Professional Documents
Culture Documents
Jakarta - Bencana akibat sapuan angin puting beliung pada tahun 2007, tidak hanya
terjadi di Yogyakarta saja. Dalam kurun 2 bulan, yakni 1 Januari hingga 19 Februari,
terjadi belasan kali bencana angin puting beliung.
Berdasarkan penelusuran detikcom, Senin (19/2/2007), terpaan angin puting beliung
pada tahun ini, pertama kali terjadi usai malam pergantian tahun 2007. Sekitar pukul
00.23 WIB, angin puting beliung menghantam kawasan wisata pantai Anyer, Banten.
Para pengunjung pun lari tunggang langgang. Sejumlah bangunan seperti cottage dan
bangunan lainnya pun rusak.
Dua hari kemudian pada 3 Januari 2007, angin puting beliung menyapu Sulawesi
Selatan. Peristiwa pertama, sekitar pukul 10.00 Wita merusak 7 rumah dan 2 pabrik
penggilingan beras di Desa Jenetaesa. Kemudian angin puting beliung susulan, sekitar
pukul 14.30 Wita, menghancurkan puluhan rumah lainnya. Sedikitnya 12 rumah rusak di
Dusun Batubassi dan 1 rumah di Dusun Bantimurung, Desa Jenetaesa Kecamatan
Simbang.
Kemudian di Kecamatan Bantimurung, dilaporkan ada 18 rumah rusak diporak-
porandakan angin kencang tersebut. Sebanyak 13 rumah di Dusun Malewang, Desa
Mattoanging, tiga di Desa Tokamaseang, dan dua rumah rusak lainnya terletak di Desa
Baruga.
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………
Jakarta - Angin berkecepatan tinggi dan memutar secara vertikal telah menyapu Kota
Yogyakarta, Minggu (18/2/2007) petang. Angin yang dikenal sebagai Puting Beliung ini
telah merusak 260 rumah. Sejumlah orang terluka. Angin ini mengakibatkan atap-atap
rumah warga Kota Yogyakarta, terutama di Kecamatan Danurejan, beterbangan ke
angkasa. Sejumlah pohon di sejumlah tempat di Kota Gudeg itu juga roboh.
Sapuan angin cukup dahsyat ini datang tiba-tiba dan mengejutkan banyak orang. Warga
hanya bisa menyelamatkan diri dan terpana melihat amukan angin itu. Angin itu terlihat
membawa awan hitam tebal yang bergerak cepat dan memutar ke arah vertikal.
…………………………………………………………………………………………………………
……………………….
Kedua berita di atas menggambarkan betapa seringnya terjadi bencana yang diakibatkan
oleh sistem konveksi di atmosfer, dan betapa tidak adanya kesadaran bahwa bencana ini
ada, dan sering terjadi. Meskipun ada beberapa pengertian yang perlu sedikit diperbaiki
dalam kedua berita tersebut, yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya, namun informasi
bahwa bencana ini dekat dan sering terjadi di Indonesia sangat jelas terdeskripsi di
dalamnya.
Dari berita pertama bisa diketahui, pada bulan-bulan hujan, bencana seperti puting
beliung seringkali terjadi, bahkan frekuensinya bisa mencapai belasan dalam kurun waktu
satu bulan. Juga bagaimana kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana ini. Dalam berita
kedua tersirat jelas bagaimana ketidaksiapan masyarakat kita dalam menghadapinya. Juga
sebuah persepsi yang salah bahwa angin puting beliung membawa awan hitam tebal.
