You are on page 1of 0

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya ( Sudoyo, dkk, 2007: hal. 1857 ).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia ( Suzanne, 2002: hal. 1220 ).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat ( Price, 2006:
hal.1260 ).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia yang ditandaia oleh ketiadaan absolute
insulin insensivitas sel terhadap insulin ( Corwin, 2001: hal. 542 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa diabetes mellitus adalah
kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah karena
menurunnya produksi insulin akibat dari kerusakan sel prankreas.
Klasifikasi diabetes mellitus menurut Corwin ( 2001: hal. 543 ) :
1. Diabetes mellitus Tipe I
Diabetes tipe ini adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin.
Penyakit ini disebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM). Pengidap penyakit
ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes mellitus tipe I biasanya dijumpai pada
orang yang tidak gemuk, dan berusia kurang dari 30 tahun
2. Diabetes mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, karena
insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka sering disebut sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II biasanya timbul pada orang
yang berusia lebuh dari 30 tahun.
B. Etiologi
Etiologi diabetes menurut Smeltzer ( 2002: hal. 1224 ) :
2. Diabetes tipe I
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
3. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
b. Obesitas.
c. Riwayat keluarga.
C. Patofiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit menurut Smeltzer ( 2002: hal. 1223 )
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa
akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah
sehingga menimbulkan hiperglikemia postprandial ( sesudah makan ).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak mampu menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
( glukosuria ). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, eksresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmosis. Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih ( poliuria ),
dan rasa haus ( polidipsia ).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan ( polifagia ) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam
amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila jumlahnya berlebihan.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Pada DM tipe ini ada dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yakni
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Resistensi insulin pada DM tipe II
disertai penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada DM tipe II, tapi apabila tidak terkontrol akan menimbulkan masalah
akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik
(HHNK). Diabetes tipe II sering terjadi pada usia diatas 30 tahun dan obesitas. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progesif, maka awitan diabetes
mellitus tipe II tidak terdeteksi.
2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik diabetes mellitus menurut Corwin ( 2001: hal. 546 ) :
a. Poliuria ( peningkatan pengeluaran urin ).
b. Polidipsia ( peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
d. Polifagia ( peningkatan rasa lapar ) akibat keadaan pascaabsorbsi yang kronik,
katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel.
e. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus.
3. Komplikasi
a. Komplikasi Akut menurut Smeltzer ( 2002: hal. 1256 ) :
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa serum rendah secara abnormal yang terjadi
jika kadar glukosa darah turun dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan ini terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit, atau karena aktivitas fisik berat.
2) Ketoasidosis Diabetik
Diabetik ketoasidosis terjadi akibat tidak adanya insulin, atau tidak cukupnya
insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. Ada tiga gambaran klinis dari ketoasidosis
diabetik yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis.
3) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik non ketotik (HHNK)
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik non ketotik merupakan sindrom yang
ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat, dan
kesadaran menurun.
b. Komplikasi Kronik
1) Penyakit Makrovaskular menurut Smeltzer ( 2002: hal. 1267 ) :
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada
diabetes. Penyakit makrovascular dapat terjadi, tergantung pada lokasi lesi
aterosklerotik.
a) Penyakit Arteri koroner
Perubahan ateroskerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan
peningkatan insiden infark miokard pada penderita diabetes.
b) Penyakit Serebrovascular
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh darah yang
kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah
serebral dapat menumbulkan serangan iskemia dan stroke.
c) Penyakit Vascular Perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ektremitas
bawah sehingga menyebabkan gangren dan amputasi pada pasien diabetes.
2) Penyakit Mikrovaskular menurut Atmojo ( 2001: hal. 587 ) :
a) Neuropati Diabetik
Pada neuropati diabetik keluhan yang sering muncul adalah kesemutan, rasa
lemah, dan baal.
b) Retinopati Diabetik
Pasien dengan retinipati diabetik akan mengalami gejala penglihatan kabur
sampai dengan kebutaan.
c) Nefropati diabetik
Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal
menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai keluhan sesak nafas akibat
penimbunan cairan.
D. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa
darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis.
a. Perencanaan Makan atau diet menurut Sudoyo, dkk ( 2007: hal. 1864 ) :
Perencanaan diet ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk menurunkan berat badan,
menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, dan meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin. Jenis bahan makanannya, yaitu :
a. Karbohidrat
Sebagai sumber energi jumlah karbohidrat yang diberikan pada penderita diabetes
mellitus tidak boleh melebihi dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari.
b. Protein
Jumlah kebutuhan protein yang diberikan sekitar 10-15% dari total kalori/hari.
c. Lemak
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. lemak penting
untuk membawa vitamin yang larut lemak seperti vitamin A, D, E, dan K.
