You are on page 1of 25

Artikel ini merupakan rangkuman. Tidak disarankan untuk dijadikan referensi.

Beberapa pernyataan merupakan pendapat pribadi penulis, tidak bisa


dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kritik dan perbaikan sangat diharapkan dari
pembaca.

Jakarta - Bencana akibat sapuan angin puting beliung pada tahun 2007, tidak hanya
terjadi di Yogyakarta saja. Dalam kurun 2 bulan, yakni 1 Januari hingga 19 Februari,
terjadi belasan kali bencana angin puting beliung.
Berdasarkan penelusuran detikcom, Senin (19/2/2007), terpaan angin puting beliung
pada tahun ini, pertama kali terjadi usai malam pergantian tahun 2007. Sekitar pukul
00.23 WIB, angin puting beliung menghantam kawasan wisata pantai Anyer, Banten.
Para pengunjung pun lari tunggang langgang. Sejumlah bangunan seperti cottage dan
bangunan lainnya pun rusak.
Dua hari kemudian pada 3 Januari 2007, angin puting beliung menyapu Sulawesi
Selatan. Peristiwa pertama, sekitar pukul 10.00 Wita merusak 7 rumah dan 2 pabrik
penggilingan beras di Desa Jenetaesa. Kemudian angin puting beliung susulan, sekitar
pukul 14.30 Wita, menghancurkan puluhan rumah lainnya. Sedikitnya 12 rumah rusak di
Dusun Batubassi dan 1 rumah di Dusun Bantimurung, Desa Jenetaesa Kecamatan
Simbang.
Kemudian di Kecamatan Bantimurung, dilaporkan ada 18 rumah rusak diporak-
porandakan angin kencang tersebut. Sebanyak 13 rumah di Dusun Malewang, Desa
Mattoanging, tiga di Desa Tokamaseang, dan dua rumah rusak lainnya terletak di Desa
Baruga.
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………

Sumber : detik.com, 19 Februari 2007

Jakarta - Angin berkecepatan tinggi dan memutar secara vertikal telah menyapu Kota
Yogyakarta, Minggu (18/2/2007) petang. Angin yang dikenal sebagai Puting Beliung ini
telah merusak 260 rumah. Sejumlah orang terluka. Angin ini mengakibatkan atap-atap
rumah warga Kota Yogyakarta, terutama di Kecamatan Danurejan, beterbangan ke
angkasa. Sejumlah pohon di sejumlah tempat di Kota Gudeg itu juga roboh.
Sapuan angin cukup dahsyat ini datang tiba-tiba dan mengejutkan banyak orang. Warga
hanya bisa menyelamatkan diri dan terpana melihat amukan angin itu. Angin itu terlihat
membawa awan hitam tebal yang bergerak cepat dan memutar ke arah vertikal.
…………………………………………………………………………………………………………
……………………….

Sumber : detik.com, 19 Februari 2007

Kedua berita di atas menggambarkan betapa seringnya terjadi bencana yang diakibatkan
oleh sistem konveksi di atmosfer, dan betapa tidak adanya kesadaran bahwa bencana ini
ada, dan sering terjadi. Meskipun ada beberapa pengertian yang perlu sedikit diperbaiki
dalam kedua berita tersebut, yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya, namun informasi
bahwa bencana ini dekat dan sering terjadi di Indonesia sangat jelas terdeskripsi di
dalamnya.

Dari berita pertama bisa diketahui, pada bulan-bulan hujan, bencana seperti puting
beliung seringkali terjadi, bahkan frekuensinya bisa mencapai belasan dalam kurun waktu
satu bulan. Juga bagaimana kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana ini. Dalam berita
kedua tersirat jelas bagaimana ketidaksiapan masyarakat kita dalam menghadapinya. Juga
sebuah persepsi yang salah bahwa angin puting beliung membawa awan hitam tebal.

Surabaya - Pihak AdamAir belum bisa mengkonfirmasi kondisi akhir kecelakaan


pesawatnya di Bandara Juanda, Surabaya. Informasi yang baru bisa diberikan, pesawat
Boeing 737-300 jurusan Jakarta-Surabaya itu mengalami hard landing.
“Saya baru tahu katanya pesawat hard landing,” kata kuasa hukum AdamAir, Ali
Leonardi, saat dihubungi detikcom, Rabu (21/2/2007) pukul 16.00 WIB. Pesawat
mengalami kesulitan mendarat karena pada saat itu cuaca tidak bersahabat. “Karena
cuacanya mungkin hujannya agak lebat,” tambahnya.
Pesawat Boeing 737-300 ini tergelincir di runway Bandara Juanda Surabaya sekitar
pukul 15.30 WIB, Rabu (21/2/2007). Pesawat ini tergelincir di saat hujan menggurus
deras Surabaya. Badan pesawat melengkung, sehingga pintu pesawat terbuka.
…………………………………………………………………………………………………………
………………………….