Fenomena atau bencana inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Tulisan ini tidak akan
terlalu banyak menekankan pada teori-teori fisis maupun dinamis dari bencana atmosfer
ini. Aspek-aspek bencananya saja yang akan menjadi pokok bahasan. Meskipun
demikian, ada beberapa teori dasar yang perlu juga diketahui untuk lebih menunjang
pemahaman.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, ada sedikit pengertian yang perlu diperbaiki
mengenai bencana atmosfer yang akan dibahas dalam tulisan ini. Dalam berita di atas
disebutkan bahwa puting beliung lah yang merusak. Namun, puting beliung hanyalah
salah satu dampak dari apa yang dalam meteorologi disebut badai guruh (Thunderstorm -
TS), atau yang lebih general disebut sistem konveksi skala meso (Mesoscale Convective
System - MCS). Penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dikenal sebagai puting beliung
akan diberikan pada penjelasan berikutnya. Dalam tulisan ini term Thunderstorm (TS)
dan Mesoscale Convective System (MCS) dipilih untuk menyatakan fenomena atmosfer
yang bisa mengakibatkan bencana seperti pada tulisan berita di atas.
Badai atau storm, menurut McGraw Hill Professional : Science and Technology
Encyclopedia adalah “An atmospheric disturbance involving perturbations of the
prevailing pressure and wind fields on scales ranging from tornadoes (0.6 mi or 1 km
across) to extratropical cyclones (1.2–1900 mi or 2–3000 km across); also, the
associated weather (rain storm, blizzard, and the like)…”.
Di Indonesia fenomena thunderstorm dan MCS seringkali terjadi. Hal ini terlihat dari
pengamatan satelit MTSAT yang mengorbit secara geostationer di atas Indonesia.
Contohnya bisa dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut ini. Gambar 1 memperlihatkan citra
satelit pada saat puting beliung melanda Yogyakarta tanggal 18 Februari 2007.
Sedangkan gambar 2 menunjukkan citra MTSAT pada tanggal 21 Februari 2007, pada
saat pesawat AdamAir mengalami hard landing di bandara Juanda, Surabaya.
Gambar 1. Citra temperatur puncak awan (TBB) dari MTSAT pada saat terjadi puting
beliung di Yogyakarta. TBB rendah menunjukkan awan yang tebal. (sumber :
weather.geoph.itb.ac.id)
Gambar 2. Citra temperatur puncak awan (TBB) dari MTSAT pada saat pesawat
AdamAir mengalami hard landing di bandara Juanda, Surabaya. TBB rendah
menunjukkan awan yang tebal. (sumber : weather.geoph.itb.ac.id)
Awan Cumulonimbus adalah jenis awan cumulus dengan ketebalan vertikal yang besar
dan terdiri atas campuran kristal es di bagian atas dan tetes air di bagian bawah.
Karakteristik ini menyebabkan awan Cb akan menurunkan hujan deras (shower) dalam
waktu yang singkat. Namun, setelah periode hujan deras hujan gerimis (drizzle) masih
bisa terjadi dan bisa terjadi sangat lama.Selain hujan deras, akibat terjadinya upward
(aliran udara ke atas) dan downward (aliran udara ke bawah) yang kuat, awan ini juga
sering menghasilkan kilat (lightning) dan guruh (thunder) karena terbentuknya lapisan
elektrik positif dan negatif dalam awan. Cumulonimbus semacam inilah yang sering
disebut badai guruh (thunderstorm).
Seperti disebutkan sebelumnya, thunderstorm bisa terjadi dalam sebuah awan tunggal,
baik yang radiusnya kecil (single cell) maupun yang radiusnya besar (super cell). Tapi
thunderstorm juga terjadi dalam kumpulan beberapa sel awan (multi cell) dengan area
presipitasi yang besar pula. Konveksi sel tunggal umumnya dipicu oleh pemanasan yang
kuat yang menyebabkan massa udara naik dengan cepat dan kuat. Karena itu single cell
Cumulonimbus seringkali menimbulkan fenomena seperti puting beliung, atau tornado,
dan juga hujan sangat deras dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat. Awan Cb
super cell biasanya terlihat dari bawah seperti dinding yang dikenal sebagai wall cloud
(gambar 4). Sedangkan awan multi cell biasanya terbentuk akibat adanya konvergensi
skala besar di lapisan bawah. Karakteristik hujannya mungkin tidak sederas single cell,
namun bisa berlangsung sangat lama, dalam orde harian bahkan mingguan. Selain itu
juga menimbulkan penurunan suhu yang sangat signifikan di daerah yang dilaluinya.
