangani dengan eksisi lokal yang lebar lalu dilakukan mastektomi jika terjadi kekambuhan, tingkat mortalitasnya tidak jauh berbeda dengan pasien yang diterapi sejak awal dengan mastektomi pada pasien LCIS. Mastektomi pencegahan perlu dipikirkan untuk dilakukan pada pasien LCIS beresiko tinggi seperti memiliki riwayat keluarga beresiko tinggi dan bermutasi atau BRCA 1 atau 2 atau TP53. Diagnosis LCIS mengindikasikan tingginya resiko untuk berkembangnya kanker payudara yang invasif pada payudara salah satunya. Hanya metode mastektomi total bilateral, yang disertai rekonstruksi jika diperlukan, yang dapat menghilangkan resiko tersebut, eksisi lokal yang luas disertai pemantauan ketat dapat menjadi pilihan lainnya yang dapat diterima. RADIOTERAPI UNTUK MENGURANGI KEKAMBUHAN LCIS 8

Pada penelitian yang dilakukan oleh Curuli dkk terhadap 25 pasien neoplasia lobular yang mendapat penanganan WLE, setelah iradiasi keseluruhan payudara (whole breast irradiation), hanya terjadi satu rekurensi lokal setelah pemantauan dengan waktu rata-rata selama 153 bulan, disertai karsinoma bilateral pada 17,6%, dianggap pemberian radioterapi mengurangi resiko ambuhnya LCIS dan kanker yang invasif pada payudara ipsilateral. BIOPSI KONTRALATERAL Teradapat peningkatan resiko tiga kali lipat untuk mengidap kanker payudara kontralateral yang awalnya didiagnosis mengalami LCIS, dengan laporan kumulatif dalam 5 tahunan memiliki kemungkinan sebesar 11,9% dan dalam 10 tahunan sekitar 13,9%. Rata-rata kumulatif berkembangnya kanker payudara kontralateral dalam 15 tahunan memiliki kemungkinan sebesar 22,7% pada pasien ALH atau LCIS yang dibandingkan dengan pasien tanpa lesi tersebut sebesar 6,5%. Berdasarkan kasus yang telah dilaporkan bahwa resiko berkembangnya kanker payudara kontralateral tidak bergantung pada factor-faktor tertentu seperti pembedahan maupun radioterapi, waktu terdiagnosisnya, usia saat terdiagnosis, histlogi, ras, status pernikahan, atau lokasi anatomi kanker payudara. Pada serial NSABP, rekurensi tumor payudara kontralateral memiliki insidensi yang sama dengan tingkat kekambuhan kanker invasif ipsilateral. Resiko terjadinya kanker payudara bilateral harus dipahami, terutama ketika pasien memiliki riwayat keluarga mengidap kanker payudara. Pada keadaan tertentu, seperti adanya riwayat keluarga, dilakukannya mastektomi profilaksis bilateral yang disertai dengan rekosntruksi perlu dipikirkan ketika didiagnosisnya ALH maupun LCIS. OPERASI KONSERVATIF PAYUDARA PADA KANKER YANG INVASIF YANG DISERTAI LCIS Luasnya kekambuhan pada pasien yang mengidap kanker payudara yang invasif terjadi pada perbandingan kuadran,setelah dilakukan WLE, sehingga diperlukan pendekatan demi konservatif payudara tersebut. Hasil yang didapat dari 9

eksisi LCIS komplit yang disertai invasi kanker bisa jadi tidak ada perbedaan hasil yang diperoleh dibandingkan pembedahan konservatif payudara (BCS), dengan angapan bahwa tidak diperlukannya dilakukan mastektomi pada kasus tersebut. Banyak penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan berarti pada tingkat rekurensi kanker payudara ipsilateral maupun kontralateral pada pasien LCIS berdasarkan komponen histology kanker payudara invasif dibandingkan dengan yang hanya mengalami kanker invasif. Perluasan LCIS dan penampakan multifocal LCIS pada pasien yang dilakukan konservasi payudara, tidak mempengaruhi tingkat rekurensi. Tidak ditemukan laporan mengenai perbedaan yang mencolok dari keseluruhan pasien yang mampu bertahan hidup, rentang hidup terbebas dari penyakit antara pasien yang mendapat penanganan konservatif pada pasien LCIS yang disertai kanker invasif dan pasien yang hanya mengidap kanker invasif. PENGAWASAN Pengawasan ketat yang disertai pemeriksaan klinis, pengawasan dengan mamografi/ultrasound/MRI tiap tahun perlu dilakukan terhadap semua pasien neoplasia lobular, yang disebabkan oleh resiko berkepanjangan berkembangnya kanker payudara bilateral. Peran MRI dalam pemeriksaan pasien beresiko tinggi masih controversial dikarenakan masih belum ada bukti yang kuat dalam kemampuannya untuk mendeteksi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Port dkk terhadap pasien neoplasia lobular yang di skrining menggunakan MRI, terdeteksi kanker 13% yang seluruhnya telah di biopsy, keseluruhannya merupakan pasien LCIS dan tidak ditemukan pasien ALH. Kanker secara keseluruhan terdeteksi 4% pasien LCIS dengan menggunakan MRI, semuanya dalam stadium 0-I, yang diperiksan bukan dengan MRI merupakan kanker stadium I-II. Penelitian metode prospektif seperti penelitian MARIBS mengevaluasi skrining yang menggunakan MRI terhadap pasien beresiko tinggi, yang kemudian ditemukannya manfaat dari MRI pada penelitian ini. PENGOBATAN HORMONAL 10