Sumber : detik.com, 21 Februari 2007

Berita berikutnya menggambarkan betapa berbahayanya fenomena atmosfer yang akan


diulas dalam tulisan ini. Sebetulnya fenomena alam yang digambarkan pada berita
pertama, kedua dan ketiga adalah fenomena atmosfer yang sama, hanya karena
kekurangtahuan saja yang membuatnya tampak berbeda.

Fenomena atau bencana inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Tulisan ini tidak akan
terlalu banyak menekankan pada teori-teori fisis maupun dinamis dari bencana atmosfer
ini. Aspek-aspek bencananya saja yang akan menjadi pokok bahasan. Meskipun
demikian, ada beberapa teori dasar yang perlu juga diketahui untuk lebih menunjang
pemahaman.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, ada sedikit pengertian yang perlu diperbaiki
mengenai bencana atmosfer yang akan dibahas dalam tulisan ini. Dalam berita di atas
disebutkan bahwa puting beliung lah yang merusak. Namun, puting beliung hanyalah
salah satu dampak dari apa yang dalam meteorologi disebut badai guruh (Thunderstorm -
TS), atau yang lebih general disebut sistem konveksi skala meso (Mesoscale Convective
System - MCS). Penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dikenal sebagai puting beliung
akan diberikan pada penjelasan berikutnya. Dalam tulisan ini term Thunderstorm (TS)
dan Mesoscale Convective System (MCS) dipilih untuk menyatakan fenomena atmosfer
yang bisa mengakibatkan bencana seperti pada tulisan berita di atas.
Badai atau storm, menurut McGraw Hill Professional : Science and Technology
Encyclopedia adalah “An atmospheric disturbance involving perturbations of the
prevailing pressure and wind fields on scales ranging from tornadoes (0.6 mi or 1 km
across) to extratropical cyclones (1.2–1900 mi or 2–3000 km across); also, the
associated weather (rain storm, blizzard, and the like)…”.

Definisi lainnya dari Encyclopedia of Columbia University Press menyatakan, “…


disturbance of the ordinary conditions of the atmosphere attended by wind, rain, snow,
sleet, hail, or thunder and lightning. Types of storms include the extratropical cyclone,
the common, large-scale storm of temperate latitudes; the tropical cyclone, or hurricane,
which is somewhat smaller in area than the former and accompanied by high winds and
heavy rains; the tornado, or “twister,” a small but intense storm with very high winds,
usually of limited duration; and the thunderstorm, local in nature and accompanied by
brief but heavy rain showers and often by hail. The term storm is also applied to
blizzards, sandstorms, and dust storms, in which high wind is the dominant
meteorological element…”.

Di Indonesia fenomena thunderstorm dan MCS seringkali terjadi. Hal ini terlihat dari
pengamatan satelit MTSAT yang mengorbit secara geostationer di atas Indonesia.
Contohnya bisa dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut ini. Gambar 1 memperlihatkan citra
satelit pada saat puting beliung melanda Yogyakarta tanggal 18 Februari 2007.
Sedangkan gambar 2 menunjukkan citra MTSAT pada tanggal 21 Februari 2007, pada
saat pesawat AdamAir mengalami hard landing di bandara Juanda, Surabaya.
Gambar 1. Citra temperatur puncak awan (TBB) dari MTSAT pada saat terjadi puting
beliung di Yogyakarta. TBB rendah menunjukkan awan yang tebal. (sumber :
weather.geoph.itb.ac.id)
Gambar 2. Citra temperatur puncak awan (TBB) dari MTSAT pada saat pesawat
AdamAir mengalami hard landing di bandara Juanda, Surabaya. TBB rendah
menunjukkan awan yang tebal. (sumber : weather.geoph.itb.ac.id)

Thunderstorm biasanya terjadi karena adanya awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang


memiliki ketebalan sampai beberapa kilometer. Awan Cb ini bisa terdiri atas satu sel
tunggal kecil (single cell) seperti pada gambar 2, atau bisa juga berupa satu sel yang
sangat besar (super cell) seperti gambar 1, atau bisa juga terdiri atas banyak sel besar dan
kecil membentuk sebuah barisan dan dikenal sebagai squall line.Awan Cb ini terjadi
akibat adanya konveksi udara lembab yang kuat di permukaan. Indonesia sebagai daerah
tropis yang 70% nya terdiri atas lautan merupakan tempat yang sangat baik bagi
pertumbuhan awan-awan ini. Gambaran sekilas mengenai awan Cb ini bisa dilihat pada
gambar 3. Pada gambar ini juga diperlihatkan beberapa jenis awan lain, khususnya
berdasarkan ketinggian.
Gambar 3. Perbandingan ketinggian awan Cb dengan awan lainnya. (sumber : comet)

Awan Cumulonimbus adalah jenis awan cumulus dengan ketebalan vertikal yang besar
dan terdiri atas campuran kristal es di bagian atas dan tetes air di bagian bawah.
Karakteristik ini menyebabkan awan Cb akan menurunkan hujan deras (shower) dalam
waktu yang singkat. Namun, setelah periode hujan deras hujan gerimis (drizzle) masih
bisa terjadi dan bisa terjadi sangat lama.Selain hujan deras, akibat terjadinya upward
(aliran udara ke atas) dan downward (aliran udara ke bawah) yang kuat, awan ini juga
sering menghasilkan kilat (lightning) dan guruh (thunder) karena terbentuknya lapisan
elektrik positif dan negatif dalam awan. Cumulonimbus semacam inilah yang sering
disebut badai guruh (thunderstorm).

