You are on page 1of 37

PRESENTASI KASUS

DIARE

Oleh : Titien Fitria S. Andriani G0000030 G0000043

Pembimbing : dr. Pudjiastuti, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK LAB / UPF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

2006

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG

PENDAHULUAN
Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, angka kesakitannya adalah sekitar 200 400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (7080%) dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kejadian diare . Episode diare pada bayi adalah rata-rata sekali setahun, sedangkan anak balita (1-5 tahun) rata-rata 2- 3 kali setahun bahkan ada yang melaporkan 20 kali setahun. Sebagian dari penderita (1 2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50 60% di antaranya dapat meninggal dunia. Mortalitas diare disebabkan oleh dehidrasi berat, dengan penanganan yang benar maka dapat menghindarkan 95% kematian baru sebagai akibat diare akut. Setelah ditemukan cara penggunaan cairan rehidrasi maka mortalitas dapat diturunkan. Penelitian pada negara sedang berkembang lainnya, kematian karena diare akut mencapai puncaknya setelah umur 6-24 bulan, sedikit menurun setelah umur 2-3 tahun dan lebih berkurang setelah umur 5 tahun. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat, dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari satu minggu pada bayi atau anak yang sebelumnya sehat. Prevalensi diare tinggi pada usia 6 (enam) bulan sampai 2 (dua) tahun pada stadium penyapihan., pada daerah dengan hygiene dan sanitasi buruk, tinggi pada bulan-bulan tertentu, kadang-kadang dijumpai KLB. Di Indonesia kejadian diare masih terdapat 60 juta episode setiap tahun, dimana 1 5 % daripadanya akan menjadi diare kronik . Penyebab diare akut :

1. Virus : rotavirus (penyebab terbanyak), enterovirus. 2. Bakteri : E. coli, salmonela, shigella, vibrio El Tor, staphyllococcus, bakteroides. 3. Penyebab lain : parasit (entamoeba histolitika, cryptosporodium). 4. Alergi susu sapi, laktase defisien (primer, sekunder ok infeksi virus). Makanan/minum/obat yg dpt menyebabkan diare oleh karena osmolaritas tinggi (laksansia). 5. Obat tertentu dapat menyebabkan diare, seperti amoksisilin, ampisilin, obat laksansia. Tujuan disajikannya kasus ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan penderita diare secara tepat dan cepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat diare. clostridium,

KASUS

Pada anamnesis kasus yang didapatkan dari alloanamnesis ibu penderita tanggal 11 April 2006. Penderita An. C, perempuan, usia 8 bulan, anak ketiga dari tiga bersaudara, alamat Kalijambe, Sragen, dengan keluhan utama diare. Penderita mulai diare sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, lebih dari 15x/hari, dengan ampas tetapi lebih banyak airnya, warna kuning, tanpa disertai lendir maupun darah, jumlah @ 2 gelas belimbing. Penderita juga demam tinggi, kejang (-), disertai muntah 1x berisi susu, kurang dari gelas belimbing, batuk (-), pilek (-). Penderita hanya minum ASI, tanpa susu formula maupun makanan pendamping ASI. Setelah mulai diare, frekuensi minum bertambah, penderita menjadi lebih rewel dari biasanya. Buang air kecil terakhir 4 jam yang lalu, kurang lebih gelas belimbing. Di keluarga tidak ada yang diare, tetapi anak tetangga juga menderita diare. Status imunisasi penderita sesuai jadwal, yaitu pada 0 bulan mendapatkan imunisasi BCG, polio I dan hepatitis B I, usia 2 bulan mendapat imunisasi DPT I,

polio II, hepatitis B II, usia 3 bulan mendapat imunisasi DPT II dan polio III, usia 4 bulan imunisasi DPT III dan polio IV, sedangkan imunisasi yang kurang adalah imunisasi campak dan hepatitis B III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik, mulai senyum usia 1 bulan, mulai miring usia 2 bulan, mulai tengkurap usia 3 bulan, dan mulai duduk usia 6 bulan Sampai sekarang penderita hanya minum ASI tanpa susu formula maupun makanan pendamping ASI. Riwayat kelahiran ditolong bidan, umur kehamilan cukup bulan, lahir spontan, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 48 cm, menangis kuat setelah lahir. Pemeriksaan kehamilan di bidan dengan frekuensi trimester I 1 kali, trimester II 2 kali, trimester III 3 kali, penyakit kehamilan (-), obat-obatan yang diminum tablet besi. Pemeriksaan post natal di bidan tiap bulan. Ibu menggunakan KB suntik. Pemeriksaan tanggal 11 April jam 21.00 WIB, keadaan umum anak tampak gelisah, derajat kesadaran compos mentis, dengan heart rate 158x/menit reguler, nadi 158x/menit reguler, isi cukup, respiration rate 40x/menit tipe thoracoabdominal, suhu 38,6oC. Berat badan anak 8,5 kg, tinggi badan 68 cm, Derajat gizi : BB/U = 8,5/8 X 100% BB/TB= 8,5/8 X 100% Interpretasi antropometrik = 105,59% (gizi baik) = 106,25% (gizi normal) : gizi normal TB/U = 68/78,5 X 100% = 86,62% (tinggi kurang)

