You are on page 1of 14

Praktikum Hidrogeologi Umum

MODUL I

ANALISA GEOMETRI AKIFER


SASARAN :

1. Memahami beberapa definisi yang berkaitan dengan hidrogeologi 2. Memahami akifer dan jenis media akifer 3. Memahami konsep tipologi dan geometri akifer 4. Mengetahui berbagai metoda eksplorasi airtanah 5. Mampu membaca peta geologi untuk interpretasi akifer 6. Mampu membuat simulasi fisik geometri akifer (pada akhir praktikum)

I.1 Ilmu Bidang Sumberdaya Air dan Aplikasinya Definisi dari beberapa bidang kajian ilmu yang berkaitan dengan sumber daya air (water resources) adalah : Hidrometeorologi : ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik air atmosfer Hidrologi Hidrogeologi : ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik hidrolik air permukaan : ilmu yang mempelajari keterdapatan, sifat fisik hidrolik, dan perilaku airtanah (air pada zona jenuh) Kajian sumberdaya air memerlukan integrasi studi air atmosfer, air permukaan, dan airtanah. Untuk itu diperlukan kerjasama antara ketiga bidang keahlian tersebut. Dalam perkembangannya ilmu hidrogeologi sering digunakan untuk memecahkan berbagai masalah. Beberapa contoh bidang kajian dan contoh kajiannya disajikan dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel I.1 Berbagai bidang kajian dan contoh kajian bidang hidrogeologi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Bidang Penyediaan air bersih Perencanaan wilayah Pencemaran airtanah Masalah geologi teknik (bencana alam geologi) Eksplorasi hidrokarbon Eksplorasi endapan mineral Energi panas bumi Intrusi air laut Contoh Kajian Eksplorasi airtanah untuk penyediaan air bersih di daerah kritis air Survei potensi airtanah untuk penyediaan air bersih di kawasan binaan Pencemaran limbah industri, limbah pertanian, pencemaran alamiah Tanah longsor, penurunan permukaan tanah Studi hidrodinamika airtanah untuk melacak migrasi minyak Alterasi Hidrotermal Studi sistem aliran airtanah di kawasan lapangan panas bumi Survei salinitas dalam airtanah di kota-kota pesisir

Laboratorium Hidrogeologi

I-1

Praktikum Hidrogeologi Umum

I.2 Jenis-Jenis Air Berdasarkan White (1957), terdapat 5 jenis air di alam, yaitu: 1. Air Juvenil 2. Air Meteorik 3. Air Konat : air yang berasal dari hasil proses pembekuan larutan magma dan bukan merupakan bagian dari hidrosfir (siklus hidrologi). : air yang berada dalam siklus hidrologi (air hujan) : air yang terperangkap oleh proses-proses geologi seperti pembentukan formasi dalam cekungan sedimentasi, penurunan muka airlaut, proses pengangkatan dan proses lainnya. Jenis air ini tidak lagi mempunyai hubungan dengan siklus hidrologi. 4. Air Metamorfik : salah satu bagian dari air konat, terjadi akibat proses rekristalisasi mineral yang mengandung air selama proses pembentukan batuan metamorf. 5. Air Magmatik : air yang berasal dari hasil pembekuan larutan magma dan bercampur dengan air meteorik. I.3 Terminologi Airtanah dan Air Bawah Tanah Terdapat dua terminologi yang sering digunakan. Terminologi airtanah berasal dari kata groundwater, yaitu air di bawah permukaan tanah yang termasuk dalam zona jenuh air (saturated zone). Zona jenuh dibatasi oleh muka airtanah di bagian atasnya. Sedangkan air bawah tanah secara umum adalah seluruh air yang terdapat di bawah permukaan tanah, termasuk di dalamnya adalah air pori yang terdapat pada zona tidak jenuh (non saturated zone). Skema keterdapatan air bawah tanah dan airtanah disajikan pada Gambar 1. I.4 Siklus Hidrologi Siklus hidrogeologi atau siklus airtanah erat hubungannya dengan siklus air meteorik. Siklus ini dapat berlangsung akibat panas dari radiasi sinar matahari. Kedua siklus ini merupakan bagian dari siklus hidrologi di permukaan bumi (Gambar 2). Proses-proses utama yang berlangsung dalam siklus hidrologi meliputi proses evaporasi, evapotranspirasi, dan presipitasi. Proses evaporasi adalah proses penguapan air ke atmosfer dari tubuh-tubuh air yang ada di bumi baik dari laut, sungai atau danau. Sedangkan evapotranspirasi adalah gabungan dari proses penguapan air yang terkandung di tanah yaitu soil moisture dari zona perakaran dan aktivitas vegetasi (transpirasi) dengan proses evaporasi.

