You are on page 1of 18

JURNAL READING OTITIS MEDIA PREVALENCE IN PRIMARY SCHOOL CHILDREN IN MAKASSAR

Dosen Pembimbing : Ns Muh.Zukri Malik S.Kep

DI SUSUN OLEH: KELOMPOK IIIB


1. EKA SASMITA 2. EVI NURHASANAH 3. CINDRA ELVAN MOPILI 4. DIAN ARISTANTIA LAMUSU 5. HAERUNISSA

6.DEPI HAJRAWANTI 7.FATMAWATI AESYAD 8.ANDI DAHRI GAUK 9.FAJRUL AL ICHLAS

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar Program Studi S.1 Keperawatan Angkatan 2011

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT,Karena atas rahmat dan hidayahnyalah kami dapat menyelesaikan jurnal reading ini dengan mata kuliah Persepsi Sensory Dengan Judul OTITIS MEDIA PREVALENCE IN PRIMARY SCHOOL CHILDREN IN MAKASSAR Tepat pada waktunya.

Penulisan jurnal ini merupakan salah satu tugas kelompok yang diberikan kepada kami sebagai materi kuliah yang harus dipahami dan dimengerti

Dalam penulisan laporan ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada tekhnik penulisan maupun materi,mengingat kemampuan yang dimiliki oleh kami.untuk itu kritikan dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan laporan kami.

Akhirnya kami berharap semoga ALLAH SWT memberikan balasan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan,dan dapat menjadikan bantuan ini sebagai ibadah,amin yaa Rabbal alamin

Makassar 9 Mei 2013

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 2

ABSTRACT

Objectives: To determine the prevalence of otitis media among primary school students in Makassar. Methods: Elementary schoolchildren from 14 districts in Makassar were recruited by multi stage sampling. Oto-rhino-laringological examination and interviews were conducted to each child. Results: Of the 5052 children examined,2.5% have otitis media. Otitis media had no association with sex or age, however, it was significantly higher in children who lived in the periphery of the city,came from families in a low socioeconomic position and whose parents had a low education level. Otitis media was also significantly higher if children were from small families (<5) and had a low personal hygiene. Conclusions: There was a decrease in the prevelance of otitis media in school children compared to a previous study in the same city. Key words: otitis media, prevalence, schoolchildren, Makassar

PREVALENSI OTITIS MEDIA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI MAKASSAR Tujuan Penelitian: untuk mengetahui prevalensi terbaru otitis media pada murid sekolah dasar di Makassar. Metode: Penelitian survei dengan pendekatan cross sectional melibatkan murid sekolah dasar kelas I sampai kelas VI di Makassar yang tersebar di 14 wilayah kecamatan. Sampel murid pada setiap kelas dari setiap sekolah dasar yang terpilih mewakili masing-masing kecamatan, yang hadir pada saat penelitian dipilih secara multi stage sampling. Setiap murid kemudian diperiksa keadaan telinga hidung tenggorokannya dan ditanya dengan menggunakan kuosioner. Hasil: Dari 5052 murid yang diperiksa ditemukan otitis media sebanyak 2,5%. Tidak ada perbedaan umur dan jenis kelamin pada prevalensi otitis media, namun ditemukan lebih tinggi secara signifikan pada murid sekolah yang tinggal dipinggiran kota, berasal dari orang tua dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan berpendidikan rendah. Otitis media juga lebih tinggi secara signifikan pada murid yang tinggal di keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan lima orang dan pada murid yang tidak bersih. Kesimpulan: Terdapat penurunan prevalensi dari otitis media murid sekolah dasar dibanding penelitian sebelumnya. Kata kunci: otitis media, prevalensi, murid sekolah dasar, Makassar

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 3

Faridah Muhammad, Sutji Pratiwi Rahardjo, Nova A.L.Pieter Department of oto-rhinolaringology head and neck, Medical Faculty, Hasanuddin University, and Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar corresponding author: orlunhas@indosat.net.id

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 4

BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Otitis media merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran dan ketulian,bahkan dapat menimbulkan penyulit yang mengancam jiwa. Namun demikian olehsebagian masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari pertolongan saat menderita ot itis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah ataukah setelah terjadi komplikasi barulah mereka mencari pertolongan medis.1 Survei epidemiologi di 7 propinsi Indonesia (1994-1996), menemukan bahwa dari 19.375 responden yang diperiksa ternyata 18,5% mengalami gangguan kesehatan telinga dan pendengaran. adalah 3,8 %.3
2

Penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan 25% dari

penderita yang datang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia dengan prevalensi

Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan sistim konduksi telinga tengah pada anak penting diketahui sedini mungkin, mengingat dampak yang dapat timbul dikemudian hari, berupa gangguan bicara dan gangguan bahasa yang berpengaruh pada tingkat intelegensia anak. Penyebab ot it is media adalah multifaktorial, antara lain : infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan faktor sosial ekonomi.3Sebagian besar OMSK berawal dari otitis media akut (OMA), yang sering terjadi pada bayi dan anak bila tidak diobatidengan cepat dan tepat akan berlanjut menjadi OMSK pada anak dan dewasa.3 Prevalensi ot it is media pada murid sekolah dasar, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri telah banyak dilaporkan,dengan angka yang bervariasi. Di Indonesia

prevalensi berkisar antara 3,40 % - 5,3 %. Pada penduduk dengan tingkat sosial ekonomi rendah, sekitar 5-6 kali lebih banyak dibanding penduduk dengan tingkat sosial ekonomi baik. Dari luar negeri berkisar antara 2,85% - 8,7 % yang menunjukkan bahwa prevalensi otitis media masih cukup tinggi, terutama di negara tertentu.Faktor yang berpengaruh terhadap prevalensi otitis media dilaporkan oleh banyak peneliti, antara lain: kondisi sosial ekonomi,higiene perorangan, jumlah anggota dalam satu keluarga, kondisi tempat tinggal, malnutrisi, kurangnya sarana kesehatan dan terlambat dan kurangnya pengobatan stadium din Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)
Page 5

Menurut Mahdi,4 faktor yang berpengaruh pada prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar di Makassar adalah lokasi sekolah, pendidikan dan pekerjaan orang tua murid, jumlah anggota keluarga dan kebersihan murid. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh adalah umur.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data terbaru tentang prevalensi ot it is media pada murid sekolah dasar di Makassar dan menilai pengaruh faktor lokasi sekolah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga dan kebersihan murid terhadap prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar di Makassar. Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal usaha deteksi dan penanganan dini penyakit telinga maupun gangguan pendengaran yang merupakan usaha preventif tingkat sekunder.

B. METODE PENELITIAN Populasi penelitian adalah murid sekolah dasar kelas I sampai kelas VI se-kota Makassar yang terdiri dari 136.286 orang yang tersebar di 14 wilayah kecamatan (Sumber data

sekunder dari Dinas Pendidikan Makassar) dan kemudian dengan multistage sampling diperoleh sampel sebesar 7184 orang. Sampel ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pinggiran kota 7 kecamatan (Panakukang, Tamalate, Biringkanaya, Bontoala, Ujung Tanah, Tallo, Manggala) dan kelompok pusat kota 7 kecamatan (Ujung Pandang, Wajo, Makassar, Mamajang, Rappocini, Mariso dan Tamalanrea).

Kriteria inklusi adalah semua murid sekolah dasar umur 5-15 tahun dan bersedia ikut dalam penelitian.Data yang terkumpul dikelompok berdasarkan tujuan penelitian, kemudian diolah dengan program SPSS for windows 12. Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 6

BAB 2 TINJAUAN TEORI


2.1 DEFINISI Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005) Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak anak di bawah usia 15 tahun. Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yangdisebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah(Smeltzer, 2001). Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruhperiosteum telinga tengah (Mansjoer,Arif,2001).

2.2 ETIOLOGI 1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dariotitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tubaeustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telingatengah juga akan terganggu 2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitisalergika). Pada anakanak, makin sering terserang ISPA, makin besarkemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMAdipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal. 3. BakteriBakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris. 2.3 PATOFISIOLOGI Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yangdiebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati tubaeustachius. Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkaninfeksi dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran tersebut. Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi kelenjarminyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran timpani.Jika sekret bertambah banyak maka akan menyumbat saluran eustachius,sehingga pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang osikel(maleus, incus, stapes) yang menghubungkan telinga bagian dalam tidak dapatbergerak bebas. Selain mengalami gangguan pendengaran, klien juga akanmengalami nyeri pada telinga.Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulandapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higienekurang diperhatikan, Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)
Page 7

terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanyadaya tahan tubuh yang kurang baik.

