You are on page 1of 162

Frans Hendra Winarta :

ADVOKASI dengan
Hati Nurani

Frans Hendra Winarta:

ADVOKASI dengan Hati Nurani


Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KTD) Jakarta : Komisi Hukum Nasional RI Cetakan Pertama : Desember 2010 Jl. Diponegoro 64 Jakarta Pusat 10310 Website : Http//www.komisihukum.go.id ISBN 978-979-3452-26-5 Tim Penerbitan : Mohammad Saihu Agus Surono Farakh

Hak cipta dilindungi undang-undang Diterbitkan oleh Komisi Hukum Nasional RI


Pengutipan, pengalihbahasaan dan penggandaan (copy) Isi buku ini demi pembaruan hukum diperkenankan dengan menyebutkan sumbernya.

KATA PENGANTAR KETUA KOMISI HUKUM NASIONAL


Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H. M.H.

ada permulaan Januari 2000, saya mendapat pesan dari Bapak Drs. Kwik Kian Gie untuk menghadap Bapak Presiden RI Abdurrahman Wahid. Karena pesan itu saya tidak terima secara langsung dari Pak Kwik, saya anggap hal itu sebagai sebuah lelucon. Beberapa hari kemudian, saya terima pesan serupa dari Pak Marzuki Darusman, S.H., yang pada waktu itu menjabat sebagai Jaksa Agung RI. Kemudian saya memberanikan diri (de stoute schoe-nen aantrekken) menghadap Bapak Presiden RI, Bapak Abdurrahman Wahid, sehubungan dengan 2 pesan tadi. Di Istana Negara saya diberi amanat oleh Bapak Presiden untuk segera membentuk Komisi Hukum Nasional RI (The National Law Commission). Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Jadi saya harus menerka mengenai bentuknya, dana operasinya dan Surat Keputusan yang bagaimana! Teringatlah saya akan kolega saya dari FH-UI, Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., MA. Bersama Pak Mardjono dan Sekretaris Kabinet, kami lalu menyusun SK Presiden tersebut. Tentang personalia, karena di Jakarta pada waktu itu mulai bergulirnya reformasi, saya agak kesulitan menentukan pilihan orang berintegritas dari berbagai lapisan masyarakat. Apalagi Jakarta bagi saya merupakan suatu Terra incognita. Setelah bertekad untuk mengambil orang yang mumpuni dari berbagai ranah profesi yang dipandang bersih dan berintegritas, saya berpendapat harus ada dari kalangan gender dan dari orang keturunan (peranakan). Pilihan saya pada waktu itu jatuh pada Bapak Frans Hendra Winarta, yang kemudian berhasil menambah gelar dengan M.H. dan Dr. (S3).

iv Frans Hendra Winarta

Semoga pilihan saya itu tepat dan tidak mengecewakan, apalagi dengan diterbitkan buku dengan judul: Advokasi dengan Hati Nurani oleh Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. Isi buku ini berbicara secara gamblang dan tegas bertalian dengan permasalahan penegakan hukum dewasa ini yang berada dalam keadaan carut marut alias amburadul, baik mengenai orangorang penegak hukum maupun mengenai undang-undangnya. Komentar lebih lanjut adalah overbodig alias tidak perlu. Selamat membaca! Jakarta, Desember 2010 Ketua Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H. MA.

PENGANTAR PENERBIT

uku berjudul Frans Hendra Winarta: Advokasi dengan Hati Nurani, berisi kumpulan tulisan Dr. Frans Hendra Winarta dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (KHN) dan beliau adalah seorang advokat. Tulisan-tulisan yang disajikan semuanya berkaitan dengan masalah-masalah advokasi. Ada dua bagian dari isi tulisan buku ini; 1) Bagian Pertama: Advokasi Kepentingan Publik, 2) Bagian Kedua: Advokasi Pembaruan Hukum dan Peradilan. Dr. Frans Hendra Winarta adalah salah satu praktisi hukum di Indonesia yang sangat rajin menulis di berbagai media massa dan menjadi pemakalah dalam forum-forum nasional maupun internasional. Tulisan yang disajikan dalam buku ini hanya sebagian saja dari tulisan-tulisan beliau yang pernah dipublikasikan. Belum lama ini, 2 (dua) buku dari kumpulan tulisan beliau yaitu: 1) Suara Rakyat Hukum Tertinggi yang diterbitkan oleh Penerbit PT Kompas Media Nusantara, 2) Hukum dan Tantangan di Indonesia yang diterbitkan oleh Grafika Indah. Saat ini, beliau juga sedang menyunting beberapa rekomendasi hasil penelitian KHN tentang reformasi advokat, dimana beliau adalah penanggungjawab dalam penelitianpenelitian tersebut. Yang ingin disampaikan, bahwa penerbitan buku Dr. Frans Hendra Winarta merupakan bagian dari program KHN dalam rangka mempublikasikan gagasan-gagasan para anggota/ pimpinan (governing board). Buku anggota KHN lainnya, sebelumnya juga telah terbit: 1) J.E. Sahetapy: yang memberi teladan dan menjaga nurani hukum dan politik, 2) Mardjono Reksodiputro: Menyelaraskan Pembaruan Hukum, 3) Akarakar mafia Peradilan di Indonesia, disunting Mohammad Fajrul Falaakh.

vi Frans Hendra Winarta

KHN berharap penerbitan buku para anggota KHN dapat memperkaya gagasan-gagasan yang disampaikan KHN dalam rangka program pembaruan hukum di Indonesia. Yang perlu dicatat oleh pembaca bahwa sejak tahun 2000 2010, KHN telah mengeluarkan 54 topik rekomendasi hasil penelitian kepada lembaga-lembaga penegak hukum, kepada DPR, kepada pemerintah, kepada organisasi advokat, juga kepada Pendidikan Tinggi Hukum. Akhirnya, KHN berharap, karya yang disampaikan dapat mengobati kerinduan masyarakat untuk suatu harapan terwujudnya sistem hukum nasional untuk menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia, berdasarkan keadilan dan kebenaran sebagaimana amanat dibentuknya KHN.

