You are on page 1of 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar DBD 2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti betina. Penyakit ini pada awalnya tidak menunjukkan gejala yang spesifik, sehingga sulit untuk dikenali. Bila tanpa penanganan yang cepat dan tepat, penderita bisa jatuh dalam keadaan yang lebih fatal (Hastuti, 2008). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau DEN-4 (baca : virus denggi tipe 1-4) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides aegypti yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD (Ginanjar, 2008). Demam berdarah dengue ( DBD ) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan bertedensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian pada puncak kasus (Mansjoer, 2000).

2.1.2. Etiologi Penyebab DBD adalah virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti yang mempunyai ciri belang hitam-putih diseluruh tubuh sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala sebagai demam dengue (DD). Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda (Mansjoer, 2000). Ada empat tipe virus penyebab DBD, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing dari virus ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium. Infeksi dari satu tipe virus dengue akan memberikan satu imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun hanya memberikan imunitas yang sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya.

Misalnya seseorang terinfeksi virus DEN-2, akan mendapatkan imunitas menetap terhadap infeksi virus DEN-2 pada masa yang akan dating. Namun, ia tidak memiliki imunitas menetap jika terinfeksi virus DEN-3 di kemudian hari. Selain itu, ada bukti-bukti yang menunjukkan jika seseorang telah terinfeksi virus dengue, kemudian terinfeksi lagi oleh tipe virus lainnya, gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat dan akan sering kali fatal. Kondisi inilah yang menyulitkan untuk pembuatan vaksin untuk penyakit DBD (Ginanjar, 2008)

2.1.3. Patofisiologi Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang, dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan: peningkatan permeabilitas kapiler dan kelainan hemostatis, yang disebabkan oleh vaskulopati,

trombositopenia dan koagulopati (Mansjoer, 2000).

2.1.4. Manifestasi Klinik Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari asimtomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue, sampai sindrom syok dengue. Walaupun secara epidemiologi infeksi ringan lebih banyak, tetapi awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat. Biasanya ditandai dengan demam tinggi , fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Demam dengue pada bayi dan anak

berupa demam ringan besar dan dewasa dikenal sindrom trias dengue berupa demam tinggi mendadak , nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung, dan sendi), dan timbul ruam makropapular. Tanda lain menyerupai demam dengue yaitu anoreksia, muntah, dan nyeri kepala. (Mansjoer, 2000).

2.1.5. Diagnosis Diagnosis DBD biasa dilakukan secara klinis: a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, Demam berkisar 39-40 anoreksia, malaise, nyeri pada punggung, tulang, persendian, dan kepala. b. Manifestasi perdarahan, seperti uji torniquet positif, petekie, pirpura, ekimosis, epistaksia, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena. c. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus. d. Dengan/tanpa syok. Syok yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis yang buruk. e. Kenaikan nilai Ht/hemokonsentrasi, yaitu sedikitnya 20%. f. Adanya ruam-ruam pada kulit. g. Leukopenia Derajat Beratnya DBD secara klinis sangat bervariasi, WHO (1997) dalam Mansjoer (2000) membagi menjadi 4 derajat yaitu: Derajat I Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif. Derajat II Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat. Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan basah. Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Kriteria Laboratorium:

Menurut Mansjoer (2000), seseorang didiagnosa DBD jika hasil laboratorium menunjukkan hasil trombositopenia (<100.000/mm) dan peningkatan nilai hematokrit >20%, diagnosis DBD dipastikan dengan pemeriksaan serologi (IHA, Imunoglobulin) dan atau isolasi virus. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu diagnosis adalah: hipoalbuminemia, hiponatremia, peningkatan kadar transaminase, limposit plasma biru (20-50%). Pemeriksaan radiologi yang menunjang diagnosis: a. Dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali, dan efusi perikard. b. Hepatomegali, dilatasi vena hepatica, cairan rongga peritonium (ascites) dan penebalan dinding kandung empedu pada USG abdomen (Mansjoer, 2000).

2.1.6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DBD tentunya berdasarkan kelainan utama yang terjadi yaitu perembesan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang berlangsung selama 24-48 jam akan menyebabkan terjadinya syok, anoksia, asidosis, dan kematian. Oleh karena itu, harus diusahakan untuk mendeteksi adanya perembesan plasma secara dini sehingga dapat mencegah terjadinya syok. Perembesan plasma terjadi saat peralihan fase demam ke fase penurunan suhu. Kalau pada Demam Dengue (DD), saat peralihan ini berarti penyembuhan, sedangkan pada DBD merupakan saat kritis karena merupakan awal dari fase syok. Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut: a. Tirah baring atau istirahat baring. b. Diet makan lunak. c. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, the manis, sirup dan beri oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. d. Pemberian cairan intravena (biasanya RL, NaCl faali). e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian kompres dingin. h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. i. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter). j. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. k. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).

You might also like