Seperti disebutkan sebelumnya, thunderstorm bisa terjadi dalam sebuah awan tunggal,
baik yang radiusnya kecil (single cell) maupun yang radiusnya besar (super cell). Tapi
thunderstorm juga terjadi dalam kumpulan beberapa sel awan (multi cell) dengan area
presipitasi yang besar pula. Konveksi sel tunggal umumnya dipicu oleh pemanasan yang
kuat yang menyebabkan massa udara naik dengan cepat dan kuat. Karena itu single cell
Cumulonimbus seringkali menimbulkan fenomena seperti puting beliung, atau tornado,
dan juga hujan sangat deras dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat. Awan Cb
super cell biasanya terlihat dari bawah seperti dinding yang dikenal sebagai wall cloud
(gambar 4). Sedangkan awan multi cell biasanya terbentuk akibat adanya konvergensi
skala besar di lapisan bawah. Karakteristik hujannya mungkin tidak sederas single cell,
namun bisa berlangsung sangat lama, dalam orde harian bahkan mingguan. Selain itu
juga menimbulkan penurunan suhu yang sangat signifikan di daerah yang dilaluinya.
Awan multi cell, atau juga disebut MCS (Mesoscale Convective System), ini sulit diamati
secara langsung, sebab pandangan kita akan tertutup oleh awan yang sangat besar.
Biasanya fenomena ini diamati melalui satelit atau radar cuaca. Di Indonesia, fenomena
MCS ini sering terjadi di sekitar Sumatera bagian tengah, tapi juga bisa terjadi di hampir
seluruh wilayah Indonesia akibat adanya zona konvergensi antar tropik (ITCZ – Inter
Tropical Convergency Zone).
Gambar 4. Contoh awan Cumulonimbus sel tunggal yang sedang terbentuk (atas).
Sebuah super cell yang tampak dari bawah seperti dinding awan yang sangat besar (wall
cloud) (bawah). Awan seperti ini perlu diwaspadai sebab kemungkinan besar
menimbulkan badai. (Sumber : wikipedia.org)
Gambar 5. Model konseptual struktur awan Cumulonimbus (sumber : Houze, 1993).

Gambar 5 menunjukkan model konseptual struktur awan Cumulonimbus menurut


Houze,1993. Awan-awan dengan ciri seperti inilah yang menimbulkan thunderstorm.
Thunderstorm memiliki karakteristik updraft dan downdraft yang kuat yang dicirikan
dengan adanya udara naik dan turun di dalam awan. Pengamatan fenomena ini hanya bisa
dilakukan dengan menggunakan radar dan sodar (sound radar). Gerakan vertikal yang
kuat dalam awan akan dikompensasikan dengan gerak horizontal di area sekitarnya, baik
di bagian atas maupun bagian bawah. Updraft yang sangat kuat bisa memicu terjadinya
tornado atau puting beliung di area bagian depan awan (sebelah kiri di gambar 5).
Sedangkan downdraft dari thunderstorm bisa memperkuat aliran udara keluar dari area
thunderstorm yang disebut gust wind. Area batas dimana terjadi gust wind ini disebut
gust front. Gust wind ini sangat kencang dan berputar-putar, bahkan mampu
menumbangkan pohon (lampiran : skala Beaufort). Angin inilah yang sering
disalahartikan oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan puting beliung. Padahal puting
beliung tidak terjadi bersamaan dengan hujan. Fenomena lain dari thunderstorm yang
berpotensi menimbulkan bencana adalah downburst, yang lebih jauh bisa dikategorikan
menjadi macroburst dan microburst (Houze, 1993). Penjelasan mengenai berbagai
fenomena dalam thunderstorm akan diberikan di bawah ini.