Pemilihan modulator reseptor estrogen seperti tamoksifen menunjukkan penurunan resiko kambuhnya kanker payudara invasif dan in situ. Pada penelitian P-1 NSABP, nilai rata-rata kanker payudara invasif berkurang dari 15,8 setiap 1000 wanita pada kelompok placebo menjadi 10,2 setiap 1000 wanita pada kelompok tamoksifen. Tamoksifen mengurangi resiko wanita yang memiliki riwayat karsinoma lobular in situ (56%) maupun hyperplasia atipikal (86%). Terjadi penurunan resiko jangka panjang sebesar 50% pada kanker invasif pasien LCIS dengan penggunaan tamoksifen selama 5 tahun, penurunan bahaya rata-rata kanker invasif dari 12,99 setiap 1.000 wanita menjadi 5,69 setiap 1.000 wanita. Manfaat dari Tamoksifen telah dikonfirmasi melalui penelitian NSABP-P2, yang menggunakan Raloksifen dan memberikan efek yang serupa. Pada penelitian IBIS-1, penurunan resiko sebesar 32% didapat pada penggunaan tamoksifen setelah 50 bulan pada pasien dengan resiko dua kali lipat atau lebih mengidap kanker payudara. PENCEGAHAN Wanita yang terdiagnosis neoplasia lobular dan memiliki riwayat keluarga kanker payudara memerlukan strategi penurunan resiko pencegahan yang lebih. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat keluarga atau predisposisi genetik memerlukan pengarahan pencegahan dengan mastektomi profilaksis bilateral dan rekonstruksi. Kemoterapi tidak terlalu berespon pada pasien LCIS, sebagaimana yang ditunjukkan pada pasien dalam penelitian NSABP B 18 yang mendapat kemoterapi neoadjuvan. KESIMPULAN Modalitas pencitraan yang lebih baik untuk mendeteksi neoplasia lobular, kemungkinan memerlukan MRI berdasarkan penelitian metode prospektif. Susunan biologi molekular pada neoplasia lobular dan keterkaitan dengan kanker payudara invasif memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Resiko yang dihadapi pasien neoplasia 11

lobular penting untuk diketahui demi mengetahui perencanaan penanganan kedepannya (table 2). Diindikasikan untuk dilakukannya eksisi lokal yang luas pada pasien yang diketahui melalui biopsy terdiagnosis neoplasia lobular. Manfaat dari penggunaan kemoprefensi dengan tamoksifen dan inhibitor aromatase masih sementara diteliti. MENENTUKAN STRATEGI DAN PEMILIHAN KRITERIA Data yang ditampilkan pada ulasan ini diambil dari PubMed, dan referensireferensi dari artikel yang berkaitan menggunakan kata kunci pencarian lobular neoplasia, breast cancer, dan lobular carcinoma in situ. Abstrak dan laporan dari berbagai pertemuan dimasukkan jika berkaitan langsung dengan hasil yang diumumkan sebelumnya. Hanya karya tulis yang dikeluarkan di Inggris antara tahun 1994 hingga 2008 yang dimasukkan. Autor tidak menerima berbagai macam bantuan dana untuk karya ini. PENUTUP Autor mengucapkan terimakasih kepada Dr. Pat Person, Konsultan Patologi dan Dr. George Alex, Ahli Bedah Payudara atas bantuannya mengenai ke-patologi-an dan keilmuan mengenai pembedahan.

12

You might also like