You are on page 1of 6

JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-6

PEMANFAATAN SERBUK BIJI SALAK (Salacca zalacca) SEBAGAI ADSORBEN Cr(VI) DENGAN METODE BATCH DAN KOLOM
Aji, B. K. dan Kurniawan, F. Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: fredy@chem.its.ac.id

Abstrak Adsorpsi Cr(VI) menggunakan adsorben serbuk biji salak telah diteliti pada metode batch dan kolom. Biji salak dipreparasi hingga menjadi serbuk. Serbuk biji salak dicuci dengan aqua DM dan metanol. Setelah itu diayak dengan variasi ukuran partikel 125, 180, 250 dan 425 m. Beberapa parameter variasi seperti pengaruh waktu kontak, konsentrasi larutan Cr(VI), ukuran partikel, laju alir dalam proses adsorpsi telah dipelajari untuk mendapatkan kondisi optimum adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben serbuk biji salak dapat mengadsorpsi ion Cr(VI). Isoterm adsorpsi pada saat kesetimbangan lebih sesuai dengan pola isoterm Langmuir daripada pola isotherm adsorpsi Freundlich dan Bruneur-Emment-Teller. Konsentrasi ion logam pada semua perlakuan ditentukan dengan Spektrofotometer UV-Vis. Kondisi optimum adsorpsi ion Cr(VI) diperoleh pada waktu kontak 60 menit dengan ukuran partikel 125 m, dan konsentrasi ion logam 100 mg/L. Kapasitas penyerapan optimum ion Cr(VI) oleh serbuk biji salak adalah 0,59 mg/g. Kata Kunci Cr(VI); Biji salak; Adsorpsi; Isoterm adsorpsi; kinetika adsorpsi.

alak (Salacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia yang buahnya banyak digemari masyarakat karena rasanya manis, renyah dan kandungan gizi yang tinggi. Di Indonesia, buahnya yang sudah matang dapat dijadikan manisan dan asinan. Buah yang belum matang dapat digunakan dalam rujak atau semacam salad pedas terdiri dari campuran buah-buahan yang belum matang, (Schuiling & Mogea, 1992). Namun pemanfaatan biji dari buah salak kurang mendapat perhatian dikarenakan bentuknya yang keras dan kasar. Oleh karena itu untuk meningkatkan nilai ekonomis dari tumbuhan ini, biji salak dimanfaatkan sebagai absorben Cr(VI) dengan menggunakan metode kolom dan batch yang diharapkan mampu mengoptimalkan usaha dari pengolahan limbah lingkungan. Salak termasuk dalam angiospermae yaitu tumbuhan berbiji tertutup. Tumbuhan biji tertutup adalah tumbuhan yang memiliki struktur dinding sel yang kaku yang tersusun dari senyawa selulosa. Selulosa adalah komponen struktur utama pada dinding sel tumbuhan dan unsur yang paling berlimpah. Selulosa merupakan unsur penting yang tidak dapat larut dan dapat didegradasi oleh enzim menjadi beberapa unit glukosa dan biasanya dihidrolisis dengan menggunakan asam kuat. Hemiselulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas suatu campuran unit hexosa dan pentosa. Jika dihidrolisis hemiselulosa menghasilkan