Kebutuhan kalori : 8 x 110 = 880 kal/hari, kebutuhan karbohidrat : x 50% x 880 = 110 gr, kebutuhan lemak : 1/9 x 35% x 880 = 34,2 gr, kebutuhan protein : x 15% x 880 = 33 gr Kulit sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-). Kepala bentuk normocephal, ubun-ubun besar cekung (+), rambut hitam, sukar dicabut. Mata cekung (+/+), bulu mata hitam, rontok (-/-), palpebra oedem (-/-), konjunctiva anemis (- / -), sclera ikterik (- / -), pupil isokor, diameter 3 mm / 3 mm, bulat, ditengah, refleks cahaya (+ / +), kornea jernih, iris coklat, air mata (+/ +). Hidung bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-). Mulut bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), lidah tepi

hiperemis (-). Telinga bentuk normal, sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-), retroauricular pain (-). Tenggorokan uvula di tengah, tonsil T 1 T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), pseudomembran (-). Leher normocolli, kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea ditengah. Thorak bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan = kiri Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi : : : ictus cordis tidak tampak ictus cordis tidak kuat angkat batas jantung tidak melebar Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra Kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis sinistra Auskultasi: Pulmo : inspeksi Palpasi Perkusi : : : Bunyi jantung I-II intensistas normal, regular, bising (-) pengembangan dada kanan = kiri fremitus raba kanan=kiri sonor / sonor Batas paru hepar Redup relatif Redup absolut Auskultasi : Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, petechi (-) Auskultasi : peristaltik (+) meningkat Palpasi : supel, nyeri tekan (sde), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : timpani (+) Turgor : kembali lambat Extremitas oedem (-), akral dingin (-), CRT < 2 : SIC VI dextra : batas paru hepar : hepar Batas paru lambung :spatium intercosta VII sn

suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan (-/-)

Neurologi : Koordinasi Sensorik Tonus : baik : baik : baik : : +2/+2 : +2/+2 : +2/+2 : (-) : (-) Biceps Patella Achilles Reflek patologis Kaku kuduk

Refleks fisiologis Triceps : +2/+2

Pada pemeriksaan laboratorium darah tanggal 11 April 2006 didapatkan hasil Hb : 9,9 gr/dL, Hct : 34,5 %, AE : 3,86 x 10 6/uL, AL : 6,6 x 103/uL, AT : 163 x 103/uL, Golongan Darah : A, GDS : 121 mg/dL, Na : 138 mmol/L, K: 3,6 mmol/L, Ca : 1,0 mmol/L Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas ditegakkan diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang, gizi normal, dan anemia ringan. Penatalaksanaan pasien ini meliputi : Mondok bangsal Pemberian cairan Ringer Lactat 75 cc/kgBB/4 jam (36 tpm makro selama 4

jam) dilanjutkan maintenance 100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam) Pemberian CRO 100cc tiap muntah/diare Domperidon 3x 1,6 mg (bila muntah) Lactobacillus 2 x tab I per oral Paracetamol syrup Cth I per oral (bila panas) Diet ASI on demand Monitoring status hidrasi post rehidrasi Edukasi keluarga : Minum oralit jika mencret/muntah Kompres hangat jika panas

Banyak minum Cuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi Untuk perencanaan diagnostik selanjutnya direncanakan pemeriksaan Darah Rutin 2 meliputi Hb, AE, AL, jenis lekosit, AT, MCV, MCH, MCHC; dan pemeriksaan urine dan faeces rutin Monitoring tiap 8 jam terhadap keadaan umum penderita, vital sign, dan tanda-tanda terjadinya syok (akral dingin, nadi kecil, lemah, cepat, CRT >2 ). Sehingga prognosis pasien ini secara ad vitam baik, secara ad sanam baik, dan ad fungsionam baik. Status post hidrasi tanggal 12 April 2006 jam 01.00 WIB. Keadaan umum sedang, tenang, gizi kesan cukup. BB 8,5 kg. Vital Sign : Nadi 158 kali/menit kuat, isi cukup; Respirasi 40 kali/menit; Suhu 38,2 oC. Kepala : UUB Cekung (-), mata : cekung (-/-), air mata (+/+), konjunctiva anemis (-/-), hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), mulut : mukosa basah (+), bibir kering (-), bibir sianosis (-). Thorax retraksi (-), cor : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Abdomen : supel, peristaltik (+) meningkat, tympani, hepar/lien tak teraba, turgor baik. Extremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT <2. Assesment : diare akut dengan dehidrasi ringan sedang (perbaikan), anemia ringan. Terapi : IVFD Ringer Lactat dilanjutkan maintenance 100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam) Follow up tanggal 12 April 2006 jam 07.00 WIB. Keluhan : diare (+) tadi malam, frekuensi berkurang (3x) warna kuning darah dan lendir (-) @ 5 sendok makan, ampas (+), muntah (+) 1x @ 1 sendok makan, badan panas (+), ingin minum terus. Keadaan umum : sedang, rewel, gizi kesan cukup. BB 8,5 kg. Vital Sign : Nadi 148 kali/menit kuat, isi cukup; Respirasi 40 kali/menit; Suhu 38,1 oC. Kepala : UUB Cekung (-), mata : cekung (+/+), air mata (+/+), konjunctiva anemis (-/-), hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), mulut : mukosa basah (+), bibir kering (-), bibir sianosis (-). Thorax retraksi (-), cor : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Abdomen : supel, peristaltik (+) meningkat, tympani, hepar/lien tak teraba, turgor baik. Extremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT <2.

