You are on page 1of 25

KOMUNITAS II KONSEP NEGLECT DAN ABUSE

Oleh Kelompok 4 A5-C

1. Ni Made Desy Pariani 2. Ni Wayan Eka Desiari 3. Ni Kadek Lilis Anita Sari 4. I Nyoman Adi Sedana 5. I Made Gunawan Antara 6. Ni Putu Lisna Dewi 7. Ni Nyoman Setriani 8. Putu Indah Dewi 9. Kadek Noviadi 10.Ni Made Pebrianti

11.321.1146 11.321.1155 11.321.1163 11.321.1191 11.321.1208 11.321.1215 11.321.1232 11.321.1260 11.321.1269 11.321.1273

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI PRODI ILMU KEPERAWATAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Keperawatan komunitas adalah cabang ilmu keperawatan yang membidangi keperawatan keluraga. Komunitas keperawatan mencakup seluruh proses keperawatan yang dilakukan secara komperhensif di berbagai masalah kesehatan pada setiap tahap perkembangan individu di dalam suatu keluarga. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, dan adopsi yang saling berinteraksi, oleh karena itu dalam keluarga tidak jarang terciptanya konflik dan bilamana berkelanjuttan dapat menimbulkan kekerasan rumah tangga. Menurut WHO(1999) dalam buku Keperawatan Komunitas Teori Dan Praktik Keperawatan(2009) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaa, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan, atau sekelompok orang(masyarakat) mengakibatkan atau mungkin mengakibatkan trauma atau cedera fisik, kematian, kerugian psikologis, gangguan perkembangan, atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat dari segi pandang yang luasmencakup rindakan atau penyiksaan secara fisik, psikis, seksual dan kurang perhatian (neglect) serta abuse. Penelantaran atau neglect merupakan hal yang sudah tidak asing, anak-anak yang tidak diasuh dan dirawat sebagaimana mestinya oleh orang tua atau keluarganya serta penelantaran lansia karena berbagai alasan dari keluarga sangat sering terjadi. Contoh nyata yang dapat kita lihat adalah banyak anak-anak dibawah usia kerja mencari uang dengan mengamen, mengemis, mengelap kaca kendaraan, atau dengan berjualan koran sedangakan penelantaran lansia dapat kita lihat dengan penitipan lansia dip anti jompo tanpa pernah di jenguk lagi. Abuse adalah kekrasan dalam rumah tangga yang memiliki dampak nyata dari pada neglect yang sering terjadi dalam keluarga nmaun pengetahuan masyarakat mengenai neglect dan abuse masih rendah tentang pengertian, jenis dan dampak ditimbulkan serta dapat memngganggu kesehtan individu, maka dari itu perlunya seorang perawat memahami neglect dan abuse guna meminimalkan dampak negative yang dirasakan individu atau masyarakat lebih luas.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang kami angkat adalah : 1. Apakah yang dimaksud dengan neglect ? 2. Apa sajakah jenis-jenis neglect ? 3. Bagaimanakah dampak child neglect ? 4. Bagaimanakah tanda-tanda child neglect ? 5. Bagaimanakah pencegahan dan pengobatan neglect ? 6. Apakah yang dimaksud dengan abuse ? 7. Apa sajakah jenis-jenis abuse ? 8. Bagaimanakah cara pencegahan abuse ? 9. Apakah factor resiko child abuse and child neglect?

C. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian neglect 2. Untuk mengetahui jenis-jenis neglect 3. Untuk mengetahui dampak child neglect 4. Untuk mengetahui tanda-tanda child neglect 5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan neglect 6. Untuk mengetahui pengertian abuse 7. Untuk mengetahui jenis-jenis abuse 8. Untuk mengetahui cara pencegahan abuse 9. Untuk mengetahui factor resiko child abuse and child neglect D. MANFAAT PENULISAN Manfaat penulisan dari makalah ini adalah agar kita sebagai tenaga kesehatan , khususnya tenaga medis keperawatan lebih paham tentang apa itu neglect dan abuse, baik dari segi jenis-jenis, dampak, tanda-tandanya sampai mampu melakukan pencegahan agar neglect dan abuse tidak terjadi.

