You are on page 1of 12

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

ANALISIS PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN PESISIR PANTAI KOTA KUPANG


Don Gaspar N. da Costa Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Unika Widya Mandira Jalan A. Yani No.50-52 Kupang-NTT Telp. 0380-833395, 0380-8081630 Fax 0380-831194 Noesaku@Yahoo.com Abstract The marine and coastal resources in Teluk Kupang beach were arranged to be developed in a water front city concept, released in the Detail Design of the Kupang City Urban Planning 2009. Fact, Kupang coastal zone growth naturally and did not shown as a water front city character. The existing social-economic activities, are growth under control. The arterial Timor Raya Road network performances indicates the main problem of capacity and velocity restrain. In other side, fatalities ratio and index reached 70,35 % and 60,35%. Assumed, high side friction and driver behavior was the main factors which caused the problems. Legally, there are UU RI No.38/2004 and UU RI No.22/2009 that determined side frictions effect in arterial road, include the Timor Raya road. Analysis approach done by considered the impact of road network development to the distributions of direct traffic flow and limitation conflict in some black spot area. The analysis also directing to considering the impact of coastal road development in order to developed same social-economic activities based on tourism facilities. Hope, this coastal road will be able to distribute some traffic in order to rising up again the Timor Raya road performance to Level of Service C and increasing the economic structure of Kupang city. The result of this research shown that : 1. The existing Timor Raya performance was in Level of Service D, with V/C 0,75 and average velocity 32 km/h and with fatalities ratio 70,35% and fatalities index 60,35% 2. The main factors caused capacity problem in Timor Raya road are 1) high level of side friction 2) driver behavior 3. The main factors caused the city faces problem in Teluk Kupang beach are 1) people perception in handling the garbage 2) road oriented development 4. Low level of services and accident risks strategic solution offered : a. Short term : Limited access from social-economic area direct to the arterial road lane b. Long term : Distributed traffic flow with developing new road network in the coastal zone area 5. Coastal zone faces strategic solution offered : a. Rearranged the type, volume, scale and location of the tourism social-economic activities b. Rearranged the public space on the coastal zone area 6. Low velocity lane development reduced the accident risk and coastal road development reduced the capacity restrain in Timor Raya road 7. Support system to be needs are the commitment of the government and public support in organizing these social-economic activities and/or facilities Keywords : Level of Service, fatalities ratio and index, water front city, transport and land used integration.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemusatan aktivitas sosial-ekonomi dan kebijakan pembangunan yang tidak terintegrasi dengan kemampuan jaringan jalan, akan berdampak pada pengurangan kapasitas dan tingkat pelayanan jalan, serta meningkatkan resiko kecelakaan. Status Kota Kupang

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

menurut kementrian Kelautan RI adalah sebagai Kota Metro (Pedoman Penataan Kota Pesisir, 2006), saat ini bagaikan Kota Pantai yang Merindukan Gunung karena pemusatan aktivitas dan orientasi akses aktivitas sosial-ekonominya mengarah ke daratan, dan buangan sisa aktivitasnya dibiarkan mengarah langsung ke laut yang berdampak pada relatif kumuhnya wajah pesisir perkotaan. Secara ekologis kondisi tersebut bertentangan dengan upaya penciptaan wajah lingkungan pesisir yang harmonis (water front city). Di sisi lain, kawasan pesisir pantai teluk Kupang yang dilintasi oleh ruas jalan Timor Raya kini semakin rendah kualitas layanannya akibat pesatnya pertambahan jumlah kendaraan dan tarikan serta bangkitan perjalanan yang ditimbulkan oleh berbagai fasilitas sosialekonomi yang semakin pesat berkembang di sepanjang tepi ruas jalan tersebut. Keseluruhan hal tersebut berdampak pada semakin rendahnya kapasitas dan tingkat pelayanan ruas jalan serta semakin tingginya resiko kecelakaan lalu lintas di kawasan tersebut. Masalah dan Tujuan Penelitian Rumusan permasalahan penelitian ini adalah pada tingkat manakah kualitas layanan ruas jalan Timor Raya serta bagaimana strategi dan teknik yang dapat dipakai untuk menaikkan kualitas layanan sekaligus mengubah wajah kawasan pesisir menjadi ruang terbuka yang siap dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas penunjang pariwisata? Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi kapasitas dan tingkat pelayanan ruas jalan eksisting yang diukur berdasarkan nilai V/C, kecepatan dan angka kecelakaannya 2. Mengidentifikasi faktor utama penyebab problem keterbatasan kapasitas ruas jalan Timor Raya dan penyebab kekumuhan kawasan pesisir pantai 3. Menetapkan kebijakan (strategi dan teknik) pengendalian : a. Problem kapasitas dan tingkat pelayanan ruas jalan eksisting b. Problem penatan wajah kawasan pesisir yang saat ini terkesan kumuh 4. Merekomendasikan strategi dan teknik pengembangan struktur dan pola pemanfaatan lahan di kawasan pesisir, khususnya untuk pengembangan berbagai fasilitas sosial-ekonomi penunjang pariwisata

