You are on page 1of 2

Klaim Malaysia Atas Batik Meresahkan Klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia.

Ban gsa ini harus segera menghapus bayang-bayang yang meresahkan itu agar perajin ba tik Indonesia di kemudian hari tidak perlu memberi royalti kepada negara lain. Untuk melestarikannya, Pemerintah Indonesia akan menominasikan batik Ind onesia untuk dikukuhkan oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage).Terhadap klaim Malaysia atas batik, Menteri Koordinator Kese jahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan, usulan nominasi ini bukan reaksi te rhadap Malaysia. Namun, untuk kepentingan pengembangan batik Indonesia di pasar Internasional. Dewasa ini penggunaan batik makin beragam. Pasar ekspor batik mencapai 1 25 juta dollar AS per tahun. Sekitar dua juta orang bergantung pada usaha batik, mulai pedagang kecil dan menengah serta pemasok kebutuhan batik beserta keluarg anya. Seluruh pihak yang terkait dengan batik telah memahami dan sepakat untuk m emperjuangkan agar batik Indonesia dapat diakui oleh Unesco. Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan itu dilakukan sesuai Konvensi Une sco tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda. Konvensi Unesco tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15 Ja nuari 2008, Indonesia resmi menjadi Negara Pihak Konvensi. Bangsa indonesia mulai gerah dengan klaim-klaim yang dilakukan oleh nega ra tetangga ini, masyarakat menuding pemerintah kurang tegas dalam penanganan ma salah ini, mereka hanya mengatakan akan menindak lanjuti akan tetapi hasilnya ni hil malahan malaysia mulai menjadi-jadi dalam urusan klaim budaya bangsa ini, le mahnya diplomasi oleh indonesia kepada malaisya membuat masalah ini tidak kun jung selesai dan membuat masyarakat mulai gerang oleh tindakan pemerintah yang l abil dalam menindak lanjutinya. Industri Batik dan Sumbangsihnya terhadap Perekonomian Nasional Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lal u, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Sejatiny a, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu pilar ek onomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit berbatik ria di ma syarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia ba tik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan pere konomian nasional. Batik merupakan warisan nenek moyang yang selalu menjadi kebanggaan bagi bangsa indonesia, ini menunjukkan begitu bererti nya batik dalam hal budaya d t anah air. Semua orang telah bangga memakai batik yang melambangkan gaya khas ban gsa indonesia, tidak ketinggalan dengan menanjaknya penjualan batik melalui eksp or ke luar negeri yang mna dapat menambah devisa negara.

Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat realisasi ekspo r batik Indonesia selama lima tahun terakhir. Tabel 1: Nilai Ekspor Batik Nasional 2004-2009 Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional 2004 US$ 34,41 juta 2005 US$ 12,46 juta 2006 US$ 14,27 juta 2007

US$ 20,89 juta 2008 USS 32,28 juta Triwulan I 2009 US$ 10,86 juta Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009. Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 ju ta. Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik na sional. Sehingga pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan me nyerap tenaga kerja. Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk di dalamnya batik mencapai sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningk at dibanding proyeksi ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu membe ri kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk in dustri kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45 mili ar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT member i surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir i ni. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 mil iar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga kerja. Tantangan yang dihadapi industri batik itu antara lain mengenai Sumber D aya Manusia (SDM). Misalnya, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lan jut, sehingga perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terju n ke usaha batik. Masalah lain yang harus diatasi adalah masalah pendanaan, kete nagakerjaan, dan penanganan penyelundupan. Saat ini industri TPT diakui juga men ghadapi masalah daya saing terkait usia mesin industri tersebut yang sebagian be sar (sekitar 75%) berusia sekitar 20 tahun sehingga membutuhkan peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar internasional dan domestik yang semakin ketat. Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakuk an perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sa ma untuk setiap lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam y ang masih belum mendapat hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersed iaan bahan baku sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar. Selain i tu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tan tangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari Malaysia, Thaila nd, Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik Indone sia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia . Terkait masalah Kak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-m otif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari nega ra-negara lain. Kondisi tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi mo tif batik sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustria n telah mendokumentasi sebanyak 2.788 motif batik dan tenun tradisional dalam be ntuk CD (Compact Disc).

You might also like