BAB II PEMBAHASAN
A. NEGLECT 1. Pengertian Neglect Penelantaran (neglect) didefinisikan sebagai jenis penganiayaan yang mengacu pada kegagalan oleh pengasuh untuk memberikan yang diperlukan, perawatan yang sesuai dengan usia meski secara finansial mampu melakukannya atau ditawarkan berarti keuangan atau lainnya untuk melakukannya (USDHHS, 2007). Penelantaran (neglect) adalah. kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi anak, seperti tidak memberikan rumah yang aman, makanan, pakaian, pengobatan, atau meninggalkan anak sendirian atau dengan seseorang yang tidak dapat merawatnya. Penelantaran (neglect) biasanya ditandai oleh pola berkelanjutan perawatan yang tidak memadai dan mudah diamati oleh individu dalam kontak dekat dengan anak. Dokter, perawat, hari perawatan personel, kerabat dan tetangga yang sering mencurigai dan melaporkan pengabaian pada bayi, balita dan anak-anak preschoolaged. Setelah anak-anak di sekolah, personil sekolah sering memperhatikan indikator mengabaikan anak seperti kebersihan yang buruk, berat badan yang buruk, perawatan medis yang tidak memadai atau sering absen dari sekolah.

2. JENIS-JENIS NEGLECT Para ahli mendefinisikan empat jenis penelantaran yakni fisik, pendidikan, emosional dan medis. a. Penelantaran Fisik (Physical Neglect) Penelantara fisik umumnya melibatkan orang tua atau pengasuh yang tidak memberikan kebutuhan dasar pada anak (misalnya, makanan pakaian, memadai dan tempat tinggal). Kegagalan atau penolakan untuk menyediakan kebutuhan membahayakan kesehatan fisik anak, kesejahteraan, pertumbuhan psikologis dan perkembangan. Pengabaian fisik juga termasuk meninggalkan anak, pengawasan tidak memadai, penolakan terhadap anak yang mengarah ke pengusiran dari rumah dan kegagalan untuk secara memadai menyediakan untuk keselamatan anak dan kebutuhan fisik dan emosional. Pengabaian fisik yang parah dapat berdampak pada
3

perkembangan anak dengan menyebabkan gagal tumbuh, gizi buruk, penyakit serius, kerusakan fisik berupa luka, memar, luka bakar atau cedera lainnya karena kurangnya pengawasan, dan seumur hidup harga diri yang rendah. b. Penelantaran pendidikan ( Educational Neglect) Penelantaran pendidikan melibatkan kegagalan dari orang tua atau pengasuh untuk mendaftarkan anak usia sekolah wajib di sekolah atau menyediakan home schooling yang sesuai atau diperlukan pelatihan pendidikan khusus, sehingga memungkinkan anak atau pemuda untuk tidak terlibat dalam kebiasaan membolos. Pengabaian pendidikan dapat menyebabkan anak gagal untuk memperoleh keterampilan hidup dasar, putus sekolah atau terus menampilkan perilaku yang mengganggu. Pengabaian pendidikan bisa

menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan anak, kesejahteraan emosional, fisik atau pertumbuhan psikologis normal dan perkembangan, terutama ketika anak memiliki kebutuhan pendidikan khusus yang tidak terpenuhi. c. Penelantaran Psikologi Emosional (Psychological Neglect Emotional ) Penelantaran psikologi dan emosional meliputi tindakan seperti terlibat dalam pertengkaran orang tua yang ekstrim di hadapan anak, memungkinkan seorang anak untuk menggunakan obat-obatan atau alkohol, menolak atau gagal untuk menyediakan membutuhkan perawatan psikologis serta terus-menerus meremehkan kasih sayang. Perilaku orang tua yang dianggap menganiaya anak secara emosional meliputi: 1) Mengabaikan (kegagalan konsisten untuk merespon kebutuhan anak untuk stimulasi, merawat, dorongan dan perlindungan atau kegagalan untuk mengakui keberadaan anak) 2) Menolak (aktif menolak untuk menanggapi kebutuhan anak - misalnya, menolak untuk menunjukkan kasih sayang); 3) Menghina secara verbal (meremehkan, nama panggilan atau mengancam) 4) Mengisolasi (mencegah anak dari memiliki kontak sosial yang normal dengan anak-anak lain dan orang dewasa) 5) Meneror (mengancam anak dengan hukuman ekstrim atau menciptakan iklim teror dengan memainkan pada ketakutan masa kanak-kanak); dan 6) Kerusakan atau pemanfaatan (mendorong anak untuk terlibat dalam perilaku merusak, ilegal atau antisosial).
4

