You are on page 1of 40

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini, masyarakat Indonesia menanggulangi beberapa penyakit melalui pemanfaatan tanaman obat tradisional. Seiring dengan ada slogan back to nature maupun krisis ekonomi yang berkepanjangan, penggunaan obat tradisional menjadi alternatif pengobatan selain obat modern. Proses penemuan suatu obat dari suatu tanaman merupakan sesuatu yang tidak mudah dan butuh waktu yang lama. Proses tersebut meliputi diantaranya studi etnofarmakologi, kemotaksonomi, skrining senyawa bioaktif, kemungkinan upaya sintesis senyawa tunggal, studi pre-klinik maupun klinik, sampai produksi skala besar untuk tujuan medik. ( Prihatman, K. 2000 ) Salah satu tanaman Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut adalah buah pepaya (Carica Papaya). Pepaya berasal dari Amerika Tengah, yaitu daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nicaragua. Pepaya merupakan salah satu buah favorit yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Daun dan buah pepaya yang dimakan pada umumnya dapat dikembangkan sebagai kandidat obat ( Prihatman, K. 2000 ). Buah pepaya memiliki nama latin Carica Papaya terkenal sebagai tanaman obat di berbagai belahan dunia. Khasiatnya diperoleh dari seluruh bagian tanaman sehingga buah papaya banyak digemari karena rasanya yang manis. Sebaliknya, rasa pahit daun papaya membuat banyak orang tidak menyukainya. Padahal, manfatanya sangat banyak sama halnya dengan buah papaya yaitu membungkus daging sebelum dimasak karena enzim papainnya mampu mengempukkan daging dan mempercepat penyembuhan luka bakar serta borok. Daun pada tumbuhan pepaya mengandung banyak getah putih seperti susu (white milky latex) yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai antiinflamasi. (Journal Society of Biology).
1

Daun pepaya juga mengandung berbagai macam zat antara lain vitamin A, B1, kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi, dan air. Selain itu, lebih dari lima puluh asam amino terkandung dalam getah pepaya antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein. Bahan-bahan tersebut dipadukan dalam bahan baku industri kosmetik untuk menghaluskan kulit dan menguatkan jaringan agar lebih kenyal. ( Sri Setiyowati; Tangerang). Dari hasil riset, diketahui bahwa ekstrak daun pepaya akan menghasilkan molekul yang disebut Th1 tipe sitokin yang membantu peningkatan sistem imun tubuh. Nam Dang dari Universitas Florida dan rekannya dari Jepang Pepaya juga bukan buah musiman sehingga bisa di dapat sepanjang tahun. ( Anne Ahira; 2008).Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun subtropics serta di daerah-daerah basah dan kering atau di daerahdaerah dataran dan pegunungan (sampai seribu meter dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi (AAK. 1975. Bertanam Pohon Buah-uahan. Yogyakarta : Kanisius) . Protein-enzim pencernaan yang dimiliki papaya (papain dan chymipapain) membuat menjadi antiinflamasi yang baik. Selain itu, vitamin A dan C serta beta-karoten juga efektif mengobati peradangan. ( Asep Candra 2011). Kulit merupakan salah satu indra yang memiliki fungsi seperti proteksi dari sinar matahari, mengeluarkan zat-zat tertentu misalnya keringat. Kulit juga dapat mengalami kelainan misalnya peradangan. ( Dr. Zukesti Efendi; 2003 ) Saat ini, penyakit peradangan merupakan penyakit dimana para sarjana Kedokteran telah mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian tentang perkembangan, pencegahan dan pengobatan alergi maupun penyakitpenyakit yang berhubungan dengan alergi. ( Dr. Zukesti Efendi; 2003 ).

Kasus penyakit inflamasi banyak terdapat di Indonesia.Upaya terapi yang optimal diperlukan pemberian dosis yang tepat bila tidak tepat akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan mengurangi penampilan diri.( Sri Setiyowati; Tangerang). Inflamasi merupakan keadaan sehari-hari respons jaringan terhadap rangsang fisik atau kimiawi yang merusak. Ransangan itu menyebabkan timbulnya reaksi radang seperti bengkak, rasa nyeri, dan warna merah. Inflamasi mencakup penggabungan antigen, antibody, komplemen yang menjadi penarik leukosit. Leukosit kemudian memfagositosis antigen, antibody, komplemen dan melepaskan enzim lisosom yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga timbul inflamasi. Dua tahap inflamasi adalah tahap vascular yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. ( Sarono ; Pusar penelitian dan Pengembangan Farmasi ; Jakarta ).

Inflamasi pada kulit adalah suatu kondisi umum yang biasanya tidak mengancam jiwa atau menular. Akan tetapi, kondisi ini dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman dan percaya diri. Penyebab inflamasi bisa disebabkan oleh agen kuman, parasit, jamur, benda-benda tajam, suhu, berbagai jenis sinar, listrik, zat-zat kimia, dsb. ( dr. Yusri; 2011 ).

Dengan demikian, daun pepaya diharapkan dapat digunakan dan diketahui dosis yang tepat sebagai obat alami untuk radang pada kulit. Dari permasalah tersebut diatas, Peneliti melakukan penelitian yang berjudul PENGARUH ESKTRAK DAUN KERING PEPAYA ( Carica Papaya) TERHADAP INFLAMASI KULIT PADA KULIT TIKUS PUTIH (Strain Winstar) untuk membuktikan khasiat daun Pepaya dalam obat antiinflamsi pada kulit dan mengetahui kadar dosis yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh esktrak daun kering papaya terhadap inflamasi kulit pada tikus putih ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dilakukann penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pengaruh esktrak daun kering papaya terhadap inflamasi kulit pada tikus putih. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dilakukan penelitian ini, diantaranya : Peneliti mengetahui efektivitas ekstrak daun kering papaya sebagai anti inflamasi pada kulit tikus. Peneliti mengetahui dosis yang tepat untuk digunakan sebagai salah satu obat alternatif antiinflamasi.

1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik

Penelitian ini dapat menjadi landasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang penelitian kesehatan.

1.4.2 Manfaat untuk masyarakat Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan manfaat, yakni :

Masyarakat mengetahui daun kering papaya sebagai salah satu obat alternatif inflamasi kulit.