1) Puting Beliung atau Tornado


Puting beliung terjadi karena adanya updraft yang sangat kuat di bagian depan (front)
thunderstorm (perhatikan bagian kanan gambar 6b). Kita ketahui bahwa bahan bakar
thunderstorm adalah udara lembab. Ketika udara lembab sudah tidak tersedia di bawah,
namun updraft terus terjadi, maka thunderstorm akan menghisap apapun, dan hal ini jelas
terlihat terutama jika yang dihisapnya berupa debu. “Isapan” thunderstorm ini berpilin
karena adanya vortisitas (putaran akibat adanya perbedaan kecepatan). Di lintang tinggi,
vortisitasnya bisa sangat kuat akibat pengaruh gaya Coriolis (gaya semu akibat
perputaran bumi) yang besar, sehingga angin berpilin yang ditimbulkan bisa sangat besar
dan kuat, dan dikenal dengan sebutan tornado (gambar 7a). Sedangkan di Indonesia yang
gaya Coriolisnya kecil, maka angin berpilin yang timbul juga tidak terlalu besar, yang
dikenal dengan nama puting beliung (gambar 7b).
Gambar 6. (kiri) Updraft diawali adanya pusat tekanan rendah yang tertutup. (kanan)
Updraft di bagian kanan yang sangat kuat bisa menimbulkan puting beliung atau
fenomena semacamnya. (sumber : comet)

Timbulnya puting beliung merupakan akibat adanya perbedaan tekanan yang sangat besar
dalam satu area tertutup yang relatif kecil (gambar 6a), dengan tekanan rendah berada di
bagian dalam. Perbedaan tekanan ini akan menimbulkan angin, dan apabila terdapat
perbedaan kecepatan angin dalam arah horizontal (horizontal shear), maka timbulah
vortisitas (relatif) yang dirumuskan sbb :

ζ = ∂v / ∂x - ∂u / ∂y

Setiap benda di atas bumi, baik yang diam maupun bergerak, sebenarnya memiliki
vortisitas absolut yang besarnya tetap, dengan rumusan sbb :

dimana ζ adalah vortisitas relatif yang besarnya dirumuskan sebelumnya dan f adalah
vortisitas planeter akibat bumi berputar pada sumbunya, yang lebih dikenal dengan
sebutan gaya Coriolis. Dalam kasus tornado, f lebih berperan (dan jauh lebih besar dari ζ)
sehingga putaran yang dihasilkan juga sangat kuat. Sedangkan pada kasus puting beliung,
ζ lebih berperan sehingga kuat lemahnya puting beliung sangat bergantung pada shear
horizontal (Holton, 2004)

.
Gambar 7. (atas) Tornado di lintang tinggi dengan putaran yang sangat kuat dan radius
yang lebih besar. (sumber : wikipedia.org). (bawah) Puting beliung dengan putaran yang
lebih kecil. Puting beliung ini terjadi di Yogyakarta pada 18 Februari 2007. (sumber :
detik.com)

Lalu apa yang menimbulkan shear horizontal yang kuat ? Tentu saja perbedaan tekanan
yang besar dan tidak merata yang diakibatkan oleh pemanasan yang kuat. Dan umumnya
pemanasan yang kuat terjadi di daratan pada siang hari, terutama di daerah perkotaan.
Makin panas dan kering, makin besar kemungkinan terjadinya. Jika sebuah super cell
melewati daerah perkotaan yang kering dan panas, besar kemungkinan timbul angin
puting beliung.

Dari segi bencana, puting beliung bisa merusak bangunan dan struktur yang dilewatinya.
Puting beliung juga bisa menumbangkan pohon-pohon. Sifatnya yang terjadi tiba-tiba
juga sulit diprediksi, sehingga sulit mengantisipasi bencana ini.

2) Presipitasi
Sebuah thunderstorm pasti menghasilkan presipitasi, baik yang mencapai permukaan
(hujan, salju, hailstone) maupun yang tidak mencapai permukaan (virga). Gambar 8
menunjukkan berbagai jenis presipitasi yang terjadi dalam thunderstorm. Tampak bahwa
hujan paling lebat terjadi di pusat thunderstorm, daerah dengan ketebalan awan
maksimum. Di area ini juga bisa terjadi hail atau hujan batu es (hailstone).
Gambar 8. Presipitasi dari sebuah thunderstorm (sumber : comet).

Hail bisa terjadi akibat daerah di bawah thunderstorm mengalami penurunan suhu hingga
lebih rendah dari temperatur awan (gambar 9a), sehingga kristal-kristal es yang jatuh dari
bagian atas awan tidak mencair menjadi tetes-tetes hujan ketika keluar dari awan.
Kejadian ini umumnya terjadi di daerah lintang tinggi yang suhu permukaannya relatif
rendah. Selain itu, hail juga bisa terjadi karena awan Cb yang terbentuk sangat tinggi,
bahkan mungkin melewati tropopause (lapisan antara troposfer dan stratosfer - lihat
artikel mengenai lapisan atmosfer) (gambar 9b). Biasanya dicirikan dengan adanya
bentuk seperti cerobong pada puncak awannya akibat inversi suhu. Awan yang sangat
tinggi ini akan menghasilkan kristal es yang besar, cukup besar hingga tidak bisa mencair
seluruhnya (masih berupa es) ketika mencapai permukaan. Tipe seperti ini sering terjadi
di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia. Konveksi yang sangat kuat dan ketersedian
udara lembab sangat mendukung fenomena ini. Terjadinya hail tentu saja bisa
membahayakan. Selain merusak atap atau jendela, hail juga bisa membunuh. Dengan
ukurannya yang bisa mencapai sebesar bola tenis dan dianugerahi percepatan sebesar 9.8
m/s^2 (percepatan gravitasi), maka ia bisa menjadi pembunuh yang potensial.
Gambar 9. Hail bisa terjadi karena suhu udara di bawah awan lebih rendah dari suhu
awan (a), atau karena awan yang sangat tinggi (b) (sumber : comet).