PR O FIL FRANS HENDRA WINARTA: ADVOKASI DENGAN HATI NURANI


Sumber : Ensiklopedia Tokoh Indonesia (tokohindonesia.com revisi isi dan judul)

r. Frans Hendra Winarta adalah advokat senior dan sejak awal aktif di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Beliau ditunjuk (dipercaya) mantan Presiden Abdurrahman Wahid (alm) sebagai salah satu anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) karena beliau seorang advokat. Sumber Ensiklopedia Tokoh Indonesia menyebutkan, Dr. Frans Hendra Winarta adalah seorang advokat senior yang mengekspresikan kegalauan dan keresahan perihal adanya yang salah dengan konsep bantuan hukum kepada kaum papa. Menurut beliau, tidak sedikit kaum papa yang hingga kini masih termarjinalkan secara hukum. Mereka tak tersentuh bantuan hukum ataupun sekadar penyuluhan. Keseriusan Dr. Frans Hendra Winarta mengekspresi-kan kegalauan dan keresahannya, diantaranya diwujudkan dalam tulisan disertasinya pada program pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, dan mengantarkannya memperoleh gelar doktor, dengan nilai cum laude (28/09/07). Istimewanya, gelar itu diperolehnya pada usia 64 tahun. Hal yang tak lazim pada penekun profesi advokat. Tampil di hadapan para penguji yang mayoritas rekan sesama praktisi hukum dan sebagian lebih muda darinya, seperti

viii Frans Hendra Winarta

Prof Romli Atmasasmita, Prof Andi Hamzah, dan Prof Indrianto Seno Adji, beliau menyampaikan pemikiran dalam disertasi berjudul Hak Konstitusional Fakir Miskin Memperoleh Bantuan Hukum dalam Rangka Pembangunan Hukum Nasional. Menurutnya, ada yang salah dengan konsep bantuan hukum yang dijalankan negara ini, terutama pada era pascareformasi. Ini mengingat, dalam kondisi faktual maupun yang teramati lewat media, tak sedikit kaum papa yang hingga kini masih termarjinalkan secara hukum. Mereka tak tersentuh bantuan hukum ataupun sekadar penyuluhan. Jumlah kaum miskin di Indonesia sangat banyak. Pada saat ini, meski katanya berkurang, jumlahnya kurang lebih 37,17 juta. Dalam kondisi yang demikian besar, jika tetap mengandalkan pola bantuan hukum yang ada, yaitu struktural, tak akan sampai ke desa-desa. Padahal, penduduk di desa mencapai 63 persen lebih, ungkapnya. Agar pembelaan kaum miskin lebih efektif, sudah saatnya Indonesia menerapkan pola bantuan hukum responsif. Pemerintah ditempatkan pada posisi yang lebih aktif; konsekuensinya, penyediaan fasilitas dan anggaran menjadi tanggung jawab pemerintah. India, Filipina, dan Amerika Serikat berhasil menerapkan pola ini dan mendorong iklim perlindungan hukum yang baik bagi warganya. Menurut dia, sulit mengandalkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum sebagai ujung tombak perlindungan bantuan hukum bagi kaum papa. Apalagi pada praktiknya, bantuan hukum bagi kaum papa terbatas pada hak-hak sipil dan politik saja. Yang terjadi saat ini umumnya penolakan-penolakan kasus, terutama pada individu, kata Frans. Terinspirasi film Dilahirkan di Bandung, 17 September 1943, pria yang aktif di berbagai organisasi profesi dan akademik ini tertarik bidang hukum sejak menginjak usia sekolah menengah. Ketertarikan ini

ADVOKASI dengan Hati Nurani ix

kian bertambah setelah menyaksikan film To Kill a Mockingbird (1962) yang dibintangi Gregory Peck. Film ini berkisah tentang perjuangan advokat Atticus Finch membela seorang pria kulit hitam di tengah kuatnya praktik diskriminasi (segregation) di Alabama, Amerika Serikat. Kisah ini the gloriest age of trial lawyers (kejayaan advokat). Di situlah law enforcement (penegakan hukum) dan justice for all (keadilan untuk semua) dimunculkan tanpa pandang bulu, paparnya. Upaya anggota Komisi Hukum Nasional ini dalam mewujudkan cita-citanya sebagai advokat tak mudah. Seusai menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, pada tahun 1970, ia dipaksa langsung bekerja seadanya menyusul meninggalnya salah satu orang tuanya. Tahun 1979 ia mengikuti kursus notariat untuk memperdalam keilmuannya pada praktik hukum bidang perdata. Lalu pada 1981, setelah bekerja sela-ma 10 (sepuluh) tahun untuk beberapa perusahaan multinasional, ia mem-beranikan diri mendirikan firma hukum Frans Winarta & Partners. Sejak itu kariernya sebagai pengacara (advokat) melesat. Pada 1990 ia ditunjuk sebagai Ketua Hubungan Internasional Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) untuk tiga periode, sekaligus aktivis Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia (LPHAM). Pada masa ini, ia kerap menangani kasus-kasus para aktivis. Salah satunya, kasus penghinaan terhadap Presiden (Soeharto) yang dilakukan seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada asal Timor Timur bernama Bonar Tigor Naipospos dan para pejuang kemerdekaan. Di situ ia merasakan kuatnya pengaruh kekuasaan dalam politik. Selain itu, ia juga pernah menangani kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yaitu membebaskan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bernama Salidin Bin Mohammad di Malaysia pada tahun 1991 dari tiang gantungan karena dituduh membunuh seorang warga negara Malaysia dalam suatu perkelahian antarkelompok di Ipoh Kuala Lumpur pada tahun 1989, dimana pada akhirnya, pengadilan setempat

x Frans Hendra Winarta

membebaskan TKI tersebut karena mempunyai alibi. Pada saat itu, Dr. Frans Hendra Winarta tergabung dalam tim kemanusiaan IKADIN bersama dengan Sudjono, S.H., John Pieter Nazar, S.H., dan Arno Gautama Harjono, S.H. Tahun-tahun berikutnya ia beralih pada kompetensi hukum bisnis. Dr. Frans Hendra Winarta sering ditunjuk sebagai arbiter yang terdaftar dalam International Chamber of Commerce (ICC). Tahun 2005 pada jurnal Asialaw, ia dinobatkan sebagai salah satu pengacara bisnis terkemuka. Kariernya tak berhenti di sini. Pada 2007 ia direkomendasikan sebagai Asia-Pacific Focused Lawyer in Intelectual Property. Diberondong peluru Lika-liku karier diakuinya tak selalu menyenangkan. Selama melakukan pembelaan atau pendampingan terhadap klien, intimidasi dan godaan dari pihak lain berjalan seimbang, yang mencoba mengooptasi idealismenya sebagai advokat. Terparah terjadi akhir 2001 ketika kantornya diberondong peluru oleh segerombolan orang tak dikenal. Beruntung tidak ada yang terluka, apalagi terbunuh. Upaya intimidasi itu diduga terkait dengan kasus lelang aset yang ditanganinya. Atas kejadian itu, ia mengaku tidak lagi gentar dengan berbagai intimidasi. Ia berkata singkat, Itulah hidup. Ia punya pandangan khusus terhadap buramnya hukum di negeri ini akibat kuatnya praktik korupsi yudisial yang sehari-hari diberi nama mafia peradilan. Menurut dia, advokat hendaknya tak hanya mengandalkan otak dan keahlian, tetapi juga hati nurani. Itu sebabnya ia tak segan-segan hanya membela untuk mengurangi hukuman, bahkan menolak kasus, jika ia tahu bahwa kliennya tidak jujur dan pura-pura benar padahal memang bersalah. Nuranilah yang berbicara. Seorang advokat berpengalaman, dalam waktu satu jam wawancara, tahu sesungguhnya kliennya itu salah atau benar. Kecuali jika dia berbohong, ucapnya.