1.4.3

Manfaat untuk lembaga kesehatan Bagi lembaga kesehatan, terutama lembaga farmasi, penelitian ini dapat menjadi landasan untuk membuat obat-obat baru hasil olahan alam terutama daun kering pepaya yang mempunyai manfaat yang baik sebagai antiinflamasi pada kulit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya 2.1.1 Taksonomi Pepaya ( Caricia Mandica )
Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh-tumbuhan ) Divisi Kelas Ordo Famili Spesies : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) : Dicotyledone ( biji berkeping dua ) : Caricales : Caricaceae : Carica papaya L. Sub-divisi: Angiosperma ( biji tertutup )

Tanaman pepaya berasal dari Amerika Tengah yaitu daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nicaragua. Salah satu bukti yang menguatkan penemuan ini adalah telah ditemukannya bermacam-macam jenis pohon papaya di Benua Amerika, pada abad ke-15. Pada abad ke-16, tanaman ini menyebar ke berbagai negara di benua Afrika dan India di benua Asia, melalui para pelayar yang senang pesiar, terutama bangsa Portugis. Selanjutnya, pada abad ke-17 menyebar ke berbagai negara tropis lain, sampai ke pulau-pulau di Lautan Pasifik. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun subtropis di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan. ( Rukmana. R, 1995 ).

Negara-negara penghasil pepaya antara lain Kosta Rika, Kuba, Republik, Dominika, Meksiko, Puerto Riko, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia merupakan penghasil papaya yang cukup besar, dengan produksi mencapai 200.000 top per tahun. Di Indonesia, daerah utama penghasil papaya meliputi Sumatra Utara, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, NTT, Kalimantan, Sulawesi, dan lainlain. ( Warisno, 2003, Budi Daya Pepaya, Kanisius; Yogyakarta ). Pohon pepaya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh sapai setinggi 5-10 meter dengan daun-daunan yang membentuk berupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah. Bentuk buah bulat memanjang dan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap dan setelah masak hijau muda sampai kuning. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah, tergantung varietasnya. Bagian tengah buah berongga. Biji-biji berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk mencegahnya dari kekeringan. ( Rahmar Rukmana , 2004 ). Tanaman papaya mudah beradaptasi dengan lingkungan. Budi daya tanaman papaya akan berhasi dengan baik apabila seluruh kebutuhan hidup dan kebutuhan berproduksinya terpenuhi. Tanaman papaya dapat tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian 0 1500 meter di atas permukaan laut. Di samping itu , tanaman papaya memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap suhu udara dan intensitas sinar matahari. Namun demikian, daerah yang paling cocok untuk berproduksi adalah yang memenuhi persyaratan tumbuh sebagai berikut : a. Memiliki ketinggian 0 700 meter. b. Memiliki suhu udara 220 260 C. c. Memiliki curah hujan 1.000 1.500 per tahun. d. Membutuhkan tempat yang terbuka dan mendapatkan sinar matahari secara penuh. ( Hembing , 1994 ) Tanaman papaya juga dapat tumbuh di berbagai jenis tanah yang dapat ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang lain. Namun, apapbila diinginkan hasil produksi yang tinggi dengan mutu yang baik, maka diperlukan jenis tanah

latosol serta jenis-jenis tanah lain

yang ringan, subur, gembur, banyak

mengandung humus, beraerasi, berdrainase baik, serta memiliki derajat keasaman (pH) 6-7. ( Ir. M. Lies Suprapti, 2005, Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal, Kanisius:Yogyakarta ). Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman papaya termasuk tumbuhan perdu yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan semusim, namun dapat tumbuh setahun atau lebih. Sistem perakarannya memiliki akar tungang dan akar-akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua arah pada kedalaman satu meter atau lebih dan menyebar sekitar 60-150 cm atau lebih dari pusat batang tanaman. Daun papaya bertulang menjari dengan warna permukaan atas hijau-tua sedangkan warna permukaan bagian bawah hijau muda. ( H. Rahmat Rukmana, 2004, Pepaya, Kansisius; Yogyakarta). Daun berkumpul di ujung batang dan ujung percabangan, tangkainya bulat silindris, berongga, panjang 25-100 cm. Helaian daun bulat telur dengan diameter 25-75 cm, berbagi menjari, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung. Cuping-cuping daun berlekuk sampai berbagi tidak beraturan, tulang cuping daun menyirip. Bunga jantan berkumpul dalam tandan, mahkota berbentuk terompet, warnanya putih kekuningan. Buahnya buah buni yang bisa bermacam-macam bentuk, warna, ataupun rasa daging buahnya. Bijinya banyak dan berwarna hitam. Tanaman ini dapat berbuah sepanjang tahun dimulai pada umur 6-7 bulan dan mulai berkurang setelah berumur empat tahun. (Dalimartha dan Hembing, 1994).

2.1.2 Kandungan Pepaya


Menurut VN Villegas dalam tulisannya yang dimuat Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan sekitar enam puluh persen buah pepaya yang masak dapat dimakan. Setiap seratus gram pepaya rata-rata mengandung 86,6 gram air, 0,5 gram protein, 0,3 gram lemak, 12,1 gram karbohidrat, 0,7 gram serat, 0,5 gram abu, 34 mg kalsium, 11 mg fosfor, 1 mg besi, 3 mg kalium, 450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C, 0,03 mg tiamina, 0,5 mg niasina, dan 0,04 mg riboflavin. Nilai energinya 200 kJ/100 gram serta
8

kandungan gula utamanya adalah sukrosa (48,3 persen),glukosa (29,8 persen), dan fruktosa (21,9 persen). Meskipun daun papaya rasanya pahit, tetapi manis manfaatnya. Daun papaya mengandung enzim bromelin (enzim pengempuk). Kandungan vitamin yang terdapat dalam daun papaya adalah vitamin A dan vitamin C. Dalam setiap seratus g daun papaya tersimpan vitamin A senilai 5.475 RE. ( Ir. Lukas Tersono Adi, 2007, Terapi Herbal berdasarkan Golongan Darah, AgroMedia Pustaka : Jakarta Selatan). Kandungan gizi daun papaya belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi perlu diberikan kepada itik maksimum lima persen dari total ransum.