LANDASAN TEORI
Umum Penggunaan lahan mendorong pertumbuhan lalu lintas yaitu antara lain dalam bentuk peningkatan penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Peningkatan layanan yang dihasilkan oleh peningkatan sarana dan prasarana transportasi tersebut berdampak pada pertumbuhan aktivitas budidaya ikutannya. Pertumbuhan aktivitas budidaya berdampak pada pengurangan luas lahan dan pembentukan delineasi buatan (batas fisik) antar berbagai lokasi dan jenis aktivitas. Batasan fisik tersebut biasanya berupa jaringan jalan dan fasilitas pelengkapnya. Jaringan jalan tersebut seringkali kemudian tidak mampu menampung aktivitas atau kebutuhan pergerakan lalu lintas, tidak sesuai dengan karakter sosialekonomi kawasan dan tidak sesuai dengan tuntutan perubahan wajah perkotaan. Kondisi tersebut terjadi dalam skala waktu dan ruang yang bisa sama namun bisa juga berbeda,

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

sehingga dalam kondisi tertentu menjadi saling bertubrukan; yang pada gilirannya akan menjadi faktor utama penyebab degradasi lingkungan, baik lingkungan buatan maupun lingkungan alamiah. Kebijakan pembangunan dengan demikian hendaknya ikut mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal dan mengendalikan implementasinya secara normatif (legal formal).

PERENCANAAN KOTA
Perencanaan Kota Komprehensif Model perencanaan kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 hingga UU Tata Ruang No.26 Tahun 2007 cenderung menekankan akan pentingnya aspek integrasi antar berbagai unsur pembentuk ruang dalam pembangunan wilayah, sebagai satu kesatuan sistem ruang. Dalam hal ini integrasi antar sub sistem tata guna lahan dengan sub sistem sarana-prasarana transportasi serta sub sistem aktivitas (pola perjalanan) diharapkan akan dapat memaksimalkan struktur perekonomian dan struktur sosial serta dapat memperbaiki kualitas lingkungan di sekitarnya. Adapun perencanaan ruang dan aktivitas yang tersistem selalu berkonotasi dengan aspek 1) perilaku yang mempunyai tujuan (purposive behavior) 2) wholism (holisme) 3) keterbukaan 4) transformasi 5) keterkaitan dan 6) mekanisme pengawasan (Djakapermana, 2010). Dalam pendekatan sistem ini dikenal tiga tingkatan berpikir yaitu 1) analisis sistem 2) sistesis sistem dan 3) disain sistem. Analisis sistem merupakan kajian struktur yang memiliki 3 tujuan yaitu a) identifikasi unsur-unsur sistem atau sub sistem b) pemahaman proses yang terjadi dalam sistem dan c) prediksi kemungkinan output sistem sebagai akibat adanya perubahan di dalam sistem. Penelitian ini didasarkan pada tahapan berpikir yang pertama yaitu analisis sistem, karena dianggap merupakan metoda yang cocok, dan yang dianggap mampu memecahkan permasalahan /problem solving method, (Pramudya, 1989, dalam Djakapermana, 2010) di kawasan studi. Perencanaan Kota Strategis Pilihan analisis pengembangan kawasan dapat dilakukan melalui pendalaman menyeluruh tentang aspek kekuatan (Strengtheness), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), dan Ancaman (Threatment ). Langkah dasar dalam perencanaan strategis biasanya meliputi : 1) Pengumpulan data lingkungan yang terkait dengan aspek peluang dan tantangan; 2) Perumusan issue utama (strategis); 3) Perumusan misi dan tujuan umum; 4) Analisa eksternal dan internal; 5) Perumusan tujuan dan sasaran serta strategi yang berkaitan dengan tiap issue utama; 6) Pengembangan rencana implementasi tiap strategi; 7) Pemantauan, pembaharuan dan pengumpulan data atau informasi.