Laboratorium Hidrogeologi

I-2

Praktikum Hidrogeologi Umum


Permukaan tanah

Air pori

Selanjutnya proses presipitasi (hujan) akan mengembalikan air tersebut dari atmosfer ke daratan dan lautan. Sebagian air hujan tertampung di danau/rawa (depression storage), sebagian mengalir di darat (overland flow), membentuk aliran permukaan (surface runoff/direct run off), sebagai bagian dari aliran sungai (stream flow) dan sebagian lagi terserap (infiltrasi) di daerah recharge menjadi airtanah. Lebih jelas mengenai siklus hidrologi dan kesetimbangannya akan dijelaskan dalam modul II.

Laboratorium Hidrogeologi

Zona Tak Jenuh (Unsaturated zone) Zona Jenuh (Saturated zone)

Air vadose
Air bawah tanah (subsurface water)

Zona Kapiler
muka airtanah

Airtanah (Groundwater)

Batuan kedap air (impermeabel)

Gambar 1. Skema distribusi air di bawah permukaan

Gambar 2. Gambaran skematik siklus hidrologi (J. Bier, 1978)


I-3

Praktikum Hidrogeologi Umum

I.5 Akifer, Media Penyusun Akifer, dan Jenis Mataair I.5.1 Terminologi Lapisan Akifer dan Bukan Akifer Berdasarkan kemampuan batuan/tanah pelapukan untuk menyimpan dan mengalirkan air terdapat 4 jenis batuan, yaitu:

Akifer (Aquifer) adalah lapisan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir, kerikil, batupasir, batugamping rekahan. Akiklud (Aquiclud) adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, serpih, tuf halus, lanau. Akifug (Aquifug) adalah lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air. Contoh : batuan kristalin, metamorf kompak. Akitar (Aquitard) adalah lapisan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan dalam jumlah yang terbatas. Contoh : lempung pasiran (sandy clay).

I.5.2 Media Penyusun Akifer Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 2 jenis media penyusun akifer, yaitu sistem media pori dan sistem media rekahan. Kedua sistem ini memiliki karakter airtanah yang berbeda satu sama lain. Pada sistem media berpori, airtanah mengalir melalui rongga antar butir yang terdapat dalam suatu batuan misalnya batupasir dan batuan aluvial. Sistem media rekahan, air mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada batuan yang terkena tektonik kuat, pada batugamping, batuan metamorf, dan lava. Rekahan terjadi selain akibat proses tektonik, juga akibat proses pelarutan (Gambar 3). Pada praktikum hidrogeologi ini, hanya akan dibahas sistem media berpori saja. Sistem akifer media rekahan, dipelajari secara khusus pada matakuliah hidrogeologi media rekahan (GL-5221).