Komposis Kalori ( kal ) Protein ( g ) Lemak ( g ) Karbohidrat ( g ) Kalsium ( mg ) Fosfor ( mg ) Zat Besi ( mg ) Vitamin A ( S.I ) Vitamin B1 ( mg ) Vitamin C ( mg )

Daun 79,00 8,00 2,00 11,90 353,00 63,00 0,80 18.250,00 0,15 140,00

Pepaya juga merupakan antiinflamasi yang cukup ampuh. Enzim papain dan chymopapaon bekerja sama dengan beta-karoten, vitamin A, C, dan E untuk mencegah peradangan. Kerja sama yang baik tersebut mencegah radangan (inflamasi). Chymopapain juga digunakan dalam penyembuhan dan pemulihan luka bedah sebagai buah yang matang, papain dan chymopapain menghilang; tidak hadir dalam buah matang. Carpaine, senyawa alkaloid juga ditemukan dalam pepaya hijau dan telah terbukti memiliki sifat antibakteri dalam tes laboratorium, ekstrak dari epicarp (kulit),endocarp (daging) dan biji pepaya
9

matang dan mentah baik menunjukkan aktivitas in vitro antibakteri terhadap beberapa mikroorganisme. Pepaya juga memiliki sifat fibrinolitik yang membantu untuk menghilangkan rawa dari luka-luka. Ada juga efek proteolitik pada bakteri yang dihasilkan dari produksi koagulum yang melumpuhkan mikroorganisme dan melindungi infeksi bakteri tuan pengkhianatan atas tanah air. Daun papaya juga memiliki kandungan kimia seperti enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, sakarosa, saponin, dekstrosa dan levulosa. Alkaloid karpaina mempunyai efek seperti digitalis. Getahnya mengandung papain, kemokarpain, lisosin, lipase, glutamin, dan siklotransferase. (Adi Permadi, S.Si, 2007, Tanaman Obat Pelancar Air Seni, Penebar Swadaya : Jakarta).

2.1.3 Khasiat Pepaya


Tanaman papaya digunakan untuk mengobati penyakit seperti kulit melepuh karena panas, malaria, demam, digigit ular berbisa, beruban sebelum waktunya, ngangguan pencernaan, sebagai obat jerawat, dan anti kanker. Di Jawa, bunga pepaya juga banyak dijadikan manisan dan daun mudanya untuk lauk atau jamu. Karpaina, semacam alkaloid yang terkandung dalam pepaya dapat digunakan untuk mengurangi gangguan jantung, obat anti-amuba, dan obat peluruh kencing. Daun pepaya bisa digunakan untuk membungkus daging sebelum di masak karena enzim papainnya mampu mengempukkan daging. Daun pepaya juga mempercepat penyembuhan luka bakar dan borok ( Ir. Fauziah Muhlisah, Tanaman Obat Keluarga ).

2.1.4 Efek Farmakologi Pepaya


Pepaya bersifat manis dan netral. Daun dapat menambah nafsu makan, meluruhkan haid dan menghilangkan sakit (analgetik). (Dalimarta dan Hembing,1994). Daun pepaya telah lama dikenal untuk obat sakit malaria dan memperbaiki pencernaan. Selain itu, akar dan bijinya dimanfaatkan untuk obat cacing. Ibu-ibu yang sedang hamil muda tidak dianjurkan untuk mengonsumsi

10

biji dan buah pepaya muda karena bisa mengakibatkan keguguran (Gunawan, 1999).

2.2 Inflamasi ( Peradangan )


2.2.1 Pengertian
Inflamasi adalah respons terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler di mana cairan, elemenelemen darah, sel darah putih ( Leukosit ) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Mediator mediator kimianya adalah (1) histamine, (2) klinin, dan (3) prostaglandin. Histamin mediator pertama dalam proses inflamasi menyebabkan dilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan dapat meninggalkan kapiler dan mengalir ke daerah cedera. Kinin, seperti bradiknin, juga meningkatkan permeabilitas kapiler dan rasa nyeri. Prostaglangin menyebabkan bertambahnya vasodilatasi, permeabilitaskapiler, nyeri dan demam. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Respon tersebut dapat ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen fisik, zat kimia, jaringan nekrotok atau reaksi imun. Inflamasi umumnya ditandai oleh : 1. Dua komponen utama, yaitu respons dinding vascular dan respons sel radang. 2. Efek yang dimediasi oleh protein plasma yang beredar dan faktor-faktor yang diproduksi setempat oleh dinding pembuluh darah atau sel-sel radang. 3. Terminasi(berakhirnya proses inflamasi) baru terjadi ketika agen penyebabnya sudah dieliminasi dan mediator yang disekresikan dihilangkan, mekanisme antiinflamasi yang aktif juga turut terlihat.

2.2.2 Penyebab Inflamasi


Penyebab inflamasi bisa disebabkan oleh agen kuman, parasit, jamur, benda-benda tajam, suhu, berbagai jenis sinar, listrik, dan zat-zat kimia.

11

Inflamasi dapat menyebabkan perubahan jaringan dan memiliki keuntungan diantaranya yaitu pengenceran toxin, pembentukan fibrin, dan penyaluran nutrisi serta kerugian Infalamsi seperti jaringan normal rusak, fistula dan reaksi imun kurang tepat.

2.2.3 Tanda tanda Inflamasi


Tanda-tanda inflamasi kulit : 2.2.3.1 Eritema ( kemerahan ) Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediatormediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamine).

Kemerahan berupa becak-bercak dan lepuhan paling sering ditemukan di telapak tangan, telapak kaki dan wajah. Bercak merah membentuk bulatan dan mendatar tersebar di kedua sisi tubuh. Bercak ini berbentuk cincin berwarna gelap dengan bagian tengahnya berwarna ungu keabuan (seperti sasaran tembakan, target lesion). Kulit kemerahan ini kadang menimbulkan rasa gatal. Kemerahan pada kulit dapar berlangsung selama 2-4 minggu. 2.2.3.2 Edema ( Pembengkakan ) Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. mendilatasi Plasma merembes ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin arteriol meningkatkan permeabilitas kapiler. Kebanyakan dari cairan-cairan tubuh yang ditemukan diluar sel-sel normalnya disimpan dalam dua ruang-ruang; pembuluh ruang
12

interstitial. Pembengkakan disebabkan penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak, Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena, penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. ( ihsan kamil ; 2009 ). 2.2.3.3 Kolor ( panas ) Panas disebabkan yang pada oleh tempat inflamasi bertambahnya demam) yang

pengumpulan darah dan pirogen (substansi menimbulkan menganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya karena darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

