You are on page 1of 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK D.

DENGAN GANGGUAN HIDROSEFALUS

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hidrosefalus adalah suatu pemyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada sefal atau kepala yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau karena tekanan intra kranial yang meningkat sehingga terjadi pelebaran ruang tempat mengalirnya cairan serebrospinalis (CSS).( Ngastiyah : 1997 ). Bila masalah ini tidak segera di tanggulangi dapat mengakibatkan kematian dan dapat menurunkan angka kelahiran di suatu wilayah atau negara tertentu sehingga pertumbuhan populasi disuatu daerah menjadi kecil. Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah penderita Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia : anak 5-12 th 15%, India anak 2-4 th 4%, di Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh dari catatan register dari ruang perawatan IKA I RSPAD Gatot Soebroto selama 3 bulan terakhir dari bulan oktober-desember 2007 jumlah anak yang menderita dengan gangguan serebral berjumlah 159 anak dan yang mengalami Hidrosefalus berjumlah 69 anak dengan persentase 43,39%. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan asuhan keperawatan pada An. D dengan Hidrosefalus melalui pendekatan proses keperawatan yang dilakukan secara menyeluruh meliputi pencegahan primer yaitu promoif, preventif. Pencegahan skunder yaitu kuratif dan pencegahan tertier yaitu rehabilitatif. B. Tujuan penulisan Tujuan penulisan dari makalah ini diantaranya sebagai berikut : 1. Tujuan umum Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus menggunakan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan khusus Agar penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam : a. c. e. f. h. Melakukan pengkajian pada klien dengan Hidrosefalus Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus Melaksanakan rencana keperawatan yang telah ada pada klien dengan Hidrosefalus Membuat pendokumentasian pada klien dengan Hidrosefalus b. Menganalisa data yang telah diperoleh dari klien dengan Hidrosefalus d. Membuat rencana keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus

g. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien dengan Hidrosefalus. Mengidentifikasi adanya kesenjangan asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang sesungguh serta alternatif pemecahan masalah dari kesenjangan yang di temukan C. Metode penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah metode dekriptif dengan tipe studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan dan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan pengkajian fisik. Sumber data terdiri dari data primer yaitu data yang di peroleh dari klien sendiri, data skunder diperoleh dari keluarga klien dan data tertier diperoleh dari data yang ada di ruang perawatan terkait dengan masalah yang di alami klien saat ini. Study kasus yaitu dengan cara mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah yang di alami oleh klien yang terdapat di perpustakaan. D. Ruang lingkup Asuhan keperawatan yang dilakukan pada anak D. dengan Hidrosefalus dilakukan di ruang perawatan IKA I RSPAD Gatot Soebroto yang dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu dari tanggal 21 januari sampai 23 januari 2008.

E.

Sistematika penulisan Sistematika dalam penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut, BAB I

Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan. BAB I Tinjauan Teori terdiri dari pengertian, patofisiologi, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa keperawatan, Intervensi, implementasi dan evaluasi. BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, Intervensi, implementasi dan evaluasi. BAB IV Pembahasan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, Intervensi, implementasi dan evaluasi. BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian - Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural. ( Suriadi : 2001) - Hidrosefalus adalah keadaan fatlogis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra cranial yang meningkat sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. ( Ngastiyah :1997) - Hidrosefalus adalah akumulasi berlebuhan dari cairan serebrospinalis (CSS) dalam sisitem ventrikel, yang mengakibatkan dilatasi positif pada ventrikel. ( Donna L. Wong : 2003 ) Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Hidrosefalus ialah bertambahnya cairan serebro spinalis atau CSS di otak dengan atau tanpa tekanan intra cranial yang meningkat sehingga terjadi pembesaran pada tempat mengalirnya cairan serebro spinalis (CSS). B. Patofisiologis Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS dalam ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibatnya terjadi dilatasi ruangan CSS. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terjadi pada bayi adalah karena kelainan bawaan / kongenital, infeksi, neoplasma dan perdarahan. Hidrosefalus terjadi karena adanya gangguan absorbsi CSF dalam subaracnoid (comunicating Hidrosefalus) dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah CSF masuk ke rongga sub arachnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan, atau kelainan bentuk perkembangan otak janin. (non comunicating Hidrosefalus) cairan terakumulasi ke dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ - organ yang terdapat dalam otak. Tanda dan gejala dari Hidrosefalus diantaranya adanya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat seperti mual, muntahnyeri kepala, edema pupil. Pembesaran tengkorak yang terjadi bila tekanan yang meninggi saat sebelum sutura tengkorak