Pembatasan asupan lemak dapat memperbaiki profil lipid yang tidak normal.
Contoh standar diet
No Kalori Lemak Protein Karbohidrat
I 1100 30 50 160
II 1300 35 55 195
II 1500 40 60 225
IV 1700 45 65 260
V 1900 50 70 300
VI 2100 55 80 325
VII 2300 65 85 350
VIII 2500 65 90 390
b. Latihan Jasmani atau olahraga
Latihan jasmani untuk diabetes mellitus menurut Atmojo (2001: hal. 645)
Jenis olahraga yang baik untuk pengidap DM adalah olahraga yang memperbaiki
kesegaran jasmani. Jenis olahraga harus memenuhi ketahanan, kekuatan, kelenturan
tubuh, keseimbangan, dan ketangkasan. Jenis olahraga yang dianjurkan antara lain: jalan
kaki, jogging, berenang, bersepeda, berlari, mendayung, golf, tenis, dan badminton.
Frekuensi latihan bisa dilakukan 3-4 kali dalam seminggu. Jika memungkinkan latihan
olahraga sebaiknya dilakukan 6 kali dalam semingu.
c. Pemberian obat-obatan
a. Obat-Obatan Oral
Obat-obat oral untuk diabetes mellitus menurut Atmojo (2001: hal.651):
1) Golongan sulfonilurea
Obat golongan ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan.Golongan ini tidak dipakai pada IDDM karena
obat ini bekerja menurunkan glukosa darah.
2) Golongan Biguanid
Saat ini golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat selular, distal dari reseptor insulin, serta efeknya menurunkan glukosa hati.
3) Alfa glukosidase Inhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di
dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan kadar glukosa
darah.
4) Insulin Sensitzing Agent
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa oleh hati.
b. Insulin
Pemberian teraphy insulin menurut Smeltzer ( 2002: hal. 1237 ) :
Hormon insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau langerhans. Hormon ini bekerja
untuk menurunkan kadar glukosa darah. Penyuntikan insulin biasanya dilakukan dua
kali sehari untuk mengendalikan kadar glukosa setelah makan..
Kategori pemberian insulin
Lama
Kerja
Agens Awitan Pun
cak
Durasi Indikasi
Short-
acting
Reguler
(R)
-1
jam
2-3 jam 4-6 jam Biasanya
diberikan 20-30
menit sebelum
makan
Intermedia
te-acting
NPH (netral
protamin
hagedron)
3-4 jam 4-12
jam
16-20
jam
Biasanya
diberikan setelah
makan
Long-acting Lante (L)
Ultralante
(UL)
6-8 jam 12-16
jam
20-30
jam
Digunakan
terutama untuk
mengendalikan
kadar glukosa
darah puasa
E. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko,
sosio, dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari pengkajian adalah mendapatkan
informasi data tentang klien, data tersebut berasal dari klien (data primer), dari keluarga
(sekunder) dan dari catatan keperawatan melalui wawancara, observasi langsung dan
melihat catatan medis, adapun yang di perlukan dengan diabetes melitus tipe II.
1. Data dasar
a. Data identitas diri digunakan untuk memudahkan mengenal dan membandingkan
antara klien yang satu dengan yang lainnya. Identitas klien meliputi nama, jenis
kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang
digunakan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk Rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang meliputi perjalanan penyakitnya, gejala awal yang
dirasakan klien, keluhan timbul secara bertahap atau mendadak, factor pencetus,
upaya yang di lakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat penyakit terdahulu meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit
sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit dan riwayat
penggunaan obat.
d. Riwayat kesehatan keluarga yang meliputi keluarga yang mempunyai penyakit
keturunan diabetes melitus.
e. Riwayat psikososial meliputi mekanisme koping yang di gunakan klien untuk
mengatasi masalah masalah dan mengatasi bagaimana motivasi kesembuhan dan
cara klien menerima keadaannya.
f. Pola kebiasaan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal
hygiene, pola istirahat dan tidur, pola aktivitas dan latihan, kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan.
2. Pengkajian fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan menggunakan tehnik yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi,
adapun hasil pengkajian fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki pada klien diabetes
melitus yaitu sebagai berikut
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, letih, lesu, sulit bergerak / berjalan kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat atau tidur.
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktvitas, letagi
atau disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, infrak miokard akut, kebas, dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun atau tidak ada, distrima, krekels, distensi vena jugularis, gagal
jantung koroner ( GJK), kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas
Gejala : stress, tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsangan.