I. PENDAHULUAN

glukosa dan sebuah pentosa, biasanya silosa yang merupakan komponen utama pada dinding sel tumbuhan. Hemiselulosa lebih sedikit bersifat resisten terhadap degradasi kimia dan dapat dihidrolisis dengan cairan asam. Selulosa mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam berat. Selain itu menurut afrizal (2008), berdasarkan percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa kayu dan komponenya, seperti selulosa, lignin, hemiselulosa, dan sebagainya, telah digunakan dalam industri penjernihan air untuk menghilangkan logam berat seperti Cu(II), Pb(II), Cd(II), Cr(III) dan sebagainya. Disisi lain, penghilangan ion logam berat dari air buangan ataupun limbah cair industi telah memberikan banyak perhatian selama beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut disebabkan karena ion logam tersebut telah menyebabkan masalah kesehatan dalam kehidupan manusia dan hewan. Salah satu logam berat tersebut adalah ion Cr(VI) yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, sistem imunitas, dan kulit (Bilal, 2001). Menurut Surat keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, baku mutu limbah yang boleh dialirkan ke air permukaan untuk Cr(VI) sebesar 0,05-1 mg/L dan untuk Cr (total) sebesar 0,1-2 mg/L (Anderson, 1997). Oleh karena itu kandungan logam berat khususnya Cr(VI) dalam limbah yang melebihi ambang batas harus diminimalkan sebelum dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini ekstrak selulosa yang terdapat pada biji salak dicuci dengan menggunakan aqua DM dan metanol. Metanol sering digunakan sebagai pelarut karena dapat melarutkan sebagian besar golongan senyawa. Ekstraksi dengan aqua DM dan metanol dapat mengoptimalkan kemampuan biji salak untuk mengikat senyawa yang bersifat kurang polar. Berdasarkan hal tersebut, ekstrak selulosa yang berasal dari biji salak dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kandungan logam Cr(VI) dalam air ataupun limbah. Metode adsorpsi ini melibatkan interaksi antara analit dengan permukaan zat padat (adsorben). Menurut Sawitri et al. (2006), pada umumnya pengolahan limbah dilakukan dengan cara koagulasi, flokulasi kemudian sedimentasi. Namun metode tersebut kurang efektif apabila diterapkan pada larutan yang memiliki konsentrasi logam berat antara 11000 mg/L dan membutuhkan bahan kimia dalam jumlah besar. Dibandingkan dengan metode-metode yang lain, adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan karena metode ini aman, tidak memberikan efek samping yang membahayakan kesehatan, tidak memerlukan peralatan yang rumit dan mahal, mudah pengerjaaannya dan dapat didaur ulang (Erdawati, 2008).

JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Pengikatan ion logam oleh biosorpsi dapat dilakukan dengan metode batch maupun metode kolom. Metode kolom dipandang lebih aplikatif dibanding dengan metode batch. Namun timbul masalah ketika biomassa dikemas di dalam kolom, biosorpsi akan memadat dan menyebabkan penurunan laju alir secara signifikan (Gardea-Torresdeyet al.,1998). Oleh karena itu pada penelitian ini dipelajari mengenai kemampuan biji salak dalam mengadsorpsi logam berat Cr(VI) dengan menggunakan metode kolom yang dipengaruhi oleh kecepatan laju alir dan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan ukuran absorben dengan menggunakan metode batch.

2 45, 60, 90, 120 , dan 180 menit. Larutan disaring dan filtratnya dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 300-700 nm. 2.2.4.2 Pengaruh Konsentrasi Adsorben Biji Salak ukuran 180 m ditimbang 2 gram kemudian masing-masing dimasukkan dalam 40 ml larutan kromium (IV) dengan variasi konsentrasi 15, 30, 50, 70, 100, 150, dan 200 ppm. kemudian distirer sampai batas waktu serapan optimum. Larutan disaring dan filtratnya dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 300-700 nm. Perlakuan diulangi dua kali. 2.2.4.3 Pengaruh Ukuran Adsorben Adsorben biji salak ditimbang sebanyak 2 gram dengan variasi ukuran 125 m, 180 m, dan 250 m, dan 425 m. Setiap variabel dimasukkan masing-masing ke dalam 40 ml larutan kromium (IV) 30 ppm, kemudian distirer sampai batas waktu serapan optimum. Larutan disaring dan filtratnya dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 300-700 nm. Perlakuan diulangi dua kali. 2.2.5 Studi Adsorpsi Metode Kolom Sebuah kolom gelas yang telah berisi glass wool pada bagian dasarnya dipasang pada statip buret, kemudian dimasukkan adsorben biji salak ukuran 181-250 m sebanyak 5 gram. Kolom dihubungkan dengan pompa peristaltik. Kolom dialiri 50 mL larutan kromium 50 ppm dengan laju alir 1 mL/menit, kemudian effluen ditampung didalam botol. Effluen yang diperoleh dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 300-700 nm. Perlakuan diulang dengan prosedur yang sama untuk laju alir 3 mL/menit, 5 mL/menit, 7 mL/ menit dan 10 mL/menit. II. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pembuatan Adsorben Serbuk Biji Salak Penelitian ini menggunakan biji salak sebagai adsorben. Biji salak dipilih karena keberadaannya sangat melimpah dan mudah didapatkan. Selain itu, di dalam biji salak mengandung selulosa sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Preparasi sampel selulosa dari adsorben biji salak dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor serta melarutkan senyawa kimia lain, sehingga diperoleh selulosa yangmempunyai gugus aktif yangberperan dalam proses adsorpsi. Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH pada selulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut. Selulosa lebih kuat mengadsorpsi zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar (Adisesa, 1993). Pembuatan adsorben biji salak diawali dengan mencuci serbuk biji salak. Proses pencucian dilakukan bertahap menggunakan pelarut-pelarut yang dapat mengikat zat pengotor bersifat polar dan non-polar.Aqua DM dan metanol digunakan dalam proses pencucian hingga filtrat terlihat tak berwarna atau bening. Gambar 3.1a dan b memperlihatkan hasil filtrat maserasi menggunakan pelarut aqua DM dan metanol.