menutup, ubun-ubun besar melebar, teraba tegang atau menonjol. Dahi melebar dengan kulit kepala menipis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris seakanakan seperti matahari yang akan terbenam (sunset sign). Pergerakan bola mata tidak teratur dan nistagmus. Komplikasi yang biasa terjadi diantaranya meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi seperti septikemia, endokarditis, nefritis, meningitis, abses otak, ventrikulitis, hematoma subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, hernia, ileus dan dapat mengakibatkan kematian. C. Pertumbuhan dan perkembngan, nutrisis, bermain serta dampak hospitalisasi 1. Pertumbuhan berkaitan dengan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tigkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur seperti berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur, tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium, dan nitrogen tubuh). (Soejiningsih : 1998). Peretumbuhan berat badan akan menjadi dua kali lipat pada usia 6 bulan yaitu sekitar 0,6 kg perbulan, panjang badan rata-rata saat usia 6 bulan adalah 65 cm dan meningkat 2,5 cm pertahun. LINGKAR KEPALA MENCAPAI 42,5 CM PADA USIA 6 BULAN MENINGKAT 1,25 CM PERBULAN. (KEPERAWATAN PEDIATRIK, CEALY L. BETZ. LINDA A SOWDEN) 2. Perkembangan ialah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari pematangan, disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organorgan dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (Soejiningsih : 1998) 3. Nutrisi : Menurut konsep dasar keperawatan anak Yupi Supartini, Skp, Msc, EGC, 2004. Nutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbh dan berkembang. Setiap anak mempunyai karakteristik yang khas dalam mengkonsumsi makanan atau zat gizi.

Oleh karena itu untuk menentukan makanan yang tepat pada anak, tentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien, lalu tentukan jenis bahan makanan yang dapat dipilih untuk di olahsesuai dengan menu yang diinginkan, tentukan juga jadwal pemberian makanan serta perhatikan porsi yang di habiskan. 4. Bermain menurut Soejiningsih :1998 ialah anak tidak memisahkan antara bermain dan bekerja. Bagi anak bermain merupakan seluruh akitfitas anak termasuk bekerja. Kesenangannya merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, Perawatan, cinta kasih melalui bermain. Anak tidak hanya menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, tetapi ketika mereka bosan akan berhenti main. 5. Dampak hospitalisasi menurut Yupi Supartini Skp. Msc. ialah merupkan suatu proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia satu tahun terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang lain yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. D. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medis Tindakan pembedahan hingga saat ini tidak begitu memuaskan hingga 100%, kecuali jika penyebabnya adalah tumor yang masih dapat di angkat. Ada tiga prinsip pengobatan pada hidrosefalus diantarnya a. Mengurangi produksi CSS dengan cara merusak sebagian pleksus koroidalisdengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi. Obat azetasolamid (Diamox) mempunyai fungsi untuk inhibisi pembentukan CSS. b. c. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yaitu dengan menghubungkan ventrikel dengan subaraknoid. Pengeluaran cairan CSS ke rongga eksternal seperti drainase ventrikulo-peritoneal, lombo-peritoneal, ventrikulo-pleural, ventrikulo-uretrostomi, drainase kerongga antrum

mastoid dan cara yang paling baik adalah dengan mengalirkan CSS ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter valve). Namun cara ini berisiko karena kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak, selain itu dapat juga mengakibatkan infeksi sekunder dan sepsis. 2. Penatalaksanaan keperawatan Klien dengan hidrosefalus ialah klien yang memerlukan perawatan khusus karena adanya kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital. Tujun pengobatan adalah untuk mengurangi Hidrosefalus, menangani komplikasi, mengatasi efek Hidrosefalus atau gangguan perkembangan. 3. pemeriksaan diagnostik a. c. e. f. Ukur lingkar kepala secara berkala Transimulasi Ventrikulografi Menyuntikan zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis E. Pengkajian 1. Riwayat keperawatan 2. kaji adanaya pembesaran kepala, vena terlihat jelas pada kulit kepala, bunyi cracked pot pada perkusi, tanda setting sun, penurunan kesadaran, opisthotonus, dan spastik pada ekstremitas bawah, tanda peningkatan tekanan intra kranial ( muntah, mual, pusing, papil edema), bingung. 3. Kaji lingkar kepala 4. Kaji ukuran ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun menonjol 5. Kaji perubahan tanda vital khususnya pernafasan 6. Kaji pola tidur, prilaku dan interaksi F. Diagnosa keperawatan b. CT Scan dan MRI, kesan menunjukan pembesaran ventrikel d. USG

1.