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Kapasitas dan tingkat pelayanan ruas jalan perkotaan semakin dibatasi oleh pertumbuhan jumlah kendaraan beromotor, peningkatan frekuensi perjalanan, laju perubahan fungsi guna lahan dan tingginya aktivitas samping jalan; yang tidak diimbangi dengan kemampuan peningkatan kapasitas (lebar) jaringan jalan. Ruang milik jalan yang tidak terkendali, seringkali dimanfaatkan untuk pengembangan aktivitas perdagangan dan/atau aktivitas sosial-ekonomi lainnya di sepanjang tepi jalan secara linear yang berdampak pada tingginya jumlah akses langsung ke badan jalan, yang berdampak pada peningkatan jumlah titik konflik dan resiko kecelakaan di sepanjang tepi ruas jalan dimaksud.
Perkembangan yang Diinginkan Perkembangan yang ada

Perkembangan Tanpa Intervensi

Past

Now

Future

Optimasi sumber daya alam, lingkungan, infrastruktur dan penataan ruang, tergantung kemampuan daerah, daya dukung kawasan dan kemauan politik

Gambar 1. Konsepsi Pengembangan Wilayah


(Sumber : Modifikasi Djakapermana, 2010)

Oleh karena itu, penilaian akan kualitas atau kinerja jaringan jalan sudah seharusnya selalu memasukkan aspek keselamatan perjalanan sebagai indikator kinerja selain nilai derjat kejenuhan (degree of saturation) dan kecepatan perjalanannya. Adapun upaya penilaian guna perbaikan kinerja ruas jalan dimaksudkan agar problem keterbatasan kapasitas dan/atau kecepatan perjalanan serta keselamatan perjalanan tidak menjadi bertambah parah yang justru akan menimbulkan permasalahan ikutan lainnya (derrived problems). Kedudukan dan Fungsi Kota Pesisir Pembangunan kawasan pesisir dalam pola Water Front City harus dilaksanakan berdasarkan pertimbangan akan : Keserasian, keselarasan dan keseimbangan daya dukung ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya serta fungsi pertahanan dan keamanan Keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumer daya, fungsi, estetika lingkungan dan kualitas lahan pesisir Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam pemanfaatan kawasan yang mempunyai fungsi sosial-ekonomi Pengembangan kawasan wisata bahari harus memenuhi beberapa prinsip dasar yang terkait dengan upaya keberlanjutan kegiatan wisata (Pedoman Penataan Kota Pesisir, 2009). Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Faktor Ekonomi (economic viable) 2. Faktor penerimaan secara sosial-budaya setempat (sosio cultural acceptabel)

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

3. 4.

Faktor keberlanjutan ekologis (ecological sustainable) Faktor hukum dan peraturan (law acceptabel)

Perencanaan fasilitas kawasan wisata dapat ditujukan pada 2 (dua) jenis komponen dasar berdasarkan karakteristik kebutuhan dalam melakukan aktivitas wisata. Kedua jenis komponen tersebut antara lain : 1. Komponen Primer (Associated w/ Tourism) 2. Komponen Sekunder (Help Tourism) Prinsip Dasar Pengembangan Kota Pesisir Sustainable Development merupakan issue pengembangan kawasan terutama yang kawasan yang dikembangkan di lingkungan alamiah milik publik semisal pesisir pantai. Pilar pembangunan berkelanjutan didasarkan pada unsur sosial-ekonomi dan lingkungan, yang seharusnya didukung oleh pilar kelembagaan karena problem implementasi pola pembangunan berkelanjutan seringkali terbentur pada aspek implementasi dan pengendalian pelaksanaan kebijakan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan kawasan pesisir harus dilaksanakan secara normatif, sesuai perturan perundangan yang berlaku, sedemikian agar pembangunan tersebut dapat memberikan manfaat sosial-ekonomi dan lingkungan sesuai kapasitas dan daya dukung kawasan secara berkelanjutan, sebagaimana diatur dalam : 1. UU RI No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil 2. UU RI No.07 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 3. UU RI No.38 Tahun 2004 tentang Jalan 4. UU RI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 5. UU RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 6. UU RI No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 7. Pedoman Penataan Kota Pesisir, 2006 Standar Desain Fasilitas/Infrastruktur a. Aksesibilitas (Keterhubungan) dan Keterpaduan (Integrasi) Keterhubungan fisik prasarana lingkungan perkotaan hendaknya dilandaskan pada upaya pengintegrasian aktivitas antar kawasan sedemikian sehingga tercipta proses produksi dan distribusi produk aktivitas secara lancar dan berkelanjutan b. Standar Bangunan (Ketinggian/Sky Light, jenis konstruksi, Water Front) Aspek ketinggian bangunan dan penagturan jenis konstruksi diarahkan untuk disesuaikan dengan karakter lingkungan dan diorientasikan ke arah laut/pesisir c. Ketersediaan Sarana-Prasarana Dasar Merupakan faktor pendukung kelancaran fungsi aktivitas kawasan yang memungkinkan berkembangnya jenis dan jumlah serta skala investasi akibat produk kenyamanan yang dihasilakannya d. RTH Porsi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan terlebih di kawasan wisata pesisir merupakan syarat mutlak pengembangan kawasan pesisir e. Arsitektur Bangunan