2.2.3.4 Dolor ( Penyerian )

13

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung dapat saraf. Hal saraf. yang Selain sama, itu, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya merangsang pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit. Tanda-tanda tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, eksudasi dan perangsangan reseptor nyeri. Radang dapat dihentikan dengan meniadakan noksi atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Walaupun demikian, gangguan darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel darah ke dalam ruang ekstrasel serta proliferasi histiosit fibroblas. Proses-proses ini juga berfungsi primer pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisis asalnya, walaupun demikian juga dapat bekerja negatif. Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin dan kinin). Proses patogenesis tersebut membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimia, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat kemudian asam lemak tak jenuh ini sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2.4 Tahapan Inflamasi


Tahapan inflamasi adalah tahap vascular yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap caskular berkaitan dengan vasoliditasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler di mana substansi darah dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju ke tempat cedera. Tahap lambat terjadi ketika lekosit mengilfiltrasi jaringan inflamasi. (Kee dan Hayes, 1996)

14

2.2.5 Respon Inflamasi


Hasil akhir inflamasi adalah vasodilatasi (pembengkakan pembuluh darah) pada tempat yang terkena. Vasodilasi meningkatkan permeabilitas dan migrasi sek makrofagosit ke bagian cedera. Sel makrofag meliputi monosit dan neutrophil. Mereka bertanggung jawab untuk memakan benda asing dan menghancurkanya. Sel basophil, yang disebut sel mast di kulit, berperan dalam respons inflamasi dengan mengeluarkan histamine yang mendahului inflamasi. Kumpulan sel darah putih pada daerah yang cedera dapat dikenal sebagai zat berwarna putih nana, yaitu kumpulan sel mati dan cairan. Pada beberapa kasus cedera dan inflamasi, suhu tubuh dapat meningkat dari suhu tubuh normal pada beberapa waktu tertentu. Sel pertahanan tubuh non-spesifik, limfosit-T, berperan dalam system imun sebagai antigen presenting cells. Setelah memakan benda adding, ACPs mengeluarkan bagian-bagian benda asing tersebut atau antigen pada permukaan APCs, di bagian luar membrane plasma dan proses ini merangsang system imun tubuh. (Roger Watson ; 2002 ).

2.2.6 Pola Inflamasi


Inflamasi memiliki pola yang akut dan kronik : 2.2.6.1 Inflamasi akut : onset yang dini (dalam hitungan detik hingaa menit), durasi yang pendek ( dalam hitungan menit hingga hari) dengan melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel polimorfonuklear (neutrophil). Inflamasi akut memiliki tiga komponen utama yang turut menyebabkan tandatanda klinis : - Perubahan pada caliber vascular yang menyebabkan peningkata aliran darah (panas dan merah). - Perubahan struktural dalam mikrovaskulatur yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah untuk menghasilkan eksudat radang (edema).

15

- Emigrasi leukosit berasal dari pembuluh darah dan akumulasi pada tempat jejas (edema dan nyeri). 2.2.6.2 Inflamasi kronik : onset yang terjadi kemudian (dalam hitungan hari) dan durasi yang lebih lama (dalam hitungan minggu hingga tahun) dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasi pembuluh darah serta pembentukan jaringan parut. Inflamasi kronik dapat terjadi : - setelah inflamasi akut, baik akibat rangsangan yang terus berlangsung ataupun karena proses penyembuhan yang terhenti. - Dari penyakit penyebab inflamasi akut yang berulang. - Paling sering sebagai respons tingkat-rendah, respon lambat tanpa inflamasi akut sebelumnya.

2.2.7 Obat Antiinflamasi Nonsteroid


NSAID merupakan obat-obat seperti aspirin yang menghambat sintesa prostaglandin. Obat-obat ini, juga dikenal sebagai penghambat prostaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda tetapi terutama dipakai sebagai agen antiinflamasi untuk meredakan inflamasi dan nyeri. Ketika memberikan NSAID untuk meredakan nyeri, dosisnya biasanya lebih tinggi daripada untuk pengobatan inflamasi. Efek antipiretiknya tidak sekuat dari efek antiinflamasinya, kecuali aspirin, preparat-preparat NSAID tidak dianjurkan pemakaianya untuk meredakan sakit kepala ringan dan demam. Ada tujuh kelompok NSAID : 1. Salisilat Aspirin adalah agen antiinflamasi yang tertua. Aspirin merupakan penghambat prostaglandin yang mengurangi proses inflamasi dan agen antiinflamasi yang paling sering diapakai sebelum dikenal adanya ibuprofen. Karena aspirin dalam dosis tinggi biasanya diperlukan untuk meredakan inflamasi maka rasa tidak enak pada lambung sering merupakan masalah. Dalam kasus-kasus demikian , penyembuhan inflamasi dapat dipakai tablet entric16

coated. Aspirin tidak boleh dipakai bersama-sama dengan NSAID karena mengurangi kadar NSID dalam darah dan efektifitasnya. Aspirin juga dianggap sebagai obat antiplatelet untuk klien yang mengalami ngangguan jantung atau pembuluh darah otak. (anonym ; 1995). 2. Derivat asam para-klorobenzoat, atau indol Salah satu dari NSAID yang mula-mula diperkenalkan adalah indometasin (Indocin). Obat ini dipakai untuk rematik, gout, dan osteoarthritis serta penghambat prostaglandin yang kuat. Obat ini mempunyai waktu paruh yang sedang ( 4-11 jam ). Indocin sangat mengiritasi lambung dan harus dimakan sewaktu makan atau bersama-sama makanan. Dua derivat asam para-klorobenzoat lainnya, sulindak (Clinoril) dan tolmetin (Tolectin) menimbulkan lebih sedikit reaksi yang merugikan daripada indometasin. Tolmetin tidak begitu tinggi berikatan dengan protein seperti halnya indometasin dan sulindak serta mepunyai waktu paruh yang singkat. Kelompok NSAID ini dapat menurunkan tekanan darah serta menyebabkan retensi natrium dan air. 3. Derivat pirazolon Kelompok pirazolon dari NSAID seperti juga kelompok asam paraklorobenzoat, tinggi berikatan dengan proteinnya. Fenilbutazon (Butazolidin) 96% berikatan dengan protein, telah dipakai selama bertahun-tahun untuk mengobato artritis reatoid dan gout akut. Obat ini mempunyai waktu paruh yang sangat panjang, 50-65 jam sehingga sering timbul reaksi yang merugikan dan mengakumulasi obat. Agen-agen pirazolon lain, oksifenbutazon (Tandearil), aminopirin (Dipirin), dan dipiron (Feverall), jarang dipakai karena reaksi yang merugikan yang ditimbulkannya dan karena sering terjadi tokssisitas. Rekasi yang merugikan yang paling berbahaya dari kelompok obat ini adalah diskrasia darah, seperti agranulositosis dan anmenia aplastic. Fenilbutazon hanya boleh dipakai untuk mengobati artitis dan keadaan NSAID yang berat di mana NSAID lainnya yang kurang toksik telah digunakan tanpa hasil.