URAIAN PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji buah salak dari pasar Wonokromo Surabaya, K2Cr2O7, aqua DM, dan metanol 99%. Pembuatan adsorben serbuk biji salak ini memerlukan peralatan seperti wadah maserasi, plastic wrap, gunting, kertas tisu, corong, kertas saring whatman no.42, beker gelas, pipet volum, pipet tetes, cawan arloji, neraca analitik, oven, batang pengaduk, aluminium foil, seperangkat alat ayakan (Retsch) , buret 25 mL (kolom), statip, klem, magnetic stirer. Instrumen spektrofotometer UV-Vis Genesys 10S untuk analisa hasil studi dan Instrumen FTIR untuk karakterisasi.

2.2 Prosedur 2.2.1 Pembuatan Adsorben Biji Salak Biji salak dipisahkan dari buahnya. Kemudian didestruksi dengan cara dihancurkan menjadi beberapa bagian kecil. Lalu dihaluskan hingga menjadi serbuk. Serbuk biji salak tersebut dicuci menggunakan aqua DM dan metanol 99% beberapa kali hingga menghasilkan filtrat tak berwarna. Sampel tersebut dioven sampai kering setiap kali pergantian pelarut. Setelah itu masing-masing sampel yang sudah kering diayak dengan variasi ukuran 125 m, 180 m, 250 m, dan 425 m. 2.2.2 Pembuatan Larutan Induk Kromium (VI) 500 ppm Larutan stok kromium 500 ppm dibuat dengan menimbang K2Cr2O7 sebanyak 1,4135 gram yang dilarutkan menggunakan aqua DM hingga volumenya 500 mL. 2.2.3 Pembuatan Larutan Kurva Kalibrasi Kromium Larutan kromium 500 ppm dipipet sebanyak 0,1; 0,3; 0,5; 1 dan 1,5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan menambahkan aqua DM sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan kromium dengan konsentrasi 1; 3; 5; 10 dan 15 ppm untuk diukur nilai serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 300-700 nm. 2.2.4 Studi Adsorpsi Metode Batch 2.2.4.1 Pengaruh Waktu Kontak Adsorben biji salak ukuran 180 m ditimbang 1 gram kemudian masing-masing dimasukkan dalam 20 mL larutan kromium (IV) 50 ppm, distirer dengan variasi waktu 15, 30,

JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

a.

b.

Gambar 3.1 (a) filtrat dengan pelarut aqua DM (b) filtrat dengan pelarut metanol Pada awal pencucian dengan pelarut aqua DM, filtrat yang dihasilkan berwarna kuning kemerahan dan terlihat keruh. Namun pada pencucian berikutnya terlihat lebih bening. Hal ini menunjukan terdapat senyawa pengotor polar yang terikat pada pelarut. Hal yang sama juga terjadi ketika menggunakan pelarut metanol. Pencucian dengan pelarut organik bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak yang dapat mengganggu proses adsorpsi. Serbuk biji salak sebelum dan sesudah dicuci ditunjukkan pada Gambar 3.2a dan b.