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri atau terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria
atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare).
e. Makanan atau cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari atau minggu, haus, penggunaan diuretic (tazid).
Tanda : kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halitosis atau manis (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, kesadaran menurun
(koma), kejang.
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : abdomen yang terganggu atau nyeri (sedang atau berat).
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernafasan
Gejala : batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau
tidak).
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, takipnea, pernafasan ronkhi.
i. Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum
atau rentang gerak, parestesia atau paralisis otot termasuk otot-otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun).
j. Seksualitas
Gejala : pruritus pada vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
3. Tes diagnostik
Tes diagnostik untuk diabetes mellitus menurut Subianto ( 2009 ) :
a. Gula darah sewaktu (GDS), gula darah puasa (GDP), dan gula darah 2 jam setelah makan
(GDPP), dan kurve harian, yaitu pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah dengan
hasil bisa normal, rendah (hipoglikemia) atau tinggi (hiperglikemia).
b. Toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih besar dari 200 mg/dl. biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukan kadar glukosa darah meningkat di bawah
kondisi stress.
c. Essay hemoglobin glikolisat : kadarnya meningkat 2 4 kali lipat dari normal.
d. Urinalisi positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap definisi intraseluler
protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi, selama
pengubahan ini asam lemak bebas di pecah kadar lipid dan kolesterol meningkat menjadi
badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukan dari ketonuria. glukosa menunjukan
bahwa ambang ginjal terhadap reabsorsi glukosa dicapai. ketonuria menandakan
ketoasidosis.
e. Osmolalitas serum : meningkat tapi biasanya kurang dari 330 mOsm/ I.
f. Elektrolit
1) Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun.
2) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun.
g. Gas darah arteri : biasanya menunjukan PH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : hematokrit (Ht) mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi merupakan respons terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum atau kretinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau penurunan fungsi
ginjal).
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari ketoasidosis diabetik.
k. Insulin darah : mungkin menurun atau bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal
sampai tinggi (pada tipe II).
l. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinannya adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka.
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berfokus pada kebutuhan keperawatan dari klien dan mencerminkan
tingkat kesehatan respon terhadap penyakit, proses patologis, status emosional, fenomena
sosio kultural. Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang di kumpulkan
diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data, pengelompokan data dan
menentukan diagnosa keperawatan. Menurut Marylin E. Doengoes ( 2000: hal. 726 ) diagnosa
keperawatan pada klien dengan diabetes melitus adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diuresis osmotik.
Tanda dan gejala : peningkatan haluan urin yang encer, kelemahan, haus, penurunan berat
badan tiba-tiba, kulit atau membran mukosa kering, turgor kulit buruk.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin.
Tanda dan gejala : melaporkan masukan makanan tidak adekuat, kurang minat pada
makanan, penurunan berat badan, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
Tanda dan gejala : penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
4. Perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa
Tanda dan gejala : tidak dapat ditetapkan adanya tanda-tanda dan gejala-gajala membuat
diagnosa aktual.
5. Kelemahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik.
Tanda dan gejala : kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang.
Tanda Dan Gejala : penolakan untuk mengekspresikan perasaan sebenarnya, ekspresi
tentang mengalami situasi tidak terkontrol, apatis, menarik diri, marah.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tanda Dan Gejala : pertanyaan atau meminta informasi, mengungkapkan masalah,
ketidakberdayaan mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat di cegah.
G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada
klien dan hasil yang di perkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut. selama perencanaan dibuat prioritas, selain berkolaborasi dengan
klien dan keluarganya, perawat berkonsul dengan anggota tim keperawatan kesehatan
lainnya, adapun perencanaan untuk diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diuresis osmotik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mendemontrasikan
hidrasi adekuat.
Kriteria Hasil : tanda-tanda vital stabil; TD: 120/80 mmhg, nadi: 60-100 x/mnt, suhu: 36,5
37,5 0 C, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit baik, pengisian kapiler < 3 detik,
pengeluaran urin tepat, kadar elektrolit dalam batas normal ; Na : 135 -147 Meq/L, K :
3,5-5,5 Meq/L, Cl : 95-108 Meq/L, mukosa mulut dan kulit lembab, rasa haus tidak
berlebih.
Rencana Tindakan :
Mandiri :
a. Dapatkan riwayat dari pasien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala
seperti muntah, pengeluaran urin yang sangat berlebih.
Rasional : Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total.
b. Monitor TTV
Rasional : hipovolemia dapat dimanefestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
c. Kaji riwayat adanya pengeluaran keringat yang berlebihan dan output urin yang
berlebihan (poliuria).
Rasional : menentukan data dasar dari keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
e. Observasi suhu, warna kulit atau kelembabannya.