17

4. Derivat Asam Proprionat Kelompok asam proprionat mewakili kelompok NSAID yang relative baru. Obat-oat ini seperti aspirin tetapi mempunyai efek yang lebih kuat dan lebih sedikit menimbulkan iritasi gastrointestinal. Obat-obat dalam kelompok ini tinggi berikatan dengan protein, sehingga dapat terjadi interaksi obat terutama jika jika diberikan bersama dengan obat lain yang juga tinggi berikatan dengan protein. Ibuprofen (Motrin) kini merupakan NSAID yang paling banyak dipakai, dan dalam dosis yang lebih rendah ( 200 mg) dapat dibeli bebas. NSAID dalam kelompok ini leboh baik ditoleransi daripada NSAID yang lain. Lima agen asam proprionat lain yaitu fenoprofen kalsiu ( Nalfon ), naproksen (Naprosyn), suprofen (Suprol), ketoprofen (Orudis), dan flubiprofen (Ansaid). 5. Fenamat Kelompol fenamat meliputi NSAID yang dipakai untuk keadaan artritis akut dan kronik. Iritasi lambung merupakan efek samping yang sering pada fenamar dan klien dengan riwayat tukak peptic harus menghindari pemakaian obat-obat dari kelompok ini. Efek samping lain adalah edema, pusing, tinnitus, dan pruritus. Dua fenamat yang lain adalah meklofenamar sodium monohidrat (Meclomen) dan asam mefenamat ( Ponstel).

6. Oksikam Oksikam adalah NSAID yang baru, seperti yang lainnya, diindakasikan untuk keadaan artritis yang lama, seperti rematoid dan osteoarthritis. Obat ini ditoleransi dengan baik dan keuntungan utama dari obat ini adalah waktu paruhnya yang panjang sehingga memungkinkan dipakai sekali sehari. Oksikam tidak boleh dipakai bersama dengan aspirin atau NSAID lain. 7. Asam-asam fenilasetat

18

NSAID terbaru mempunyai waktu paruh plasma nya 8-12 jam. Efek analgesik dan antiinflamasinya serupa dengan aspirin akan tetapi efek antipiretiknya minimal atau tidak ada sama sekali. Obat ini diindikasikan untuk artritis rematoid, osteoarthritis, dan ankilosing spondylitis. NSAID Salisiat -Aspirin -D: PO: 2,6-5,4 g/hari dalam -Membutuhkan dosis dosis terbagi tinggi untuk inflamasi, artritis rematoid. A:PO: 90-130 mg/kg/hari dalam dosis terbagi -Untuk osteoartitis -D:PO:500-1000 dalam dosis terbagi 2 mg/hari DOSIS PEMAKAIAN

-Difunisal (Dolobid)

Asam ParaKlorobenzoat (indol) -Indometasin (Indocin) -Sulindak (Clnoril) -Tolmetin (Tolectin)

-D:PO:25-50 mg, t.i.d. atau -Untuk keadaan artris q.i.d. tidak melebihi 200 yang sedang atau berat. mg/hari - Untuk artritis akut dan -D:PO: 150-200 mg, b.i.d kronik. Tidak sekuat indometasin -Untuk artritis akut dan kronik. Kurang kuat dengan A:PO: 15-30 mg/kg/hari dalam dibandingkan indometasin dosis terbagi 3-4 -D:PO:400-600 mg, t.i.d

Pirazolon Fenibutazon (Butazolidin) Asam Proprionat

Untuk artritis

19

-Ibuprofan (Morfin,Advil) -Fenoprofen (Nalfon) -Naproksen (Naprosyn)

-D:PO:300-600 mg, t.i.d atau -Untuk keadaan artritis. q.i.d, tdk melebihi 3,2 g/hari Dapat memperpanjang pendarahan - D:PO:300-600mg, t.i.d atau q.i.d , tdk melebihi 3,2 hari -Untuk keadaan artritis. Paling efektif setelah 2-3 -A:PO:10 mg/kg/hari dalam hari mingu pengobatan dosis terbagi 2 - Untuk keadaa artritis, gout, bursitis

2.2..8 Akibat Obat Inflamasi Kelebihan atau Kekurangan


Ciri dari inflamasi yang tidak sempurna adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan penyembuhan yang tertunda serta kerusakan jaringan. Tertundanya perbaikan terjadi karena inflamasi penting untuk membersihkan debris dan jaringan yang rusak serta menyediakan rangsangan yang dibutuhkan untuk memulai proses perbaikan. Inflamasi yang berlebihan merupakan dasar dari banyak kategori penyakit pada manuia, contohnya, alergi dan penyakit autoimun. Inflamasi juga memainkan peranan penting pada kanker, aterosklerosis dan penyakit jantung iskemik, serta beberapa penyakit neurodegenaratif (misalnya, penyakit Alzheimer). Infalmasi yang berkepanjangan dan diikuti dengan fibrosis juga menyebabkan perubahan patologik pada infeksi kronik, metabolic dan penyakit lain.