Pemeriksaan penunjang 12 April 2006: Hb : 8,85 gr/dL, Hct : 25,3 %, AE : 3,54 x 106/uL, AL : 6,6 x 103/uL, AT : 289 x 103/uL, LED : 32 mm/jam. Hitung jenis lekosit : Neutrofil 42,4%, Lymfosit 43,3%, Monosit 13,8%, Eosinofil 0,027%, Basofil 0,520%. MCV: 71,4; MCH: 25,0 pq; MCHC: 35 g/dL Assessment: Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang, anemia mikrositik hipikromik e/c tsk defisiensi Fe Planning : Diagnosis : urine feces rutin (keluarga penderita tidak mengumpulkan sampel) Gambaran Darah Tepi (GDT) Monitoring KU & VS / 8 jam Terapi : IVFD Ringer Lactat 75 cc/kgBB/4 jam (36 tpm makro selama 4 jam) nilai status hidrasi,bila membaik dilanjutkan maintenance 100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam) CRO 100cc tiap muntah/diare Domperidon 3 x 1,6 mg (bila muntah) Lacbon tablet 2 x tab I per oral Paracetamol syrup Cth I per oral (bila panas) Diet ASI on demand Monitoring status hidrasi post rehidrasi Edukasi keluarga : Minum oralit jika mencret/muntah , kompres hangat jika panas, banyak minum, cuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi, keluarga diharapkan untuk mengumpulkan sampel urine dan feces untuk pemeriksaan rutin Status post hidrasi tanggal 12 April 2006 jam 11.00 WIB. Keadaan umum sedang, tenang, gizi kesan cukup. BB 8,5 kg. Vital Sign : Nadi 140 kali/menit kuat, isi cukup; Respirasi 40 kali/menit; Suhu 37,8 oC. Kepala : UUB Cekung (-), mata : cekung (-/-), air mata (+/+), konjunctiva anemis (-/-), hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), mulut : mukosa basah (+), bibir kering (-), bibir sianosis (-).

Thorax retraksi (-), cor : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Abdomen : supel, peristaltik (+) meningkat, tympani, hepar/lien tak teraba, turgor baik. Extremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT <2. Assesment : diare akut dengan dehidrasi ringan sedang (perbaikan), anemia hipokromik mikrositik e/c tsk defisiensi Fe. Terapi : IVFD Ringer Lactat dilanjutkan maintenance 100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam) Follow up tanggal 13 April 2006 jam 07.00 WIB. Keluhan : BAB (+) 1x warna kuning, darah dan lendir (-) @ 2 sendok makan, ampas (+) banyak, muntah (-). Keadaan umum : sedang, tenang, gizi kesan cukup BB 8,5 kg. Vital Sign : Nadi 140 kali/menit kuat, isi cukup; Respirasi 36 kali/menit; Suhu 37 oC. Kepala : UUB Cekung (-), mata : cekung (-/-), air mata (+/+), konjunctiva anemis (-/-), hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), mulut : mukosa basah (+), bibir kering (-), bibir sianosis (-). Thorax retraksi (-), cor : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Abdomen : supel, peristaltik (+) meningkat, tympani, hepar/lien tak teraba, turgor baik. Extremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT <2. Assessment: Diare akut tanpa dehidrasi , anemia mikrositik hipikromik e/c tsk defisiensi Fe Planning : Diagnosis : urine feces rutin (keluarga penderita tidak mengumpulkan sampel) Gambaran Darah Tepi (GDT) Monitoring KU & VS / 8 jam Terapi : IVFD D S 100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam) CRO 100cc tiap muntah/diare Domperidon 3 x 1,6 mg (bila muntah) Lacbon tablet 2 x tab I per oral Paracetamol syrup Cth I per oral (bila panas)