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

Corak arsitektur tradisional yang dikombinasikan dengan ragam pengembangan wajah kawasan dimaksimalkan sesuai karakteristik alam dan lingkungan secara terstruktur.

METODOLOGI
Metoda Pendekatan Pendekatan analisis dilakukan berdasarkan pertimbangan akan dampak pengembangan jaringan jalan terhadap distribusi arus lalu lintas menerus dan pengurangan konflik lalu lintas di titik-titik rawan eksisiting. Analisis juga diarahkan pada pertimbangan akan dampak pembangunan jalan pesisir terhadap optimalisasi pola pemanfaatan ruang di sepanjang kawasan pesisir untuk pengembangan berbagai fasilitas penunjang pariwisata yang diharapkan akan mampu mengurangi problem kapasitas dan kemacetan di ruas jalan eksisiting serta mengatasi problem wajah perkotaan sedemikian sehingga Kota Kupang berkembang menjadi salah satu tujuan wisata kota tepi air di kawasan Indonesia Timur yang baru. Oleh karena itu pengembangan kawasan tersebut harus didasarkan pada pertimbangan akan interaksi antar berbagain unsur pembentuk sistem transportasi. Tahapan Penelitian 1. Gambaran Situasi Eksisting (kapasitas dan tingkat pelayanan ruas jalan Timor Raya) 2. Kajian akar masalah serta lingkungan eksternal dan internal (analisis SWOT) 3. Strategi dan Teknik Pengendalian a. Strategi dan teknik pengendalian problem kapasitas dan tingkat pelayanan ruas jalan b. Strategi dan teknik penataan wajah kawasan pesisir 4. Resume

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Gambaran Situasi Eksisting Hasil survai dan analisis data menunjukkan bahwa: 1. Hasil survai volume lalu lintas di sekitar 100 meter dari Simpang 3 Jalan NangkaTimor Raya-Sabu menunjukkan bahwa volume lalu lintas puncak terjadi pada hari Selasa tanggal 20 April 2010 pukul 06.45-07.45 adalah sebesar 3.209 smp/jam. Adapun hasil perhitungan kapasitas ruas jalan di segmen tersebut adalah sebesar 4.278 smp/jam sehingga tingkat pelayanan ruas jalan Timor Raya berada dalam Level of Service (LoS) D dengan nilai Derajat Kejenuhan 0,75 dan kecepatan perjalanan 32 km/jam. Dengan demikian tingkat pelayanan (level of service/LoS)ruas jalan tersebut (LoS D) harus kembali dinaikkan ke level yang dapat diterima yaitu minimal LoS C. Materi diskusi City Council Kota Kupang (2009) menunjukkan bahwa rasio fatalitas di ruas jalan Timor Raya adalah sebesar 70,35 % dan indeks fatalitas 35% yang menggambarkan tingkat resiko keselamatan perjalanan yang sangat rendah.

1.

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

2.

3.

4.