2.3 KULIT 2.3.1 Struktur Kulit


Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis)-sebagai lapisan yang paling luar-, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan
20

penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis). Sebagai gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :Skema Bagian Bagian Kulit

1. Kulit Ari (epidermis) Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh yang paling tebal berukuran satu milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu : a. Lapisan tanduk (stratum corneum) merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Proses pembaruan lapisan tanduk berlangsung sepanjang hidup sehingga kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya usia dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar enam puluh tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak putih karena melanosit lambat bekerja dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecilkecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar tembus cahaya.
21

c. Lapisan berbutir

(stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit

berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan terbawah epidermis. Lapisan ini dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit.

keterangan : A=melanocyt , B=Langerhans cell, C=Merkels cell, D=Nervanda, 1=Stratum corneum, 2=Stratum granulosum, 3=Stratum spinosum, 4= stratum basale 5=basalmembran, Sumber : buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI 2. Kulit Jangat (dermis) Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara

22

kandung rambut. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm. Masingmasing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Pada dasarnya, dermis terdiri sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Di dalam lapisan kulit, jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat dan kelenjar palit. a. Kelenjar keringat, Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk poripori keringat. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu : 1) Kelenjar keringat ekrin. kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung 95 97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolism seluler. Bentuk kelenjar keringat kulit yang tidak ada rambutnya. 2) Kelenjar keringat apokrin, Kelenjkar ini terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon. ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan

23

b. Kelenjar palit, Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. 3. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis) Lapisan ini mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata Lapisan terdalam banyak mengandung sel limposit yang menghasilkan banyak lemak. Sel lemak berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma.

2.3.2 Fungsi Kulit


Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut : 1. Pelindung atau proteksi Epidermis,lapisan tanduk, berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.

24

2. Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi. 3. Pengatur panas atau thermoregulasi Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,5 C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat. 4. Pengeluaran (ekskresi) Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari. 5. Penyimpanan. Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak. 6. Penyerapan terbatas Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapatpada krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya. 7. Penunjang penampilan Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

25

2.3.3 Kelainan Kulit


1. Kelainan pada kelenjar palit : a. Jerawat (akne) Jerawat atau akne adalah suatu penyakit radang yang mengenai susunan Jerawat sangat pilosebaseus yaitu kelenjar palit dengan folikel rambutnya.

umum terdapat pada anak-anak masa pubertas dan dianggap fisiologis oleh karena perubahan hormonal. Timbunan lemak di bawah kulit ini selain membuat kulit kasar, tidak rata juga tidak enak dipandang mata. Penderita umumnya mempunyai jenis kulit berminyak. Kulit kasar akan makin menjadi, pada kulit yang kurang memproduksi minyak, seperti mereka yang termasuk kategori berkulit kering. Selain perubahan hormonal, kesalahan memilih kosmetik juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat. Jerawat timbul di daerah sebore yaitu daerah kulit yang mengandung lebih banyak kelenjar palit di daerah kulit yang lain. b. Komedo Komedo adalah nama ilmiah dari pori-pori yang tersumbat. Komedo merupakan sumbatan lemak yang asalnya dari produksi lemak tubuh kita. Komedo sebagai bentuk permulaan jerawat berupa gumpalan massa atau sebum yang tersumbat di dalam saluran susunan pilosebaseus. Sebum adalah salah satu kelenjar minyak yang dihasilkan kelenjar kulit yaitu kelenjar sebasea. Ketika sel-sel 88 kulit mati dan kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit tidak dibersihkan maka sel-sel mati menumpuk di kulit, minyak di permukaan kulit kemudian menutup sel-sel kulit, maka terjadilah penyumbatan. 2. Tumbuhan pada Kulit Tumbuhan atau tumor pada kulit ari berupa penonjolan yang terjadi karena bertambah banyaknya sel secara berlebihan. Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumbuhan atau tumor kulit mungkin berasal dari sel-sel epidermis, dari sel-sel lapisan kulit lebih dalam, dari andeksa kulit atau merupakan hasil penumpukan zat-zat tertentu. Tumbuhan kulit yang sering dijumpai yaitu

26

siringoma, kutil atau verucca vulgaris, xanthoma, keratosis seboroik, dan naevus pigmentosus (tahi lalat).

3. Gangguan Pigmentasi Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu jumlah pigmen melanin kulit, peredaran darah, tebal tipisnya lapisan tanduk dan adanya zat-zat warna lain yang bukan melanin yaitu darah dan kalogen. Dalam keadaan normal, melanin dihasilkan secara teratur oleh sel melanosit. Melanin-selain memberi warna pada kulit- berfungsi melindungi kulit dari terpaan sinar matahari yang dapat merusak struktur kulit dan kulit menjadi gelap serta melindungi kulit terhadap penyinaran sinar ultra violet. Pembentukan pigmen melanin dirangsang oleh sinar ultra violet. Kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit, yaitu : Melanosis, gangguan fungsi kelenjar, Lentigo, dan Vitiligo. 4. Infeksi Jamur Kelainan kulit karena infeksi jamur antara lain disebabkan oleh segolongan jamur dermatofita (dermatofitosis), ragi candida (kandidosis kulit) dan jamur malassezia furtur. Kelainan kulit karena infeksi jamur dapat berupa Panu, Kurap, Tinea pedis (athletesfoot).

5. Kelainan Kelenjar Keringat Kelainan-kelainan kulit yang disebabkan terganggunya kelenjar keringat yaitu : a. Biang keringat (miliaria), yaitu suatu kelainan kulit yang disebabkan oleh adanya retensi keringat akibat tersumbatnya poripori kelenjar keringat. b. Hiperidrosis, yaitu suatu keadaan bilamana keringat dihasilkan berlebihan. c. Anidrosis yaitu suatu keadaan bila kulit tidak dapat berkeringat, yang disebabkan kelenjar keringat tidak mampu berfungsi lagi atau karena suatu penyakit.

27

d. Bromidrosis yaitu terdapatnya keringat yang berbau yang mungkin disebabkan oleh bakteri di kulit yang mengadakan dekomposisi keringat, atau karena kelenjar keringat apokrin bekerja lebih aktif.