10

Diet ASI on demand Monitoring status hidrasi post rehidrasi Edukasi keluarga : Minum oralit jika mencret/muntah, kompres hangat jika panas, banyak minum, cuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi, keluarga diharapkan untuk mengumpulkan sampel urine dan feces untuk pemeriksaan rutin NB : keluarga penderita meminta pulang (APS) dengan alasan anak sudah tidak diare lagi TINJAUAN PUSTAKA DIARE 1. Definisi Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya 1. Diare secara umum dihubungkan dengan peningkatan volume dan perubahan kosistensi tinja. Pada anak kurang dari dua tahun, diare didefinisikan sebagai pengekuaran tinja lebih dari 10ml/kgBB/hr. Sedangkan pada anak lebih dari 2 tahun, diare didefinisikan pengeluaran tinja lebih dari 200 gram/hari atau dapat dikatakan adanya berak cair empat kali atau lebih dalam satu hari. 2 2. Etiologi Etiologi diare dapat dibagi menjadi beberapa faktor, yaitu: a. Faktor infeksi 1) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi: Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebangainya.

11

Infeksi Infestasi

virus: parasit:

Enterovirus Cacing

(virus (ascaris,

ECHO, Trichiuris,

Coxsackie, Oxyuris,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). 2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak di bawah umur 2 tahun. b. Faktor malasorbsi 1) Malasorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak terpenting dan sering adalah intoleransi laktosa. Malasorbsi lemak. Malasorbsi protein.

1) Faktor makanan: Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 2) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pad anak yang lebih besar3. 3. Epidemiologi Penyebaran kuman yang menyebabkan diare berkaitan erat dengan perilaku pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Perilaku tersebut diantaranya adalah: a. tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan. b. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan tumbuh. c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, oleh karena kuman dapat berkembang biak. d. Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.

12

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan. Sedangkan faktor host (pejamu) yang menyebabkan diare antara lain adalah: a. Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang melindungi kita terhadap kuman penyebab panyakit diare seperti Shigella dan Vibrio cholera. b. Kurang gizi. c. Campak. Hal ini akibat penuruna kekebalan pada penderita. d. Imunodefisiensi/imunosupresi Kebanyakan episode diare terjadi pada umur 2 tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi pada umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penuruna kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang kemungkinan terpapar bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Pada daerah subtropik diare karena bakteri banyak terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus banyak terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik diare rotavirus, diare terjadi sepanjang tahu, frekuensinya meningkat pada musim kemarau,sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan. Sedangkan kejadian luar biasa dan epidemi untuk diare sering disebabkan oleh dua kuman usus patogen, yaitu Vibrio cholera 0,1 dan Shigella disentri tipe 1.1 4. Patogenesis Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini: a. Diare osmotik: Substansi hipertonik nonabsorbsi peningkatan tekanan osmotik intralumen usus cairan masuk ke dalam lumen diare. Diare osmotik terjadi karena: 1) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat atau antasida mengandung magnesium.

13

2) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus. 3) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi glukosa-galaktosa. b. Diare sekretorik: Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan absorbsi diare dengan volume tinja sangat banyak. 1) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak: 2) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu. 3) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: 4) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATPase di enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air. 5) Gangguan motilitas dan waktu transit usus: 6) Hipermotilitas usus tidak sempat di absorbsi diare. 7) Gangguan permeabilitas usus: 8) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik gangguan permeabilitas usus. 9) Diare inflamatorik: 10) Kerusakan sel mukosa usus eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang berlebihan diare dengan darah dalam tinja.4 11) Diare pada infeksi: Virus : Virus berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan keruskan sel epitel dan pemendekan villi yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel bertbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan villi dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorbsi disakarida terutama laktosa. Penyembuhan terjadi jika villi mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.

14

Bakteri : Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak di dalam usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut fimbria, yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Pada beberapa keadaan, penempela di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan. Toksin yang menyebabkan sekresi. Toksin akan mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi jika sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari. Invasi mukosa. Invasi sering terjadi di kolon dan distal dari ileum. Invasi mungkin diikuti pembentukan mikroabses dan ulkus superfisialis yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja.