Rasional : demam, menggigil, dan diaforesis merupakan umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari
dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
h. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari.
Rasional : mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
i. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi
lambung.
Rasional : kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung yang sering
kali akan menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
j. Kaji adanya status mental/sensori
Rasioanal : perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau
rendah, elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan
berkembangnya hipoksia.
Kolaborasi :
k. Berikan terapi cairan (normal salin ) sesuai indikasi.
Rasional : tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan.
l. Pantau pemeriksaan hasil laboratorium seperti; Hematokrit, BUN/Kreatinin,
osmolalitas darah, Natrium, dan Kalium.
Rasional : hematokrit untuk mengkaji tingkat hidrasi dan sering meningkat akibat
hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmosis, BUN/Kreatinin bila meningkat
menunjukkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda kegagalan ginjal, osmolalitas
darah bila meningkat menunjukkan adanya hiperglikemia dan dehidrasi, peningkatan
kadar natrium mengindikasikan kehilangan cairan atau dehidrasi berat, kalium
menunjukkan awal terjadinya hiperkalemia yang berespon pada asidosis.
m. Berikan kalium melaui IV/oral sesuai indikasi.
Rasional : untuk mencegah hipokalemia.
n. Berikan bikarbonat bila pH kurang dari 7,0
Rasional : untuk membantu memperbaiki asidosis pada adanya hipotensi atau syok.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mencerna
jumlah kalori/nutrien yang tepat
Kriteria Hasil : berat badan ideal, hasil laboratorium dalam batas normal ( Hb: 12-14 g/dl,
albumin ( 3,5-4,5 mg/dl ).
Rencana Tindakan :
Mandiri:
a. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
b. Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makan yang
dihabiskan klien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen atau perut kembung, mual dan
muntah.
Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas atau fungsi lambung.
d. Identifikasi makanan yang disukai sesuai indikasi.
Rasional : makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan.
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi
klien.
f. Observasi adanya tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab atau dingin, nadi cepat, cemas, dan sakit kepala.
Rasional : karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi sementara insulin tetap
diberikan, maka hipoglikemia akan terjadi.
Kolaborasi :
g. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stick.
Rasional : lebih akurat dibandingkan dengan pemantauan gula darah dalam urin.
h. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3.
Rasional : gula darah akan menurun dengan penggantian cairan dan terapi insulin
kontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa kemudian dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori, aseton akan menurun dan asidosis
dapat dikoreksi.
i. Berikan insulin sesuai pemenuhan kebutuhan terapi.
Rasional : membantu mengurangi hipoglikemia.
j. Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi untuk pemenuhan diet sesuai terapi.
Rasional : bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mengidentifikasi intervensi
untuk mencegah resiko infeksi.
Kriteria Hasil : suhu 36,5 37
0
C, leukosit: 5000-10.000 ul, tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti demam, kemerahan, dan bengkak.
Rencana Tindakan :
Mandiri:
a. Obsevasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, dan
bengkak, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut.
Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetus
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.
b. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
Rasional : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan kuman.
c. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, dan tetap kencang.
Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu sehingga meningkatkan resiko terjadinya
kerusakan pada kulit atau iritasi kulit dan infeksi.
d. Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
Rasional : memberi kemudahan bagi paru untuk berkembang.
e. Anjurkan untuk makan minum adekuat ( minimal 2500 ml/hari ).
Rasional : menurunkan terjadinya infeksi, aliran urin dapat mempertahankan pH
sehingga pertumbuhan bakteri menurun dan pengeluaran organisme dari sistem
organ tersebut.
Kolaborasi
f. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi.
Rasional : untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memberikan terapi
antibiotik yang sesuai.
g. Berikan antibiotik yang sesuai.
Rasional : penanganan awal dapat mencegah terjadinya sepsis.
4. Perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan
tingkat mental biasanya.
Kriteria Hasil : kesadaran compos mentis, mengenali dan mengkompensasi adanya
kerusakan sensori, klien dapat melihat objek dengan jelas, orientasi ruangan, tempat,
dan waktu baik.
Rencana Tindakan :
Mandiri:
a. Monitor TTV dan status mental.
Rasional : sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu
mempengaruhi fungsi mental.
b. Orientasikan kembali seperti tempat, orang, dan waktu, berikan penjelasan dengan
jelas.
Rasional : menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak
dengan realita.
c. Jadwalkan intervensi agar tidak menganggu waktu istirahat klien.
Rasional : meningkatkan tidur, menurunkan letih yang dapat memperbaiki daya
pikir.
d. Lindungi pasien dari cedera.