28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


3.1 Kerangka Konsep

Kulit Daun Pepaya Alkaloid Karpana Pseudo_karpaina Glikosid Sakarosa Saponin Dekstrosa Levulosa Enzim Papain Enzim Chymopapain Penyebab : Agen kuman, Parasit, Jamur, Benda-benda tajam, zat kimia Tahapan: vascular -Karothen Vit A,C, dan E Tanda : Kemerahan , pembengkakan, panas , nyeri Inflamasi

Penyembuhan

Keterangan : Diamati Tidak diamati Bekerja Sama

3.2 Hipotesis
Ada pengaruh esktrak daun papaya terhadap inflamasi kulit pada tikus putih.

29

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam jenis penelitian true eksperimental dengan pendekatan Post-test. Penelitian dilakukan kepada hewan uji, yakni tikus putih (Strain wistar). Penelitian bersifat True eksperimental dengan memperhatikan tiga prinsip eksperimental, yakni randomisasi, replikasi, dan kontrol. 4.1.1 Randomisasi Setiap tikus yang berusia 8 minggu dan memiliki berat badan 180 - 200 gram memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel karena dalam pengambilan sampel dilakukan teknik simple random sampling kemudian dikelompokan berdasarkan label dosis yang diberikan. 4.1.2 Replikasi Sampel penelitian mampu diberikan perlakuan ulangan. Tikus diberikan perlakuan ulangan yaitu dibuat radang pada kulit kemudian diberi dosis sesuai pada label yang diberikan. 4.1.3 Kontrol Terdapat kontrol dalam penelitian yang dilakukan, yaitu kelompok tikus yang tidak diberikan perlakuan.

4.2 Populasi dan Sampel


Dalam penelitian ini, populasi dan sampel yang digunakan sebagai populasi adalah tikus jantan yang berumur 8 minggu dengan berat badan 180 - 200 gram. Populasi tersebut dipilih karena pada tikus jantan yang berusia 8 minggu sudah merupakan usia yang cukup matang untuk dilakukan penelitian sedangkan berat rata-rata dua ratus gram merupakan berat yang proporsional untuk tikus sebagai subjek penelitian.
30

4.3 Teknik Sampling


Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Pemilihan teknik sampling didasarkan pada sifat populasi penelitian yang homogeny dan kemudian dikelompokan berdasarkan label dosis yang diberi. Perhitungan besar sampel yang dibutuhkan, dapat digunakan dengan rumus : (t-1) (r-1) > 15 (t-1) (11-1) >15 (t-1) 10 >15 10t 10 > 15 10t > 25 t = 2, 5 dibulatkan 3 ekor tikus putih jantan. Ket : r = jumlah kelompok t = jumlah sample per kelompok

4.4 Karakteristik Sampel Penelitian


Dalam hal ini digolongkan menjadi dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. 4.4.1 Kriteria Inklusi tikus putih jantan (Rattus norvegicus). Berat badan rata-rata 180 - 200 gram Sehat, dengan ciri gerakan yang aktif, mata jernih, bulu tebal dan licin, bulu mengkilat dan bersih. 4.4.2 Kriteria Eksklusi Berat badan rata-rata di atas atau di bawah dua ratus gram. Sakit, dengan ciri pucat, gerakan pasif, bulu kusam.

31

4.5 Alur Penelitian


Dari populasi yang homogen, yaitu tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang berusia dua bulan dengan berat badan rata-rata 180 - 200 gram dilakukan teknik pengambilan sampel yakni dengan menggunakan simple random sampling kemudian dikelompokan berdasarkan label dosis yang diberikan. Setelah dilakukan perhitungan terhadap perkiraan jumlah sampel yang digunakan maka diperoleh tiga ekor mencit yang akan digunakan untuk sampel per kelompok. Dalam hal ini besar sampel per kelompok yang digunakan dapat dibulatkan menjadi tiga kemudian akan dibagi menjadi 11 kelompok, yakni : Kelompok satu (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis sepuluh mg/kg BB). Kelompok dua (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis lima puluh mg/kg BB). Kelompok tiga (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis seratus mg/kg BB). Kelompok empat (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis duaratus mg/kg BB). Kelompok lima (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis tiga ratus mg/kg BB). Kelompok enam (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis empat ratus mg/kg BB). Kelompok tujuh (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis lima ratus mg/kg BB). Kelompok delapan (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis enam ratus mg/kg BB). Kelompok sembilan (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis tujuh ratus mg/kg BB).

32

Kelompok sepuluh (tikus dibuat radang kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dgn dosis delapan ratus mg/kg BB). Kelompok sebelas (tanpa perlakuan / kontrol) Penelitian dilakukan selama 1,5 bulan terhadap tikus tersebut

sehingga dapat diperoleh data untuk membuktikan hipotesis serta menarik sebuah kesimpulan. Untuk lebih memperjelas alur penelitian yang akan dilakukan, maka dibuat skema sebagai berikut : Populasi Tikus Putih Jantan berat 180-200 gram Simple Random Sampling

Dikelompokan berdasarkan dosis 33 ekor tikus Kelompok 1 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 10 mg/ kg BB Kelompok 2 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 50 mg/ kg BB Kelompok 3 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 100 mg/ kg BB

Kelompok 4 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 200 mg/ kg BB Kelompok 7 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 500 mg/ kg BB

Kelompok 5 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 300 mg/ kg BB Kelompok 8 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 600 mg/ kg BB

Kelompok 6 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 400 mg/ kg BB Kelompok 9 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering 33 pepaya dengan dosis 700 mg/ kg BB Penelitian 2 Bulan

Kelompok 10 Dibuat radang di kulit dan diinjeksi esktrak daun kering pepaya dengan dosis 800 mg/ kg BB

Kelompok 11 Dibuat radang di kulit dan tanpa perlakuan

Penelitian 1,5 bulan

Mencata dan menganalisis data Mebuktikan Hipotesis

Menarik Kesimpulan

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat yang dipilih untuk penelitian adalah Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Pemilihan tempat ini didasarkan pada tingkat kesterilannya serta akses yang mudah dijangkau. Waktu penelitian dilakukan selama 1,5 bulan mulai dari bulan 1 Desember 2011 sampai bulan 14 Februari.

4.7 Variabel Penelitian


Dari judul proposal penelitian yakni Pengaruh Perbedaan Dosis Pemberian Ekstrak Daun Kering Pepaya sebagai Antiiflamasi pada kulit

34

tikus putih jantan maka dapat dirinci variabel dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Variabel bebas : esktrak daun kering pepaya 2. Variabel tergantung : Antiinflamasi 3. Variabel terkendali : a. Hewan uji : kondisi, galur, jenis kelamin, berat badan dan umur tikus b. Tanaman : tempat dan waktu pengambilan daun pepaya.