Protozoa Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium) Menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare Invasi mukosa (Entamoeba histolitica).1

5. Klasifikasi Berdasarkan derajat dehidrasi, diare dibagi sebagai berikut: a. Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut ini: 1) Lesu, lunglai atau tidak sadar

15

2) mata sangat cekung dan kerin 3) tidak bisa minum atau malas minum 4) cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat b. Dehidrasi ringan sedang Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: 1) gelisah, rewel, mudah marah 2) mata cekung 3) haus, minum dengan lahap 4) cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat c. Tanpa dehidrasi: Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang. Sedangkan jika diare lamanya sampai 14 hari atau lebih maka diklasifikasikan sebagai berikut: a. Diare persisten berat. Jika terdapat dehidrasi. b. Diare persisten (saja). Jika tidak terdapat dehidrasi. Jika dalam tinja pada diare terdapat darah maka disebut sebagai disentri.5 6. Gejala klinis a. dehidrasi: ditandai adanya letargi, penurunan kesadaran, fontanela anterior cekung, membran mukosa (mulut) kering, mata cekung, pnurunan turgor kulit, capilar refill time memanjang b. gagal tumbuh dan malnutrisi: ditandai dengan penurunan massa otot dan lemak serta udem perifer sebagai manifestasi adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral. Giardia lamblia bisa menyebabkan diare intermittent dan malasorbsi lemak. c. nyeri perut:

16

sifat nyerinya tidak meningkat pada penekanan. Nyeri tersebut berhubungan dengan organisme tertentu. d. borborygmi: yaitu peningkatan aktivitas peristaltik yang bisa didengar ataupun diraba, yang terjadi oleh karena peningkatan aktivitas usus. e. eritema pada daerah peri anal: berak yang sering akan menyebabkan lecet pada daerah peri anal terutama terjadi pada anak-anak. Bisa juga adanya malasorbsi karbohidrat sekunder akan menghasilkan tinja yang bersifat asam yang akan mengiritasi daerah perianal. Selain itu malasorbsi asam empedu sekunder juga dapat menyebabkan dermatitis daerah perianal dengan gambaran seperti terbakar.2 7. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest bila diduga terdapat intoleransi gula. Bila perlu dilakukan biakan dan uji resistensi b. pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. c. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang). d. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan pada penderita diare kronik. 3 e. Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis adanya inflamasi mukosa atau keganasan. f. Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya 72 jam) harus diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi lemak. g. Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang ditemukan pada sindrom usus iritabel.4

17

8. Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: a. Dehidrasi b. Renjatan hipovolemik c. Hipokalemi d. Hipoglikemi e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus. f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik. g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.3 9. Pengobatan1 Pengobatan penderita diare dibagi sebagai berikut: a. Rencana pengobatan A untuk mengobati diare di rumah: Prinsipnya adalah: 1) Pemberian cairan lebih banyak dari biasanya a) Cairan yang diberikan harus memenuhi kritria: - aman bila diberikan dalam jumlah besar - mudah menyiapkannya - dapat diterima - efektif b) Jumlah yang dapat diberikan adalah sebanyak yang anak mau dan meneruskan penggunaan URO sampai diarenya berhenti. Sebagai petunjuk pemberian cairan yang diberikan di rumah setiap kali buang air besar adalah sebagai berikut: - anak di bawah umur 1-4 tahun: 100-200 ml - >5 tahun: 200-300ml - dewasa:300-400ml 2) Pemberian makanan yang cukup pada anak (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).

18

a) jenis makann yang dapat diberikan: - ASI terus diberikan tanpa selingan - Untuk anak yang sudah mendapt makanan lunak dan padat, makanan harus diberikan paling tidak setengah dari kalori dietnya. Bila mungkin makanan yang asin harus diberikan juga. b) jumlah dan frekwensi pemberian makanan: - berikan makanan sebanyak yang anak mau - menawarkan makanan tiap 3-4jam. Pemberian makanan sedikit-sedikit tapi sering lebih mudah diterima oleh anak - setelah diare berhenti makanan diberikan paling tidak satu kali lebih banyak daripada biasa setiap hari selama 2 minggu c) Obat-obatan: - beberapa obat anti diare tidak mempunyai efek yang nyata dan beberapa diantaranya dapat membahayakan. Obat-obat tersebut tidak boleh diberikan pada anak di bawah 5 tahun. Obat-obt tersebut antara lain: antimotilitas (loperamide, diphenoxylate, codein, opium), adsorben (norit, kaolin, attapulgit, smectie) dan biakan bakteri hidup (lactobacillus, streptococcus faecalist). - Antibiotik juga tidak boleh digunakan secara rutin, kecuali pada penderita disentri, kolera dan pada beberapa penderita diare persisten d) Membawa anak ke sarana kesehatan b. Rencana pengobatan B untuk mengobati dehidrasi ringan sedang 1) memberikan oralit 75 ml/kg BB dalam 3 jam pertama, bila berat badan anak tidak diketahui atau untuk memudahkan di lapangan pemberian oralit paling sedikit sesuai dengan di bawah ini: a) umur < 1 tahun jumlah oralit 300ml b) umur 1-5 tahun jumlah oralit 600ml c) >5 tahun jumlah oralit 1200ml