Sebuah pola perilaku orangtua dapat menyebabkan citra diri yang rendah pada anak, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, perilaku merusak dan bahkan bunuh diri. Yang lebih parah yakni mengabaikan stimulasi dan perawatan kebutuhan bayi dapat menyebabkan bayi gagal untuk berkembang dan bahkan kematian bayi. d. Penelantaran Medis (Medical Neglect) Penelantaran medis adalah kegagalan untuk menyediakan perawatan kesehatan yang tepat bagi seorang anak (walaupun secara finansial mampu melakukannya), sehingga menempatkan anak beresiko cacat atau mati. Menurut NCANDS, pada tahun 2005, 2 % anak-anak (17.637 anak-anak) di Amerika Serikat menjadi korban dari kelalaian medis (USDHHS, 2007). Pengabaian tidak hanya ketika orangtua menolak perawatan medis untuk anak dalam keadaan darurat atau untuk penyakit akut, tetapi juga ketika orangtua mengabaikan rekomendasi medis untuk anak dengan penyakit kronis yang seharusnya bisa diobati, namun malah terjadi kecacatan pada anak. Bahkan dalam situasi non-darurat, pengabaikan medis dapat

mengakibatkan kesehatan secara keseluruhan semakin memburuk. Orangtua mungkin menolak perawatan medis untuk anak-anak mereka untuk alasan yang berbeda , seperti agama atau keyakinan, ketakutan atau kecemasan tentang kondisi medis atau perawatan dan masalah keuangan. Lembaga perlindungan anak umumnya akan campur tangan bila : 1) Perawatan medis sangat diperlukan dalam keadaan darurat akut (misalnya, seorang anak perlu transfusi darah untuk mengobati syok); 2) Seorang anak dengan penyakit kronis yang mengancam nyawa namun tidak menerima perawatan medis diperlukan (misalnya, anak dengan diabetes tidak menerima obat-obatan); atau 3) Seorang anak memiliki penyakit kronis yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian jika tidak ditangani (misalnya, anak dengan katarak bawaan perlu dioperasi untuk mencegah kebutaan). Dalam kasus ini, jasa lembaga perlindungan anak dapat mencari perintah pengadilan untuk perawatan medis guna menyelamatkan nyawa anak atau mencegah cedera yang mengancam nyawa,atau kecacatan. Meskipun penelantaran medis sangat berhubungan dengan kemiskinan, ada beberapa hal yang menyebabkan ketidakmampuan seorang pengasuh untuk
5

memberikan perawatan yang diperlukan yakni : kurangnya sumber daya keuangan, keengganan pengasuh untuk mengetahui perawatan itu sendiri dan penolakan untuk menyediakan perawatan. Anak-anak dan keluarga mereka mungkin membutuhkan pelayanan meskipun orang tua mungkin tidak sengaja lalai. Ketika kemiskinan membatasi sumber daya orangtua untuk menyediakan kebutuhan bagi anak, terdapat lembaga yang menawarkan bantuan guna mencukupi kebutuhan anak tersebut. 3. Dampak Child Neglect Konsekuensi dari kelalaian umumnya kumulatif, dan sering negatif mempengaruhi perkembangan anak. Sebagai contoh, gizi buruk memiliki konsekuensi negatif terhadap perkembangan anak secara fisik dan psikologis. Jika nutrisi yang tepat tidak tersedia pada periode kritis pertumbuhan, perkembangan anak tidak akan mengikuti pola normal dan biasa. Reaksi fisik dan psikologis dari terabaikan meliputi terhambatnya pertumbuhan, masalah medis yang kronis, pertumbuhan tulang dan otot tidak memadai dan perkembangan neurologis yang negatif mempengaruhi fungsi otak normal dan pengolahan informasi. Pengolahan masalah mungkin sering membuat sulit bagi anak-anak untuk memahami arah, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan anak untuk memahami hubungan sosial, atau mungkin membuat penyelesaian beberapa tugas akademik tidak mungkin tanpa bantuan atau intervensi dari orang lain. Kurangnya perawatan medis yang memadai dapat mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang atau kecacatan seperti kehilangan pendengaran dari infeksi telinga yang tidak diobati. Efek jangka panjang dari mengabaikan dapat mengakibatkan kesehatan mental yang tidak konsisten. Efek dari kelalaian dapat berkisar dari depresi kronis, kesulitan dengan hubungan, namun tidak semua anak-anak yang terabaikan aoleh orang dewasa dapat mengalami hal-hal seperti ini. Beberapa individu yang lebih tangguh daripada yang lain dapat mampu bergerak untuk meneruskan hidup, walaupun mereka telah mengalami pengabaian secara emosinal. Karakteristik individu ulet dan tangguh diantaranya memiliki pandangan optimis atau harapan hidup, dan merasa tertantang daripada dikalahkan oleh masalah. 4. Tanda-Tanda Child Neglect Anak :
a. b.

Sering absen dari sekolah Meminta atau mencuri makanan atau uang
6

c. d. e. f. g.