Gambar 3. Model akifer media pori ruang antar butir dan media rekahan

Laboratorium Hidrogeologi

I-4

Praktikum Hidrogeologi Umum

I.5.3 Jenis-jenis mataair Pengamatan karakteristik airtanah dapat dilakukan berdasarkan pengamatan pada lokasi kemunculannya di permukaan. Secara alami kemunculannya di permukaan berupa suatu mataair. Pengamatan lainnya dapat dilakukan berdasarkan pengamatan muka airtanah di sumur/lubang bor. Jenis mataair dapat dibagi menjadi 4 jenis (Bryan, 1919 op.cit Todd 1980) yaitu: a. Depression spring (Mataair depresi) Mataair yang disebabkan karena permukaan tanah memotong muka airtanah b. Contact springs (Mataair kontak) Mataair akibat kontak antara lapisan akifer dengan lapisan impermeabel pada bagian bawahnya c. Fracture artesian springs (Mataair rekahan) Mataair yang dihasilkan oleh akifer tertekan yang terpotong oleh struktur impermeabel d. Solution tubular springs (Mataair Pelarutan) Mataair yang terjadi akibat pelarutan batuan oleh airtanah. Sketsa bermacam geometri mataair di atas disajikan pada Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Jenis-jenis mataair (Bryan,1919 op.cit Todd 1980)


Laboratorium Hidrogeologi
I-5

Praktikum Hidrogeologi Umum

I.6 Tipologi Sistem Akifer Pengertian mengenai geometri keterdapatan airtanah di bawah permukaan, merupakan hal yang mutlak diketahui. Dengan memahami geometri akifer, maka permasalahan mengenai karakteristrik dan sifat airtanah akan lebih mudah untuk dijelaskan. Pendekatan yang digunakan meliputi berbagai aspek kimia fisika di alam. Kondisi dan distribusi sistem akifer dalam sistem geologi dikontrol oleh faktor litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi. Litologi adalah penyusun secara fisik meliputi komposisi mineral, ukuran butir dan kemas dari endapan-endapan atau batuan yang membentuk sistem geologi. Stratigrafi menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur antar lapisan atau satuan batuan dalam sistem geologi. Sedangkan struktur geologi merupakan bentuk/sifat geometri dari sistem geologi yang diakibatkan deformasi yang terjadi setelah batuan terbentuk. Pada sedimen yang belum terkonsolidasi/kompak, kontrol yang berperan adalah litologi dan stratigrafi. Pengetahuan akan ketiga faktor di atas memberikan arahan kepada pemahaman karakteristik dan distribusi sistem akifer (Freeze dan Cherry, 1979). Kesamaan iklim dan kondisi geologi di suatu daerah akan memberikan kesamaan sistem airtanah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karakter fisika dan kimia serta kualitas airtanah dalam sistem tersebut. Berdasarkan karakter tersebut, serta mengacu pada klasifikasi Mendel (1981) dan kondisi geografis serta morfologis keberadaan dan penyebaran airtanah di Indonesia, maka Puradimadja (1993) mengajukan 5 Tipologi Sistem Akifer untuk wilayah Indonesia, yaitu: 1. Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi 2. Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial: 3. Tipologi Sistem Akifer Batuan Sedimen: 4. Tipologi Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf. 5. Tipologi Sistem Akifer Endapan Glasial I.6.1 Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi Secara morfologi, gunungapi (muda) terbagi atas 3 bagian. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5, yaitu daerah puncak dan kawah, daerah tubuh gunungapi dan kaki gunungapi. Pada masing-masing bagian ini, pembentukan dan penyebaran airtanah mempunyai sifat dan karakteristik tertentu. Keberadaan airtanah di daerah ini umumnya pada batuan yang sangat berpori dan tidak kompak, berselang-seling dengan lapisan-lapisan aliran lava yang umumnya kedap air. Hal ini menyebabkan terakumulasinya airtanah yang cukup besar dan muncul sebagai mataair-mataair dengan debit bervariasi.

Laboratorium Hidrogeologi

I-6

Praktikum Hidrogeologi Umum

Selain sistem media pori, potensi airtanah pada daerah ini dijumpai pula pada akiferakifer dengan sistem media rekahan yang banyak dijumpai pada lava. Rekahan tersebut terbentuk oleh kekar-kekar yang terjadi akibat proses pada saat pembekuannya ataupun akibat tektonik/volkanisme. Di beberapa daerah mataair dengan sistem rekahan ini menunjukkan debit yang sangat besar.