Awan multi cell, atau juga disebut MCS (Mesoscale Convective System), ini sulit diamati
secara langsung, sebab pandangan kita akan tertutup oleh awan yang sangat besar.
Biasanya fenomena ini diamati melalui satelit atau radar cuaca. Di Indonesia, fenomena
MCS ini sering terjadi di sekitar Sumatera bagian tengah, tapi juga bisa terjadi di hampir
seluruh wilayah Indonesia akibat adanya zona konvergensi antar tropik (ITCZ – Inter
Tropical Convergency Zone).
Gambar 4. Contoh awan Cumulonimbus sel tunggal yang sedang terbentuk (atas).
Sebuah super cell yang tampak dari bawah seperti dinding awan yang sangat besar (wall
cloud) (bawah). Awan seperti ini perlu diwaspadai sebab kemungkinan besar
menimbulkan badai. (Sumber : wikipedia.org)
Gambar 5. Model konseptual struktur awan Cumulonimbus (sumber : Houze, 1993).
Timbulnya puting beliung merupakan akibat adanya perbedaan tekanan yang sangat besar
dalam satu area tertutup yang relatif kecil (gambar 6a), dengan tekanan rendah berada di
bagian dalam. Perbedaan tekanan ini akan menimbulkan angin, dan apabila terdapat
perbedaan kecepatan angin dalam arah horizontal (horizontal shear), maka timbulah
vortisitas (relatif) yang dirumuskan sbb :
ζ = ∂v / ∂x - ∂u / ∂y
Setiap benda di atas bumi, baik yang diam maupun bergerak, sebenarnya memiliki
vortisitas absolut yang besarnya tetap, dengan rumusan sbb :
dimana ζ adalah vortisitas relatif yang besarnya dirumuskan sebelumnya dan f adalah
vortisitas planeter akibat bumi berputar pada sumbunya, yang lebih dikenal dengan
sebutan gaya Coriolis. Dalam kasus tornado, f lebih berperan (dan jauh lebih besar dari ζ)
sehingga putaran yang dihasilkan juga sangat kuat. Sedangkan pada kasus puting beliung,
ζ lebih berperan sehingga kuat lemahnya puting beliung sangat bergantung pada shear
horizontal (Holton, 2004)
.
Gambar 7. (atas) Tornado di lintang tinggi dengan putaran yang sangat kuat dan radius
yang lebih besar. (sumber : wikipedia.org). (bawah) Puting beliung dengan putaran yang
lebih kecil. Puting beliung ini terjadi di Yogyakarta pada 18 Februari 2007. (sumber :
detik.com)
Lalu apa yang menimbulkan shear horizontal yang kuat ? Tentu saja perbedaan tekanan
yang besar dan tidak merata yang diakibatkan oleh pemanasan yang kuat. Dan umumnya
pemanasan yang kuat terjadi di daratan pada siang hari, terutama di daerah perkotaan.
Makin panas dan kering, makin besar kemungkinan terjadinya. Jika sebuah super cell
melewati daerah perkotaan yang kering dan panas, besar kemungkinan timbul angin
puting beliung.
Dari segi bencana, puting beliung bisa merusak bangunan dan struktur yang dilewatinya.
Puting beliung juga bisa menumbangkan pohon-pohon. Sifatnya yang terjadi tiba-tiba
juga sulit diprediksi, sehingga sulit mengantisipasi bencana ini.
2) Presipitasi
Sebuah thunderstorm pasti menghasilkan presipitasi, baik yang mencapai permukaan
(hujan, salju, hailstone) maupun yang tidak mencapai permukaan (virga). Gambar 8
menunjukkan berbagai jenis presipitasi yang terjadi dalam thunderstorm. Tampak bahwa
hujan paling lebat terjadi di pusat thunderstorm, daerah dengan ketebalan awan
maksimum. Di area ini juga bisa terjadi hail atau hujan batu es (hailstone).
Gambar 8. Presipitasi dari sebuah thunderstorm (sumber : comet).