2.4 MANIFESTASI KLINIK 2.4.1Otitis Media Akut Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.

Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia ) Demam Anoreksia Limfadenopati servikal anterior

2.4.2 Otitis Media Serosa Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

2.4.3 Otitis Media Kronik Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 8

2.5 ANATOMI FISIOLOGI Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas. a. Telinga dalam Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya plakoda otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut mengalami invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi membentuk suaru kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius. Suatu proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung dan segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus, utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus dengan duktus koklea. Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbenruk spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk krista. Di dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea membentuk organon koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam sampai ke 10 fetus, pada saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa telah siap. b. Telinga Luar dan Tengah Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan tuba. Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini dimulai pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali pneumatisasi mastoid yang terus berkembang sampai pubertas. Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali basis stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu kedelapan sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus. Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan mengalami rekanalisasi.

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 9

2.6 KOMPLIKASI A. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak, namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik. B. Mastoiditis C. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani D. Keseimbangan tubuh terganggu E. Peradangan otak kejang 2.7 PENATALAKSANAAN Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila terdapat cairan purulen. Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidk efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah timpanoplastirekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi, telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik secara transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan hubungan antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering terjadi pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cidera kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah penutupan lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum. 2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini diantaranya meliputi :

Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpany Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani)

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 10

2.8 TERAPI Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awalditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan pemberianantibiotik dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Stadium OklusiTujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan berkurang ditelinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5% dalamlarutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% (di atas 12 tahun danpada orang dewasa). Stadium PresupurasiObat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari golonganpenisilin/ampisilin). Stadium SupurasiDisamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi bilamembran tympani masih utuh. Stadium ResolusiMembran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi danperforasi membran tympani menutup.

2.9 PENCEGAHAN Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya OMApada anak antara lain: 1. 2. 3. 4. Pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan anak-anak Pemberian ASI minimal selama enam bulan Hindari pemberian susu botol ketika anak dalam keadaan berbaring Hindari pajanan terhadap asap rokok

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 11

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL Telah dilakukan observasi lapangan sebagai bagian penelitian ini selama kurun waktu 3 bulan (Nopember 2007-Januari 2008), sejumlah 7184 orangmurid yang tersebar pada 14 sekolah dasar di Makassar, terdiri dari 7 sekolah dasar pinggiran kota dengan jumlah murid 3263 orang dan 7 sekolah dasar perkotaan dengan jumlah murid 3921 orang. Dari survey yang dilakukan didapatkan sampel sebesar 5052 orang,2929 anak berasal dari sekolah ditengah kota dan 2123 berasal dari pinggir kota. Pada pemeriksaan THT ditemukan muridyang menderita otitis media adalah 126 orang (2.5%) Asal sekolah, jenis kelamin dan umur Jika di pisahkan antara lokasi sekolah,prevalensi ot it is media pada murid sekolah dasar yang berlokasi di wilayah pinggiran kota 2.1 kali lebih tinggi(3.6%) dibanding murid sekolah dasar wilayah pusat kota (1.7%). Dari hasil uji statistik dengan Pearson chi-square didapatkan hasil p<0,001 yang berarti bermakna.Tidak ada perbedaan secara bermakna antara otitis media dan jenis kelamin dan antara otitis media dan umur. Namun,prevalensi tertinggi pada umur 6 tahun sebanyak 25 orang (4.0%) dan yang terendah 9 tahun sebanyak 14 orang atau 1.6% (tabel 1) Pendidikan dan pekerjaan orang tua Tabel 2 menunjukkan bahwa prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar menurun seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan orang tua murid. Prevalensi tertinggi pada murid sekolah dasar dengan tingkat pendidikan orang tua SD atau tidak tamat 17 orang (9%) dan yang terendah pada murid dengan tingkat pendidikan orang tua perguruan tinggi 27(1.5%). Uji statistik Pearson Chi-Square menunjukkan hasil p<0,001 yang berarti bermakna. Dari pekerjaan orang tua didapatkan,prevalensi tertinggi terdapat pada murid dengan orang tua yang bekerja sebagai pekerja harian 35 orang (4.8%) dan terendah pada murid dengan orang tua bekerja sebagai pegawai 39 orang (1.7%). Uji statistik Pearson Chi-Square menunjukkan hasil bermakna (p<0.01) Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)
Page 12

Jumlah anggota keluarga dan otitis media Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap timbulnya otitis media pada balita. Tabel 3 menunjukkan bahwa prevalensi otitis media pada keluarga kecil 1.5 kali lebih tinggi dibandingkan keluarga besar yaitu 2.8% banding 1.8%. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh secara terbalik terhadap prevalensi otitis media.