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra kranial

2. Resiko injury b.d. pemasangan shunt 3. Risiko infeksi b.d. efek pemasangan shunt 4. Perubahan persepsi sensori b.d. adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intra kranial, meningkatnya tekanan intra kranial G. Perencanaan 1. Dx. 1 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan komplikasi dapat dicegah Kriteri hasil : anak tidak menunjukan adanya tanda-tanda komplikasi dan perfusi jaringan serebral adekuat. INTERVENSI : Ukur lingkar kepala tiap 8 jam Monitor kondisi fontanel Atur posisi anak miring kearah yang tidak dilakukan tindakan operasi Jaga posisi kepala tetap sejajar dengan tempat tidur untuk menghindari pengurangan tekanan intrakranial yang tiba-tiba. Observasi dan nilai fungsi neurologis tiap 15 menit hingga TTV stabil Laporkan segera adanya perubahan tingkah laku misalnya : mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran, atau perubahan TTV ( meningkatnya tekanan darah, penurunan denyut nadi) 2. Dx. 2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury Kriteria hasil : Anak menunjukan tanda tanda pemasangan shunt tepat pada tempatnya. INTERVENSI : Laporkan adanya perubahan tanda-tanda vital ( meningkatnya temperatur tubuh) atau tingkah laku ( mudah terstimulasi, penurunan tingkat kesadaran )

Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengkakan. Pertahankan terpasangnya kondisi shunt tetap baik Lakukan pemijitan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya. Tujuan : mencegah terjadinya komplikasi Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda injuri. INTERVENSI : :

3. Dx. 3

Ukur lingkar kepala tiap hari Monitor kondisi fontanel Atur posisi anak ke arah yang tidak dilakukan tindakan pembedahan Atur posisi kepala anak agar tetap sejajar dengan tempat tidur untuk menghindari pengurangan TIK secara tiba-tiba

4. Dx. 4 Tujuan : diharapkan infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak, panas, sakit dan perubahan fungsi laesa. INTERVENSI : : Observasi TTV tiap 4 jam khususnya peningkatan suhu tubuh, penurunan kesadaran dan mudah marah / mudah terstimulus. Monitor daerah luka post op terhadap adanya tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak, panas, sakit Lakukan pijatan pada shunt untuk menghindari sumbatan awal Lakukan perawatan luka pada daerah pemasangan shunt tiap 1 x 24 jam H. Implementasi Implementasi disusun menurut Patricia A, Potter (2005) Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada klien. Brikut metode dan langkah-

langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat : Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan Menyiapkan lingkungan yang terapeutik Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari Memberikan asuhan keperawatan secara langsung Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya. Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatan yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan. Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan. I. Evaluasi Evaluasi keperawatan ini disusun menurut Patricia A, Potter (2005) Evluasi merupakan proses yang dilakukan untuk menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap tindakan keperawatan sejauh mana tujuan keperawatan telah tercapai. Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif yang dinilai adalah kuantitas atau jumlah kegiatan keperawatan yang telah di tentukan sedangkan evaluasi kualitatif di fokuskan pada masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan. Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut : Mengumpulkan data keperawatan klien Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan klien

Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria hasil pencapaian tujuan yang telah ditetapkan Mengukur dan membandingkan perkembangan klien dengan standar normal yang berlaku

BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 januari 2008 di ruang perawatan IKA I dengan no register 291991. klien masuk ruang perawatan pada tanggal 11 januari 2008 dengan diagnosa medis Hidrosefalus. 1. Data Biografi Nama klien An. D usia 1 tahun, jenis kelamin laki-laki, klin lahir pada tanggal 5 januari 2007. identitas orang tua ialah ayah klien bernama Tn. T, usia 30 tahun, pendidikan terakhir S1, pekerjaan saat ini karyawawn swasta, agama islam, suku bangsa jawa, alamat rumah adalah kampung hantaran RT 9/9 tanah sari Bogor. 2. Resume Sebelum dirawat di ruang perawatan IKA I klien terlebih dahulu masuk unit gawat darurat RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 10 januari 2008, saat di UGD data yang diperoleh diantaranya keluarga mengatakan anak sudah tiga hari yang lalu badan teraba panas, kepala anak semakin hari bertambah besar, lingkar kepala saat lahir 31 cm, dan saat ini 55 cm. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya cracked pot pada palpasi kepala, kelemahan fisik, terdapat adanya tanda-tanda peningkatan TIK seperti mual, muntah, pusing dan lain-lain. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan diantaranya mengukur TTV hasil S: 390c, N: 130 X/mnt, RR: 35 x/mnt. Memberikan cairan IVFD