Gambar 5. Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi (Mandel, 1981) I.6.2 Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial Secara geologi, batuan penyusun sistem akifer tersebut umumnya berupa lempung, pasir dan kerikil hasil dari erosi, transportasi dari batuan di bagian hulunya. Dengan melihat keadaan ini umumnya batuan di endapan aluvial bersifat tidak kompak sehingga potensi airtanahnya cukup baik. Sistem akifer ini secara umum dapat di bagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu: a. Sistem akifer endapan fluvial b. Sistem akifer endapan aluvial pantai c. Sistem akifer endapan delta atau rawa A. Sistem Akifer Endapan Fluvial. Sistem akifer ini terbentuk akibat proses transportasi dan sedimentasi yang terjadi di sepanjang aliran sungai. Umumnya berkembang pada sungai besar yang bermeander dan sungai teranyam (braided stream) seperti pada contoh Gambar 6. Sistem akifer ini dapat dibagi lagi, menjadi: Sistem akifer dataran aluvial Sistem akifer lembah aluvial
I-7

Laboratorium Hidrogeologi

Praktikum Hidrogeologi Umum

Sistem akifer kipas aluvial Sistem akifer dataran non aluvial

Gambar 6. Contoh Tipologi Sistem Akifer Endapan Fluvial (Freeze & Cherry, 1979) B. Sistem Akifer Endapan Aluvial Pantai (Akifer Pantai) Akifer pantai mempunyai potensi airtanah cukup baik. Endapan aluvial pantai di Indonesia cukup besar mengingat garis pantai Indonesia yang cukup panjang. Morfologi di daerah aluvial pantai umumnya datar sampai sedikit bergelombang, memanjang sejajar dengan garis pantai. Dari segi kuantitas, airtanah di daerah akifer pantai dapat menjadi sumber airtanah yang baik terutama pada daerah pematang pantai/gosong pantai atau pada lensa-lensa batupasir lepas. Namun demikian, dari segi kualitas airtanah pada akifer aluvial pantai tergolong buruk, ditandai dengan bau, warna kuning, keruh, tingginya kandungan garam, dan kandungan besi (Fe dan Mn) yang untuk daerah pantai rawa (pantai pasang surut). Akan tetapi kualitas airtanah yang baik umumnya dapat di akifer aluvial pantai berupa akifer tertekan. Kondisi airtanah di dataran pantai banyak ditentukan kondisi geologi di hulunya. Endapan aluvial ini dapat menjadi tebal jika cekungan yang membatasi terus menurun karena beban endapannya, misalnya dibatasi oleh sesar/patahan turun sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.

Laboratorium Hidrogeologi

I-8

Praktikum Hidrogeologi Umum

Gambar 7. Tipologi Sistem akifer Endapan Aluvial Pantai (Boonstra & Ridder, 1990) C. Sistem Akifer Endapan Rawa atau Delta Sistem akifer ini memiliki potensi airtanah dangkal yang relatif rendah/kecil, dengan kualitas buruk yang dicirikan dengan warna keruh, berbau serta rasa yang masam atau payau dan tingginya kadar garam, Fe, dan Mn. Lapisan pelapukan umumnya tebal dan bersifat impermeabel (kedap air). Karakteristik akifer di daerah ini adalah media pori dengan ketebalan akifer yang relatif tipis pada lapisan yang berukuran butir pasir. Berdasarkan posisinya secara geografis dan karakteristiknya dapat dibagi lagi menjadi sistem akifer rawa pasang-surut, sistem akifer rawa gambut dan payau, dan sistem akifer rawa musiman I.6.3 Tipologi Sistem Akifer Batuan Sedimen A. Sistem Akifer Batupasir-Batuserpih/batulempung terlipat Sistem akifer batupasir-batuserpih/batulempung pada dasarnya mirip dengan sistem akifer endapan aluvial atau delta yang terdiri atas perselingan pasir dan lempung. Hanya pada sistem ini mempunyai umur yang lebih tua dan telah mengalami proses diagenesa yang menyebabkan terjadinya kompaksi, sementasi, dan lithifikasi. Proses diagenesa ini selanjutnya menyebabkan terjadinya reduksi porositas dan permeabilitas pada batupasir. Sistem akifer ini dapat terbentuk dalam beberapa variasi kondisi geologi. Sebagai contoh dalam kerangka kontinental sedimen-sedimen mengisi depresi berbentuk cekungan dalam skala regional yang luas menghasilkan formasi-formasi geologi dengan batupasir yang kemudian dijumpai sebagai akifer-akifer tertekan seperti digambarkan pada Gambar 8.
Laboratorium Hidrogeologi
I-9