ADVOKASI dengan Hati Nurani xi

Karena hati nurani pula ia kerap menolak tawaran suap yang praktiknya muncul dalam berbagai cara, mulai dari cek, uang kontan, tipuan, hingga fasilitas lain dari pihak lawan. Inilah yang membuatnya sempat terkucil selama 10 tahun lebih dalam percaturan pembelaan hukum. Untuk menghasilkan kemenangan bagi klien yang dinilainya benar, ia melakukan praktik strategi berbeda, seperti melalui pengembangan diskursus atau wacana publik. Bisa juga ia menulis di media. Hakim kan takut jika ditulis (diamati) pers, ucapnya. Pada usianya kini, Dr. Frans Hendra Winarta masih aktif mengajar di Universitas Pelita Harapan. Ia juga tetap berkeinginan mengejar gelar akademis tertinggi, yaitu profesor (guru besar). Mudah-mudahan lewat pendidikan kita bisa mendapat banyak manfaat, baik pengembangan teori maupun filsafat, ucapnya. (Yulvianus Harjono, Kompas 1 Oktober 2007).

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KETUA KOMISI HUKUM NASIONAL. ................................................................................

iii

Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H. M.H.

PENGANTAR PENERBIT........................................................ PROFIL : FRANS HENDRA WINARTA : ADVOKASI DENGAN HATI NURANI. ........................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................

vii xiii

Bagian Pertama ADVOKASI KEPENTINGAN PUBLIK................................. 1. 2. 3. 4. FUNGSI ANGGARAN UNTUK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009 - 2014.............. PAHAM EKONOMI NEO LIBERAL DALAM NEGARA INDONESIA....................................... PAHAM NEGARA HUKUM DAPAT MENGHAMBAT TERORISME.......................................... PERLUNYA PROTEKSI BERLAPIS BAGI INVESTOR PASAR MODAL INDONESIA. .......................................... 5. TIDAK TERLINDUNGINYA HAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA........ 6. KONTROVERSI KORUPSI DAN PELAYANAN PUBLIK........................................................

3 9 13 19 27 33

xiv Frans Hendra Winarta

7. 8. 9. 10. 11.

RENCANA PEMINDAHAN IBU KOTA REPUBLIK INDONESIA DARI DKI JAKARTA KE PALANGKARAYA......................................................... BANTUAN HUKUM SEBAGAI HAK KONSTITUSIONAL................................ DILEMA PENGIRIMAN TKW / TKI KE MANCA NEGARA........................................................ SKANDAL BANK CENTURY ADALAH KEJAHATAN INTERNASIONAL..................................... GERTAK SAMBAL DAN FUNGSI PENGAWASAN DPR. .........................................................

37 43 53 57 63

Bagian Kedua ADVOKASI PEMBARUAN HUKUM DAN PERADILAN................................................................................ 12. KONFLIK ANTAR PENGURUS ORGANISASI ADVOKAT YANG BERKEPANJANGAN........................ 13. PEMBUNUHAN KARAKTER (CHARACTER ASSASINATION) DALAM PERKARA SISTEM INFORMASI BADAN HUKUM (SISMINBAKUM). ...... 14. MISCARRIAGE OF JUSTICE DALAM KASUS SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM................... 15. PENINJAUAN KEMBALI SEBAGAI UPAYA HUKUM LUAR BIASA. ........................................ 16. PIMPINAN KPK DARI BIROKRAT ATAU PROFESI HUKUM................................................... 17. ANTASARI DIANCAM HUKUMAN MATI: HUKUMAN MATI BUKAN SOLUSI MENGURANGI ANGKA KEJAHATAN.......................... 18. PENGHENTIAN PENUNTUTAN BIBIT - CHANDRA TIDAK TUNTAS...............................

67

69

73 79 83 87

91 95

ADVOKASI dengan Hati Nurani xv

19. PEMBONCENGAN REPUTASI MEREK (PASSING OFF) DAPAT DIMINTAKAN PUTUSAN ARBITRASE........... 20. PERAN ARBITRASE DI INDONESIA : SATU CARA UNTUK MENGHIN DARI MAFIA PERADILAN............................................... 21. DEPONEERING SEBAGAI PENGABAIAN PERKARA PIDANA. ........................................................... 22. DEPONEERING SEBAGAI KEWENANGAN DISKRESI JAKSA AGUNG................................................. 23. TEORI KEDAULATAN NEGARA DALAM MoU Rl - GAM. ...................................................

99

107 117 123 131

Bagian Pertama

ADVOKASI KEPENTINGAN PUBLIK

(1) FUNGSI ANGGARAN UNTUK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009 - 2014

embaga negara/organ negara menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan negara. Pembentukan lembaga negara merupakan perwujudan keterwakilan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan. Tujuan diadakannya lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah untuk menjalankan fungsi negara dan menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai lembaga negara yang lebih khusus selain juga memiliki beberapa tugas dan kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 22/2003) yaitu sebagai berikut: Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang (RUU) yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, peme-

4 Frans Hendra Winarta

karan, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikutsertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I; Mengundang DPD untuk melakukan pembahasan RUU yang diajukan oleh DPR RI maupun oleh pemerintah, pada awal pembicaraan tingkat I; Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I; Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD; Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD; Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan; Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat; Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak-lanjuti aspirasi masyarakat; dan Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.

DPR RI sebagai lembaga negara memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan (Pasal 20 A ayat (1)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 5

UUD 1945). Adapun fungsi legislasi berkaitan dengan kekuasaan DPR RI membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945), fungsi pengawasan berkaitan dengan hak DPR RI untuk mengajukan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat (Pasal 20 A ayat (2) UUD 1945), dan fungsi anggaran yang melekat pada DPR RI adalah fungsi menyusun dan menetapkan APBN. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 26 ayat (1) huruf (e) UU No. 22/2003 yang menyatakan : DPR mempunyai tugas dan wewenang: e. Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Dalam melaksanakan dan menjalankan fungsi anggaran tersebut, dilakukan atau dilaksanakan oleh Panitia Anggaran DPR RI (Panitia Anggaran). Panitia Anggaran dibentuk oleh DPR RI sebagai alat kelengkapan DPR RI yang bersifat tetap. DPR RI menetapkan susunan dan keanggotaan Panitia Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiaptiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Susunan dan keanggotaan Panitia Anggaran terdiri atas anggota-anggota dari seluruh Komisi yang dipilih oleh Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah Anggota dan usulan dari Fraksi1. Adapun tugas Panitia Anggaran yaitu sebagai berikut:2 1. Panitia Anggaran bertugas melaksanakan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 2. Panitia Anggaran dalam melaksanakan tugas sebagai: a. mengadakan rapat kerja dengan presiden yang dapat diwakili oleh menteri. b. mengadakan rapat dengar pendapat atau rapat dengar pendapat umum baik atas permintaan panitia anggaran maupun atas permintaan pihak lain. c. mengadakan konsultasi dengan DPD.

1 2

http://www.dpr.go.id/index.php?page=badan.panitiaAnggaran.Home. http://www.dpr.go.id/index.php?page=badan.panitiaAnggaran.Tugas.