19

d) dewasa jumlah oralit 2400ml. Tetapi bila anak masih mau minum lagi boleh diberikan lebih. ASI tetap diberikan. 2) Memantau pengobatan a) cek secara teratur bahwa ibu memberikan larutan oralit dengan benar b) catat jumlah larutan yang diminum dan berapa kali buang air besar perhatikan bila ada masalah seperti tanda-tanda dehidrasi atau meningkatnya volume tinja c) perhatikan adanya sembab pada kelopak mata tanda adnya overhidrasi., pengobatan oralit harus dihentikan tetapi ASI dan penberian air harus terus. 3) Menilai kembali penderita: a) bila tidak ada dehidrasi lagi, ganti ke rencana A. b) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi penderita ditawarkan makanan, susu dan sari buah seperti rencana A. c) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana C. 4) Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana pengobatan B: a) tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan 3 jam di rumah. b) Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dn untuk 2 hari lagi seperti seperti dijelaskan dalam rencana A c) Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit. d) Jelaskan 3 cara dalam rencana A untuk mengobati anak di rumah. e) Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti. f) Memberi makan anak. g) Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu. c. Rencana Pengobaan C, pengobatan penderita dengan dehidrasi berat: Tugas utama dalam rencana C adalah: 1) Menentukan bagaimana cara pemberian cairan:

20

a) Penggantian cairan melalui intra vena b) memilih cairan intra vena yang tepat: larutan yang lebih disukai adalah larutan Ringer laktat. Larutan iv yang mengandung hanya glukosa tidak diperkenankan. c) Memberikan tetesan iv: Vena yang sering digunakan adalah vena ante cubiti. Pada keadaan syok hipovolemik bisa dipasang pada 2 vena untuk mengembalikan volume darah dalam jumlah yang cepat. Penggantian cairan melalui selang nasogastrik. Penderita dehidrasi berat harus menerima paling sedikit 20 ml/kgBB larutan oralit selama 6 jam, dimasukkan dengan kecepatan konstan 20ml/kgBB perjam, dan harus dikurangi bila ada muntah berulang-ulang atau perut kembung. d) Penggantian cairan melalui oral. Bila pengobatan iv dan NGT tidak memungkinkan atau akan terlambat sedangkan anak dapat minum diberikan oralit oral 20m/kgBB/jam 2) Menentukan jumlah cairan yang harus diberikan. a) kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara dengan 10% berat badan (100ml/kg). b) Bayi harus diberikan cairan 30ml/kgBB pad 1 jam pertama, diikuti 70ml/kgBB pada 5 jam berikutnya, jadi seluruhnya 100ml/kgBB dalam 6 jam. c) Anak yang lebih besar dan dewasa harus diberi 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama, diikuti dengan 70ml/kgBBbdalam 2,5 jam berikutnya sehingga seluruhnya 100ml/kgBB selama 3 jam. d) Bila nadi masih lemah pada pemberian 30ml/kg pertama maka harus diulang lagi dalam waktu yang sama. e) Larutan oralit dalam jumlah kecil harus juga diberikan melalui mulut segera setelah penderita dapat minum untuk memberi tambahan kalium dan basa.

21

3) Menilai kembali penderita Yang harus diperhatikan adalah: a) tanda-tanda dehidrasi b) jumlah dan sifat tinja yang dikeluarkan c) setiap kesulitan dalam pemberian cairan 10. Pencegahan1 a. Upaya mencegah penyebaran kuman patogen Berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal seperti air, makanan dan tangan yang tercemar. Upaya pemutusan penyebaran kuman penyebab harus difokuskan pad cara penyebaran ini. Upaya yang terbukti efektif adalah: 1) Pemberian ASI saja pada bayi umur 4-6 bulan 2) Menghindarkan penggunaan susu botol 3) Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk mengurangi perkembangbiakan bakteri). 4) Penggunaan air bersih untuk minum 5) Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan) 6) Membuang tinja termasuk tinja bayi secara benar. b. Cara memperkuat daya tahan tubuh pejamu. 1) melaksanakan pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun pertama kehidupan 2) memperbaiki status gizi (dengan memperbaiki nilai gizi makanan pendamping ASI dn memberikan anak lebih banyak makanan) 3) imunisasi campak

ANALISIS KASUS

1.

Diare akut pada kasus ini ditegakkan atas dasar :

22

Anamnesis : - Defekasi encer lebih dari 3x sehari, yang terjadi mendadak, kurang dari 14 hari pada anak yang sebelumnya sehat. 2. Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria : Penilaian Lihat : 1 2 3 4 5 Keadaan umum Mata Air mata Mulut & lidah Rasa haus baik/sadar normal ada basah minum biasa tidak haus kembali cepat tanpa dehidrasi Gelisah/rewel Sedikit cekung Tidak ada Kering lesu, lunglai atau tidak sadar sangat cekung dan kering tidak ada sangat kering A (tanpa dehidrasi) B (dehidrasi ringan sedang) C (dehidrasi berat)