Gambar 3.3 Kurva hubungan antara waktu kontak dengan prosentase adorpsi Cr(VI). Gambar 3.3 menunjukkan bahwa jumlah Cr(VI) yang teradsorpsi oleh adsorben semakin meningkat berbanding lurus dengan waktu. Pada awal waktu interaksi sampai 60 menit jumlah konsentrasi Cr(VI) yang teradsorpsi terus meningkat hingga mencapai nilai prosentase penyerapan 51,4 %. Konsentrasi Cr(VI) yang teradsorpsi cenderung tidak menunjukkan peningkatan signifikan ketika melewati waktu kontak lebih dari 60 menit. Kemampuan adsorpsi logam Cr(VI) menjadi turun mendekati titik jenuh setelah melewati 60 menit. Kapasitas adsorpsi (q) menunjukkan nilai konstan sebesar 0,514 mg/g pada waktu 60 sampai 180 menit. Pada kondisi tersebut permukaan sel aktif adsorben semakin sedikit karena sebagian besar telah mengikat ion logam Cr(VI). Dari hasil penelitian diperoleh pada waktu kontak 60 menit adsorben biji salak dapat mengadsorpsi ion logam Cr(VI) secara optimum. Waktu kontak 60 menit digunakan sebagai acuan dalam penentuan isoterm adsorpsi Cr(VI). 3.2.2 Pengujian Adsorpsi terhadap Variasi Konsentrasi Pengujian pengaruh konsentrasi logam Cr(VI) dalam larutan dilakukan dengan kisaran konsentrasi antara 15 sampai 100 mg/L. Pemilihan kisaran konsentrasi pada konsentrasi rendah dikarenakan proses adsorpsi barjalan baik pada konsentrasi yang tidak terlalu besar. Kurva hasil pengujian pengaruh variasi konsentrasi logam terhadap prosentase ditunjukkan pada Gambar 3.4.

(a) (b) Gambar 3.2 (a) Serbuk biji salak sebelum dicuci (b) Serbuk biji salak setelah dicuci dan dikeringkan Serbuk biji salak hasil pencucian diayak dengan variasi ukuran 45 m, 125 m, 180 m, 250 m, dan 425 m untuk mendapatkan luas permukaan adsorben yang optimal. Menurut Oscik dan Cooper (1982), efisiensi adsorpsi merupakan fungsi luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan adsorben semakin besar pula kapasitas suatu adsorben dalam mengadsorpsi suatu adsorbat. Kemampuan adsorpsi setiap ukuran diuji pada penentuan prosentase adsorpsi Cr(VI) pada studi batch dan kolom. 3.2 Studi Adsorpsi Batch 3.2.1 Pengujian Adsorpsi terhadap Waktu Kontak Adsorben Pengaruh waktu kontak dengan kemampuan adsorpsi perlu diketahui karena mempunyai pengaruh yang besar pada kapasitas pengolahan dan biaya operasi pada aplikasi teknologi. Pengujian kemampuan penyerapan Cr(VI) konsentrasi 50 mg/L oleh adsorben biji salak dilakukan dengan variasi waktu kontak dari 15 menit sampai 180 menit. Penentuan waktu kontak optimum ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan waktu Cr(VI) dapat teradsorpsi secara maksimal. Kurva konsentrasi Cr(VI) yang teradsorpsi oleh serbuk biji salak pada berbagai waktu kontak ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.4 Kurva hubungan antara variasi konsentrasi dengan prosentase adsorpsi Cr(VI). Pada gambar di atas terlihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi adsorbat yang diinteraksikan, jumlah ion logam Cr(VI) yang teradsorpsi semakin berkurang. Prosentase adsorpsi Cr(VI) terbesar dengan nilai 37,7 % pada konsentrasi 15 mg/L. Kapasitas adsorpsi (q) berbanding

JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 lurus dengan naiknya konsantrasi awal. Pola adsorpsi ini memperlihatkan afinitas yang relatif tinggi antara ion logam Cr(VI) dengan adsorben pada tahap awal konsentrasi. Kemudian afinitas tersebut menjadi relatif rendah ketika berinteraksi dengan konsentrasi Cr(VI) yang lebih pekat. Linearitas pola isoterm adsorpsi variasi konsentrasi Cr(VI) terhadap jumlah konsentrasi teradsorpsi dapat diuji dengan isoterm adsorpsi Langmuir, Freundlich, dan BET (Brenauer-Emmet-Teller). 3.2.3 Pengujian Adsorpsi terhadap Ukuran Adsorben Studi adsorpsi pada penelitian ini dilakukan pada kondisi optimum seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Namun dilakukan variasi ukuran adsorben biji salak. Ukuran yang dipakai untuk adsorpsi ini adalah 125 m, 180 m, 250 m, dan 425 m. Kurva hasil pengukuran adsorpsi Cr(VI) oleh variasi ukuran adsorben biji salak ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.6 Kurva hubungan antara variasi laju Alir dengan prosentase adsorpsi Cr(VI). Proses adsorpsi mulai berlangsung ketika larutan sampel Cr(VI) melewati kolom yang berisi adsorben biji salak. Proses ini menyebabkan penurunan konsentrasi Cr(VI). Berdasarkan Gambar 3.6 dapat diketahui bahwa laju alir berbanding terbalik dengan jumlah konsentrasi Cr(VI) yang teradsorpsi. Prosentase Cr(VI) yang teradsorpsi paling besar 56,4 % ketika laju alir diatur 1 mL/menit. Sedangkan laju alir terbesar 10 mL/menit hanya mampu mengadsorpsi Cr(VI) sebesar 26,2 %. Hal ini juga dibuktikan dengan semakin turunnya nilai kapasitas adsorpsi seiring semakin besarnya laju alir pada kolom. Debit yang kecil akan mencapai titik jenuh yang lebih lama daripada debit yang lebih besar. Kecilnya debit akan menyebabkan semakin panjang zona pertukaran ion. Hal ini berarti akan mempunyai kapasitas adsorpsi yang lebih besar daripada dengan debit yang lebih besar. 3.4 Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi dianalisa dengan tiga model yaitu Langmuir, Freundlich, dan BET. Model isoterm adsorpsi digunakan untuk mengetahui jenis adsorpsi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Data isoterm adsorpsi diperoleh dari perhitungan data variasi konsentrasi awal kromium. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3.7 sampai 3.9. Isoterm adsorpsi Langmuir ditentukan dengan persamaan 2.1. Plot data Ct/q dengan konsentrasi akhir larutan kromium (Ct) ditunjukkan pada Gambar 3.7. Isoterm adsorpsi Langmuir ditentukan dengan persamaan:
Ce q 1 Kq max 1 Ce qmax . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.1

Gambar 3.5 Kurva hubungan antara variasi ukuran adsorben dengan prosentase adsorpsi Cr(VI). Gambar 3.5 menunjukkan adsorben biji salak dengan ukuran 125 m memiliki kemampuan mengadsorpsi Cr(VI) paling tinggi dengan prosentase 37,07 % dan nilai kapasitas adsorpsi 0.27 mg/g. Adsorben biji salak dengan terbesar 425 m memiliki kemampuan mengadsorpsi Cr(VI) paling rendah dengan prosentase 21,4 % dan kapasitas adsorpsi hanya sebesar 0,128 mg/g. Prosentase Cr(VI) teradsorpsi berbanding terbalik dengan besar ukuran adsorben. Semakin kecil ukuran diameter adsorben, prosentase penurunan kadar Cr(VI) semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran diameter adsorben berarti luas permukaan kontak antara adsorben biji salak dengan ion logam Cr(VI) semakin besar.Selain itu, luas permukaan juga berbanding lurus dengan banyak pori yang dimiliki per satuan partikel adsorben. 3.3 Studi Adsorpsi Kolom dengan Variasi Laju Alir Pengujian variasi menggunakan kolom dilakukan pada temperatur kamar. Massa adsorben yang digunakan sebanyak 5 gram dengan panjang adsorben 15 cm. kolom dimasukkan ke dalam pipa inlet pompa peristaltik dengan posisi berdiri. Posisi tersebut akan mempermudah aliran larutan Cr(VI) dalam kolom. Filtrat yang terpompa keluar melalui outlet pompa peristaltik. Filtrat yang keluar ditampung dalam botol. Kurva hubungan antara prosentase konsentrasi Cr(VI) yang teradsorpsi oleh serbuk biji salak terhadap variasi laju alir seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6..

Plot data Ct/q dengan konsentrasi awal larutan kromium (Ct) ditunjukkan pada Gambar 3.7.
R2 = 0,9923

Gambar 3.7 Grafik isoterm Langmuir Isoterm adsorpsi Freundlich ditentukan Persamaan 3.2.
log q log K F

dengan

1 log C e n . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2

JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Plot data antara log q dengan log Ct ditunjukkan pada Gambar 3.8.
y =-0,0115x 1,50576 R2= 0,95843 R2 = 0,9817

Gambar 3.10 Grafik kinetika adsorpsi orde satu semu

Gambar 3.8 Grafik isotherm Freundlich


R2= 0,9999

Isoterm Persamaan 3.3.

adsorpsi

BET

ditentukan

dengan

y = 1,92246x + 2,05714

.......................... 3.3 Plot data antara Ct/C0 dengan Ct/[(C0-Ct).q] ditunjukkan pada gambar 3.9.