Rasional : pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya
cedera terutama pada malam hari.
e. Evaluasi lapang pandang sesuai indikasi.
Rasional : edema atau lepasnya retina hemoragis, katarak, dapat mengganggu
penglihatan yang memerlukan terapi korektif.
f. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa ketidakseimbangan
dipengaruhi.
Kolaborasi :
g. Pantau hasil laboratorium seperti: glukosa darah, osmolalitas darah, Hb, Ht, Ureum
kreatinin.
Rasional : ketidakseimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi mental.
2. Kelemahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mengungkapkan
peningkatan tingkat energi.
Kriteria Hasil : menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan, klien tidak menunjukkan kelelahan.
Rencana Tindakan :
Mandiri:
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien sangat lemah.
b. Berikan aktivitas dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebih.
c. Pantau nadi, pernafasan, dan TD sebelum melakukan aktivitas.
Rasional : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
d. Diskusikan cara menghemat energi.
Rasional : pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan.
e. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktifitas sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
3. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mengakui perasaan
putus asa.
Kriteria Hasil : mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu
dalam melaksanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung
jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Rencana Tindakan :
Mandiri:
a. Anjurkan klien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaan tentang perawatan di
rumah.
Rasional : mengidentifikasi area pelatihan dan memudahkan cara pemecahan
masalah.
b. Akui normalitas dari perasaan.
Rasional : pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu untuk menetukan
terhadap tujuan penanganan.
c. Kaji cara pasien dalam menangani masalah.
Rasional : pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan terhadap
tujuan penanganan.
d. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya.
Rasional : meningkatkan perasaan terlibat keluarga untuk memecahkan masalah.
e. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya.
Rasional : mengomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat
dialihkan pada saat perawatan dilakukan.
f. Berikan dukungan pasien untuk ikut serta dalam perawatan dirinya.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mengungkapkan
pemahaman tentang penyakit.
Kriteria Hasil : klien dapat menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab
DM, serta mampu berpartisipasi selama dalam perawatan dan mengikuti program
pengobatan, klien mampu melakukan perawatan dan pencegahan pada DM.
Rencana Tindakan :
Mandiri:
a. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan keluhan klien.
Rasional : menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
b. Berikan informasi mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
Rasional : kebutuhan dan rekomendasi akan berbeda sesuai dengan tipe DM dan
situasi individu.
c. Dorong kesinambungan diet seimbang.
Rasional : kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam
merencanakan makan atau mentaati program.
d. Berikan informasi mengenai akibat lanjut dari penyakit DM.
Rasional : membantu pasien agar lebih konsisten terhadap perawatan dan
pencegahan.
e. Buat jadwal latihan atau aktivitas yang teratur dan identifikasi hubungan dengan
penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Rasional : waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak
insulin untuk mencegah percepatan pengambilan insulin.
f. Instruksikan pentingnya pemeriksaan gula darah secara rutin.
Rasional : mencegah perkembangan komplikasi jangka panjang.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
keadaan klien untuk membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan
yang telah disusun. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus menggunakan teknik
komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap kali melakukan tindakan kepada klien.
Tindakan keperawatan ini dilakukan dengan pendekatan independent, dependent,
interdependent. Independent adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sendiri tanpa
ada ketergantungan dengan tim kesehatan lain. Dependent merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti
dokter, ahli gizi, dan farmasi. Sedangkan interdependent adalah tindakan keperawatan
yang dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan tim kesehatan yang terlibat dalam
keperawatan klien, seperti konsultasi tentang kesehatan klien.
Dalam melakukan tindakan khusunya pada klien dengan diabetes mellitus yang harus
diperhatikan adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan melakukan
pemberian diet 1700 kalori, meningkatkan masukan cairan, perawatan luka dengan cara
ganti balutan dengan teknik steril, sera pendidikan kesehatan meliputi perawatan
dirumah.
I. Evaluasi Keperawatan
Proses evaluasi mencakup perbandingan antara data yang telah terkumpul dengan kriteria
hasil, memeriksa ulang rencana asuhan keperawatan dan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan. Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, dimana penulis
menilai sejauh mana tujuan keperawatan tercapai yang didokumentasikan menggunakan
format SOAP yaitu Subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning.
Pada evaluasi akhir akan terlihat apakah tujuan tercapai atau tidak. Sesuai dengan rencana
atau timbul masalah baru. Jika tujuan belum tercapai, maka perawat perlu melanjutkan
rencana tindakan keperawatan atau memodifikasinya. Tetapi bila tujuan telah tercapai,
maka perawat menghentikan rencana asuhan keperawatan tersebut dan
mendokumentasikannya.

You might also like