Haus ingin minum malas hangat minum/tidak bisa minum Kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang 1 tanda di (+) 1/> tanda lain kembali sangat lambat dehidrasi berat 1 tanda di (+) 1/> tanda lain

6 7 8

Periksa Turgor Kulit Hasil pemeriksaan

Pada kasus ini ada penderita gelisah/rewel, mata cekung dan mukosa basah, turgor kulit kembali lambat, sehingga termasuk dalam derajat dehidrasi ringan/sedang. Pada kasus di atas lebih mengarah pada diare yang disebabkan virus, yaitu dari anamnesis panas tinggi, diare tanpa lendir darah, dan pemeriksaan antal lekosit masih dalam batas normal. Pemberian terapi pada kasus ini, sudah sesuai dengan penatalaksanaan diare akut dengan derajat dehidrasi ringan sedang, yaitu pemberian cairan Ringer Lactat 75 cc/kgBB/4 jam (36 tpm makro selama 4 jam) dilanjutkan maintenance

23

100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam), pemberian CRO 100 cc setiap kali muntah / diare, untuk pemberian antipiretik, anti mual disesuaikan dengan klinis penderita.

KEPUSTAKAAN

A. DEFINISI Diare akut pada anak adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 14 hari (kebanyakan kurang dari 7 hari) pada bayi atau anak yang sebelumnya sehat (Ditjen PPM & PLP, 1999). Ada juga yang memberi batasan diare akut pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu (IDAI, 2004).

B. EPIDEMIOLOGI Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia. Terdapat 60 juta episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5 % daripadanya akan menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia (Ditjen PPM & PLP, 1999). Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain : Faktor lingkungan Gizi Kependudukan Pendidikan Keadaan sosial ekonomi Perilaku masyarakat

24

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Kesemua faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masingmasing keluarga (Irwanto, dkk, 2002). C. ETIOLOGI Penyebab diare akut antara lain yaitu virus, bakteri, parasit, alergi susu sapi, laktose defisiensi primer dan obat-obatan tertentu . Penyebab utama oleh virus adalah Rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya yaitu virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus dan virus bulat kecil. Bakter-bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophyla, Escherichia coli enteroaggregatife, E. coli enteroinvansife, E. coli halemortagik, Plesiomonas shigelloides, Vibrio cholerae non-01, V. Parahemolyticus, Yersina enterocolotica. Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Isospora belli, Balantidium coli, Cryptosporodium, Capillaria philipinensis, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides strecoralis, dan Trichuris trichiura (Irwanto, dkk, 2002). D. PATOGENESIS Virus

25

Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang. Bakteri Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili atau fimbria yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E. coli enterotoksigenik dan V. Cholera 01. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan (misalnya infeksi E. coli enteropatogenik atau enteroaggrerasi). Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V. cholerae 01 dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari. Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. coli enteroinvasife dan Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini

26

menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa (Ditjen PPM & PLP, 1999). Parasit Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare. Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas. Obat-obatan Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehigga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotik itu sendiri akan berkembang bebas. Disamping itu sifat farmakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga memegang peran penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora flora tinja secara intesif walaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, basitrasi, polmiksi, dan neomisin (Irwanto, dkk, 2002). E. PATOFISIOLOGI Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare yaitu sekretorik dan osmotik. Diare sekretorik Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi chlorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan yang menebabkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair yang dapat menyebabkan dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada

27

mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin E.coli dan V. cholerae 01 atau virus (Rotavirus). Diare osmotik Diare osmotik terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi dengan jelek berupa larutan hiprtonik, air dan beberapa elektrolit akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan eksreaseluler dan darah. Hal in meningkatkan volume tinja dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh (Ditjen PPM & PLP, 1999). Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa pernafasan kusmaull, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi (Aswitha, dkk, 2000). F. MANIFESTASI KLINIS Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/ sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut kering (Aswitha, dkk, 2000). Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang berbeda-beda : Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake makanan kurang.

28

Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi. Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan defisiensi mineral dan vitamin (WHO, 2004). G. PENCEGAHAN Diare dapat dicegah dengan memperbaiki usaha multisektoral antara lain sebagai berikut : Meningkatkan sarana air besih dan sanitasi umum Promosi pendidikan higiene Pemberian ASI eksklusif Meningkatkan ketrampilan mengasuh anak Imunisasi pada anak : khususnya untuk membasmi campak Menggunakan jamban /wc Menjaga kebersihan makanan dan minuman Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan Mencuci peralatan makan (WHO, 2004).