Praktikum Hidrogeologi Umum

Gambar 8. Contoh Tipologi Sistem Akifer Batupasir-Batulempung B. Sistem Akifer Sedimen Terlipat dan/atau Terpatahkan Berdasarkan posisinya, Indonesia yang terletak di sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng menyebabkan wilayahnya mengalami kondisi tektonik yang sangat kuat. Kondisi tektonik tersebut memberikan deformasi terhadap satuan-satuan geologi yang terendapkan dalam berbagai cekungan-cekungan sedimen yang ada. Deformasi yang diakibatkannya menyebabkan batuan terlipat dan/atau terpatahkan (Gambar 9). Potensi airtanah di daerah ini umumnya kecil mengingat batuan penyusunnya berupa serpih, napal atau lempung yang bersifat kedap air. Batupasir jika ada umumnya berupa sisipan dan sangat kompak karena berumur tua dan telah mengalami proses tektonik kuat, sehingga sedikit kemungkinan lapisan batupasir tua ini dapat bertindak sebagai akifer yang baik. Begitu pula dengan breksi sedimen. Batugamping, sekalipun sangat umum dijumpai pada daerah lipatan, apabila penyebarannya cukup luas, dipisahkan mengingat karakter hidrogeologinya yang spesifik. menjadi sistem akifer tersendiri

Batupasir (lapisan Akifer)

Napal Batugamping Batulempung

Gambar 9. Tipologi Sistem Akifer Sedimen Terlipat (Puradimaja, 1993)


Laboratorium Hidrogeologi
I-10

Praktikum Hidrogeologi Umum

C. Sistem Akifer Batuan Karbonat/Batugamping (Akifer Karstik) Selain kedua sistem akifer di atas, di Indonesia dapat dijumpai sistem akifer batuan karbonat/batugamping. Daerah pegunungan yang batuannya terdiri dari batugamping dan memperlihatkan morfologi yang khas berupa kumpulan bukit-bukit membulat serta kehadiran sungai-sungai bawah tanah disebut perbukitan karst. Pada dasarnya, karena merupakan batuan yang kompak, batugamping bersifat impermeabel. Adanya sistem rekahan atau rongga-rongga pelarutan di dalamnya, menyebabkan batugamping dapat bertindak sebagai akifer yang cukup baik tetapi tinjauan hidrogeologinya berlainan dengan daerah airtanah pada media porous. Seperti terlihat pada Gambar 10, batugamping mempunyai sifat yang khas yaitu dapat melarut dalam air sehingga dengan adanya sifat ini porositas pada batugamping berupa porositas sekunder atau rekahan. Dengan adanya kondisi ini, penyaluran bawah permukaan umumnya lebih menonjol dibandingkan penyaluran air permukaan. Maka, jarang sekali ditemukan sungai yang berair terus sepanjang tahun, karena air lebih banyak mengalir sebagai aliran bawah permukaan melalui sistem rongga-rongga pelarut yang bercabang-cabang dan bertingkat-tingkat sesuai dengan sejarah pelarutan batugamping yang akhirnya dapat membentuk suatu jaringan sistem aliran sungai bawah tanah.