Tabel 1. Distribusi dan prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar menurut asal sekolah, jenis kelamin dan umur. Total Lokasi sekolah Pusat kota Pinggiran kota Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur Enam Tujuh Delapan Sembilan Sepuluh Sebelas Duabelas -2929 -2123 2609 2317 604 770 779 866 881 682 344 Jumlah (n) 49 77 63 63 25 21 24 14 17 16 9 Persen 1.70% 3.60% 2,4% 2,6% 4,0% 2,7% 3,9% 1,6% 1,9% 2,3% 2,5% Nilai < 0.01

0,510

0,089

Tabel 2. Distribusi dan prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar menurut pendidikan dan pekerjaan orang tua. Jumlah Anggota Keluarga < 5 orang > 5 orang Total 3598 1328 Jumlah (n) (n) 102 24

Persen 2.8% 1.8%

Nilai p 0.048

Tabel 3. Distribusi dan prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar menurut jumlah anggota keluarga Kebersihan diri Bersih Tidak Bersih Total 3566 1360 Jumlah (n) 56 70 Persen 1,5% 4,9 Nilai p <0.01

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 13

Tabel 4. Distribusi dan prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar menurut kebersihan diri

Jumlah anggota keluarga Lima atau kurang Enam atau lebih

Total 3598 1328

Jumlah (n) 102 24

Persen 2,8% 1,8%

Nilai p

0,04 Kebersihan diri Bersih Tidak bersih

3566 1360

56 70

1,5% 4,9%

<0.01

Tingkat kebersihan dan otitis media Tabel 4 menunjukkan bahwa prevalensi otitis media pada murid yang tidak bersih 3.3 kali lebih tinggi dibandingkan murid yang bersih, yaitu 56 orang (1.5%) pada murid bersih dan murid t idak bersih sebanyak 70 orang (4.9%) . Secara statistik bermakna

B. PEMBAHASAN Selama kurun waktu 3 bulan (Nopember 2007-Januari 2008) telah dilakukan pemeriksaan terhadap 5052 orang murid yang tersebar di 14 wilayah kecamatan di Makassar yang terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok SD pusat kota dan kelompok pinggiran kota. Didapatkan prevalensi otitis media pada murid SD di wilayah pinggiran kota 2.1 kali lebih tinggi dibandingkan wilayah pusat kota, yaitu 77 orang (3.6%) : 49 orang (1.7%). Secara total diperoleh prevalensi otitis media sekitar 2.5%. Angka ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdi (4) yang menyatakan prevalensi otitis media 3.4% dan Sedjawidada dkk (5) 5.3%.

Penurunan prevalensi otitis media di Makassar ini mulai dari 5.3% pada tahun 1970, 3.4% pada tahun 1994 dan akhirnya 2.5% pada tahun 2007 mungkin merupakan indikasi adanya perbaikan sanitasi lingkungan, tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi masyarakat,kebersihan individu, peningkatan sarana pelayanan kesehatan masyarakat dan semakin tersedianya sarana dan fasilitas penunjang untuk rujukan penderita. Dari hasil penelit ian ini didapatkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh secara terbalik terhadap prevalensi otitis media. Justru pada keluarga kecil didapatkan kejadian otiti media 1.5 kali lebih tinggi dibanding keluarga padat. Hasil ini juga berbeda dengan penelit Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)
Page 14

ian Mahdi.4 yang mendapatkan bahwa prevalensi otitis media meningkat sesuai jumlah anggota keluarga. Red dan Black dikut ip dari Mahdi4 mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian ot it is media dengan besarnya keluarga dan sanitasi. Pernyataan ini disatu sisi sesuai dengan hasil penelitian ini, dilain pihak tingkat kebersihan dan sanitasi lingkungan murid sekolah secara statistik bermakna dengan prevalensi otitis media. Hasil penelitian ini didapatkan adanya perbedaan prevalensi ot it is media menurut tingkat pendidikan orang tua murid, yaitu pada tingkat pendidikan orang tua SD atau tidak tamat sebanyak 17 orang (9%), sebanyak SMP sebanyak 29 orang (4.8%), SMA sebanyak 53 orang (2.3%) dan yang terendah pada murid dengan tingkat pendidikan orang tua Perguruan Tinggi sebanyak 27 orang (1.5%). Terlihat prevalensi otitis media menurun seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan orang tua murid. Analisa statistik menunjukkan perbedaan bermakna. Tingkat pendidikan orang tua berbanding terbalik dengan kejadian otitis media .

Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara prevalensi otitis media dengan pekerjaan orang tua murid. Prevalensi tertinggi terdapat pada murid dengan orang tua yang bekerja sebagai pekerja harian 35 orang (4.8%) dan terendah pada murid dengan orang tua bekerja sebagai pegawai 39 orang (1.7%). Prevalensi otit is media pada murid yang orang tuanya bekerja sebagai pekerja harian 2.83 kali lebih t inggi dibanding murid yang orang tuanya bekerja sebagai pegawai. Analisastatistik menunjukkan perbedaan bermakna prevalensi otitis media pada masing-masing kelompok pekerjaan orang tua murid.

Bila ditinjau dari segi kebersihan murid didapatkan bahwa prevalensi otitis media pada murid yang tidak bersih 3.3 kali lebih tinggi dibanding murid yang bersih, yaitu 56 orang (1.5%) pada murid bersih dan 70 orang (4.9%) pada murid tidak bersih. Dengan uji statistik perbedaan ini ditemukan bermakna. Sepert i halnya penelit ian Mahdi.4 penelitian ini juga tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan bermakna pada prevalensi ot it is media pada masing-masing kelompok umur.

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 15

Demikian pula prevalensi otitis media menurut jenis kelamin juga t idak memperlihatkan perbedaan bermakna pada penelitian ini. Laki-laki 63 orang (2.4%) dan perempuan 63 orang (2.6%). Jumlah kasus OMSK yang didapatkan pada penelit ian ini lebih banyak 75 orang(1.5%) dibanding OMSA 51 orang (1%). Ini menunjukkan masih kurangnya usaha pengobatan otitis media pada stadium dini. Sedangkankurangnya jumlah kasus OMSA mungkin disebabkan oleh karena murid yang sedang menderita dalam fase akut tidak datang ke sekolah pada saat penelitian. Secara keseluruhan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap prevalensi otitis media pada penelitian ini adalah lokasi sekolah dasar, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan kebersihan murid. Sedangkan faktor umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar di Makassar. Faktor yang berpengaruh itu dapat dijadikan parameter untuk menentukan status sosial ekonomi masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa keadaan sosial ekonomi yang rendah mempunyai pengaruh terhadap prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar diMakassar.

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 16

BAB 4 PENUTUP

A. IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN 1. Otitis media pada anak usia sekolah,hindari untuk tidak sering mengorek telinga apalagi menggunakan alat yang berbahan kasar,walaupun itu adalah salah satu untuk memenuhi tingkat kenyamanan pada anak sebab pada tulang pendengaran anak belum/tuba eustasiusnya pendek,diameternya kecil,dan lebih datar sehingga mudah terjadi penyebaran infeksi. 2. Hindari penggunaan headset yang terlalu lama karena dapat merusak memban timpani dan gunakan headset yang tidak menutup keseluruhan pada lubang teling

B. SARAN Semoga jurnal ini dapat bermanfaat buat kami dan pembaca sehingga dapat diaplikasikan dalam dunia kesehatan.kami mohon maaf jika dalam penyusunan jurnal ini ada keselahan penulisan dan bahasa.

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 17

DAFTAR RUJUKAN
1. Ballenger JJ. Chronik ear disease in Diseases of the nose, throat, ear, head and neck 13 th edit ion. Lea & Febinger, Philadelphia,1985: 1128-32. 2. Suwento R, Epidemiologi Penyakit THT di7 Propinsi Indonesia dalam KumpulanAbstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)2001 PERHATI, Bagian THTKL,Palembang, 2001. 3. Helmi, Djaafar ZA. Penatalaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam: Simposium Ot it is Media dan Penatalaksanaan Baku OMSK (guideline),Surabaya, 2002. 4. Mahdi, Prevalensi Otitis Media pada murid SD di kota Makassar, Program Pascasarjana, UNHAS, Makassar,1994. 5. Sedjawidada R. Kompulan Kuliah Telinga I,Bagian I lmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran UNHAS

Jurnal et al. Otitis media prevalence in primary school (Jurnal reading 2013)

Page 18

You might also like