Hail bisa terjadi akibat daerah di bawah thunderstorm mengalami penurunan suhu hingga
lebih rendah dari temperatur awan (gambar 9a), sehingga kristal-kristal es yang jatuh dari
bagian atas awan tidak mencair menjadi tetes-tetes hujan ketika keluar dari awan.
Kejadian ini umumnya terjadi di daerah lintang tinggi yang suhu permukaannya relatif
rendah. Selain itu, hail juga bisa terjadi karena awan Cb yang terbentuk sangat tinggi,
bahkan mungkin melewati tropopause (lapisan antara troposfer dan stratosfer - lihat
artikel mengenai lapisan atmosfer) (gambar 9b). Biasanya dicirikan dengan adanya
bentuk seperti cerobong pada puncak awannya akibat inversi suhu. Awan yang sangat
tinggi ini akan menghasilkan kristal es yang besar, cukup besar hingga tidak bisa mencair
seluruhnya (masih berupa es) ketika mencapai permukaan. Tipe seperti ini sering terjadi
di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia. Konveksi yang sangat kuat dan ketersedian
udara lembab sangat mendukung fenomena ini. Terjadinya hail tentu saja bisa
membahayakan. Selain merusak atap atau jendela, hail juga bisa membunuh. Dengan
ukurannya yang bisa mencapai sebesar bola tenis dan dianugerahi percepatan sebesar 9.8
m/s^2 (percepatan gravitasi), maka ia bisa menjadi pembunuh yang potensial.
Gambar 9. Hail bisa terjadi karena suhu udara di bawah awan lebih rendah dari suhu
awan (a), atau karena awan yang sangat tinggi (b) (sumber : comet).
Selain hail, hujan yang jatuh dari sebuah thunderstorm bisa menimbulkan bencana lain,
yaitu banjir dadakan yang dalam bahasa Inggris disebut flash flood (gambar 10a). Dalam
bahasa Sunda, banjir ini disebut banjir cileuncang. Air yang ditumpahkan oleh
thunderstorm bisa mencapai jutaan meter kubik dalam waktu kurang dari 1 jam. Apabila
sistem drainase tidak mampu menampung air ini, atau kurang memadai maka terjadilah
banjir kilat ini. Kondisi ini sangat sering terjadi di wilayah Indonesia, terutama di
perkotaan. Jika daerah yang mengalami banjir cukup rendah, banjir ini bisa bertahan
cukup lama. Dan apabila thunderstorm yang terjadi diakibatkan oleh multi cell (MCS),
maka banjir ini bisa bertahan lebih lama lagi. Hal ini sering terjadi di Jakarta beberapa
tahun belakangan ini, khususnya di akhir bulan Januari.
Kerugian yang ditimbulkan oleh banjir ini tentu saja tidak sedikit. Perekonomian dan
transportasi yang lumpuh akan sangat merugikan. Selain itu, banjir ini juga bisa
menimbulkan bencana sekunder, misalnya berbagai penyakit dan juga kebakaran akibat
korsleting (gambar 10 b).
Gambar 10. (kiri) Hujan lebat yang terjadi pada saat thunderstorm bisa menimbulkan
banjir kilat atau flash flood. (kanan) Flash flood bisa menimbulkan berbagai bencana
sekunder seperti kebakaran akibat korsleting listrik. (sumber : comet)
Virga (presipitasi yang tidak mencapai permukaan) mungkin satu-satunya fitur dari
thunderstorm yang tidak menimbulkan bencana, belum sampai saat ini. Bahkan,
fenomena ini menimbulkan keindahan yang tiada tara jika dilihat dari sudut tertentu. Jika
matahari berada di belakang-atas area virga, maka akan tampak pelangi dengan latar
belakang layar awan gelap. Dan jika matahari akan terbenam, dan thunderstorm sudah
sebagian meluruh (tidak terlalu pekat), maka akan tampak tirai jingga keemasan yang
sangat indah di langit (gambar 11). Virga ini biasanya terjadi di bagian belakang (rear)
thunderstorm.
