You are on page 1of 21

KONSEP PENYAKIT

Pengertian

PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(Brunner&Suddarth,2001) Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Arif Muttaqin,2008). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?. Anatomi fisiologi

Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen ) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) ssebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya : Mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara. ( Syaifuddin. 2006 )

Sistem respirasi terdiri dari:

1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan. 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli

Saluran Nafas Bagian Atas

a) Rongga hidung Hidung terdiri dari hidung luar dan cavum nasi di belakang hidung luar. Hidung luar terdiri dari tulang rawan dan os nasal di bagian atas, tertutup pada bagian luar dengan kulit dan bagian dalam dengan membran mukosa. Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisahkan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Bagian luar terdiri dari kulit, lapisan tegah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernafasan oleh leucosit yang terdapat dalam selaput lendir ( mukosa) atau hidung.

b.

Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan vertebra cervicalis. Keatas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang (Koana) kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah). Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).Bagian anterior menuju laring, bagian posterior menuju esophagus

Saluran Nafas Bagian Bawah a. Laring Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan esophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.

b. Trakhea Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vetebra tirakalis lima dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir ( mukosa ) yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini selalu basa oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debudebu yang halus dari udara pernafasan. c. Bronchus Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vetebra thorakalis lima yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah : bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan brochus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek. d. Bronchiolus Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus suda memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih diluar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi Bronchiolus terminalis yang struktunya sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru. e. Paru paru ( pulmo ) Paru-paru ( pulmo ) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, Pembuluh darah besar trachea bronchus dan esophagus. Disebelah depan, dibelakang dan lateral Paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah ( segitiga ) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal. Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara ( alviolus ), alviolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler kapiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alviolus ini 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh

membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2 atau 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.( Sylvia A,1995 ). Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam diding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak di leher adalah peleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra renalis ( fasia gison ) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia. Diantara kedua lapiasan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapu tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan mengelurkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan. Pernafasan menyangkut dua proses :

1. Pernafasan luar ( eksternal ) adalah : Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan pembungan CO2 dari paru-paru keluar. 2. Pernafasan dalam ( eksternal ) ialah : Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru ( ekternal ), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alvioli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alvioli memisahkan oksigen dari darah, Oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawah ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas.(Sylvia A,1995)

Etiologi

PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup. Yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOK.. Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita PPOK. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain: 1. Merokok sigaret yang berlangsung lama 2. Polusi udara 3. Infeksi peru berulang 4. Umur 5. Jenis kelamin 6. Ras 7. Defisiensi alfa-1 antitripsin 8. Defisiensi anti oksidan

Patofisiologi Patofisiologi COPD adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bias menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan. Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga mekanisme berikut ini: 1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah.Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu.Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun bias dilihat pada pasien COPD, dimana saluran pernafasan nya terhalang oleh mukus kental atau bronchospasma. Di sini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di diantara pasien COPD yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,dimana terjadi diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun. 2. Mengalirnya darah kapiler pulmo

Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paruparu, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen.Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli. 3. Difusi gas yang terhalang Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari sati atau da seba yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi menjadi semakin sulit. Manifestasi Klinis

Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut : 1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin. 2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak. 3. Dispnea. 4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea). 5. Anoreksia. 6. Penurunan berat badan dan kelemahan. 7. Takikardia, berkeringat. 8. Hipoksia, sesak dalam dada. 9. Pemeriksaan Penunjanag

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan radiologist Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. 2. Corak paru yang bertambah Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu: 1. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer. 2. Corakan paru yang bertambah. 2. Pemeriksaan faal paru Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.

Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. 3. Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan. 4. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. 5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. 6. Laboratorium darah lengkap

Komplikasi

Ada tiga komplikasi pernapasan utama yang biasa terjadi pada PPOM yaitu gagal nafas akut( Acute Respiratory Failure), pneumotorak dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit cor-pulmonale.

a. Acute RespiratoryFailure (ARF). Terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat tidur. Analisa gas darah arteri bagi pasien PPOK menunjukkan tekanan oksigen aarterial (PaO2) sebesar 55mmhg atau kurang dan tekanan kaebondioksida (PaCO2) sebesar 50mmHg atau lebuh besar. Jika pasien atau keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk ventilasi secara mekanik.

b. Cor pulmonale. Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan, merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh ovrloading akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paruparu yang rusak bagi penderita COPD. Cor pulmonari merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara menyeluruh. Apabila terjadi mafungsi pada satu sisitem organ, maka hal ini akan merembet ke siisteem organ yang lainnya. Dalam COPD,

hipoksemia kronis menyebababkan vasokontriksi kapiler paru-paru, yang kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek dari perubahan fisiologis ini adalah terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dalam memompa sehingga lama kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertropi ( ukurannya membesar). Perawatan penyakit jantung-paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah (dibatasi hingga 2L/MIN), diuretik untuk menurunkan edema perifer, dan istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain, karena darah balik ke jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh hipertropi ventrikel kanan dan peningkatan tekanan ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri.

c. Pneumothoraks Pneumothoraks merupakan komplikasi COPD serius lainnya. Pneumo berarti udara sehingga pneumothoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus, yakni berupa lapisan cairan tipis antara lapisan visceral dan parietal paru-paru. Funsi cairan pleura adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi lancar selama pernapasan berlangsung. Ketika uadara terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapsitas paruparu untuk pertukaran udara secara normal menjadi melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.

d. Giant Bullae Pneumothoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOK lainnya yaitu pembentukan giant bullae. Jika pneumothoraks adalah udara yang terakumulasi di rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru. Sehingga alveoli menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi benar-benat tidak efektif. Bullae daoat menyebabkan perubahan fungsi pernapasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan paru-paru, menggangu belangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.

Penatalaksanaan Panduan konsensus penanganan terkini bergantung pada tingkat keparahan PPOK, yang diketahui dari FEV1. Intervensi satu-satunya sejauh ini yang telah terbukti memperbaiki harapan hidup adalah berhenti merokok dan terapi oksigen jangka panjang (LTOT/Long-Term Oxygen Therapy) untuk pasien dengan hypoxemia yang bermakna pada saat istirahat. Maka dari itu, pasien dengan PPOK sebaiknya didorong untuk berhenti merokok. Pasien yang tidak merokok dihindarkan dari paparan polusi lingkungan atau okupansional yang diduga merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan penyakitnya. Bronkodilator Bronkodilator dapat diklasifikasikan sebagai agen kerja singkat dan kerja panjang dan terbagi lagi menjadi tiga kelas farmakologis utama. Dengan meningkatnya keparahan COPD, bronkodilator kerja panjang mungkin dapat memberikan manfaat simptomatik untuk periode yang lama. Antikolinergik dapat digunakan sebagai penanganan lini pertama untuk COPD. Ipratropium bromide merupakan antikolinergik kerja singkat yang buruk diabsorbsi oleh saluran napas jika diberikan sebagai aerosol dan memiliki sedikit efek terhadap klirens mukosilier. Tiotropium merupakan antikolinergik kerja panjang yang telah terbukti mempertahankan FEV1 yang tinggi. Penggunaan antikolinergik sebagai agen farmakologis pada COPD tidak seefektif penggunaannya pada asma. Rehabilitasi Pulmoner Jika ditujukan untuk pasien dengan COPD (atau gangguan kesulitan pernapasan lainnya) program yang komprehensif pada rehabilitasi pulmoner dapat meningkatkan kapasitas kerja, fungsi psikososial, dan kualitas hidup. Program ini tidak memperpanjang hidup atau fungsi pulmoner, namun telah terbukti mengurangi frekuensi rawat inap. Terapi Oksigen Jangka Panjang (Long Term Oxygen Therapy/LTOT) Kriteria untuk menggunakan oksigen bukan berdasar pada sesak napas namun lebih dari hasil pemeriksaan baku untuk hypoxemia pada saat istirahat dan beraktivitas yang dilakukan pada laboratorium fungsi pulmoner. Terdapat kriteria