H. DIAGNOSIS 1. Anamnesis a. Riwayat diare sekarang : Sudah berapa lama diare berlangsung Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan jumlah tinja Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak) Muntah (frekuensi dan jumlah)

29

Demam Buang air kecil terakhir Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun Jumlah cairan yang masuk selama diare Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat, oralit) Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya (IDAI, 2004). Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare Kontak dengan orang yang sakit Penggunaan antibiotik (Randy P Prescilla,2006)

b. Riwayat diare sebelumnya : kapan, berapa lama c. Riwayat penyakit penyerta saat ini d. Riwayat imunisasi : lengkap atau tidak. e. Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan yang tidak biasa (Subagyo, 2004). 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu, kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan. Perhatikan pula ada tidaknya pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal, akral dingin, perfusi jaringan serta derajat dehidrasinya. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut : a. Tanpa dehidrasi (kehilangan caiaran < 5% berat badan) tambahan Keadaan umum baik baik dan sadar Tanda vital dalam batas normal Tidak ditemukan tanda utama dan tanda

30

Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir basah Turgor abdomen baik, bising usus normal Akral hangat

Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus menerus, diare yang frekuen). b. Dehidarasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan) Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan Keadaan umum gelisah dan cengeng Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering Turgor kurang Akral hangat Pasien harus rawat inap. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan Keadaan umum lemah, letargi tau koma Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering Turgor buruk Akral dingin Pasien harus rawat inap (IDAI, 2004).

c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)

Penilaian dehidrasi menurut MTBS Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda berikut ini : Letargis atau tidak sadar Mata cekung Tidak bisa minum atau malas Dehidrasi berat

31

minum Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat

Terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut ini: Gelisah, rewel Mata cekung Haus, minum dengan lahap Cubitan kulit perut kembalinya lambat Tidak cukup tanda-tanda untuk Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang

diklasifikasikan dehidrasi berat atau ringan/sedang (Ditjen PPM & PLP, 1999) 1. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaaan tinja -

Makroskopis : bau, warna, lendir, darah , konsistensi Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasit Kimia : PH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3) Biakan dan uji sensitivitas (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kadar uerum dan kreatinin darah.

b. Pemeriksaan darah : Darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit

c. Pemeriksaan urin I. PENATALAKSANAAN 1.Atasi dehidrasi

: urin rutin (Aswitha, dkk, 2001)

32

Tanpa dehidrasi Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis: < 1 tahun: 50-100 cc 1-5 tahun : 100-200 cc 5 tahun : semaunya.

Dehidrasi ringan sedang Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan besar. Dehidrasi berat Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100 cc/kgBB. Cara pemberian : < 1 tahun 30cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya. 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 2 jam berikutnya. Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi. 2.Pemakaian antibiotik Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah kotrimoksazol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas. 3.Diet Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering, rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang. 4.Jangan mengunakan spasmolitika pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti di atas setiap kali buang air

33

5.Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia atau hipokalemia. 6.Vitamin A 6 bulan 1 tahun : 100.000 IU >1 tahun : 200.000 IU

7.Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara pencegahan diare (IDAI, 2004). Indikasi rawat inap : Diare akut dengan dehidrasi berat Diare akut dehidrasi ringan sedang dengan komplikasi Usia < 6 bulan (usia yang mempunyai resiko tinggi mengalami dehidrasi), buang air besar cair > dari 8 kali dalam 24 jam dan muntah > dari 4 kali sehari (Armon, 2001). J. PEMANTAUAN 1)Terapi Setelah pemberian caiaran rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi, berat badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masuh dehidrasi maka dilakukan rehidrasi ulang sesuai dengan derajat dehidrasinya.Jika setelah 3 hari pemberian antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan maka dipikirkan penggantian antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas. 2)Tumbuh kembang 3)Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah sembuh dan seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami gizi buruk maka dikelola sesuai dengan SPM gizi buruk Penderita dapat dipulangkan bila penderita tidak dehidrasi, keadaaan umum dan tanda vital baik, sudah bisa makan dan minum (IDAI, 2004).

34

DAFTAR PUSTAKA

1.

Armon, 2001. An evidence and consensus based guideline for acute diarrhoea management. mk.armon@ntlworld.com

2.

Aswitha, 471.

dkk,

2000.

Kapita

Selekta

Kedokteran;

Gastroenterologi Anak. Media Aesculapius. Jakarta, hal : 470

3. 4.

Ditjen PPM & PLP, 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta, hal : 8-10. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta, hal : 49-52.

5.

Irwanto,

2002.

Ilmu

Penyalit

Anak;

Diagnosa

dan

Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta, hal : 73 79. 6. Randy P Prescilla, MD, FAAP, 2006. Gastroenteritis. www.emedicinehealth.com 7. Subagyo, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Fungsional Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta . Surakarta, hal : 58-63.

35

8.

WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health .www.wikipedia.com.

36

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.1999. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 2. 3. Richard E. 2005. Diarrhea. Departement of Pediatrics, Shands Hospital, University of Florida, Florida. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta. 4. 5. Departemen Kesehatan RI. 2005. Muntah dan DiareAkut. www.pediatrik.com Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO dan UNICEF. 1997. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

37

You might also like