4.8 Instrumen Penelitian


Berdasarkan prinsip reliabelitas dan validitas, yakni alat pengumpulan (pengukuran) data menunjukkan keajegan hasil pengukuran (konsistensi) apabila digunakan untuk pengukuran pada waktu yang berbeda dan tidak tergantung siapa yang menggunakannya serta alat pengumpulan (pengukuran) data menunjukkan kesesuaian atau kecocokan antara alat ukur dengan apa yang diukur maka dipilihlah instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai berikut : Timbangan berat Kandang Tempat makan dan minum Sonde ( selang kecil seperti pentil yang dimasukkan ke dalam mulut tikus hingga mencapai lambung tikus) Air pump Pembeda label dosis ( kertas , spidol ) Pemotong daun Saringan/Penyaring Gelas Ukur Oven Blender/Penghalus Gunting Pisau Sarung tangan Karet
35

Alkohol 70% Lignocaine HCL ( 2%, 100 mg 5mL - 10 mL ) bahanya adalah daun papaya yang sudah dikeringkan.

4.9 Prosedur Pelaksaaan Penelitian


1. Cara pengumpulan daun pepaya Carica daun pepaya yang segar dikumpulkan dan diidentifikasi kemudian dibandingkan dengan spesimen yang tersedia. 2. Bahan pembuatan luka radang Dalam penelitian ini digunakan bahan-bahan sebagai berikut : 1. Alkohol 70% 2. 1 mL lignocaine HCL untuk 3 ekor tikus per kelompok Setiap tikus yang berbobot antara 180-200 gram ditempatkan secara terpisah. Hewan-hewan dibiarkan selama 48 jam untuk menyesuaikan diri dengan kondisi ruangan dan hewan yang dipelihara pada diet pelet standar dan air keran. Pemberian makan tikus diberikan dua kali dalam sehari sehingga jumlah di atas kemudian dibagi dua kali pemberian makan, yaitu pagi dan sore hari. 3. Prosedur Pembuatan radang kulit pada tikus putih Suatu daerah dari seragam luka dua cm diaeter adalah dikeluarkan dari tengkuk semua tikus dengan bantuan segel putaran dalam sebelumnya dicukur, didesinfeksi dengan alkohol 70% dan disuntik dengan satu mL lignocaine HCL (2% , 100 mg 5 mL-1), dengan kedalaman otot, sayatan menghindari dari lapisan otot sendiri dan ketegangan dari kulit yang dijaga konstan selama prosedur. Alat-alatnya adalah gunting, sarung tangan karet, pisau.

4.10 Definisi Operasional


36

1. Penelitian ini merupakan penelitian bertahap karena mencari dosis yang tepat dari dosis yang terkecil hingga menemui dosis yang tepat (sepuluh mg/kg BB hingga tepat--sementara delapan ratus mg/kg BB--jika sampai dosis delapan ratus mg/kg BB belum menemui maka akan ditambah jumlah kelompok dan mencari sampai menemui dosis yang tepat. Sebelas kelompok masing-masing tiga tikus. 2. Waktu penelitian dilakukan selama 1,5 bulan karena waktu penyembuhan inflamasi kulit ada tiga yaitu fase inflamasi 1-4 hari, fase proliferative 5-20 hari, dan fase maturasi berlansung hingga lebih dari satu bulan (Smeltzer, 2002;490). 3. Pembuatan ekstrak dengan cara carica papaya daun segar dari tanaman ini dipotong, cuci dengan air suling dan dikeringkan dalam oven lima puluh 0C selama 5-7 hari sampai benar-benar kering. Daun-daun ini dihaluskan untuk bentuk tekstur halus dengan menggunakan penggiling (blender) dan kemudian lima g tanaman blender ditimbang dan ditempatkan menjadi seratus mL labu. 4. Dosis yang diberikan misalnya seratus mg/kg BB pada tikus maka perbandingan nya 100 mg / 1 kg BB = x mg / 200 gram 100 mg / 1000 gram = x mg / 200 gram x = 20 mg daun pepaya maka dua puluh mg daun papaya tersebut dilarutkan dengan air seratus ml sehingga hasilnya dua ml dengan perlakuan sama hingga dosis delapan ratus mg / kg BB. (sumber : pada penelitian sebelumnya akan tetapi menggunakan jahe. Penulis mengutip cara melarutkan ekstrak jahe menjadi seduhan yang kemudian disondekan ke lambung tikus). 5. Apabila saat penelitian belum menemui dosis yang tepat, kulit tikus ditandai belum hilangnya atau berkurangnya kemerahan dan pembengkakan sehingga harus dicari sampai ketemu dosis yang tepat. 6. Pada penelitian ini bisa menggunakan tikus jantan atau betina karena pada penelitian-penelitian yang sebelumnya menggunakan esktrak jambu mente ,

37

jahe , dsb kebanyakan tanpa menyebutkan menggunakan tikus jantan atau betina.

4.11 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan mencari bahan pustaka yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, pengumpulan data digunakan data primer yang diperoleh sendiri dari hasil penelitian (eksperimen) yang akan dilakukan.

4.12 Analisa Data


Dari Penelitian yang dilakukan nantinya akan diperoleh Data yang terkumpul kemudian dilakukan tabulasi dalam bentuk tabel dan diagram. Kemudian dianalisis dengan teknik one way ANOVA. Setelah itu dilakukan uji korelasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel.

38

ETIKA PENELITIAN
Peneliti bertanggung jawab terhadap semua penggunaan hewan coba sejak hewan coba dipesan, transportasi, diberi perlakuan bahkan setelah hewan coba tersebut sudah tidak diperlukan lagi. Tidak sembarangan dalam penggunaan hewan coba agar tidak terjadi hal-hal yang tidak memenuhi prinsip animal welfare yang juga akan berpengaruh terhadap hasil penelitian tersebut. Prinsip animal welfare pada hewan coba : 1. Bebas dari rasa lapar dan haus 2. Bebas dari rasa sakit dan penyakit 3. Bebas dari rasa takut dan tertekan 4. Bebas dari ketidaknyamanan 5. Bebas dalam mengekspresikan perilakunya

39

DAFTAR PUSTAKA
Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996). Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.3561)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992). Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar,Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders. Heather Brannon, MD. 2007. Skin Anatomy Bardia Amirlak, MD. 2008. Skin Anatomy Anatomi dan Fisiologi Kulit Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. 5 th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.p. 7-8. Martini F.Fundamentals of Anatomy and Physiology. 7 th ed. ESA: Pearson Education Inc; 2006.p. 153-78. Tortora G, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 11 th ed. USA: John Wiley&Sons Inc; 2006.p. 145-70

40

You might also like