Gambar 3.11 Grafik kinetika adsorpsi orde dua semu Berdasarkan data koefisien korelasi dari gambar 3.10 dan 3.11 di atas, diketahui bahwa pola kinetika adsorpsi adsorben biji salak terhadap Cr(VI) lebih signifikan mengikuti kinetika adsorpsi orde dua semu daripada orde satu semu. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi R2 dengan nilai paling besar yaitu 0,9999. Laju penyerapan awal dari proses adsorpsi tersebut sebesar 0,486 mg/g menit. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Levankumar, L.,et al untuk adsorpsi ion Cr(VI) menggunakan biji ocimum americamum. 3.6 Karakterisasi Adsorben Karakterisasi adsorben diidentifikasi menggunakan instrumen FT-IR. Spektrum FTIR sebelum dan sesudah adsorpsi ditunjukkan pada Gambar 4.11a dan b. (a)

R2 = 0,4776

Gambar 3.9 Grafik isotherm BET Berdasarkan data koefisien korelasi dari ketiga gambar (Gambar 3.7 sampai 3.9) diketahui bahwa pola isoterm adsorpsi adsorben biji salak terhadap Cr(VI) lebih signifikan mengikuti isoterm Langmuir daripada Freundlich dan BET. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi R2 dengan nilai paling besar yaitu 0,9923. Isoterm Langmuir mengasumsikan bahwa satu adsorbat mengikat satu bagian pada adsorben dan seluruh permukaan pada adsorben mempunyai afinitas yang sama terhadap adsorbat. Pada isoterm Langmuir, adsorpsi terbatas pada lapisan tunggal dari molekul-molekul terlarut adsorbat tidak bebas berpindah ke permukaan (Sawyer, 2003). 3.5 Kinetika Adsorpsi Kinetika adsorpsi dapat dijelaskan sebagai tingkat perpindahan molekul dari larutan ke dalam pori-pori partikel, adsorben. Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Kurva hasil perhitungan data adsorpsi Cr(VI) oleh serbuk biji salak dapat ditunjukkan pada Gambar 3.10 dan 3.11.

(b)

Gambar 3.12(a) Spektrum FTIR Serbuk Biji Salak sebelum adsorpsi (b) Spektrum FTIR Serbuk Biji Salak sesudah adsorpsi

JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Kedua gambar spektrum FT-IR di atas tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Data karakterisasi adsorben biji salak sebelum dan sesudah adsorpsi juga dapat ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Karakterisasi spektra FT-IR pada adsorben biji salak sebelum dan sesudah adsorpsi
Puncak IR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Puncak Absorpsi (cm-1) Sebelum Setelah Selisih adsorpsi Adsorpsi 3400 2897 2120 1643 1428 1324 1251 1053 898 3370 2885 2115 1649 1423 1319 1249 1015 875 30 12 5 -6 5 5 2 38 23 Keterangan ikatan gugus OH C-H alifatik ikatan C-C triple bond gugus C=O stretching gugus karboksil CH3 simetri ikatan C-H sp3 ikatan -C-Cikatan -C-C-