6 Frans Hendra Winarta

d. mengadakan studi banding atas persetujuan pimpinan DPR RI yang hasilnya dilaporkan dalam rapat panitia anggaran untuk ditentukan tindak lanjutnya. e. membentuk panitia kerja atau tim. f. melakukan tugas atau keputusan rapat paripurna dan atau badan musyawarah. g. mengusulkan kepada badan musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPR RI. h. membuat inventarisasi masalah pada akhir masa keanggotaan DPR RI, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dipergunakan sebagai bahan oleh Panitia Anggaran untuk masa keanggotaan berikutnya. 3. Panitia Anggaran bertugas menyusun rancangan anggaran sesuai dengan kebutuhan dalam rangka menjalankan tugasnya kecuali penyusunan rancangan anggaran untuk pembahasan RUU APBN untuk selanjutntya diserahkan ke Badan Urusan Rumah Tangga. 4. Panitia Anggaran membahas hasil pembicaraan pendahuluan RAPBN yang dibahas oleh komisi-komisi. Menurut pendapat yang berkembang di masyarakat, kinerja DPR RI selama ini dinilai belum optimal. Tiga fungsi utama DPR yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran dinilai masih lemah. Keberpihakan lembaga wakil rakyat itupun disorot karena dianggap lebih menunjukkan keberpihakannya kepada penguasa daripada rakyat. Hal tersebut dapat dilihat dari fungsi anggaran yang tidak mengalami perubahan secara substansial. Bahkan, proses anggaran justru semakin tertutup. Dengan adanya mekanisme anggaran yang demikian tertutup, maka fungsi anggaran selama ini sangat rentan dengan upaya penyelewengan kewenangan karena data-data anggaran tidak dipublikasikan secara transparan sehingga hanya anggota DPR RI saja yang mengetahuinya. Lemahnya peran anggaran DPR RI telah menyebabkan orientasi anggaran menjadi bergeser, dimana tidak lagi pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 7

kemakmuran rakyat, tetapi lebih kepada biaya operasional institusi negara yang semuanya meningkat3. Pemilihan Umum legislatif untuk memilih anggota legislatif yang telah diselenggarakan pada tanggal 9 April 2009, telah memilih anggota DPR RI untuk periode tahun 2009 2014. Diantara anggota legislatif tersebut terdapat wajah-wajah baru yang akan menjadi anggota DPR RI. Hal tersebut tentunya menjadi harapan bagi rakyat terhadap adanya DPR RI yang berkualitas, bersih, berpihak pada rakyat dengan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat dan dapat menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati untuk kepentingan bangsa dan negara. Harapan yang dimiliki oleh rakyat terhadap anggota DPR RI periode tahun 2009 2014 tersebut sangatlah beralasan. Hal tersebut disebabkan karena saat ini tingkat kepercayaan rakyat terhadap anggota DPR RI yang notabene merupakan wakil rakyat, sangatlah rendah, sebagaimana terlihat dari survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII) yang menempatkan DPR RI sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Survei TII tersebut dilakukan kepada 500 responden. Tingkat kepercayaan rakyat terhadap anggota DPR RI yang rendah tersebut cukup beralasan karena selama ini terdapat beberapa oknum anggota DPR RI yang terlibat permasalahan hukum, terutama korupsi. Selain itu terdapat beberapa indikasi adanya beberapa oknum anggota DPR RI yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai wakil rakyat secara sepenuh hati. DPR RI sebagai wujud dari perwakilan rakyat seyogianya berperan sebagai wakil rakyat yang mampu menampung dan memperjuangkan amanat rakyat, dimana salah satunya adalah menjamin kebijakan anggaran negara ditujukan pada dukungannya kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Adapun dukungan DPR RI untuk mensejahterakan rakyat dalam hal menjalankan fungsi anggaran dapat berbentuk alokasi dana APBN yang memadai untuk anggaran pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
3

http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Kinerja-DPR-Sangat-Buruk

8 Frans Hendra Winarta

mengingat perkembangan jaman dan pentingnya pendidikan di jaman ini. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dengan demikian berdasarkan atas penjelasan tersebut di atas, diharapkan bersama anggota DPR periode tahun 2009 2014 yang telah dilantik pada tanggal 1 Oktober 2009 dapat memenuhi harapan rakyat Indonesia, yaitu dengan dapat membaktikan dirinya bagi Nusa dan Bangsa Indonesia.

(2) PAHAM EKONOMI NEO LIBERAL DALAM NEGARA INDONESIA

ada masa kampanye calon presiden dan calon wakil presiden menjelang Pemilihan Umum untuk memilih presiden dan wakil presiden pada tanggal 8 Juli 2009 mendatang, seringkali terdengar pemberitaan mengenai paham ekonomi liberal dan ekonomi kerakyatan untuk diterapkan di Indonesia. Hal tersebut karena terdapat capres/cawapres dari 3 pasangan capres/cawapres yang akan bersaing pada Pemilu mendatang diidentikkan sebagai penganut paham ekonomi neoliberal dan ekonomi kerakyatan.

Paham ekonomi neo liberal berasal dari paham liberalisme yaitu paham yang diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An enquiry into the nature and the causes of the wealth of nations yang terbit pada tahun 1776. Buku tersebut pada intinya menyatakan bahwa manusia adalah homo economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh manfaat atau kenikmatan yang sebesarbesarnya dari apa saja yang dimilikinya. Dan bahwa bila tidak ada campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi, dan kreasi berkembang sepenuhnya. Hal ini terbukti benar sejauh tercipta inovasi-inovasi baru. Namun dari penciptaan itu juga melahirkan kompetisi tidak sehat dan terjadinya perburuhan dan/atau perbudakan di luar perikemanusiaan. Dengan kata lain, paham ekonomi neo liberal adalah paham ekonomi yang mengutamakan mekanisme pasar dan sedikit sekali campur tangan pemerintah dalam mengelola perekonomian. Negara-negara yang menganut paham neo liberalisme ini antara lain adalah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat. Paham ekonomi kerakyatan menekankan pentingnya penguasaan negara atas sumber daya ekonomi serta besarnya