Kekurangan perawatan medis atau gigi, imunisasi, atau kacamata Berbadan kotor dan berbau Memakai pakaian yang tidak sesuai Penyalahgunaan alkohol atau narkoba lain Menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengurusnya

Orangtua : a. Tidak mempedulikan anak b. Terlihat apatis atau tertekan c. Berperilaku tidak rasional atau dengan cara yang aneh d. Penyalahgunakan alkohol atau narkoba lain 5. Pencegahan Dan Pengobatan Neglect Intervensi biasanya ditujukan pada dua tingkat: upaya pencegahan masyarakat dan keterampilan orangtua individu. Sebuah program berbasis masyarakat yang benar-benar menggabungkan dua aspek intervensi adalah program"Orangtua sebagai Guru" , yang tersedia melalui banyak distrik sekolah lokal di seluruh bangsa dan gratis. Manfaat dari program ini mencakup aksesibilitas orang tua yang hanya perlu untuk memanggil layanan gratis dan intervensi di rumah yang disediakan oleh program. Intervensi khusus selanjutnya mengurangi kemungkinan pengabaian termasuk berfokus pada hubungan orang tua-anak, meninjau harapan yang sesuai untuk perilaku anak (berdasarkan prinsipprinsip perkembangan anak), dan pengajaran keterampilan orangtua dasar. Pilihan pengobatan lainnya pada umumnya lebih formal, dan dapat dimulai dengan sebuah panggilan dari seorang reporter mandat yang prihatin tentang pengabaian. Setiap dari para profesional dapat membuat panggilan awal jika pengabaian diduga. Individu yang prihatin juga bisa menghubungi layanan sosial untuk melaporkan pengabaian yang dicurigai telah terjadi. Dalam kasus pengobatan paksa, orang tua peserta mungkin kurang bersedia dalam upaya pengobatan padahal itu ditujukan untuk perubahan perilaku diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Dalam kasus lain, orang tua atau anak mungkin sudah dalam perawatan, dan fokus dalam mengurangi perilaku lalai dapat dimasukkan ke dalam hubungan pengolahan yang ada. Faktor-faktor yang berfokus dalam pengobatan formal yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan pengabaian adalah keterampilan orang tua secara khusus, kunjungan rumah untuk memungkinkan
7

pemantauan hubungan, serta individu dengan kebutuhan lain seperti perawatan penyalahgunaan zat, atau pelatihan keterampilan empati. Upaya Pengobatan untuk anak harus mencakup konseling keluarga yang membahas keterampilan komunikasi, ekspresi yang tepat dalam menunjukkan kasih sayang dan emosi dalam keluarga. Keterampilan pelatihan dapat bermanfaat bagi anak yang telah memasuki masa remaja dalam meminta kebutuhan yang mereka inginkan.

B. ABUSE 1. Pengertian Abuse Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik. Kata kekerasan merupakan terjemahan dari kata violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti perkosaan, pemukulan, sampai dengan kekerasan dalam bentuk yang lebih halus, seperti pelecehan seksual dan penciptaan ketergantungan. Kekerasan tidak hanya menyangkut siksaan fisik belaka, tapi juga meliputi perkataan, sikap, dan berbagai hal atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh. Bentuk kekerasan tidak hanya yang mengandung aspek fisik, tapi juga aspek psikologis yang meliputi perkataan dan sikap Abuse merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila

diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini Kekerasan secara umum dipahami sebagai tindakan, perilaku, atau keadaan sosial yang mengakibatkan orang atau kelompok lain menderita, sengsara, terluka, bahkan meninggal dunia, selalu dipandang sebagai tindakan atau perbuatan tidak bermoral, tidak tidak manusiawi, dan merusak basis kehidupan manusia. Sedangkan budaya merupakan sebuah proses dan hasil karya rohani manusia menjadi lebih baik
8

(manusiawi). Keduanya sama-sama telah menjadi bagian dari sejarah manusia sampai saat ini. 2. Jenis-Jenis Abuse a. Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) : Segala bentuk kekerasan berbasis jender yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan ; termasuk ancaman dari tindakan tsb, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi. (Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1, 1983). Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan. Perilaku perempuan korban KTP pada fase akut : 1) Rasa takut atas berbagai hal. 2) Reaksi emosional lainnya : Shok, rasa tidak percaya, marah, malu, menyalahkan dirinya, kacau, bingung, histeris dll. b. Child abuse (Penganiayaan Anak) (KTA) : Child abuse adalah suatu bentuk tindakan kekerasan yang pada umumnya dilatar belakangi oleh keluarga. Hal tersbut karena keluarga orang tua lebih cenderung tidak memperhatikan atau mengabaikan kebutuhan dan aktifitas fisik serta psikis sang anak. Maka di saat si anak membutuhkan kasih saying dan perhatian dari orang tua, tetapi orang tua tersbeut malah mengabaikannya maka sang anak akan merasa kesepian dan cenderung untuk membantah bahkan melampiaskan kepada hal-hal yang negative.
9