dengan cairan RL 5 tts/mnt makro, terapi yang didapat ialah klien mendapat obat antipiretik supositoria paracetamol 125 mg. Masalah keperawatan yang muncul diantaranya perubahan perfusi jaringan serebral, risiko injury dan hipertermi. Kemudian klien dipindahkan ke ruang perawatan IKA I, saat di ruangan data yang diperoleh diantaranya kepala anak tampak membesar, lingkar kepala lahir 31 cm saat ini 56 cm, . Pada pemeriksaan fisik secara palpasi pada kepala ditemukan adanya cracked pot, tindakan keperawatan yang telah dilakukan diantaranya pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CT-Scan, MRI dan pengajuan operasi pemasangan shunt. Masalah keperawatan yang di temukan di ruangan diantaranya perubahan perfusi jaringan serebral dan risiko injury. Kemudian klien menjalani operasi pemasangan shunt peritonium pada tanggal 14 januari 2008. 3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu a. Riwayat kehamilan dan kelahiran Kesehatan pada ibu sewaktu hamil tidak ada masalah, tidak ada hiperemis gravidarum, perdarahan pervagina, anemia dan lain-lain. Pemeriksaan kehamilan dilaksasnakan secara teratur, diperiksa oleh dokter, tempat pemeriksaan kehamilan adalah puskesmas, imunisasi yang di dapat ialah TT. Pengobatan yang didapat saat hamil adalah vitamin B kompleks, obat penambah darah dan kalk. Usia kelahiran saat melahirkan adalah 39 minggu dengan cara persalinan spontan. Di totlong oleh dokter, keadaan bayi saat lahir bayi menangis kuat, gerak aktif, BB lahir 3,5 kg, PB 48 cm, lingkar kepala 31 cm. Saat setelah lahir cacat congenital tidak ada, ikterus pada bayi tidak ada, tida ada kejang, paralisis, perdarahan, trauma persalinan dan penurunan BB. Anak mendapatkan ASI segera setelah lahir. b. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Gangguan dalam proses tumbuh kembang tidak ada, anak sudah dapat menggenggam benda dengan kuat dan erat, gigi susu sudah mulai ada. c. Penyaki-penyakit yang pernah diderita Penykit yang pernah diderita antara lain batuk pilek, demam dan mencret. d. Pernah dirawat di rumah sakit

Sebelumnya anak belum pernah di rawat di rumah sakit. e. f. Obat-obat Tindakan Anak sebelumnya tidak mendapatkan terapi obat-obatan Sebelumnya anak tindak pernah mendapatkan tindakan pembedahan dan lainnya. g. Alergi Alergi terhadap obat-obatan, ASI dan makanan lainnya tidak ada. h. Kecelakaan Sebelumnya anak tidak ada riwayat kecelakaan i. Imunisasi Imunisasi yang didapat anak diantaranya BCG 1x, Hepatitis B 1x, DPT 3x, polio 3x dan campak 1x. j. Kebiasaan sehari-hari Kebutuhan sehari-hari anak dibantu oleh orang tua, anak mendapat ASI eksklusif dan saat ini anak mulai mendapatkan makanan padat sejak usia 7 bulan, cara pemberiannya yaitu di campur dengan air susu botol. Pola tidur anak saat ini adalah anak tidur siang + 2 jam dari jam 13.00 15.00, tidur malam yaitu pukul 21:00 06:00 WIB. Pola aktivitas anak saat ini anak suka memasukkan tangannya kedalam mulut. Frekuansi mandi anak saat ini 2x/hari pagi dan sore dengan menggunakan sabun. Pola eliminasi saat ini adalah frekuansi BAB 3 x/hari, warna kuning, bau khas, konsisitensi lembek, keluhan saat BAB tidak ada, tidak ada penggunaan Laxatif. Frekuensi BAK saat ini 5 x/hari, warna urin kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, pola asuh klien saat ini adalah klien hanya diasuh oleh orang tua atau ibu dan bapak klien. 1. Riwayat kesehatan keluarga ( GENOGRAM )

65 th

60 th

55 th

52 th

35 th

33 th

32 th

29 th

19 th

16 th

28 th

26 th

1 th

KETERANGAN :

: LAKI-LAKI : PEREMPUAN : MENIKAH : KLIEN : MENINGGAL : TINGGAL SATU RUMAH Koping keluarga ialah apabila ada masalah pada keluarga mengenai

kesehatankeluarga biasanya membeli obat warung, jika tidak sembuh membawanya ke puskesmas. Tidak ada sisitem nilai kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan keluarga. Kegiatan spiritual yang biasa digunakan ialah shalat 5 waktu. 2. Riwayat kesehatan lingkungan Daerah lingkungan rumah dekat dengan jalan raya, lingkungan cukup bersih, banyak mobil angkutan umum yang melewati rumah, tempat rekreasi didekat rumah tidak ada. 3. Riwayat kesehatan sekarang Klien masuk tanggal 11 januari 2008, keluhan saat masuk rumah sakit adalah 4. Pengkajian fisik secara fungsional a. Data dasar berupa TTV N: 120 x/mnt, S: 37 0c, RR: 30 X/mnt, kesadaran CM, lingkar kepala 50 cm, lingkar dada 31 cm. b. Nutrisi dan metabolik Ibu mengatakan anak mau minum susu, tidak ada muntah, BB saat ini 11 kg. Diit anak saat ini ialah minum susu dan makanan lunak, mukosa bibir lembab, sudah terdapat gigi susu pada klien, turgor kulit elastis. c. Respirasi / sirkulasi