Gambar 10. Sistem akifer media rekahan pada batugamping (Imam Sadisun dalam Puradimaja, 1993) I.6.5 Tipologi Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf Pegunungan dengan batuan kristalin berupa batuan beku dan metamorf berumur Pra Tersier tersingkap di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Di Pulau Jawa penyebarannya sangat terbatas, hanya dijumpai di KarangsambungKebumen, Jawa Tengah dan di Ciletuh-Sukabumi, Jawa Barat. Di Jawa pada umumnya terdiri
Laboratorium Hidrogeologi
I-11

Praktikum Hidrogeologi Umum

dari batuan metamorfosa dan kristalin seperti filit dan sekis, dan batuan beku kristalin. Melihat jenis batuannya, potensi air di daerah ini sangatlah kecil karena sifat batuannya yang umumnya kompak, padat dan keras sehingga kurang meneruskan air (impermeabel). Morfologi pegunungan Pra-Tersier umumnya berbukit cukup terjal, sehingga kecil sekali kesempatan airtanah untuk berakumulasi, dan dengan demikian kecil sekali kemungkinan munculnya mataair, ataupun jika ada hanya berupa rembasan dengan debit kecil. Airtanah dalam jumlah terbatas, berupa airtanah dangkal dapat dijumpai di pegunungan Pra-Tersier pada endapan-endapan kipas lerengnya, atau pada soil hasil pelapukannya (Gambar 11). Dapat pula pada batuan padatnya dengan dikontrol oleh sistem retakan dan rekahan intensif. Sistem keterdapatan airtanah dalam batuan padat yang dikontrol oleh sistem retakan dan rekahan intensif, dapat kita kategorikan sebagai sistem akifer batuan beku untuk zona batuan padat dengan beku sebagai penyusunnya dan zona akifer batuan metamorf untuk zona batuan padat dengan batuan metamorf sebagai batuan penyusunnya. Karakteristik tipologi ini dapat pula dijumpai pada batuan kristalin yang berumur muda. Contoh karakteristik ini pada batuan kristalin muda adalah pada daerah-daerah intrusi.
Soil hasil lapukan (lapisan akifer tak tertekan/bebas)

Batu beku /batu metamorf

Gambar 11. Sistem Akifer Batuan Beku/Metamorf I.6.6 Tipologi Sistem Akifer Endapan Glasial Kemungkinan keterdapatan endapan glasial di Indonesia, dapat dijumpai di puncak pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya. Penelitian endapan glasial di wilayah ini masih belum banyak dilakukan. Endapan ini umum dijumpai di daerah dengan iklim beriklim subtropis-dingin. I.7 Teknologi Eksplorasi Airtanah (permukaan dan bawah permukaan) I.7.1 Metoda Geologi Pemetaan geologi yang dilakukan untuk pemetaan airtanah mencakup :

Remote Sensing Penggunaan foto udara dan citra landsat sangat membantu dalam menafsirkan dan mengidentifikasi daerah-daerah recharge dan discharge airtanah. penafsiran dari foto udara

Laboratorium Hidrogeologi

I-12

Praktikum Hidrogeologi Umum

dilakukan melalui kunci-kunci penafsiran, misalnya dari jenis rona/tona sedangkan pada citra landsat didasarkan pada kunci-kunci interpretasi warna citra.

Geomorfologi dan analisa daerah aliran sungai (DAS) Bertujuan untuk penentuan awal daerah isian (recharge area), daerah luahan (discharge area), dan perkiraan tipologi akifer . Pemetaan penyebaran satuan batuan Pemetaan bertujuan untuk mengidentifikasi tipologi sistem akifer, penyebaran baik secara lateral maupun vertikal yang nantinya berguna untuk mengidentifikasi karakteristik sistem akifer di daerah penelitian. Pemetaan struktur dan batas akifer daerah tersebut. Penentuan zonasi struktur untuk mengetahui apakah struktur tersebut merupakan zona impermeabel (boundary condition) atau merupakan zona hancuran yang justru meningkatkan nilai permeabilitas lapisan batuan (conduit).