10 Frans Hendra Winarta

peranan pemerintah dalam mengelola perekonomian. Paham ini bercirikan diantaranya dominasi BUMN, subsidi, dan kontrol terhadap harga. Paham ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah adalah institusi yang paling siap dan paling bisa dipercaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan melakukan distribusi pendapatan masyarakat secara adil. Oleh karena itu, BUMN berperan penting sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Adanya peran dari pemerintah untuk memberikan proteksi turut berperan dalam paham ini demi melindungi pelaku usaha dalam negeri serta mencegah dominasi asing. Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi kekeluargaan lebih condong menganut paham ekonomi kerakyatan daripada ekonomi neo liberal. Hal ini sebagaimana tercermin dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam perjalanan sejarahnya, perekonomian Indonesia pernah mengarah kepada paham ekonomi neo liberali, yaitu pada tahun 1997-1998, dengan indikasi banyak BUMN yang diprivatisasi dan penghapusan subsidi. Dalam kenyataannya, hampir tidak ada negara yang menerapkan salah satu paham tersebut dan meniadakan yang lainnya. Penerapan dua paham ekonomi tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi perekonomian suatu negara. Dalam konteks ekonomi liberal, perbaikan kesejahteraan dimulai dengan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan bebas, persaingan usaha, dan peranan pemerintah yang seminimal mungkin. Sebenarnya kondisi yang ideal adalah adanya keseimbangan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 11

antara kedua paham tersebut, dimana paham ekonomi neo liberal dibutuhkan demi memacu pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi makro, sedangkan ekonomi kerakyatan dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dinikmati masyarakat luas ber-dasarkan prinsip keadilan. Hal ini sebagaimana konsep keadilan distributif menurut Aristoteles yang pada intinya merupakan teori keadilan tentang bagaimana negara atau masyarakat membagi-bagi sumber daya itu kepada setiap orang. Berdasarkan atas hal tersebut, seyogianya kita tidak terbentur dengan adanya friksi antara paham ekonomi neo liberal dan paham ekonomi kerakyatan, dimana pada tataran yang ideal terdapat adanya keseimbangan diantara kedua paham tersebut. Akan tetapi yang patut diperhatikan adalah dampak negatif dari pemberlakuan paham ekonomi neo liberal. Dimana salah satu ciri kebijakan paham ekonomi neo liberal bukan saja menghendaki campur tangan pemerintah seminimal mungkin, namun juga kebijakan yang tunduk kepada keinginan lembagalembaga internasional, hal tersebutlah yang seharusnya dihindari oleh Pemerintah Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, haruslah menjadi bangsa yang tidak bergantung kepada kekuasaan asing baik dalam bidang politik, ekonomi maupun budaya. Hal ini sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh salah satu founding fathers Bangsa Indonesia yang juga presiden pertama Indonesia, yaitu Presiden Soekarno melalui ajaran Trisakti, yang terdiri dari Berdaulat dalam politik, Berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) dalam ekonomi, dan Berkepribadian di bidang budaya. Dengan demikian, Indonesia sebagai bagian dari pergaulan internasional dapat menerapkan paham ekonomi neo liberal maupun paham ekonomi kerakyatan sesuai dengan situasi dan kondisi. Oleh karena itu diharapkan terdapat adanya sinkronisasi antara situasi dan kondisi serta permasalahan yang dihadapi dengan konsep ekonomi yang digunakan untuk

12 Frans Hendra Winarta

menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Akan tetapi hal tersebut jangan sampai mengabaikan jati diri bangsa Indonesia yaitu konsep ekonomi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 33 UUD 1945. Sehingga diharapkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam nilai-nilai luhur Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat tercapai.

(3) PAHAM NEGARA HUKUM DAPAT MENGHAMBAT TERORISME

aat ini Bangsa Indonesia menghadapi ancaman nyata yaitu terorisme selain sengketa wilayah perbatasan dengan Malaysia. Barangkali istilah yang tepat yang pernah digunakan secara populer semasa era Orde Baru untuk menggambarkan ancaman tersebut adalah menyangkut ketahanan nasional. Walaupun istilah itu juga yang sering digunakan untuk melegitimasi sikap represif penguasa waktu itu, tetapi aparat penegak hukum pada saat itu dapat menghadapi benih-benih terorisme dengan sangat ampuh. Hal tersebut dapat dilihat ketika beberapa pimpinan organisasi yang cenderung melaksanakan aksi terorisme untuk mencapai tujuannya waktu itu lari ke luar negeri, tiarap dan tidak diberi ruang gerak oleh aparat keamanan. Sebagian melarikan diri ke Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina, Pakistan dan Afghanistan. Ironisnya ketika era reformasi dideklarasikan pada tahun 1998, dimana demokrasi didengungkan di segala bidang, justru benih-benih terorisme itu muncul dan tumbuh kembali secara subur di Indonesia. Malahan beberapa pimpinan organisasi radikal seperti Jamaah Islamiyah (JI) yang pada era Orde Baru bersembunyi di luar negeri, kembali ke Indonesia dan berhasil membentuk jaringan baru, yang dalam istilah Sidney Jones disebut sebagai generasi baru teroris. Adapun generasi baru teroris tersebut telah melakukan tindakan terorisme yaitu pemboman rumah ibadah, hotel, restoran, tempat wisata, kedutaan Australia, dll. Nama-nama seperti Noordin M. Top, Mas Selamat Kastari, Abdul Matin Anol Rahmat, Muh Amir Hanafiah, dll menjadi momok yang sangat mengerikan bagi Bangsa Indonesia karena telah mengakibatkan ratusan korban meninggal dan ribuan orang telah terluka. Persoalannya sekarang adalah apakah

14 Frans Hendra Winarta

pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan membiarkan aksi terorisme ini berlanjut atau akan dihentikan secara tegas dan komprehensif dengan mengerahkan segala daya dan dana untuk memerangi terorisme. Pemerintah harus sanggup mempersatukan semua potensi bangsa Indonesia, terlepas asal-usul, ideologi, kepercayaan, agama, suku dan strata ekonomi-sosial untuk bersatu padu memerangi terorisme sampai ke akarnya. Organisasi dan pusat pendidikan yang dicurigai memasok paham terorisme perlu ditinjau ulang dan dilarang jika ternyata melanggar hukum dan terbukti memiliki kaitan dengan kegiatan terorisme. Selain itu kemiskinan, kebodohan, pengangguran, keterbelakangan, ketidakadilan, dan penyakit masyarakat lainnya boleh jadi menjadi sebab atau paling tidak mendukung tumbuhnya benih terorisme. Pemahaman agama yang salah dan ketidakpuasan serta ketidakadilan mendukung indoktrinasi radikal terorisme. Tentu semua ini perlu waktu untuk mengatasinya, tetapi sesuai dengan penanggulangan halhal tersebut, pemerintah perlu menjalankan kebijakan prevensi yang jitu atas dasar legislasi UU antiterorisme, peninjauan kembali metode dan kebijakan anti terorisme. Kinerja intelijen khususnya detasemen anti terorisme dari TNI, Polri, Kejaksaan dll harus bekerja sama secara terpadu dan bekerja keras 24 jam untuk mengawasi potensi-potensi terorisme. Masyarakat perlu diberikan pengarahan dan kesadaran atas kepedulian terhadap lingkungan sekitar, dimana masyarakat diharapkan dapat mengetahui setiap warga baru yang masuk ke desanya atau ditelaah secara teliti asal-usulnya. Pada era pemerintahan Presiden Soekarno, masyarakat diberikan pengarahan untuk melakukan pagar betis guna mengatasi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/ TII), walaupun saat ini metodenya harus diubah karena perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Selain itu peran masyarakat terutama tokoh-tokoh agama, sangat diperlukan guna menangkal pengaruh terorisme. Hal tersebut merupakan hal yang sangat

ADVOKASI dengan Hati Nurani 15

penting, mengingat tokoh-tokoh agama merupakan orang yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dimana tokoh-tokoh agama diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap ajaran agama secara benar kepada masyarakat dan tidak memberikan pernyataan-pernyataan yang bertendensi memecah belah kerukunan antar umat beragama. Oleh karena itu, diharapkan tokoh-tokoh agama lebih memperhatikan masyarakat di sekitarnya daripada memfokuskan perhatian kepada dunia politik praktis. Dengan demikian seluruh komponen masyarakat diikutsertakan dalam menghadapi terorisme.