Child abuse yang dilatar belakangi oleh keluarga, pada akhirnya akan berdampak kepada kebiasaan anak mulai dari lingkungan social hingga lingkungan sekolah si anak. Maka orang-orang sekitar di lingkungan sekolah tersbeut dapat dijadikan pelampiasan si anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama kehidupan anak dan tempat belajar secara baik, kadang sebagai mahluk social. Orang tua harus mengasuh dan mendidik anak secara baik, kadang kala, orang tua mengalami hambatan, dank arena hambatan ini dapat menyebabkan tindakan kekerasan terhadap anak. Kasus-kasus kekerasan anak sudah menghawatirkan. Pada tahun 20062007, Komnas (PA) melaporkan 247 bentuk kekerasan fisik, kekerasan seksual dan 451 kekerasan psikis. Hal ini menunjukkan tingginya tindakan kekerasan pada anak-anak, yang akhirnya dapat mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Bentuk bentuk : Menurut Terry E, Lawson, Psikiater Internasional Child abuse terbagi menjadi 4 macam, diantaranya : 1) Emotinal Abuse Kekerasan semacam ini terjadi apabila orang tua tidak pernah memberikan kasih sayang kepada anak dan secara terus-menerus mengabaikan kebutuhan anak dan kesulitan anak dalam menghadapi masalah. Hal ini merupakan hal yang keji, karena dapat menjadikan anak tersebut menjadi pemarah. 2) Verbal Abuse Hal ini akan terjadi jika orang tua selalu mengabaikan permintaan anak, seperti meminta perhatian, orang tua malah menghina dan mengolok-olok anaknya dengan menggunakan kekerasan verbal. Contohnya : Kamu anak bodoh, kamu jadi anak selalu nyusahin !. Hal seperti ini hanya akan menjadikan anak tersebut merasa tertekan. 3) Physical Abuse Terjadi apabila orang tua memukul anaknya ketika anak memerlukan perhatian. Pukulan itu akan selalu diingat seorang anak tersbeut dan kekerasan fisik ini menyebabkan anak tersebut merasa takut. 4) Sexual Abuse Termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar pornografi anak-anak atau aktifitas sexual lainnya kepada anak. Indicator fisik yaitu kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya noda atau
10

darah di baju dalam, nyeriatau gatal di area genetalia, memar atau pendarahan di area genital/rectal, berpenyakit kelamin. Indicator kebiasaan, pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual yang tidak sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik, berperilaku permisif/berperilaku yang menggairahkan, penurunan keinginan untuk se3kolah, gangguan tidur, perilaku rfegresif ( missal : ngompol ). Perilaku anak korban KTA pada fase akut : a) Gejala fisik penganiayaan emosional sering tidak jelas. b) Ekspresi wajah, gerak-gerik, bahasa badan, dapat mengungkapkan perasaan sedih, keraguan diri, kebingungan, kecemasan, ketakuatan, atau amarah yang terpendam. c. Kekerasan dalam rumah-tangga (KDRT) : Kekerasan fisik maupun psikis yang terjadi dalam rumah-tangga, baik antara suami-istri maupun orang-tua-anak. Pada umumnya korban adalah istri atau anak. Sedangkan pelaku tindak kekerasan terhadap anak biasa ayah atau ibu. Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk : 1) Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 2) Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll. 3) Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan tertentu. 4) Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Kecurigaan telah terjadi KDRT : a) Cedera bilateral atau berganda. b) Beberapa cedera dengan beberapa penyembuhan. c) Tanda kekerasan seksual. d) Keterangan yang tidak sesuai dengan cederanya.
11