Jenis pernafaasan spontan, tidak ada sesak, batuk. Suara nafas vasekuler, pernafasan cuping hidung tidak ada, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, frenuensi nafas klien 30 x/mnt, pengisian kapiler repil < 2 detik, suhu tubuh 370C. d. Eliminasi Pada abdomen tidak ada kembung, sakit dan mual, keadaan umum tampak lemah, bising usus 6 x/mnt, klien BAB + 3 x/hari, bau khas, konsistensi lembek, ganti popok 4 x/hari. e. Aktivitas dan latihan

Kekuatan otot adalah 5555 5555 , kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang y 5555 5555 Tua klien sendiri, klien sudah dapat menggenggam mainan dengan kuat dan erat, keadaan umum tampak lemah. f. Persepsi dan sensori Sistem pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan pengecap tidak ada gangguan, reaksi terhadap rangsang baik. g. Konsep diri Masalah yang di hadapi anak saat ini sangat mempengaruhi klien sehingga anak jadi rewel dan mudah menangis. h. Tidur dam istirahat Anak dapat tidur nyenyak, masalah saat tidur tidak ada. i. Seksual / reproduksi Kelainan skrotum tidak ada, hipospadia, pimosis tidak ada, sakit saat BAK tidak ada, penis bisa ereksi. 5. Dampak hospitalisasi Saat ini anak gampang menangis dan takut jika melihat banyak orang, dan melihat perawat ruangan. Pada keluarga merasa tidak tega dan kasihan akan keadaan anaknya saat ini. 6. Tingkat perkembangan saat ini Pada motorik kasar anak sudah dapar memegang makanan atau mainan dengan kuat dan erat, motorik halus anak sudah dapat membedakan perbedaan mana orang tua dan

mana yang bukan orang tua. Pada kemampuan berbahasa anak dapat menyebutkan katakata seperti MA MA, DA DA, PA PA. Sosialisasi anak dengan orang lain cukup baik kecuali dengan perawat, anak akan menangis jika melihat perawat.

7. Pemeriksaan penunjang Hasi lab. Pada tanggal 20 Januari 2008 Hb Ht Thrombo Leukosit Eritrosit pembesaran ventrikel 8. Penatalaksanaan Klien terpasang infus RL 5 tts/mnt makro Therapi obat yang didapatkan diantaranya : 2x300 mg/IV 3x40 mg/IV 3x250 mg/IV Vit. C Diamox : 13,6 gr/dl : 39% : 170.000 /ul : 8600 : 4,7 (13 18 gr/dl) ( 35-45%) (150.000 400.000 gr/dl) (4800 10800 /ul) (4,3 - 6,0 jt/ul )

Hasil CT Scan dan MRI pada tanggal 13 Januari 2008 kesan menunjukan

Inj : Cefotaxim

I. DATA FOKUS Data subjektif : orang tua mengatakan kepala anaknya bertambah besar Data objektif : Tingkat kesadaran composmentis Balutan luka tampak kotor Terdapat luka pemasangan alat shunt pada kepala, leher dan abdomen sejak tanggal 14 januari 2008 Pada daerah luka pemasangan shunt tidak ada merah, bengkak, panas dan sakit Pengisian kapiler repil kurang < 2 detik Ubun-ubun besar menonjol bila menangis Lingkar kepala 50 cm Anak menangis kuat dan nafas dangkal GCS : E 4, M 6, V 5 Anak tidak kejang Hasil lab. Tanggal 20 januari 2008 leukosit 11.000 gr/dl (5.000-11.000 gr/dl) TTV : N 120 x/mnt, S 370C, RR 30 x/mnt