Sanksi Hukum Yang Ringan


Suatu hal yang sangat mengherankan yaitu ketika terdapat beberapa teroris yang hanya dihukum kurang dari 10 tahun, padahal kejahatan terorisme tergolong sebagai kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity) dan telah mengakibatkan ratusan orang meninggal dan ribuan orang terluka. Dengan kata lain, hukuman yang dijatuhkan pengadilan Indonesia terhadap pelaku tindak pidana terorisme terbilang ringan dan tidak mengandung unsur menjerakan (deterrent effect). Belum lagi tidak adanya pembinaan yang memadai di Lembaga Pemasyarakatan untuk meluruskan akibat indoktrinasi yang sesat. Hal ini menandakan bahwa hakim yang memutus perkara terorisme tersebut kurang memahami arti kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity). Padahal akibat yang ditimbulkan dari terorisme sangatlah besar dan luas, dimana tidak hanya menyangkut jumlah korban yang ditimbulkan dari tindakan terorisme dan trauma bagi korban dan keluarganya, akan tetapi akibat terorisme sangatlah luas yaitu mengakibatkan ketakutan (paranoia) bagi masyarakat untuk tidak berani mengunjungi suatu tempat tertentu, jumlah wisatawan dari luar negeri yang tentunya akan menurun, dan para investor yang akan enggan untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Dimana hal-hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia, baik secara politis, sosiologis maupun ekonomi.

16 Frans Hendra Winarta

Terorisme ini tergolong kejahatan atas kemanusiaan setaraf genosida (genocide), kejahatan perang (war crime) dan invasi (invation). Sungguh mencengangkan para pelaku bisa bebas sekarang dan turut berbicara tentang terorisme dalam berbagai dialog atau talk show di televisi. Jangan disalahkan jika dunia internasional menganggap Indonesia sebagai salah satu pusat gerakan terorisme. Tidak heran jika negara Singapura melalui Lee Kuan Yew selaku Senior Minister Singapura, dan Pemerintah Malaysia menuding Indonesia sebagai pusat pelatihan terorisme. Tudingan ini tidak seratus persen benar tetapi sikap pemerintah yang lemah termasuk pengadilan yang tidak menghukum dengan hukuman setimpal menyebabkan suburnya terorisme di tanah air. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme yang memadai dan serius.

Menghilangkan Sikap Kondusif


Semua unsur masyarakat sekarang harus bersatu untuk memerangi terorisme. Segala dana dan daya harus dikerahkan untuk menghambat tumbuhnya terorisme dengan subur di Indonesia. Fokus masyarakat untuk melawan terorisme harus digalang dan pemerintah mempunyai tanggung jawab melindungi setiap warga negara Indonesia sesuai amanah UUD 1945. Segenap tumpah darah harus bebas dari ancaman terorisme khususnya bom bunuh diri (suicide bomber). Semua benih terorisme harus dihambat agar terorisme tercabut dari akarnya di bumi Indonesia. Pemahaman bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum dan bukan negara agama perlu diingatkan dan dipahami secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan: Negara Indonesia adalah negara hukum. Para pendiri (founding fathers) Republik Indonesia menginginkan negara yang demokratis bukan negara oligopolis atau diktatorial dan telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara, sehingga negara Indonesia dapat mengayomi seluruh warga negaranya

ADVOKASI dengan Hati Nurani 17

tanpa memandang latar belakang, suku dan agama. Semoga pemahaman seperti itu dapat didesiminasikan secara lebih sering dan mendalam sehingga akar terorisme dengan paham fanatisme agama yang keliru dapat dikikis habis dan tercabut. Saat ini terdapat wacana dari berbagai komponen bangsa yang mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat lebih tegas dalam upaya pemberantasan terorisme. Hal ini mengingat maraknya aksi terorisme di Indonesia yeng telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, situasi keamanan negara-negara tersebut jauh lebih aman daripada Indonesia. Keadaan tersebut dapat tercipta disebabkan karena Pemerintah Malaysia dan Singapura melakukan tindakan tegas terhadap kegiatan terorisme ataupun organisasi yang memiliki keterkaitan dengan terorisme melalui penerapan Internal Security Act (ISA), dimana dengan adanya penerapan ISA tersebut, Pemerintah Malaysia dan Singapura berhak menahan siapapun yang diduga dapat membahayakan keamanan negara tanpa melalui proses peradilan (detention without trial). Situasi yang kontradiktif terjadi di Indonesia, daerah Patani (Thailand Selatan), dan Mindanao (Filipina Selatan) yang mana ketiga negara tersebut saat ini tidak memiliki perangkat hukum seperti ISA di Malaysia dan Singapura. Dalam sejarah Indonesia, Indonesia pernah memiliki perangkat hukum seperti halnya ISA yaitu Undang-Undang No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi yang berlaku pada era Orde Baru, dimana kemudian pada tanggal 19 Mei 1999, Undang No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi telah dicabut melalui Undang-Undang No. 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan Undang-Undang No. 11/ PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, akan tetapi

18 Frans Hendra Winarta

pada faktanya undang-undang tersebut belum mampu untuk memberantas terorisme di Indonesia sehingga perlu ditinjau kembali. Namun untuk menerapkan kembali undang-undang anti subversi, pemerintah akan dituding represif. Suatu hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia adalah dengan menjadikan tindak pidana terorisme sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) sehingga para penegak hukum dapat melakukan perlakuan khusus terhadap terorisme (extra ordinary treatment) yang lebih tegas dalam upaya pemberantasan terorisme, yaitu misalnya aparat penegak hukum dapat melakukan penahanan terhadap tersangka pelaku tindak pidana terorisme yang jangka waktunya lebih lama dibandingkan dengan jangka waktu penahanan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan adanya pelarangan jual beli bahan peledak secara bebas. Sehingga patut untuk menjadi perhatian bagi Pemerintah, DPR, dan seluruh komponen bangsa untuk dapat menemukan formu-la baru yang dapat dijadikan dasar untuk memberantas tindak pidana terorisme tanpa mengenyampingkan hak asasi manusia. Dengan demikian, diharapkan terorisme dapat diberantas dan dihambat di Indonesia, sehingga kedamaian dan ketenangan dalam hidup berbangsa dan bernegara dapat dirasakan oleh seluruh anak bangsa, sebagai syarat mutlak untuk meneruskan pembangunan dalam semua bidang.