Oleh karena itu diperlukan strategi dan teknik pengendalian resiko kecelakaan melalui berbagai upaya pembatasan konflik arus dan akses serta pengendalian fungsi gunala lahan kawasan. Daerah rawan macet dan rawan kecelakaan (titik konflik) adalah di sekitar Straat A yaitu dari simpang jalan Nangka, Timor Raya dan jalan Sabu hingga pertemuan antara jalan A Yani dan jalan Sumatera. Data survai lapangan menunjukkan bahwa faktor penyebab kemcetan adalah akibat parkir kendaraan pasar di bahu jalan Timor Raya (arah Timur) sehingga akibat hambatan samping jalan tersebut, kapasitas menjadi berkurang dan jarak pandang menurun sehingga mengurangi kecepatan perjalanan. Parkir pada badan jalan akibat ketiadaan lahan parkir alternatif, akibat padatnya hunian sepanjang tepi jalan Timor raya. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, pengaturan waktu parkir dan peran petugas lalu lintas menjadi sangat penting, sedangkan dalam jangka panjang, strategi dasar yang dipakai hendaknya didasarkan pada aspek pengembangan jaringan jalan (ruas jalan) alternatif serta pengendalian pola pemanfaatan lahan. Pengembangan jalan pesisir akan sekaligus menyelesaikan masalah keterbatasan kapasitas dan kecpatan perjalanan sekaligus menyelasikan masalah kekumuhan wajah kawasan pesisir akibat kesemrawutan lalu lintas dan penggunaan ruang lahan yang tercapur dan tidak tertata baik. Adapun faktor penyebab tingginya angka kecelakaan adalah akibat akses langsung kendaraan masuk-keluar persil ke jalan Timor Raya yang berstatus jalan arteri primer dalam kota serta disebabkan oleh keterbatasan jarak pandang akibat parkir kendaraan pada badan jalan, terlebih di daerah persimpangan. Pola pemanfaatan lahan pesisir Aktivitas sosial-ekonomi eksisting berkembang dalam pola lahan tercampur dimana kawasan perumahan dan permukiman berimpitan dengan kawasan perdagangan, pertokoan, perhotelan dan restaurant serta berbagai aktivitas sosial-ekonomi lainnya. Penggunaan lahan dalam pola tercampur ini tersebar merata secara linear terhadap ruas jalan Timor Raya sehingga konflik antara layanan arus menerus ruas jalan arteri sekunder dengan fungsi akses dari tiap lokasi aktivitas sosial-ekonomi di sepanjang tepi ruas jalan tersebut berdampak pada kelas hambatan samping yang tergolong tinggi. Hal ini bertentangan dengan perintah UU 22/2009 yang menyatakan bahwa hambatan samping di ruas jalan arteri harus dibatasi secara berdaya guna. Karakteristik pantai/pesisir Secara fisik, kawasan pesisir pantai Teluk Kupang terdiri dari hamparan pasir dan bebatuan karang secara terkonsentrasi. Hasil survai pasang surut dan observasi kawasan menunjukkan bahwa: a) Batas surut terjauh rerata sekitar 40 meter dari garis pantai b) Tinggi gelombang maksimum adalah 2,6 meter c) Titik rambatan gelombang pecah terjadi pada jarak 15-25 meter dari garis pantai d) Terdapat beberapa fasilitas penunjang wisata semisal Hotel Kristal (bintang 3), restaurant Ova Langga, Nelayan, Subasuka Paradise, Teluk Kupang dengan tarikan dan bangkitan lalu lintas yang relatif tinggi dan berdampak pada gangguan kapasitas akibat pola parkir pengunjung di badan jalan (on street parking)

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

e)