II. ANALISA DATA No DATA ETIOLOGI PROBLEM 1. DS : Orang tua klien mengatakan kepalaMeningkatnya volumePerubahan perfusi anaknya makin hari bertambah besar DO : Ubun-ubun besar menonjol bila anak menangis Lingkar kepala 50 cm Anak menangis kuat dan bernafas dangkal GCS : E 4, M 6, V 5 Kesadaran komposmentis TTV : S 370C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt 2. DS : DO : Tingkat kesadaran composmentis Pengisian kapiler repil kurang < 2 detik Lingkar kepala 50 cm Anak tidak kejang Terdapat luka pemasangan alat shunt pada kepala, leher dan abdomen sejak tanggal 14 januari 2008 3. DS : DO : Balutan luka tampak kotor kepala, leher dan abdomen Masuknya mikroorganisme sekunder tempat pemasangan Risiko terjadi terhadapinfeksi Peningkatan ventrikel shunt tekanan sekunderRisiko injury cairan serebrospinalis jaringan

terhadap pemasangan

Terdapat luka pemasangan alat shunt padashunt

Pada daerah luka pemasangan shunt tidak ada merah, bengkak, panas dan sakit Hasil lab. Tanggal 20 januari 2008 leukosit 11.000 gr/dl (5.000-11.000 gr/dl) TTV: N 120 x/mnt, S 370C, RR 30 x/mnt III. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan b.d. Meningkatnya volume cairan serebrospinalis 2. Risiko injury b.d. Peningkatan tekanan ventrikel sekunder terhadap pemasangan shunt 3. Risiko terjadi infeksi b.d. Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tempat pemasangan shunt IV. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 1. Perubahan perfusi jaringan b.d. Meningkatnya volume cairan serebrospinalis Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perubahan perfusi jaringan serebral dapat diatasi. Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda penurunan kesadaran kesadaran composmentis TTV dalam batas normal (S 36-370C, N 100-120 x/mnt, RR 25-30 x/mnt) INTERVENSI : 4. Ukur lingkar kepala tiap 1x24 jam 5. Ubah posisi anak miring ke arah yang tidak dilakukan tindakanoperasi 6. Posisikan kepala anak sejajar dengan tempat tidur untuk menghindari pengurangan tekanan intra kranial yang tiba-tiba 7. Pantau TTV tiap 8 jam 8. Kolaborasi untuk pemberian obat injeksi Diamox sesuai program PELAKSANAAN : Tanggal 21-1-2008 Pukul 08:00 mengukur TTV hasil : S 370C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 09:00 mengukur lingkar kepala, Hasil : lingkar kepala 50 cm. Pukul 09:15 Menjaga posisi kepala sejajar dengan tempat tidur, Hasil : anak dapat dirubah posisi, ankak tidak

menangis. Pukul 14:00 mengukur TTV hasil : S 37 0C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 19:00 mengukur lingkar kepala, Hasil : lingkar kepala 50 cm. Pukul 22:15 Menjaga posisi kepala sejajar dengan tempat tidur, Hasil : anak dapat dirubah posisi, anak tidak menangis. Pukul 08:00 mengukur TTV hasil : S 370C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Tanggal 22-1-2008 Pukul 08:00 mengukur TTV hasil : S 370C, N 110x/mnt, RR 32x/mnt. Pukul 09:30 merubah posisi anak miring kanan menjauhi daerah luka operasi, hasil : posisi anak dapat dirubah menjadi miring kanan. Pukul 13.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 14:00 mengukur TTV hasil : S 370C, N 110x/mnt, RR 32x/mnt. Pukul 17:30 merubah posisi anak miring kanan menjauhi daerah luka operasi, hasil : posisi anak dapat dirubah menjadi miring kanan. Pukul 21.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV dan Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 06.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV dan Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Tanggal 23-1-2008 Pukul 14.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 14.15 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV dan Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 17:30 merubah posisi anak miring kanan menjauhi daerah luka operasi, hasil : posisi anak dapat dirubah menjadi miring kanan. Pukul 21.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 06.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 120x/mnt, RR 27x/mnt. Pukul 13.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. EVALUASI Tanggal 24-1-2008 S :O : kesadaran komposmentis, tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ada seperti mual, muntah, sakit kepala dan penurunan kesadaran, TTV S 36 0C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. lingkar kepala 49 cm.

A : tujuan tercapai masalah teratasi P : tindakan keperawatan kolaborasi memberikan obat injeksi Diamox 3x250 mg/IV sesuai program dilanjutkan. 2. Risiko injury b.d. Peningkatan tekanan ventrikel sekunder terhadap pemasangan shunt Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan injury tidak terjadi Kriteria hasil : alat pemasangan shunt tepat berada pada tempatnya, TTV dalam batas normal, kesadaran composmentis. INTERVENSI : 1. Observasi tingkat kesadaran tiap 1x24 jam 2. Monitor adanya tanda-tanda meningkatnya tekanan intra kranial tiap 1x24 jam 3. Berikan anak posisi tidur menjadi semi fowler 4. Observasi intake dan out put tiap 1x24 jam PELAKSANAAN Tanggal 21-1-2008 Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 10.00 mengobservasi adanya peningkatan TIK, hasil : anak tidak ada mual, muntah dan sakit kepala. Pukul 11.30 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi tidur anak dapat dirubah dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis. Pukul 14.10 mengukur TTV hasil : S 360C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 18.00 mengobservasi adanya peningkatan TIK, hasil : anak tidak ada mual, muntah dan sakit kepala. Pukul 22.30 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi tidur anak dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis. Pukul 06.00 mengobservasi adanya peningkatan TIK, hasil : anak tidak ada mual, muntah dan sakit kepala. Tanggal 22-1-2008 Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 10.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 12.00 mengobservasi tingkat kesadaran, hasil : kesadaran klien composmentis. Pukul 14.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 21.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program,

hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 05.00 mengobservasi tingkat kesadaran, hasil : kesadaran klien composmentis