(4) PERLUNYA PROTEKSI BERLAPIS BAGI INVESTOR PASAR MODAL INDONESIA


nvestor pasar modal pada dasarnya merupakan pihak yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan transaksi perdagangan efek. Hal ini karena kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan efek tempat investor tersebut menjadi nasabah atau dengan kata lain, aset investor tidak dikontrol secara langsung oleh investor melainkan oleh perusahaan efek. Namun dengan adanya krisis finansial global saat ini (pasca tahun 1997), status investor menjadi sangat riskan mengingat kemungkinan-kemungkinan terjadinya insolvensi terhadap perusahaan efek yang melakukan pengelolaan terhadap aset investor. Selain itu, krisis finansial global ini juga memberi alasan bagi perusahaan efek untuk berbuat curang terhadap aset investor yang dititipkan kepadanya. Mengambil contoh dalam kasus yang terjadi di dalam Sarijaya Permana Sekuritas (sebuah perusahaan sekuritas yang mempunyai sekitar 8700 nasabah dan 48 cabang) baru-baru ini, dimana terjadi penggelapan aset investor sebesar PT Sarijaya Permana Sekuritas yang diduga dilakukan oleh Komisaris Utama perusahaan efek ini yang menyebabkan investor dalam jumlah besar merugi4. Penggelapan dana investornya diduga sebesar Rp. 240 milliar. Dana investor tersebut digelapkan tanpa diketahui oleh para investor dan setelah terjadi penggelapan ini, BEI mensuspensi transaksi saham atas nama PT Sarijaya Permana Sekuritas5. Dalam hal ini, investor tidak mempunyai tameng untuk melindungi aset mereka apabila terjadi penyalahgunaan aset
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/06/brk,20090106-154011,id. html. 5 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/01/06/ brk,20090106-154045,id.html.
4

20 Frans Hendra Winarta

mereka tersebut. Regulasi dari pemerintah pun, baik berupa Undang-Undang Pasar Modal maupun peraturan BapepamLK, masih kurang berpihak pada investor karena pada dasarnya dalam kegiatan perdagangan efek, investor harus aktif melindungi dirinya sendiri. Hal ini tentunya merupakan nilai minus Pasar Modal Indonesia dalam menarik investor lebih banyak. Dalam hal ini diperlukanlah semacam konsep perlindungan yang berlapis dalam melindungi kepentingan investor domestik dan asing. Selama ini, kepentingan investor masih kurang diperhatikan apabila terjadi kelalaian maupun penyalahgunaan terhadap aset mereka yang notabene dititipkan kepada Perusahaan Efek. Jika terjadi dispute, klaim yang mereka ajukan pun seringkali terbengkalai dan memakan waktu yang sangat lama dalam penyelesaian pengembalian aset mereka. Hal ini karena belum adanya prosedur penyelesaian sengketa atas klaim yang diatur secara khusus dalam pasar modal. Dengan demikian, rujukan hukum yang digunakan yaitu hukum acara perdata. Sedangkan melalui prosedur ini (pengadilan), penyelesaian sengketa dapat memakan waktu sampai 5 tahun dari tingkat pertama hingga tingkat akhir dan hal ini diperparah dengan belum adanya jaminan bahwa putusan pengadilan dapat dieksekusi meskipun telah berkekuatan hukum tetap (in kracht), bahkan dalam beberapa kasus dapat digugat kembali karena faktor manipulasi putusan tetap. Oleh karena itu, pengadilan Indonesia yang independen dan imparsial belum tercapai dan hal ini tentunya dapat mengakibatkan investor beresiko menjadi korban. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) didirikan oleh SROs (BEI, KPEI, dan KSEI) serta asosiasi-asosiasi di lingkungan pasar modal Indonesia untuk menjadi tempat menyelesaikan persengketaan perdata di bidang pasar modal melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan.6 Kehadiran Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) pun sebagai suatu lembaga penyelesaian sengketa tidak berjalan dengan efektif. BAPMI pada dasarnya memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa antara perusahaan efek melawan investor, terabaikannya
6

http://www.bapmi.org/in/index.php.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 21

prinsip know your customer, adanya conflict of interest, perusahaan efek yang tidak melaksanakan order/instruksi sesuai dengan instruksi nasabah dan sengketa antar perusahaan efek antara lain pinjam-meminjam uang atau saham, penitipan order antar perusahaan efek ataupun karena pembatalan transaksi oleh bursa. Namun seringkali penyelesaian lewat BAPMI memakan waktu yang lama, tidak efektif dan memakan banyak biaya, hal ini dikarenakan tidak adanya suatu peraturan atau suatu wujud nyata proteksi kepada pemodal. Berdasarkan uraian di atas, maka sudah saatnya Indonesia memiliki suatu konsep proteksi yang berlapis terhadap dana investor, yang bertujuan untuk melindungi aset investor baik berupa efek maupun dana yang dititipkan pada perusahaan efek. Dikatakan berlapis karena konsep ini merupakan suatu konsep perlindungan kuratif yang baru akan dijalankan ketika bentuk perlindungan preventif yang berkaitan telah dilanggar; misalnya ketika suatu perusahaan efek lalai dalam memisahkan aset investor dengan aset perusahaan efek itu sendiri dalam pembukuannya atau ketika aset investor diperdagangkan oleh perusahaan efek bersangkutan tanpa seijin investor. Konsep proteksi dana investor ini telah dikenal di berbagai negara. Di Amerika Serikat contohnya, pengaturan mengenai konsep proteksi dana ini telah diatur sejak tahun 1970 bedasarkan Securities Investor Protection Act of 1970 (SIPA of 1970). Konsep ini secara internasional dikenal dengan investor protection fund atau compensation fund. Konsep ini merupakan suatu skema yang memberikan perlindungan terhadap resiko yang mungkin terjadi pada perantara pasar (market intermediary).7 Perantara pasar, dalam hal ini yang dimaksud adalah perusahaan efek sebagai pihak yang mengelola aset investor. Sedangkan resiko yang dimaksud adalah resiko terjadinya kelalaian terhadap penanganan aset investor maupun penyalahgunaan aset investor oleh perusahaan efek.
7

Tim Studi Pembentukan Dana Proteksi Pemodal Bapepam-LK, Laporan Hasil Studi Pembentukan Dana Proteksi Pemodal di Pasar Modal Indonesia, 2007, hal.ii.