Kebersihan pantai relatif kurang terjaga karena muara pembuangan limbah/sampah masih berorientasi ke laut f) Orientasi aktivitas sosial-ekonomi di sepanjang tepi pesisir membelakangi laut (tidak bercirikan water front) g) Bagian pesisir yang berimpitan dengan fasilitas penunjang wisata relatif lebih bersih dari bagian pesisir lainnya yang mengindikasikan bahwa melalui kebijakan penataan kawasan dan pengelolaan yang jelas, maka wajah pesisir dapat diperbaiki Hal tersebut berarti pembangunan jalan pesisir pantai secara teknis akan mendistribusikan arus lalu lintas dan memungkinkan pemberlakuan sistem jalan 1 arah ( jalan pesisir tersebut terletak sejajar dengan ruas jalan Timor Raya). Pendistribusian arus tersebut akan berdampak pada peningkatan kinerja ruas jalan Timor Raya (penurunan nilai V/C dan meningkatnya kecepatan perjalanannya) yang pada gilirannya berdampak pada pengurangan resiko kecelakaan. Akar Masalah Berbagai fenomena tersebut mengarah pada akar persoalan mendasar di kawasan tersebut yaitu akibat :1) keterbatasan lebar jalan eksisting dimana 1,5 meter badan jalan terpakai oleh parkir kendaraan sehungga lebar jalan efektif hanya 5,5 meter sehingga kapasitas jalan berkurang yang berdampak pada penurunan nilai V/C dan kecepatannya; 2) laju perkembangan aktivitas guna lahan dan kepemilikan kendaraan bermotor yang tinggi (data dealer Honda dan Yamaha, 2010; dalam sehari terjual hingga 17 kendaraan sepeda motor); 3) tingginya akses langsung dari dan ke jalan arteri (hambatan samping) karena guna lahan berkembang secara linear terhadap jaringan jalan; 4) lemahnya pengendalian aktivitas samping jalan, dimana parkir pada badan jalan dan aktivitas PKL terus meningkat; 5) perilaku pengendara yang tidak disiplin (parkir pada badan jalan, terutama di daerah simpang); 6) fungsi pengawasan dan pengendalian implementasi produk rencana ruang yang lemah. Keseluruhan permasalahan tersebut merupakan kondisi-kondisi dinamis yang mendorong bertambah rumitnya problem keterbatasan kapasitas dan terciptanya pola pembangunan kawasan yang tidak terintegrasi. Faktor pendorong dinamis tersebut antara lain muncul akibat: 1. Internal o Tidak berfungsinya institusi perencanaan, pelaksananaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan o Tidak berfungsinya institusi masyarakat, dimana problem dan atau tugas penyelenggaraan pembangunan hingga pemeliharaan fasilitas dianggap merupakan urusan pemerintah semata o Rendahnya SDM, berdampak pada rendahnya kualitas aktivitas budidaya dan produksi kebijakan serta pengelolaan dan pengendalian fungsi layanan kemasyarakatan o Lahan terbatas dan kontrol perijinan pemanfaatan lahan rendah, sehingga menimbulkan kondisi tidak aman dan tidak nyaman akibat kemacetan dan resiko keselamatan yang tinggi 2. Eksternal

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

o o o o

Regulasi dan program pembangunan daerah kurang efektif karena selain bersifat ego sektoral/wilayah dan parsial, juga belum berbasis komunitas sehingga akses masyarakat ke proses dan program kebijakan pembangunan bahkan implementasi dan pemanfaatan produk relatif rendah Tingginya laju pertumbuhan penduduk berdampak pada kepemilikan kendaraan dan lahan dengan tingkat retensi tinggi semakin tidak terkendali Tidak seimbangnya distribusi informasi dan pengetahuan sehingga menimbulkan kesenjangan perilaku dalam pengelolaan, pemeliharaan dan pengendalian fungsi layanan fasilitas infrastruktur Pembiaran kondisi beresiko pada layanan fungsi fasilitas akibat intervensi lingkungan, perilaku dan pola budidaya pemanfaatan lahan (mekanisme pasar) Pola penanganan emergency-karitatif, bersifat parsial, cenderung tidak menyelesaikan akar persoalan, menempatkan situasi kualitas layanan dan resiko kecelakaan belum menjadi bagian dari mekanisme (kesatuan siklus) pembangunan.