Tanggal 23-1-2008 Pukul 14.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 16.00 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi tidur anak dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis. Pukul 17.30 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 21.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 22.00 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi tidur anak dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis. Pukul 06.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. . Pukul 13.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. EVALUASI Tanggal 24-1-2008 S :O : Alat pemasangan shunt tepat berada pada tempatnya, TTV S 36,5 0C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt, tingkat kesadaran composmentis A : Tujuan tercapai, masalah teratasi P : Tindakan kperawatan dilanjutkan - Berikan posisi tidur anak menjadi semi fowler - Berikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program 3. Risiko terjadi infeksi b.d. Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tempat pemasangan shunt Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Daerah luka pemasangan shunt tidak merah, bengkak, panas dan sakit. Leukosit dalam batas normal (5.800-11.000 gr/dl)

INTERVENSI : 1. Observasi TTV tiap 4 jam khususnya suhu tubuh (36-370C) 2. Monitor daerah luka post op terhadap adanya tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak, panas dan sakit 3. Lakukan pemijatan pada daerah tempat pemasangan shunt untuk menghindari sumbatan awal 4. Lakukan perawatan luka tiap 1x24 jam dengan menggunakan NaCl 0.9% dan Bethadin 10% sesuai program PELAKSANAAN : Tanggal 21-1-2008 Pukul 08.30 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 10.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 11.30 melakukan perawatan luka dengan menggunakan NaCl 0.9% dan Bethadin 10% serta kasa streril sesuai program, hasil : luka tampak kering dan bersih, balutan luka bersih. Pukul 14.30 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 14.30 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 17.00 melakukan perawatan luka dengan menggunakan NaCl 0.9% dan Bethadin 10% serta kasa streril sesuai program, hasil : luka tampak kering dan bersih, balutan luka bersih. Pukul 21.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 06.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Tanggal 22-1-2008

Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 10.30 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 12.00 mengganti dan merawat luka dengan menggunakan NaCl 0.9% dan Bethadin 10% serta kasa streril sesuai program, hasil : luka tampak kering dan bersih, balutan luka bersih. Pukul 14.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 14.30 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 17.00 mengganti dan merawat luka dengan menggunakan NaCl 0.9% dan Bethadin 10% serta kasa streril sesuai program, hasil : luka tampak kering dan bersih, balutan luka bersih. Pukul 21.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 06.00 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Tanggal 23-1-2008 Pukul 14.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 17.00 mengganti dan merawat luka dengan menggunakan NaCl 0.9% dan Bethadin 10% serta kasa streril sesuai program, hasil : luka tampak kering dan bersih, balutan luka bersih Pukul 18.00 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi tidur anak dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis. Pukul 21.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 21.15 memberikan injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 13.00 memberikan injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat EVALUASI : S :O : Daerah pemasangan shunt tidak merah, bengkak, panas dan sakit. Luka tampak kering, balutan luka tampak kering dan bersih. TTV S 36,50C, N 110 x/mnt, RR 31 x/mnt. A : tujuan tercapai, masalah teratasi P : tindakan keperawatan dihentikan

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN Pada tahap pengkajian antara teori dan kasus terdapat kesenjangan diantaranya pada teori ditemukan gejala muntah, strabismus, namun pada kasus tidak ditemukan karena pada saat di lakukan pengkajian tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial sehingga anak tidak mengalami mual, muntah serta strabismus. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pada teori diagnosa yang ditemukan ada empat yaitu Perubahan perfusi jaringan b.d. Meningkatnya volume cairan serebrospinalis, Risiko injury b.d Peningkatan tekanan ventrikel sekunder terhadap pemasangan shunt, Risiko terjadi infeksi b.d. Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tempat pemasangan shunt dan Perubahan persepsi sensori b.d. adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intra kranial, meningkatnya tekanan intra kranial. Diagnosa yang ada pada teori namun tidak ada di kasus yaitu Perubahan persepsi sensori b.d. adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intra kranial, meningkatnya tekanan intra kranial karena pada pengkajian tidak ditemukan adanya datadat yang mendukung untuk diagnosa tersebut. C. INTERVENSI Pada teori langkah-langkah perencanaan diantaranya meliputi prioritas masalah, menetapkan tujuan dan kriteria hasil. Pada tahap ini ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus diantaranya pada teori dalam pencapaian tujuan dan kriteria hasil tidak menggunakan batasan waktu, sedangkan pada kasus penulis menggunakan batasan