Gambar 11. Area virga (di sekitar anvil) yang disinari oleh matahari pada saat terbenam.
Sebuah lukisan alam yang sangat indah (Sumber : wikipedia.org).
Petir bisa menyambar dari awan ke awan, dari awan ke udara bebas, juga bisa
menyambar ke permukaan bumi. Perlu diingat bahwa petir tidak hanya bersumber dari
awan, bumi sendiri juga bisa men-discharge listrik ke awan, dikenal sebagai sambaran
balik. Dan karena muatannya yang besar, sambaran petir bisa sangat berbahaya. Tubuh
manusia bisa hangus terbakar oleh sambarannya, meski orde waktunya kurang dari 0.5
detik.
Gambar 12. (kiri) Sambaran petir dari awan ke tanah tipe fork lightning. (kanan)
Sambaran langsung cloud to ground lightning (sumber : wikipedia.org)
Petir yang ditimbulkan oleh thunderstorm tidak hanya berbahaya bagi manusia. Selain
bisa menghanguskan pohon, badai petir juga bisa merusak jaringan komunikasi serta alat-
alat elektronik. Apabila petir, menyambar jaringan listrik maka akan terjadi electrical
surge pada jaringan listrik. Hal ini bisa merusak transformator listrik dan semua peralatan
yang terhubung ke jaringan listrik. Namun, biasanya jaringan listrik modern sudah
memiliki surge protector, bahkan jaringan internet juga dipasangi alat semacam ini.
Guruh yang ditimbulkan juga bisa menghancurkan benda-benda yang mudah pecah
seperti kaca jendela.
Gambar 13. Skema konseptual aliran udara vertikal di dalam thunderstorm (sumber :
comet).
Gust wind ini sangat berbahaya bagi struktur-struktur yang tidak terlalu kuat, misalnya
atap rumah, baliho, papan reklame, juga jendela-jendela kaca, bahkan pohon-pohon besar
sekalipun. Hempasan anginnya yang sangat kuat juga bisa merobohkan tower-tower
listrik dan telekomunikasi.
Gambar 14. Skema konseptual aliran keluar dari thunderstorm yang bisa menghasilkan
gust wind (atas), dan downburst yang bisa muncul dari bawah thunderstorm (sumber :
Houze, 1993).
Selain gust wind, thunderstorm juga bisa menimbulkan fenomena yang hampir mirip,
yaitu downburst. Fenomena ini berupa hempasan udara yang sangat kuat dari dasar awan
secara vertikal ke bawah. Area yang diliputi oleh downburst ini antara <1 sampai 10 km
(gambar 14 - bawah). Downburst ini bisa dikategorikan lagi menjadi dua, yaitu :
Macroburst :
Downburst yang terjadi pada area dengan radius lebih dari 4 km dan berdurasi sekitar 5-
30 menit.
Microburst :
Downburst yang terjadi pada area dengan radius kurang dari 4 km dan berdurasi hanya
sekitar 2-5 menit, namun bisa memiliki perbedaan kecepatan di pusat divergensinya
mencapai lebih dari 10 m/s.
Ilustrasi skematik dari downburst diperlihatkan pada gambar 15. Perlu dicatat bahwa
karena sifatnya yang transient, aliran downburst sangatlah turbulen. Juga sangat sulit
membedakan antara downburst dengan gust wind tanpa alat yang memadai. Saat ini alat
yang mampu membedakannya hanya radar cuaca.
Gambar 15. Ilustrasi skematik downburst yang tidak hanya menghasilkan vorteks
vertikal tapi juga vorteks horizontal. Aliran di bagian bawah downburst sangat turbulen
(sumber : wikipedia.org).
Downburst, baik makro maupun mikro sangat berbahaya bagi penerbangan, terutama saat
pendaratan. Horizontal flow-nya akan mempercepat laju pesawat saat akan mendarat, dan
apabila pilot menahan laju pesawat maka pesawat bisa masuk ke area vertical flow yang
akan menghempas pesawat ke bawah dengan sangat kuat. Tampaknya (hanya dugaan -
perlu pembuktian yang lebih saintifik) hal inilah yang menyebabkan pesawat AdamAir
tergelincir di bandara Juanda, Surabaya pada tanggal 21 Februari 2007.