Kajian Lingkungan Internal-Eksternal dan Perumusan Strategi Dasar Pengendalian Permasalahan Hambatan internal sebagaimana disebutkan diatas disebabkan oleh pembangunan yang tidak tersistem. Dalam konteks pembangunan kawasan berbasis sistem transportasi, integrasi antara tiap unsur pembentuk sistem tersebut yaitu hubungan timbal balik antara pertambahan jumlah perjalanan kendaraan dan kemampuan jaringan jalan untuk memikul aktivitas sosial-ekonomi dari satu lokasi ke lokasi lainnya menjadi konsiren faktor utama. Oleh karena itu pembangunan dan/atau pengembangan jaringan jalan dan dampaknya terhadap fungsi aktivitas sosial-ekonomi dan tarikan serta bangkitan lalu lintas yang dihasilkannya harus selalu dikendalikan melalui perencanaan yang sistematis, integratif dan berkelanjutan. Kekuatan : Dukungan kebijakan dalam RUTR dan RDTR BWK II Kota Kupang tentang Water Front City; daya dukung kawasan (ketersediaan lahan, minat investasi) : Jumlah & lokasi titik konflik sangat tinggi, resiko kecelakaan & keselamatan perjalanan sangat tinggi. Sebagian ruang milik jalan terokupasi permanen akibat lemahnya penyelenggaraan sistem perijinan, posisi tawar lemah : Pemandangan laut yang alamiah & indah, ketersediaan lahan, tingkat kompromi masyarakat yang tinggi; tidak semua ruang milik jalan sudah terokupasi : Pengendalian kerusakan lingkungan, penyediaan sekaligus peningkatan akses dan layanan publik akan potensi aktivitas sosial-ekonomi pesisir

Kelemahan

Peluang

Tantangan

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

Jenis Aktivitas

Skala Aktivitas Sistem Tata Guna Lahan

Kuantitas dan Kualitas

Sebaran Lokasi Aktivitas

SosialEkonomi
Sistem Aktivitas

Sosek & Transp Karakter Transportasi

Perbaikan Struktur Sosial&Perekonomian Kawasan, Kualitas Lingkungan dan Kinerja Kelembagaan

Ketersediaan Sistem SaranaPrasarana Transportasi Jumlah

Kualitas

Kelembagaan

Gambar 2 Diagram Interaksi antar Komponen Pembentuk Sistem Transportasi

Tabel 1.
EXTERNAL FACTOR

Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Model Analisis SWOT


INTERNAL FACTOR Strength - S (Kekuatan) Weakness - W (Kelemahan)

Oportunities - O (Peluang)

SO Strategies Jangka pendek: keterbatasan kapasitas & WO - Strategies tingkat pelayanan jalan diatasi dengan Konflik lalu lintas dan resiko petugas lalu lintas, larangan parker dan kecelakaan diatasi dengan penyediaan jalur lambat secara berdaya pembangunan jalur lambat, sehingga guna akses langsung ke jalan arteri dibatasi Jangka panjang: keterbatasan kapasitas secara berdaya guna diatasi dengan pembangunan jalan pesisir Penataan kawasan pesisir untuk fungsi Pembangunan jalan pesisir dikuti dengan ruang publik dan penunjang wisata penataan jenis, jumlah dan skala aktivitas dikembangkan dalam pola ganti sosial-ekonomi penunjang wisata untung semisal pemberian hak Pengembangan aktivitas social-ekonomi pengelolaan fasilitas (retribusi) parkir, penunjang wisata akan meningkatkan dll struktur sosial-ekonomi kawasan ST - Strategies Pembangunan jalan pesisir sebagai alternative pengendali dan fungsi distribusi arus lalu lintas sekaligus fungsi penataan wajah pesisir rentan dilaksanakan secara WT - Strategies berkelanjutan dengan memperhitungkan Sosialisasi dan penegakan aturan dampaknya terhadap lingkungan socialsempadan pagar dan bangunan ekonomi dan alamiah, sehingga harus Penertiban aktivitas samping jalan dilaksanakan secara normatif, sesuai Pengaturan jenis, jumlah, skala dan peraturan perudanngan yang berlaku fungsi layanan aktivitas serta fasilitas Disiapkannya peraturan walikota tentang secara berjenjang bertahap tanggungjawab pengguna/pemanfaat lahan (berkelanjutan) terhadap fungsi ekologis kawasan Pelibatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan dan pengendalian fungsi ekologis kawasan

Threats - T (Ancaman)

10

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

Tabel analisis SWOT tersebut menunjukkan kekuatan sekaligus peluang yang dapat dikembangkan serta dimanfaatkan untuk meminimalisir resiko yang muncul akibat kelemahan serta ancaman eksternal. Daripadanya diharapkan suatu bentuk kompromi politis yang mempertemukan (mengadaptasi) pengaruh linkungan eksternal dan mengintegrasikannya melalui mekanisme yang sesuai dengan kondisi internal yang berlaku, sebagaimana terlihat dalam kolom-kolom strategi SO, St, WO dan WT pada Tabel 1 di atas.