Selain hail, hujan yang jatuh dari sebuah thunderstorm bisa menimbulkan bencana lain,
yaitu banjir dadakan yang dalam bahasa Inggris disebut flash flood (gambar 10a). Dalam
bahasa Sunda, banjir ini disebut banjir cileuncang. Air yang ditumpahkan oleh
thunderstorm bisa mencapai jutaan meter kubik dalam waktu kurang dari 1 jam. Apabila
sistem drainase tidak mampu menampung air ini, atau kurang memadai maka terjadilah
banjir kilat ini. Kondisi ini sangat sering terjadi di wilayah Indonesia, terutama di
perkotaan. Jika daerah yang mengalami banjir cukup rendah, banjir ini bisa bertahan
cukup lama. Dan apabila thunderstorm yang terjadi diakibatkan oleh multi cell (MCS),
maka banjir ini bisa bertahan lebih lama lagi. Hal ini sering terjadi di Jakarta beberapa
tahun belakangan ini, khususnya di akhir bulan Januari.

Kerugian yang ditimbulkan oleh banjir ini tentu saja tidak sedikit. Perekonomian dan
transportasi yang lumpuh akan sangat merugikan. Selain itu, banjir ini juga bisa
menimbulkan bencana sekunder, misalnya berbagai penyakit dan juga kebakaran akibat
korsleting (gambar 10 b).
Gambar 10. (kiri) Hujan lebat yang terjadi pada saat thunderstorm bisa menimbulkan
banjir kilat atau flash flood. (kanan) Flash flood bisa menimbulkan berbagai bencana
sekunder seperti kebakaran akibat korsleting listrik. (sumber : comet)

Virga (presipitasi yang tidak mencapai permukaan) mungkin satu-satunya fitur dari
thunderstorm yang tidak menimbulkan bencana, belum sampai saat ini. Bahkan,
fenomena ini menimbulkan keindahan yang tiada tara jika dilihat dari sudut tertentu. Jika
matahari berada di belakang-atas area virga, maka akan tampak pelangi dengan latar
belakang layar awan gelap. Dan jika matahari akan terbenam, dan thunderstorm sudah
sebagian meluruh (tidak terlalu pekat), maka akan tampak tirai jingga keemasan yang
sangat indah di langit (gambar 11). Virga ini biasanya terjadi di bagian belakang (rear)
thunderstorm.
Gambar 11. Area virga (di sekitar anvil) yang disinari oleh matahari pada saat terbenam.
Sebuah lukisan alam yang sangat indah (Sumber : wikipedia.org).

3) Petir dan Guruh (Lightning and Thunder)


Fenomena yang kesannya paling menakutkan dari thunderstorm tentu saja petir dan
guruh. Petir terbentuk karena terjadi perbedaan muatan antar bagian atas dan bawah awan
Cb. Ada bermacam-macam teori mengenai pembentukan petir ini. Salah satunya yang
cukup diterima luas adalah adanya kristal-kristal es dan tetes-tetes air dalam awan yang
suhunya berbeda-beda menimbulkan perbedaan muatan. Ketika arus yang dihasilkan oleh
perbedaan muatan ini cukup besar, maka muatan ini akan dilepaskan ke udara, ke awan
lain, ke struktur terdekat ataupun ke tanah (discharge). Pelepasan muatan listrik inilah
yang disebut petir. Listrik ini memiliki tegangan lebih dari 50.000 kilovolt, dengan
temperatur bisa lebih panas dari permukaan matahari. Karena panasnya inilah, udara
yang dilalui petir akan memuai dengan cepat, lalu kemudian memampat kembali dengan
cepat. Proses inilah yang menimbulkan suara guruh.

Petir bisa menyambar dari awan ke awan, dari awan ke udara bebas, juga bisa
menyambar ke permukaan bumi. Perlu diingat bahwa petir tidak hanya bersumber dari
awan, bumi sendiri juga bisa men-discharge listrik ke awan, dikenal sebagai sambaran
balik. Dan karena muatannya yang besar, sambaran petir bisa sangat berbahaya. Tubuh
manusia bisa hangus terbakar oleh sambarannya, meski orde waktunya kurang dari 0.5
detik.