LTOT yang diakui secara meluas untuk pasien COPD berdasarkan kadar hypoxemia. LTOT sebaiknya digunakan setidaknya 15 jam per hari untuk memperoleh manfaat harapan hidup. Terapi ini biasanya dilakukan dengan mengenakan kanula nasal yang disambung dengan sumber oksigen. Penanganan Eksaserbasi Pada umumnya, semakin FEV1 menurun maka eksasebasi lebih sering terjadi. Eksaserbasi moderat atau berat ditandai dengan memburuknya dyspnea, batuk, dan peningkatan produksi dan purulensi dari sputum yang membaik jika diberikan antibiotic yang mencakup Haemophilus influenzae, pneumokokus, dan Moraxella catarrhalis. Cakupan antibiotic pseudomonas aeruginosa perlu dipertimbangkan pada pasien yang telah mengalami eksaserbasi sebanyak tiga kali atau lebih pada tahun sebelumnya. Kortikosteroid oral dan intravena diberikan pada eksaserbasi berat yang telah dijelaskan di atas (Amin, 2006)

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang: 1. Biodata Pasien Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya.

2.

Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.

a. Keluhan Utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien COPD adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien dengan serangan PPOK dating mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lender, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurangkurangnya ada 3 hal, yaitu: Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.

Pengkajian pola Gordon

1. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan. Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun. 2. Pola nutris metabolik. Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi. 3. Pola eliminasi. Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.

Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab

4. Pola aktivitas dan latihan Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah. 5. Pola tidur dan istirahat Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain. 6. Pola persepsi kogniti Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang. 7. Pola persepsi dan konsep diri Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya. 8. Pola peran hubungan dengan sesama Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain. 9. Pola produksi seksual Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien. 10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress. Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri. 11. Pola system kepercayaan

Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.

3.

Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid0. Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum parulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan. b. Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. c. Perkusi Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun. d. Auskultasi Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain: 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmnal. 2. 3. 4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek dan produsi sputum. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif.

Intervensi

Dx.1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan produksi stputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal. Tujuan : Setelah dilakukan asuha keperawatan selama . . . . . . . . jam, diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif. Kriteria Hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 per menit) Tidak sesak Tidak ada sputum Batuk berkurang

Intervensi Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum

Rasional Karakteristik sputum dapat

menunjukkan berat ringannya obstruksi

Atur posisi semifowler

Meningkatkan ekspansi dada

Ajarkan cara batuk efektif

Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan nafas.

Bantu klien nafas dalam

Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.

Hidrasi kekentalan

menbantu secret,

menurunkan mempermudah

pengeluaran. Penggunaan cairan hangat

dapat menurunkan spasme bronkus. Lakukan fisioterapi dada dengan Postural drainage dengan perkusi dan vibrasi menggunakan bantuan gaya

teknik postural drainage, perkusi, dan fibrasi dada

gravitasi untuk membantu menaikkan sekresi sehingga dapat dikeluarkan atau dihisap dengan mudah.

Kolaborasi pemberian obat :

Pemberian bronkodilator via inhalasi

Bronkodilator Nebulizer (via inhalasi) akan langsung menuju area bronchus yang dengan golongan terbutaline 0,25 mg, mengalami spasme sehingga lebih cepat fenoterol HBr 0,1% solution, berdilatasi.

orcipenaline sulfur 0,75 mg Agen mukolitik dan ekspektoran Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan pelengketan secret paru untuk Agen

memudahkan

pembersihan.

ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari pelengketan dari jalan nafas.

b. Dx. 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas. Kriteria hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 kali/menit) Tidak terdapat disritmia Adanya penurunan dispnea Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi

Intervensi Kaji frekuensi, kedalaman

Rasional Berguna dalam evaluasi derajat disstres

pernafasan. Catat penggunaan otot pernafasan aksesori, napas bibir, penyakit.

dan

atau

kronisnya

proses

keridakmampuan berbicara.