6 Langmuir dengan koefisien korelasi R2 dengan nilai 0,9923. 3. Ukuran optimum adsorben biji salak berbanding terbalik dengan jumlah Cr(VI) yang teradsorpsi. Semakin kecil ukuran adsorben, semakin besar pula luas permukaan untuk mengadsorp. Ukuran optimum serbuk biji salak sebesar 125 m dengan prosentase adsorpsi Cr(VI) sebesar 45,2 %. 4 Laju alir optimum adsorpsi Cr(VI) oleh adsorben biji salak adalah 1 mL/menit dengan prosentase Cr(VI) teradsorpsi sebesar 49,5 %. Semakin lambat laju alir, semakin besar pula tingkat adsorpsi. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas kasih dab karunia-Nya sehingga artikel ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tulisan ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan, dukungan dan dorongan dari semua pihak, untuk ini penulis sangat berterima kasih kepada: 1. Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penyusunan artikel ilmiah ini. 2. Ayah dan Ibu yang selalu memberi dukungan dan doa. 3. Teman-teman mahasiswa Kimia (Dieke, Sulis, Anisa, Ajeng, Rahmat, Farid, Dino), serta semua orang yang memberikan semangat, doa dan dukungannya. DAFTAR PUSTAKA
Adisesa, H.T.,Beberapa Perubahan Struktur Dalam Selulosa Pada Pengeringan, (1993), Thesis Magister Kimia ITB. [2] Afrizal, Selulosa Bakterial Nata de Coco Sebagai Adsorben pada Proses Adsorpsi Logam Cr(III), (2008), Jurusan kimia, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta. [3] Anderson, R. A.,Chromium As an Essential Nutrient for Human, Reg. Toxico Pharmacol, 26 (1997) pp. 534-541 [4] Bilal, A., Equilibrum studies on adsorpstion of Cu(II) from aqueous solution onto cellulose, Journal of colloid and interface science. 243 (2001) pp. 81-84. [5] Erdawati,Kapasitas Adsorpsi Kitosan dan Nanomagnetik Kitosan terhadap Ion Ni(II),(2008) Prosiding, Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung, Lampung [6] Gardea-Torresdey, J.L., Tieman, J.H. Gonzales, J.A., Henning and M.S.Towsend.,Removal Of Copper Ions From Solution By SilicaImmobilized Medicago Sativa (Alfalfa),(1998) Departement Of Chemistry, University of Texas at El Paso. [7] Levankumar, L.,et al,Batch adsorption and kinetics of chromium (VI) removal from aqueous solutions by Ocimum americanum L. seed pods, (2009), Department of Biotechnology, PSG College of Technology, Peelamedu, India, 641 004. [8] Oscik J dan Cooper IL.,Adsorption, (1994) Ellis Horwood Publisher, Ltd. Chichester. [9] Sawitri, Dewi Erina dan Sutrisno, Tri.,Adsorpsi Khrom (VI) dari Limbah Cair Industri Pelapisan Logam dengan Arang Eceng Gondok (Eichornia crossipes), (2006) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang. [10] Sawyer, Clair N; Perry L McCarty, Gene F Parkin.. Chemistry for Environ-mental Engineering and Science. (2003) McGraw Hill Profesional. New York. [11] Schuiling DL dan Mogea JP.,Salacca Zalacca (Gaertner) Voss Edible Fruit and Nuts, (1992) Research Prosea Foundation, Bogor. [1]

Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.12 a dan b dan Tabel 3.1, Spektrum sejumlah puncak serapan, menunjukkan sifat selulosa pada biji salak. Pergeseran bilangan gelombang terjadi pada setiap puncak sebelum dan sesudah adsorpsi. Selisih pergeseran sebesar 30 cm-1 terletak antara puncak 3400 cm-1 dan 3370 cm-1. Hal ini menandakan bahwa pada selulosa biji salak setelah adsorpsi terdapat gugus hidroksil -OH yang lebih bebas (tidak terpengaruh oleh ikatan hidrogen). Gugus OH dan gugus karboksil memiliki peran utama dalam adsorpsi Cr(VI) oleh adsorben biji salak. Gugus tersebut berinteraksi dengan komponen adsorbat Cr(VI), sehingga mempengaruhi pergeseran spektrum. Secara umum spektrum yang dihasilkan dari analisis FT-IR untuk adsorben sebelum dan sesudah proses adsorpsi menunjukkan pengurangan intensitas pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1053 cm-1 untuk regangan C-O. Pada bilangan gelombang 3400 cm-1 terdapat pita serapan yang sedang untuk vibrasi regang OH. Meskipun pada spektrum FT-IR serbuk biji salak setelah adsorpsi masih terlihat adanya serapan untuk gugus hidroksil, namun intensitasnya relatif berkurang dibandingkan sebelum adsorpsi. Berdasarkan hasil analisa antara spektrum FT-IR pada adsorben serbuk biji salak sebelum dan setelah adsorpsi, dapat disimpulkan bahwa adsorpsi Cr(VI) oleh serbuk biji salak. Gugus tersebut berinteraksi dengan komponen adsorbat Cr(VI), sehingga mempengaruhi pergeseran spektrum.

III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu : 1. Biji salak dapat digunakan sebagai adsorben untuk menurunkan kadar Cr(VI). 2. Waktu optimum yang diperlukan untuk adsorpsi ion Cr(VI) oleh adsorben serbuk biji salak adalah 60 menit. 3. Karakteristik adsorpsi Cr(VI) oleh serbuk biji salak cenderung mengikuti pola isotherm adsorpsi

You might also like