Gambar 12. (kiri) Sambaran petir dari awan ke tanah tipe fork lightning. (kanan)
Sambaran langsung cloud to ground lightning (sumber : wikipedia.org)

Petir yang ditimbulkan oleh thunderstorm tidak hanya berbahaya bagi manusia. Selain
bisa menghanguskan pohon, badai petir juga bisa merusak jaringan komunikasi serta alat-
alat elektronik. Apabila petir, menyambar jaringan listrik maka akan terjadi electrical
surge pada jaringan listrik. Hal ini bisa merusak transformator listrik dan semua peralatan
yang terhubung ke jaringan listrik. Namun, biasanya jaringan listrik modern sudah
memiliki surge protector, bahkan jaringan internet juga dipasangi alat semacam ini.
Guruh yang ditimbulkan juga bisa menghancurkan benda-benda yang mudah pecah
seperti kaca jendela.

4) Gust Wind dan Downburst


Seperti dijelaskan sebelumnya, thunderstorm juga menghasilkan aliran udara ke bawah
yang sangat kuat (gambar 13). Aliran ini seringkali menimbulkan gust wind, terutama di
area hujan. Gust wind ini berupa angin kencang yang berputar-putar. Di batas tertentu
(gust front), aliran ini akan berputar vertikal ke atas membentuk vorteks (aliran melingkar
yang secara visual tampak seperti tabung) vertikal. Ilustrasi dari gust wind ini diberikan
pada gambar 14 - atas. Gust wind ini seringkali disalahartikan sebagai puting beliung di
beberapa berita belakangan ini. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya, puting beliung
adalah fenomena yang sama sekali berbeda, meskipun sama-sama merupakan fitur dari
thunderstorm.

Gambar 13. Skema konseptual aliran udara vertikal di dalam thunderstorm (sumber :
comet).

Gust wind ini sangat berbahaya bagi struktur-struktur yang tidak terlalu kuat, misalnya
atap rumah, baliho, papan reklame, juga jendela-jendela kaca, bahkan pohon-pohon besar
sekalipun. Hempasan anginnya yang sangat kuat juga bisa merobohkan tower-tower
listrik dan telekomunikasi.
Gambar 14. Skema konseptual aliran keluar dari thunderstorm yang bisa menghasilkan
gust wind (atas), dan downburst yang bisa muncul dari bawah thunderstorm (sumber :
Houze, 1993).

Selain gust wind, thunderstorm juga bisa menimbulkan fenomena yang hampir mirip,
yaitu downburst. Fenomena ini berupa hempasan udara yang sangat kuat dari dasar awan
secara vertikal ke bawah. Area yang diliputi oleh downburst ini antara <1 sampai 10 km
(gambar 14 - bawah). Downburst ini bisa dikategorikan lagi menjadi dua, yaitu :
Macroburst :
Downburst yang terjadi pada area dengan radius lebih dari 4 km dan berdurasi sekitar 5-
30 menit.
Microburst :
Downburst yang terjadi pada area dengan radius kurang dari 4 km dan berdurasi hanya
sekitar 2-5 menit, namun bisa memiliki perbedaan kecepatan di pusat divergensinya
mencapai lebih dari 10 m/s.

Ilustrasi skematik dari downburst diperlihatkan pada gambar 15. Perlu dicatat bahwa
karena sifatnya yang transient, aliran downburst sangatlah turbulen. Juga sangat sulit
membedakan antara downburst dengan gust wind tanpa alat yang memadai. Saat ini alat
yang mampu membedakannya hanya radar cuaca.

Gambar 15. Ilustrasi skematik downburst yang tidak hanya menghasilkan vorteks
vertikal tapi juga vorteks horizontal. Aliran di bagian bawah downburst sangat turbulen
(sumber : wikipedia.org).
Downburst, baik makro maupun mikro sangat berbahaya bagi penerbangan, terutama saat
pendaratan. Horizontal flow-nya akan mempercepat laju pesawat saat akan mendarat, dan
apabila pilot menahan laju pesawat maka pesawat bisa masuk ke area vertical flow yang
akan menghempas pesawat ke bawah dengan sangat kuat. Tampaknya (hanya dugaan -
perlu pembuktian yang lebih saintifik) hal inilah yang menyebabkan pesawat AdamAir
tergelincir di bandara Juanda, Surabaya pada tanggal 21 Februari 2007.

Gambar 16. Ilustrasi microburst di sebuah bandara yang bisa membahayakan pendaratan
pesawat (sumber : wikipedia.org).

Downburst tidak hanya merugikan bagi dunia penerbangan. Pertanian juga bisa dirugikan
oleh fenomena ini. Downburst bisa merusak areal tanaman terutama tanaman padi-
padian. Bahkan pertanian tanaman keras juga bisa dirusak, seperti perkebunan teh dan
kopi.