Gambar 16. Ilustrasi microburst di sebuah bandara yang bisa membahayakan pendaratan
pesawat (sumber : wikipedia.org).
Downburst tidak hanya merugikan bagi dunia penerbangan. Pertanian juga bisa dirugikan
oleh fenomena ini. Downburst bisa merusak areal tanaman terutama tanaman padi-
padian. Bahkan pertanian tanaman keras juga bisa dirusak, seperti perkebunan teh dan
kopi.
Untuk mengurangi dampak atau kerugian yang ditimbulkan oleh thunderstorm, ada
beberapa hal yang bisa dilakukan. Diantaranya adalah memprediksi terjadinya
thunderstorm dan memberi peringatan dini kepada masyarakat agar waspada terhadap
bencana ini. Hal ini seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Prediksi
bisa dilakukan melalui hasil pengamatan radar. Di negara-negara maju hal ini sudah
sangat lumrah dilakukan, dan masyarakatnya juga sudah diberi pengarahan tentang apa
yang harus dilakukan saat badai guruh terjadi (skywarn.ampr.org).
Gambar 17. Contoh radar cuaca untuk mengamati datangnya thunderstorm (sumber :
comet).
Perhatian juga sebaiknya diberikan pada sistem drainase dan berbagai jaringan tenaga
dan telekomunikasi. Hal ini untuk mencegah banjir serta dampak sekunder lainnya seperti
kebakaran akibat korsleting pada saat terjadi badai. Selain itu juga perlu pemasangan
surge protector pada infrastruktur-infrastruktur yang rentan terhadap bahaya badai petir,
seperti jaringan listrik, telepon, dan internet, juga pada bangunan-bangunan tinggi, tower-
tower dsb. Pembangunan struktur-struktur yang rawan terhadap hempasan angin juga
perlu diperhatikan tingkat keselamatannya. Yang cukup rawan di kota-kota di wilayah
Indonesia adalah papan-papan reklame, baliho, dan tower-tower telekomunikasi.
Seringkali pemasangannya tidak memperhatikan ketahanan struktur tersebut terhadap
angin kencang. Di setiap bandara sebaiknya dipasang radar untuk memantau aktivitas
cuaca. Apabila terjadi thunderstorm, sebaiknya pendaratan dialihkan ke bandara yang
lebih aman.
Untuk keamanan pribadi, sebaiknya tidak melakukan perjalanan ke luar rumah pada saat
terjadi badai guruh. Selalu menyiapkan peralatan keselamatan dan obat-obatan di rumah
juga cukup penting. Peralatan keselamatan yang cukup penting pada saat badai guruh
adalah alat penerangan portabel (senter), karena biasanya pada kondisi seperti itu listrik
akan padam. Apabila terpaksa berada di luar rumah saat badai guruh, usahakan berteduh
pada tempat yang cukup aman. Struktur yang terbuat dari beton biasanya cukup baik
dalam kondisi ini. Hindari berada di bawah pohon, sebab petir seringkali menyambar
pohon. Sebaiknya jangan berkendara, sebab kendaraan yang sebagian besar terbuat dari
metal sangat rawan sambaran petir, apalagi ketika sedang bergerak. Dan yang terakhir,
jangan pernah percaya bahwa petir tidak akan menyambar di tempat yang sama dua
kali !!!
Referensi
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Convective Storm Matrix :
Bouyancy/Shear Dependencies, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2003
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Mesoscale Banded
Precipitation, University Corporation for Atmospheric Research (UCAR), Colorado,
2005
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Principles of Convection
III : Shear and Convective Storm, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2003
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Anticipating Hazardous
Weather and Community Risk, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2001
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Mesoscale Convective
System : Squall Lines and Bow Echoes, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 1999
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Severe Convection II :
Mesoscale Convective System, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2004
Atmosfir sebagai perlindungan planet bumi
Oleh : Armansyah
http://www.geocities.com/pentagon/quarters/1246
Sebagian besar (99%) dari atmosfir terdiri dari zat lemas dan zat asam yang memberi
kehidupan.