e) Keterlambatan berobat. f) Berulangnya kehadiran di RS akibat trauma. d. Perkosaan Hubungan seksual yang dilakukan seseorang atau lebih tanpa persetujuan korbannya, dan merupakan tindak kekerasan sebagai ekspresi rasa marah, keinginan / dorongan untuk menguasai orang lain dan untuk atau bukan untuk pemuasan seksual. Seks hanya merupakan suatu senjata baginya untuk menjatuhkan martabat suatu kaum / keluarga, dapat dijadikan alat untuk teror dsb. Perkosaan tidak semata-mata sebuah serangan seksual, tetapi juga merupakan sebuah tindakan yang direncanakan dan bertujuan e. Kekerasan Napza Penyalahgunaan obat, juga disebut penyalahgunaan zat kimia adalah gangguan yang ditandai dengan pola destruktif penggunaan suatu zat yang mengarah ke masalah signifikan. Remaja semakin terlibat dalam penyalahgunaan obat resep, terutama narkotika (yang diresepkan untuk menghilangkan rasa sakit parah), dan obat-obatan stimulan, yang mengobati kondisi seperti gangguan defisit perhatian . Hampir semua zat dikonsumsi dapat menyebabkan euphoria. Sementara banyak yang sadar akan penyalahgunaan zat seperti alkohol atau obat-obatan terlarang seperti ganja (di kebanyakan negara bagian) dan kokain , sedangkan yang tidak disadari adalah kenyataan bahwa inhalansia seperti pembersih rumah tangga adalah beberapa dari zat yang paling sering disalahgunakan. Berikut ini adalah banyak obat dan jenis obat yang sering disalahgunakan dan / atau mengakibatkan ketergantungan: 1) Alkohol: Alkohol adalah zat beracun, khususnya berdampak pada janin yang sedang berkembang apabila ibu mengkonsumsi obat ini selama kehamilan . 2) Amfetamin: terdapat dalam berbagai bentuk, dari obat resep seperti methylphenidate (Ritalin, Konser) dan dextroamphetamine dan amfetamin (Adderall). Overdosis dari setiap zat ini dapat mengakibatkan kejang dan kematian. 3) Anabolic steroid : Sekelompok zat disalahgunakan oleh binaragawan dan atlet lainnya, grup obat ini dapat mengakibatkan efek psikologis yang mengerikan seperti agresi dan paranoia , serta menghancurkan fisik. Sedangkan efek jangka-panjang seperti ketidaksuburan dan kegagalan organ.
12

4) Kafein : kafein dikonsumsi oleh banyak orang , terdapat dalam teh, soda maupun kopi. Namun, ketika dikonsumsi berlebihan zat ini dapat menyebabkan jantung berdebar , insomnia , tremor dan kecemasan signifikan. 5) Cannabis : Lebih umum disebut ganja, nama ilmiah untuk ganja adalah tetrahydrocannabinol (THC). Memepunyai efek negatif yaitu dapat

menyebabkan infertilitas , paranoia, kurangnya motivasi. 6) Kokain: Sebuah obat yang cenderung untuk merangsang sistem saraf, kokain dapat berbentuk bubuk, digunakan sebagai rokok dalam bentuk batuan ( crack kokain), atau disuntikkan ketika dibuat menjadi cairan. 7) Ekstasi : Juga disebut MDMA untuk menunjukkan komposisi kimianya (methylenedioxymethamphetamine), obat ini cenderung menciptakan rasa euforia dan kasih yang luas atau keinginan untuk memelihara orang lain. Dalam keadaan overdosis, dapat meningkatkan suhu tubuh ke titik yang fatal. 8) Halusinogen : Contohnya termasuk LSD dan mescaline, serta apa yang disebut alami halusinogen seperti jamur tertentu, obat ini dapat berbahaya karena dapat menyebabkan perubahan pada persepsi pengguna. 9) Inhalansia : Inhalansia biasanya terkandung dalam pembersih rumah tangga, seperti amoniak, pemutih, dan zat lain yang memancarkan asap, Dapat menyebabkan kerusakan otak, bahkan sampai kematian 10) Nikotin : zat adiktif yang ditemukan dalam rokok. 11) Opiat : Grup ini juga disebut narkotika dan termasuk obat-obatan seperti kodein , Vicodin, Percocet, dan Percodan. Kelompok zat ini dapat menyebabkan penurunan fungsi sistem saraf. 12) Phencyclidine: Umumnya disebut sebagai PCP , obat ini dapat menyebabkan pengguna merasa sangat paranoid dan menjadi sangat agresif. Hal ini dapat membuat individu cukup berbahaya untuk orang lain. 13) Sedatif, hipnotik, atau obat anti ansietas: Zat ini menekan sistem saraf, dan dapat menyebabkan kematian dengan cara menghentikan pernapasan baik pada orang menggunakan obat ini saat overdosis atau yang mencampur satu atau lebih obat-obatan dengan obat lain seperti depresan sistem saraf (seperti alkohol atau suatu opiat).

13

3. Pencegahan Abuse a. Pencegahan tersier 1) Fase awal 2) Fase pertengahan 3) Fase akhir : bina hubungan, kesepakatan tujuan konseling. : konseling : evaluasi tentang keberhasilan korban untuk tidak jadi korban kekerasan lagi dan meningkatkan kualitas hidup. b. Pencegahan sekunder 1) Fase awal 2) Fase kedua : bina hubungan saling percaya : kaji bahaya yang dihadapi klien, kaji pemeriksaan kesehatan, pastikan kontak korban dengan pelayanan, hubungkan dengan pengacara, pertahankan kontak. 3) Fase ketiga : kaji kebutuhan tempat tinggal, pertahankan keamanan. 4) Fase keempat : keputusan tentang hubungan dengan pelaku.

c. Pencegahan primer 1) Menghentikan peredaran buku, film, media dan atraksi kekerasan perempuan. 2) Mengontrol pemilik senjata api. 3) Menghilangkan hukuman fisik di sekolah. 4) Promosi hubungan keluarga harmonis. 5) Informasi cara mencegah dan mengatasi masalah.