Untuk mengurangi dampak atau kerugian yang ditimbulkan oleh thunderstorm, ada
beberapa hal yang bisa dilakukan. Diantaranya adalah memprediksi terjadinya
thunderstorm dan memberi peringatan dini kepada masyarakat agar waspada terhadap
bencana ini. Hal ini seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Prediksi
bisa dilakukan melalui hasil pengamatan radar. Di negara-negara maju hal ini sudah
sangat lumrah dilakukan, dan masyarakatnya juga sudah diberi pengarahan tentang apa
yang harus dilakukan saat badai guruh terjadi (skywarn.ampr.org).
Gambar 17. Contoh radar cuaca untuk mengamati datangnya thunderstorm (sumber :
comet).

Pemerintah juga sebaiknya melakukan perencanaan pembangunan infrastruktur yang


lebih baik, terutama di daerah perkotaan dalam upaya menyeimbangkan penyebaran
panas. Perhatian terutama ditujukan untuk menyeimbangkan keberadaan ruang-ruang
terbuka dan hijau dalam area perkotaan. Dengan hal ini diharapkan tidak terjadi updraft
yang terlalu kuat, akibat kesenjangan distribusi panas, yang bisa memicu puting beliung.

Perhatian juga sebaiknya diberikan pada sistem drainase dan berbagai jaringan tenaga
dan telekomunikasi. Hal ini untuk mencegah banjir serta dampak sekunder lainnya seperti
kebakaran akibat korsleting pada saat terjadi badai. Selain itu juga perlu pemasangan
surge protector pada infrastruktur-infrastruktur yang rentan terhadap bahaya badai petir,
seperti jaringan listrik, telepon, dan internet, juga pada bangunan-bangunan tinggi, tower-
tower dsb. Pembangunan struktur-struktur yang rawan terhadap hempasan angin juga
perlu diperhatikan tingkat keselamatannya. Yang cukup rawan di kota-kota di wilayah
Indonesia adalah papan-papan reklame, baliho, dan tower-tower telekomunikasi.
Seringkali pemasangannya tidak memperhatikan ketahanan struktur tersebut terhadap
angin kencang. Di setiap bandara sebaiknya dipasang radar untuk memantau aktivitas
cuaca. Apabila terjadi thunderstorm, sebaiknya pendaratan dialihkan ke bandara yang
lebih aman.

Untuk keamanan pribadi, sebaiknya tidak melakukan perjalanan ke luar rumah pada saat
terjadi badai guruh. Selalu menyiapkan peralatan keselamatan dan obat-obatan di rumah
juga cukup penting. Peralatan keselamatan yang cukup penting pada saat badai guruh
adalah alat penerangan portabel (senter), karena biasanya pada kondisi seperti itu listrik
akan padam. Apabila terpaksa berada di luar rumah saat badai guruh, usahakan berteduh
pada tempat yang cukup aman. Struktur yang terbuat dari beton biasanya cukup baik
dalam kondisi ini. Hindari berada di bawah pohon, sebab petir seringkali menyambar
pohon. Sebaiknya jangan berkendara, sebab kendaraan yang sebagian besar terbuat dari
metal sangat rawan sambaran petir, apalagi ketika sedang bergerak. Dan yang terakhir,
jangan pernah percaya bahwa petir tidak akan menyambar di tempat yang sama dua
kali !!!

Referensi

Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Convective Storm Matrix :
Bouyancy/Shear Dependencies, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2003
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Mesoscale Banded
Precipitation, University Corporation for Atmospheric Research (UCAR), Colorado,
2005
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Principles of Convection
III : Shear and Convective Storm, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2003
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Anticipating Hazardous
Weather and Community Risk, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2001
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Mesoscale Convective
System : Squall Lines and Bow Echoes, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 1999
Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd), Severe Convection II :
Mesoscale Convective System, University Corporation for Atmospheric Research
(UCAR), Colorado, 2004
Atmosfir sebagai perlindungan planet bumi
Oleh : Armansyah
http://www.geocities.com/pentagon/quarters/1246

Sebagian besar (99%) dari atmosfir terdiri dari zat lemas dan zat asam yang memberi
kehidupan.
Kedua gas ini dan gas-gas lainnya ditahan pada bumi oleh gaya tariknya.
Karena gaya tarik ini, semua benda yang ada dibumi dan diatmosfir yang
menyelubunginya, mempunyai berat.

Berat atmosfir sungguh menakjubkan, yaitu 6.000 juta ton.


Pada permukaan laut tekanan udara 1,0336 Kg per cm 2.
Walaupun demikian kita tidak merasa tekanan ini, karena tekanan didalam badan kita
sama dengan tekanan udara diatas sana.

Atmosfir dibagi dalam beberapa lapisan.


Lapisan paling bawah ialah troposfir, berada antara 6 sampai 16 Km diatas bumi,
mengandung 90% dari seluruh udara. Semua kehidupan dan hampir semua bentuk cuaca
terdapat dalam lapisan ini.
Semakin tinggi, maka tekanan udara makin menipis dengan cepat.