Kedua gas ini dan gas-gas lainnya ditahan pada bumi oleh gaya tariknya.
Karena gaya tarik ini, semua benda yang ada dibumi dan diatmosfir yang
menyelubunginya, mempunyai berat.
Dipuncak Mount Everest, pada ketinggian 8.700 m, tekanan udara 1/10 daripada
permukaan laut, dan sangatlah tidak enak. Gas disini begitu tipis, sehingga zat asam tidak
cukup untuk mempertahankan kehidupan. Oleh karenanya, pesawat jet yang terbang
tinggi memiliki kabin kedap udara, dengan tekanan yang dipertahankan pada keadaan
yang menyenangkan dan banyak zat asam beredar.
Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari
permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di bumi, atmosfer terdapat dari
ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas
permukaan bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut
fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang
lain berlangsung bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk
memecahkan masalah cuaca, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan
tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di
wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit
argon (0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.
Atmosfer melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari
matahari dan mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer
ada dalam 11 km dari permukaan planet.
Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat laun dengan
menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Troposfer
• 2 Stratosfer
• 3 Mesosfer
• 4 Termosfer
• 5 Eksosfer
• 6 Komposisi dari atmosfer bumi
• 7 Lihat pula
[sunting] Troposfer
Lapisan ini berada pada level yang terrendah, campuran gasnya paling ideal untuk
menopang kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan terlindung dari sengatan
radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Dibandingkan dengan lapisan
atmosfer yang lain, lapisan ini adalah yang paling tipis (kurang lebih 15 kilometer dari
permukaan tanah). Dalam lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang
mendadak, angin tekanan dan kelembaban yang kita rasakan sehari-hari berlangsung.
Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari troposfer, karena
permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari dan menyalurkan panasnya ke
udara. Biasanya, jika ketinggian bertambah, suhu udara akan berkurang secara tunak
(steady), dari sekitar 17℃ sampai -52℃. Pada permukaan bumi yang tertentu, seperti
daerah pegunungan dan dataran tinggi dapat menyebabkan anomali terhadap gradien
suhu tersebut.
Diantara stratosfer dan troposfer terdapat lapisan yang disebut lapisan Tropopouse.
[sunting] Stratosfer
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari ketinggian sekitar 11
km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu -
70oF atau sekitar - 57oC. Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola
aliran yang tertentu. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan paling
bawah, namun tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi pada lapisan ini.
Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah menjadi semakin bertambah
semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan konsentrasi ozon yang bertambah.
Lapisan ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu. Suhu pada lapisan ini bisa mencapai
sekitar 18oC pada ketinggian sekitar 40 km. Lapisan stratopause memisahkan stratosfer
dengan lapisan berikutnya.
[sunting] Mesosfer
Kurang lebih 25 mil atau 40km diatas permukaan bumi terdapat lapisan transisi menuju
lapisan mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun ketika ketinggian bertambah,
sampai menjadi sekitar - 143oC di dekat bagian atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81
km diatas permukaan bumi. Suhu serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent,
yang terbentuk dari kristal es.
[sunting] Termosfer
Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 81 km. Dinamai
termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu
sekitar 1982oC. Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi ini
menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal
dengan nama ionosfer, yang dapat memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya
era satelit, lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak
jauh.
Fenomena aurora yang dikenal juga dengan cahaya utara atau cahaya selatan terjadi
disini.
[sunting] Eksosfer
Adanya refleksi cahaya matahari yang dipantulkan oleh partikel debu meteoritik. Cahaya
matahari yang dipantulkan tersebut juga disebut sebagai cahaya Zodiakal
• Nitrogen ( )
• Oksigen ( )
• Argon ( )
• Air ( )
• Ozon ( )
• Karbondioksida ( )