4. Faktor Risiko Child abuse dan Child Neglect a. Kekerasan dalam rumah tangga. Menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga adalah menakutkan bagi anak-anak. Bahkan jika ibu melakukan yang terbaik untuk melindungi anak-anaknya dan menjaga mereka dari pelecehan fisik, situasi masih sangat merusak. Jika Anda atau orang yang dicintai berada dalam hubungan yang tidak baik , keluar adalah hal terbaik untuk melindungi anak-anak. b. Alkohol dan penyalahgunaan obat. Hidup dengan pecandu alkohol sangat sulit bagi anak-anak dan dengan mudah dapat mengakibatkan penyalahgunaan dan penelantaran. Parents who are drunk or high are unable to care for their children, make good parenting decisions, and control often-dangerous impulses. Orang tua
14

yang mabuk tidak mampu untuk merawat anak-anak mereka, tidak mampu membuat keputusan pengasuhan yang baik, dan kontrol impuls sering-berbahaya. Penyalahgunaan zat juga umumnya mengarah ke kekerasan fisik. c. Penyakit mental yang tidak diobati. Orang tua yang menderita depresi, gangguan kecemasan, gangguan bipolar, atau lain penyakit mental mengalami kesulitan merawat diri, apalagi anak-anak mereka. Orang tua akan dijauhi oleh anak-anak mereka karenaorang tua tersebut bisa marah tanpa sebab. Anak-anak akan merasa lebih baik bila dirawat oleh pengasuh mereka. d. Kurangnya keterampilan pengasuhan. Beberapa pengasuh pernah belajar keterampilan yang diperlukan untuk mengasuh anak yang baik. Teen parents, for example, might have unrealistic expectations about how much care babies and small children need. Orang tua yang masih remaja mungkin memiliki harapan yang tidak realistis tentang bagaimana cara merawat bayi dan kebutuhan anak kecil.. Atau orang tua yang menjadi korban kekerasan semasa anak-anak, mungkin hanya tahu bagaimana membesarkan anak-anak mereka dengan cara mereka dibesarkan.. Dalam kasus tersebut, kelas orang tua, terapi, dan kelompok pengasuh adalah dukungan sumber daya yang besar untuk belajar keterampilan guna menjadi orangtua yang lebih baik. e. Stres dan kurangnya dukungan.. Orang tua bisa saja sibuk dengan pekerjaanya dan memiliki waktu yang intensif hanya untuk bekerja terutama jika Anda membesarkan anak tanpa dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas atau Anda sedang berhadapan dengan masalah hubungan atau kesulitan keuangan. Merawat anak yang cacat, anak dengan kebutuhan khusus, atau anak dengan perilaku yang sulit juga merupakan tantangan. Sangat penting untuk mendapatkan dukungan yang Anda butuhkan, sehingga Anda secara emosional dan fisik dapat mendukung anak Anda.

C. Peranan Perawat D. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian Dalam kasus neglect dan abuse seorang perawat komunitas penting untuk melakukan pengkajian secara holistic pada korban dan keluarganya. Dari data hasilhasil pengkajian tersebut akan didapat sejumlah data yang maladaptive yang kemudian
15

bisa dianalisa oleh perawat komunitas untuk dilakukan penapisan masalah dan dapat menentukan perencanaan yang tepat sesuai prioritas dengan tepat. Adapun hal-hal yang perlu dikaji dalam kasus neglect dan abuse baik pada anak, wanita, remaja ataupun orang tua adalah sebagai berikut: a. Tipe keluarga Bagimana tipe keluarga yang dijalani oleh klien nuclear atau extended family. Jika externed apakah ada perbedaan nilai dan norma yang menyebabkan atau pernah menyebabkan neglect dan abuse. b. Suku bangsa Adakah tradisi atau kebiasaan yang mebuat suatu neglet dan abuse di sah kana tau dilarang. c. Agama Adakah aturan-aturan dalam agama yang mengijinkan neglect dan abuse seperti: poligami, anak perempuan tidak boleh sekolah dan harus dipingit, anak perempuan harus mau dijodohkan, menghukum dengan cara kekerasan adalah benar dan lain sebaginya d. Status social ekonomi keluarga Perawat komunitas perlu mengkaji siapa yang menjadi tulang punggung keluarga, berapa dan jenis penghasilan dan pengeluaran kelurga, apakah keluarga memiliki tabungan khusus (misalnya untuk kesehatan, pendidikan, pensiunan) sehingga perawat komunitas dapat menganalisa keterkaitan neglect dan abuse dengan social ekonomi keluarga. e. Riwayat dan tahap perkembangangan keluarga Perawat komunitas harus mampu memahami seetiap tahap perkembangan dan menganalisa apakah ada tahap perkembanhgan yang terlewatkan sehingga memunculkan tindakan abuse dan neglect f. Struktur keluarga Yang perlu dikaji cara dan jenis komunikasi keluarga apakah langsung atau tidak, menggunakan media, bagaimana cara keluarga memcahkan masalah apakah kepala keluarga otoriter atau demokrasi, bagaimana respon kelurga bila ada anggota keluarga ada masalah, g. Fungsi keluarga