Dipuncak Mount Everest, pada ketinggian 8.700 m, tekanan udara 1/10 daripada
permukaan laut, dan sangatlah tidak enak. Gas disini begitu tipis, sehingga zat asam tidak
cukup untuk mempertahankan kehidupan. Oleh karenanya, pesawat jet yang terbang
tinggi memiliki kabin kedap udara, dengan tekanan yang dipertahankan pada keadaan
yang menyenangkan dan banyak zat asam beredar.

Diatas troposfir terletak stratosfir.


Angin yang amat dingin bertiup kencang pada bagian yang paling bawah dari lapisan ini,
tetapi udara diatasnya tenang sekali dan kadang-kadang ada juga pesawat udara yang
melintasinya.

Distratosfir, makin tinggi tempat, makin naik suhunya.


Hal ini disebabkan oleh sinar ultra ungu matahari yang ganas itu mengubah zat asam
menjadi ozon pada ketinggian antara 24 hingga 48 Km. Lapisan ozon inilah yang
mencegah sinar-sinar berbahaya ini mencapai bumi.

Diatas stratosfir terletak ionosfir, lapisan atmosfir yang paling luar.


Diluarnya lagi terdapat ruang hampa. Di Ionosfir udara menjadi amat tipis.
Atom disini berubah menjadi ion oleh aliran partikel-partikel yang masuk dari ruang
angkasa.
Kadang-kadang, hal ini menyebabkan terjadinya sinar dilangit yang disebut dengan Sinar
Kutub atau Aurora.
Ionosfir memungkinkan adanya hubungan radio gelombang panjang dengan
memantulkan isyarat-isyarat radio kebumi.
Atmosfer
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Lapisan-lapisan di Atmosfer Bumi

Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari
permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di bumi, atmosfer terdapat dari
ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas
permukaan bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut
fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang
lain berlangsung bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk
memecahkan masalah cuaca, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan
tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di
wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.

Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit
argon (0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.
Atmosfer melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari
matahari dan mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer
ada dalam 11 km dari permukaan planet.

Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat laun dengan
menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Troposfer
• 2 Stratosfer
• 3 Mesosfer
• 4 Termosfer
• 5 Eksosfer
• 6 Komposisi dari atmosfer bumi

• 7 Lihat pula

[sunting] Troposfer
Lapisan ini berada pada level yang terrendah, campuran gasnya paling ideal untuk
menopang kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan terlindung dari sengatan
radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Dibandingkan dengan lapisan
atmosfer yang lain, lapisan ini adalah yang paling tipis (kurang lebih 15 kilometer dari
permukaan tanah). Dalam lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang
mendadak, angin tekanan dan kelembaban yang kita rasakan sehari-hari berlangsung.

Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari troposfer, karena
permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari dan menyalurkan panasnya ke
udara. Biasanya, jika ketinggian bertambah, suhu udara akan berkurang secara tunak
(steady), dari sekitar 17℃ sampai -52℃. Pada permukaan bumi yang tertentu, seperti
daerah pegunungan dan dataran tinggi dapat menyebabkan anomali terhadap gradien
suhu tersebut.

Diantara stratosfer dan troposfer terdapat lapisan yang disebut lapisan Tropopouse.

[sunting] Stratosfer
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari ketinggian sekitar 11
km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu -
70oF atau sekitar - 57oC. Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola
aliran yang tertentu. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan paling
bawah, namun tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi pada lapisan ini.

Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah menjadi semakin bertambah
semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan konsentrasi ozon yang bertambah.
Lapisan ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu. Suhu pada lapisan ini bisa mencapai
sekitar 18oC pada ketinggian sekitar 40 km. Lapisan stratopause memisahkan stratosfer
dengan lapisan berikutnya.

[sunting] Mesosfer
Kurang lebih 25 mil atau 40km diatas permukaan bumi terdapat lapisan transisi menuju
lapisan mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun ketika ketinggian bertambah,
sampai menjadi sekitar - 143oC di dekat bagian atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81
km diatas permukaan bumi. Suhu serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent,
yang terbentuk dari kristal es.
[sunting] Termosfer
Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 81 km. Dinamai
termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu
sekitar 1982oC. Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi ini
menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal
dengan nama ionosfer, yang dapat memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya
era satelit, lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak
jauh.

Fenomena aurora yang dikenal juga dengan cahaya utara atau cahaya selatan terjadi
disini.

[sunting] Eksosfer
Adanya refleksi cahaya matahari yang dipantulkan oleh partikel debu meteoritik. Cahaya
matahari yang dipantulkan tersebut juga disebut sebagai cahaya Zodiakal

[sunting] Komposisi dari atmosfer bumi

Gas-gas penyusun atmosfer

Atmosfer tersusun oleh:

• Nitrogen ( )
• Oksigen ( )
• Argon ( )
• Air ( )
• Ozon ( )
• Karbondioksida ( )

You might also like