Atur posisi semifowler

Meningkatkan ekspansi dada

Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

sianosis mungkin perifer (terlhat pada kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

Auskultasi bunyi nafas, catat area

Bunyi nafas mungkin redup karena

penurunan aliran udara dan atau adanya penurunan aliran udara atau area bunyi tambahan. konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya secret. Awasi kesadaran/status Gelisah dan ansietas adalah menifestasi mental. Selidiki adanya perubahan. umum pada hipoksia. Awasi tanda vital dan irama jantung. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukan efekl hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. tingkat

c. Dx 3 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek dan produksi sputum. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan pola nafas kembali efektif. Kriteria hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 per menit) Frekuensi nadi normal (70 90 permenit) Tidak ada dispnea

Intervensi Ajarkan pasien diafragmatik dan pernafaan bibir dirapatkan.

Rasional Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.

Berikan dorongan untuk menyelingi

Membrikan

jeda

aktivita

akan

aktivitas dengan istirahat. Biarkan memungkinkan pasien untuk melakukan pasien membuat beberapa keputusan aktivitas tanpa disstres berlebih. (mandi, perawatannya bercukur) berdasarkan tentang pada

tingkat toleransi pasien. Menggunakan dan mengkondisikan

Berikan

dorongan

penggunaan

pelatihan otot-otot pernafasan jika otot-otot pernafasan. diharuskan.

d. Dx. 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan. Kriteria hasil, klien akan : Menunjukan perilaku mempertahankan masukan nutrisi adekuat. Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi individual. Peningkatan asupan makanan dari sepertiga porsi menjadi setengah porsi untuk setiap kali makan.

Intervensi Kaji kebiasaan diet, masukan makanan

Rasional Pasie distress pernafasan akut sering karena dispnea, produksi

saat ini. Catat derajat kesulitan makanan. anoreksia Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

sputum dan obat. Selain itu pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk,

meskipun kegagalan pernafasan membuat ststus hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.

Auskultasi bunyi usus

Penurunan

bising

usus

menunjukan

penurunan mobilitas gaster dan konstipasi (konstipasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pemulihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.

Berikan perawatan oral sering, buang

Rasa tak enak, bau, dan penampillan

secret, berikan wadah khusus untuk adalah pencehgahan utama terhadap nafsu sekali pakai dan tisu. makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

Dorong periode istirahat selama 1

Membantu menurunkan kelemahan

jam sebelum dan sesudah makan. selama waktu makan dan memberikan Berikan porsi kecil atapi sering. kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.

Suhu ekstrem dapat mencetus atau meningkatkan spasme batuk.

Dx. 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, poal nafas tidak efektif. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat) Kriteria hasil, klien akan : Melakukan aktivitas dengan nafas pendek lebih sedikit. Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan dilakukan di rumah. Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kindisimfisik. Minimal bias berjalan 10 15 meter.

Intervensi Dukung pasien dalam menegakkan

Rasional Otot-otot yuang mengalami

regimen latihan teratur dengan cara kontaminasi membutuhkan lebih banyak berjalan atau latihan lainnya yang oksigen dan memberikan beban tambahan sesuai, seperti berjalan perlahan, pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelpmpk otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami nafas pendek.

latihan berdiri tanpa alat bantu, dll.

Konsultasikan dengan ahli terapi fisik

Ahli terapi fisik akan lebih tau tentang

untuk menentkan program latihan latihan fisik yang akan diberikan pada spesifik terhadap kemampuan pasien. klien, akan membrikan porsi yang sesuai dengan klien.

Daftar Pustaka

http://simplenyarica.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-ppok.html http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-copd.html http://chandrarandy.wordpress.com/2010/11/04/konsep-dasar-askep-ppok/


http://akperlamongan.mywapblog.com/askep-copd.xhtml

You might also like