PENUTUP
1. Tingkat pelayanan ruas jalan Timor Raya saat ini, khususnya pada bagian ruas jalan yang berdekatan dengan pusat lokasi aktivitas sosial-ekonomi semisal kawasan Straat A (akses utama ke kawasan perdagangan/pasar OEba) saat ini berada dalam level of service D dengan nilai V/C 0,75 dan kecepatan rerata ruang 32 km/jam. Selain itu rasio fatalitas ruas jalan Timor Raya sebesar 70,35% dan indeks fatalitas mencapai 35% yang berarti bahwa peluang hidup pengendara saat kecelakaan hanya 50% (berpeluang besar untuk meninggal pada saat mengalami kecelakaan yang ke-2). Kelompok terlibat dan korban fatalitas tertinggi berasal dari kelompok pengendara sepeda motor. Faktor utama penyebab rendahnya LoS dan tingginya angka kecelakaan di ruas jalan tersebut adalah dominan akibat tingginya hambatan samping jalan akibat tersebarnya akses langsung kendaraan masuk-keluar dari persil dan faktor indisipliner pengendara kendaraan bermotor. Faktor utama penyebab kumuhnya wajah pesisir karena laut menjadi muara pembuangan limbah aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dan aktivitas sosialekonomi berkembang secara alamiah dan tidak terkendali (sesuai mekanisme pasar) Strategi solusi yang ditawarkan adalah : 1) Problem LoS dan kecelakaan diatasi dengan : a) Jangka pendek: membatasi akses (konflik) kendaraan dengan pengaturan arus oleh petugas lalu lintas, penengakan aturan larangan parkir pada badan jalan; serta membangun jalur lambat di bagian ruas jalan yang memiliki ruang milik jalan yang memadai serta penyediaan dan/atau perbaikan fasilitas pelengkap jalan yang sesuai b) Jangka panjang: mengalihkan (mendistribusikan) perjalanan penduduk melalui pembangunan jalan alternatif di sepanjang pesisir pantai Kota Kupang. 2) Problem penataan wajah pesisir dilakukan dengan pengaturan jenis, jumlah dan skala aktivitas sosial-ekonomi penunjang pariwisata serta penataan ruang terbuka publik di sepanjang kawasan pesisir pasca pembangunan jalan pesisir, sedemikian sehingga kawasan dimaksud berkembang menjadi kawasan wisata pesisir strategis yang mampu mengubah wajah pesisir menjadi berorientasi ke laut (water front) dan menjadi kawasan strategis untuk menunjang fungsi ekonomi perkotaan. Pembangunan jalur lambat secara tegas membatasi konflik arus lalu lintas menerus dengan arus masuk-keluar persil (menurunkan resiko kecelakaan/rasio dan indeks

2.

3.

4.

5.

11

Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 8-9 Oktober 2010

fatalitas), sedangkan pembangunan jalan pesisir mampu memperbaiki LoS ruas jalan eksisiting. 6. Support system yang diperlukan antara lain komitmen dan kebijakan pemerintah serta dukungan investor/swasta dan terutama adanya kemauan dukungan kelompok masyarakat pesisir untuk menerapkan mekanisme ganti untung dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan fungsi aktivitas social-ekonomi di kawasan pesisir tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Pedoman Penataan Kota Pesisir, Direktorat Jendral Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta Anonim, 2009, Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2009 tantang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta Djakapermana, RD, 2009, Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman, IPB Press, Bogor City Council Kota Kupang, 2009, Traffic Safety Problem di Kota Kupang, disajikan dalam diskusi City Council Kota Kupang, tanggal 3 Desember 2009, Kupang Johara T. Jayadinata, 1992, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan dan Wilayah , Penerbit ITB, Bandung Jonathan Lassa Disaster Risk Management Disaster Risk Management Training, Kerjasama PPSDAK-Pancur Kasih Pontianak dan Forum Kesiapan dan Penanggulangan Bencana (FKPB) Kupang di Pontianak tanggal 21-24 Agustus 2003 Kaufman, J.L. & Jacobs, H.M., 1997, A Public Planning Perpective on Strategic Planning , Journal of the American Planning Assosiation , Volume 53 No.1 Soefaat, 1998, Hubungan Fungsional Teknik Sipil dengan Tata Ruang Kota dan Daerah, Suatu Pengantar, Jilid I, Penerbit PT. Mediatama Sapta Karya, Jakarta

12

You might also like