16

Bgaiman fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, reproduksi, serta perawatan kesehatan keluraga di dalam keluarga. Dalam fugsi perawatan perawat komunitas perlu mengkaji 5 tugas keluarga, apakah ada data maladaptive.

h. Stress dan koping keluarga Perlunya perawat mengkaji adanya stressor yang menimbulkan neglect dan abuse. Perawat juga perlu mengkaji bagaimana koping keluarga untuk stressor tersebut. i. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh dari kepala sampai kaki. Perlunya perawat mengkaji adanya tindakan abuse seperi memar, luka bakar, pelecehan seksual, patah tulang atapun tanda neglect seperti kotor, panu, atau luka borok, gangreng. Dalam pengkajian diharapkan melakukan anamnesa pada tanda-tanda abuse dan neglect melalui pemeriksaan fisik. j. Harapan keluarga Perawat perlu menyai bagaumana harapan keluarga agar intervensi dapat dilakukan sesuai harapan sehingga neglect serta abuse dapat di hindari. Perlunya motivasi yang tinggi untuk setiap perawat agar keluarga dapat melakukan prventif, promotif, curative serta rehabilitative dari neglect dan abuse tersebut. 2. Menganalisa data Analisa data dilakukan untuk menentukan diagnose sesuai prioritas masalah yang didapat daripengkajian agar intervensi dapat dilakukan sesuai kebutuhan. 3. Diagnosa yang mungkin muncul a. Risiko trauma b.d kegiatan dilingkungan rumah dan klien mudah tersinggung. b. Cemas b.d substans abuse. c. Harga diri rendah situasional b.d kurang pengakuan atau penghargaan. d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan ingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan. 4. Intervensi Intervensi (perencanaan) di buat sesuai prioritas masalah di utamkan pada preventive dan promotif, namun pada diagnose yang actual misalnya pada abuse yang sudah menimbulkan cedera fisik maka curative dan rehabilitative diprioritaskan lebih dulu.

17

18

19

20

5. Evaluasi yang diharapkan a. Diagnosa I : Risiko trauma b.d Kegiatan lingkungan rumah dan klien mudah tersinggung 1) Menggunakan strategi kontrol resiko bila diperlukan. 2) Mengetahui faktor resiko. 3) Menunujukkan perubahan status kesehatan b. Diagnosa II : Cemas b.s substans abuse 1) Menyingkirkan tanda kecemasan. 2) Menurunkn stimulasi lingkungan ketika cemas.
21

3) Merencanakan dan menggunakan strategi koping. 4) Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan. 5) Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas. 6) Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori. 7) Tidak ada manifestasi klinik perilaku kecemasan c. Diagnosa III : Harga diri rendah situasional b.d kurang pengakuan dan penghargaan 1) Pengungkapan secara verbal penerimaan diri. 2) Peneriman keterbatasan diri. 3) Komunikasi terbuka 4) Tingkat percaya diri 5) Keseimbangan dalam berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok. d. Diagnosa IV : Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan lingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan. 1) Klien terbebas dari bau badan. 2) Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs.

22

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Jadi kesimpulan dari makalah ini : Penelantaran (neglect) didefinisikan sebagai jenis penganiayaan yang mengacu pada kegagalan oleh pengasuh untuk memberikan yang diperlukan, perawatan yang sesuai dengan usia meski secara finansial mampu melakukannya atau ditawarkan berarti keuangan atau lainnya untuk melakukannya. Ada empat jenis penelantaran yakni fisik, pendidikan, emosional dan medis. Sedangkan abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik.untuk jenis abuse diantaranya ada abuse terhadap perempuan, anak, abuse dalam rumah tangga, abuse karena pemerkosaan,dan abuse nafza.

B. SARAN Dengan adanya makalah ini semoga dapat dijadikan suatu refrensi atau panduan bagi mahasiswa keperawatan khususnya atau kalangan umum untuk membuat atau melanjutkan pendidikan selanjutnya.

23

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry Uddan Makhfudi. 2009. Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

24

You might also like