Pembuatan peta isofreatik dan isopach Bertujuan untuk mengetahui hidrodinamika airtanah Pembuatan diagram blok dan penampang Sebagai tahapan pemvisualisasian kondisi hidrogeologi dalam bentuk 3 dimensi.

I.7.2 Metoda Geofisika Pemetaan geofisika adalah pemetaan yang didasarkan anomali fisika dari material di bawah permukaan. Pemetaan geofisika merupakan data pendukung terhadap pemetaan geologi permukaan, sehingga sebelum diadakan penelitian geofisika, sebaiknya didahului oleh pengamatan kondisi geologi daerah penelitian. Pemetaan geofisika dilakukan berdasarkan beberapa metode pengukuran. Metode yang populer digunakan dalam eksplorasi geofisika untuk airtanah adalah :

Pengukuran geofisika dari permukaan (non-destructive test) Metode ini bersifat tidak langsung (indirect method). Jenis-jenis dari metode ini adalah :

Geolistrik: Yang umum digunakan adalah metode geolistrik (resistivity). Metode ini digunakan untuk memperkirakan letak serta ketebalan akifer. Seismik Refraksi: Digunakan untuk mengetahui ketebalan soil dan kedalaman basement. Gravity & Magnetik: Digunakan untuk mengetahui konfigurasi basement (dasar) suatu cekungan airtanah dan sungai-sungai purba (paleochannel) Georadar :
I-13

Laboratorium Hidrogeologi

Praktikum Hidrogeologi Umum

Digunakan untuk mengetahui muka airtanah dan letak akifer.

Pengukuran geofisika pada lubang pemboran (destructive test) Metode pengukuran bersifat langsung. Metode yang umum digunakan adalah : electrical

resistivity log, self potensial (SP), dan Gamma Ray Log.


I.8 Metoda Hidrokimia Penelitian hidrogeologi dengan metoda geokimia, umumnya ditujukan untuk mengetahui kualitas dan fasies airtanah, sebagai dasar untuk memprediksi proses sirkulasi airtanah, jenis akifer secara umum, dan untuk melacak sistem aliran airtanah pada akifer media rekahan. Daftar Pustaka 1. Boonstra & Ridder, 1990, Numerical Modelling of Groundwater Basins, ILRI Publication 29, Netherlands 2. Brassington, R , 1993, Field Hydrogeology, John Wiley & Sons, New York USA. 3. Davis S.N & De Wiest, 1966, Hydrogeology, John Wiley & Sons, United States of America 4. Puradimaja, DJ & Rachmat F Lubis, 1998, Pemilihan Konfigurasi dan Jenis Pendugaan Geolistrik Berdasarkan Pemahaman Tipologi Sistem Akifer Airtanah Daerah Survey Eksplorasi Hidrogeologi, Proceeding Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) XXVII, Yogyakarta 5. Puradimaja DJ, 1993, Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumber Daya Air, LAPI ITB- Departemen Transmigrasi, Bandung 6. Domenico & Schwarts, 1990, Physical & Chemical Hydrogeology, John Wiley & Sons, Toronto Canada 7. Fetter, C.W, 1980, Applied Hydrogeology, Third Edition, Merrill Pubs.co. Colombus Ohio United States of America 8. Freeze R.A. & Cherry, 1979, Groundwater, Prentice Hall, Inc. United State of America 9. Heath, 1983, Basic Groundwater Hydrogeology, USGS Paper, United States of America 10. J. Bier, 1978, Hydraulics of Groundwater, Mc Graw & Hill, United States of America 11. Mandel & Shiftan, 1981, Groundwater Resources: Investigation and Development, Academic Press Inc, USA. 12. Todd, DK., 1984, Groudwater Hydrology, 2nd ed, John Willey & Sons, New York USA

Laboratorium Hidrogeologi

I-14

You might also like