waktu yaitu 3x24 jam. Selain itu pada penyususnan perencanan tindakan pada kasus di sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat memberikan asuhak keperawatan. D. PELAKSANAAN Pada pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarakan rencana yang telah di buat dan di sesuaikan dengan kondisi klien sendiri. Semua tindakan dilaksanakan sesuai dengan respon dari klien dan keluarga. Dalam mengatasi masalah keperawatan dalam melaksanakan tindakan penulis tidak menemukan hambatan karena klien dan keluarga cukup kooperatif saat akan dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan. E. EVALUASI Dari ke tiga diagnosa yang ditemukan pada kasus semuanya teratasi, namun pada diagnosa yang ke satu dan dua tindakan keperawatan kolaborasi pemberian obat injeksi Diamox 3x250 mg/IV sesuai program dan merawat luka pada pemasanagan shunt dilanjutkan karena klien masih berisiko terjadi peningkatan CSS dan komplikasi pada pemasangan alat shunt. Pada tahap evaluasi penulis mengalami hambatan khususnya pada evaluasi hasil karena pada pendokumentasian yang dilakukan terhadap respon klien dari setiap tindakan belum dilaksankan secara optimal di ruang perawatan. Untuk mengatasi penulis bekerjasama dengan keluarga melalui cara bertanya tentang respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pada pengkajian data yang ditemukan sesuai dengan respon klien terhadap penyakitnya. Hal ini memberikan pengalaman terhapa penulis bahwa respon klienterhadap penyakitnya berbeda-beda tergantung pada parahnya penyakit, lamanya, usia atau maturasi serta daya tahan tubuh klien sendiri. Selain itu ju kerjasama yang terjalin antara penulis dengan klien dan keluarga merupakan faktor utama yang sangat membantu dalam melakukan pengkajian. Pada diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus disesuaikan dengan data yang diperoleh saat pengkajian yang mengacu pada teori. Pada tahap ini penulis tidak mengalami hambatan karena keluarga sangat kooperatif dan dapat menceritakan masalah yang dirasakannya kepada penulis. Perencanaan dibuat berdasarakan kondisi dan kebutuhan klien mulai dari penentuan prioritas masalah, penetapan tujuan dan kriteria hasil, serta menyusun rencana tindakan keperawatan secara sistematis. Pada penetapan tujuan dan kriteria hasil ditetapkan waktu pencapaian tujuan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi proses yaitu 3x24 jam. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakuakan didokumentasikan pada catatan keperawatan meliputi waktu, tindakan dan respon klien. Dalam mengatasi masalah keperawatan pada melaksanakan tindakan

keperawatan penulis tidak menemukan hambatan karena klien dan keluarga cukup kooperatif saat akan dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan. Evaluasi dari ke tiga diagnosas keperawatan yang ditemukan pada kasus semuanya teratasi namun pada diagnosa yang ke namun pada diagnosa yang ke satu dan dua tindakan keperawatan kolaborasi pemberian obat injeksi Diamox 3x250 mg/IV sesuai program dan merawat luka pada pemasanagan shunt dilanjutkan karena klien masih berisiko terjadi peningkatan CSS dan komplikasi pada pemasangan alat shunt. Pada tahap ini terdapat adanya hambatan yang disebabkan oleh pendokumentasian yang di lakukan terhadap respon klien dari setiap tindakan keperawatan yang telah diberikanbelum dilaksanakan dengan optimal. Faktor penunjang dalam evaluasi adalah teralinnya kerjasama antara keluarga dengan penulis dimana keluarga dapat menyebutkan respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan. B. SARAN Setelah penulis memberikan kesimpulan maka pada tahap ini penulis akan memberikan saran kepada keluarga dan perawat ruangan diantranaya sebagai berikut : Untuk keluarga diharapkan mempertahankan atau mungkin meningkatkan kerjasamanya dengan perawat ruangan agar asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dapat dilaksnakan secara optimal. Untuk perawat ruangan diharapkan setiap setelah melakukan tindakan keperawatan dapat mendokumentasikannya dedngan lengkap termasuk respon klien terhadap semua tindakan yang telah diberikan agar mempermudah dalam melakukan evaluasi proses.

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. (1999). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Suriadi, Rita Yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta : CV Sagung Seto Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. jakarta : EGC

You might also like