22 Frans Hendra Winarta

Di Amerika Serikat, konsep ini dilaksanakan dalam suatu bentuk organisasi yang bernama SIPC atau Securities Investor Protection Corporation yang merupakan suatu organisasi nonprofit8 yang anggotanya terdiri dari perusahaan-perusahaan efek yang terdaftar di Securities and Exchange Commission9 yang bertugas melindungi investor jika suatu perusahaan efek mengalami kepailitan dan kemudian menjadi berutang kepada investor atas aset dan efek yang dititipkan kepadanya. Adapun menurut SIPA of 1970, sumber dana utama dari SIPC tersebut diperoleh dari kontribusi para anggotanya. SIPC berusaha melindungi kepentingan investor dengan mengkompensasi investor atas asetnya yang hilang tersebut yang disebabkan oleh kepailitan perusahaan efek yang berujung pada hilangnya rekening investor tersebut. Kompensasi tersebut diberikan oleh SIPC kepada investor dalam batas-batas tertentu. Dengan adanya SIPC ini, maka para investor yang kehilangan asetnya bisa dengan cepat mendapatkan kompensasi atas asetnya dan tidak perlu menunggu bertahun-tahun untuk menyelesaikan sengketa harta tersebut di pengadilan atau bahkan menerima resiko bahwa asetnya tidak akan didapat kembali.10 Perlu juga ditegaskan disini bahwa perlindungan yang diberikan oleh SIPC berdasarkan SIPA of 1970 tidak mencakup perlindungan atas kerugian yang terjadi dalam kegiatan perdagangan efek akibat penipuan maupun kerugian yang terjadi akibat fluktuasi harga efek. Selain di Amerika Serikat, konsep proteksi dana investor yang serupa juga telah diterapkan di beberapa negara yang berada di kawasan Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina,
Securities Investor Protection Act of 1970 : SEC. 3. [78ccc] SECURITIES INVESTOR PROTECTION CORPO-RATION. (a) CREATION AND MEMBERSHIP. (1) CREATION.There is hereby established a body corporate to be known as the Securities Investor Protection Corporation (hereafter in this Act referred to as SIPC). SIPC shall be a nonprofit corporation and shall have succession until dissolved by Act of the Congress. 9 (2) MEMBERSHIP. (A) MEMBERS OF SIPC.SIPC shall be a membership corporation the members of which shall be all persons registered as brokers or dealers under section 15(b) of the 1934 Act. 10 http://www.sipc.org/sipcmission.cfm.
8

ADVOKASI dengan Hati Nurani 23

Jepang, dan Hong Kong dengan sistem yang disesuaikan pada masing-masing negara tersebut. Hal demikian menunjukkan ketatnya persaingan di negara-negara kawasan Asia dalam menarik investor-investor masuk ke dalam pasar modal mereka baik investor domestik maupun asing. Akan tetapi, lain halnya dengan Indonesia yang belum menerapkan konsep ini karena belum ada regulasi dalam pasar modal Indonesia yang mengatur mengenai konsep proteksi ini. Walaupun, berkaitan dengan konsep proteksi ini telah diadakan studi oleh tim studi BapepamLK pada akhir tahun 2007 lalu mengenai pembentukannya, namun sampai saat ini konsep proteksi tersebut belum terealisasikan. Hal inilah yang masih menjadi salah satu kekurangan pasar modal Indonesia dalam persaingannya dengan pasar modal di negara-negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Hal ini penting karena tujuan dari konsep proteksi tersebut pada intinya adalah untuk meningkatkan kepercayaan dan gairah investor untuk menginvestasikan dananya dalam pasar modal Indonesia. Dengan semakin banyaknya investor yang berinvestasi maka akan meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia dimana likuiditas yang tinggi akan berpengaruh baik pada perekonomian Indonesia yang dalam hal ini tentunya mempunyai dampak positif dalam menghadapi krisis finansial global yang juga berimbas pada Indonesia. Oleh karena itu, untuk menunjang iklim pasar modal Indonesia yang lebih baik dan membantu meningkatkan tingkat persaingan pasar modal Indonesia di level internasional, serta secara khusus membantu melindungi investor dari dampak krisis finansial global terhadap perusahaan efek, maka sebaiknya konsep proteksi dana investor tersebut segera direalisasikan dan diterapkan. Hal ini juga diperkuat dengan rencana konsep ASEAN Linkage. Beranjak dari pertumbuhan mekanisme, pasar modal berkembang dengan sangat cepat, termasuk dalam skala global. Rencananya dalam beberapa tahun mendatang akan dilakukan integrasi skala besar yang melibatkan pasar modal di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam yang dinamakan ASEAN Linkage.

24 Frans Hendra Winarta

Konsepnya adalah untuk menggabungkan perusahaan terbuka dari 6 negara ASEAN tersebut untuk dapat ditransaksikan efeknya di dalam satu bursa. Pembentukan ini tentunya bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan terbuka yang ada di seluruh negara yang berpartisipasi tanpa memberikan kerugian pada pasar bursa domestik di masing-masing negara. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala, antara lain keseragaman hukum, currency, dan sarana pasar yang berbeda satu sama lain dan keseragaman infrastruktur.11 Berangkat dari hal ini kita dapat melihat bahwa pada dasarnya regulasi pasar modal negara kita sendiri haruslah dibenahi, terutama menyangkut regulasi yang memberikan perlindungan lebih bagi investor, dimana di Indonesia belum diterapkan secara nyata. Ini tentunya merupakan tantangan bagi pasar modal kita, dimana tentunya pembentukan lembaga independen semacam SIPC merupakan salah satu jalan untuk memperkuat struktur regulasi pasar modal Indonesia dan tentunya memberikan rasa aman bagi investor baik investor asing maupun investor domestik dalam melakukan transaksi efek dalam pasar modal kita, serta mensetarafkan tingkat perlindungan investor pasar modal Indonesia ke level internasional. Solusi yang diperlukan dalam hal ini poin pertama adalah dengan mengeluarkan peraturan baru oleh pemerintah untuk mengatur pendirian dari suatu organisasi independen yang terdiri dari perusahaan efek yang bertugas untuk melindungi investor jika suatu perusahaan efek pailit dan menjadi berutang atas efek atau aset yang dititipkan padanya dengan cara menghimpun dana yang digunakan sebagai jaminan. Dana yang dihimpun diambil berdasarkan presentase pendapatan investasi dari masing-masing perusahaan efek yang menjadi anggotanya. Dengan demikian, perusahaan efek besar maupun kecil dapat ikut berkontribusi sesuai bagian mereka masing-masing dan melindungi nasabah mereka. Namun yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah kesiapan pasar modal Indonesia dalam
11

http://www.republika.co.id/koran/126/35309/Menunggu_Bursa_ASEAN_ Terintegrasi.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 25

menerapkan konsep proteksi ini karena hal ini akan memberikan kewajiban lebih bagi perusahaan efek untuk mengkontribusikan sebagian dari pendapatan investasinya sebagai salah satu sumber dari dana yang akan digunakan untuk menjalankan konsep proteksi tersebut. Akan tetapi, hal ini sebenarnya tidak merugikan perusahaan efek secara substansial karena jumlah investor akan menjadi semakin tinggi dengan adanya jaminan perlindungan baru atas aset mereka. Dalam organisasi independen ini juga sebaiknya ditugaskan auditor independen yang betugas untuk memastikan kesesuaian kontribusi perusahaan efek dengan pendapatan investasi mereka. Lalu sebagai bahan rujukan, kita dapat melihat contoh yakni tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perbankan, dimana pengaturan mengenai lembaga penjamin ini diatur dalam bentuk Undang-Undang tersendiri yaitu UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS sendiri memberikan jaminan maksimum sebesar Rp. 100 juta untuk tiap nasabahnya apabila bank yang bersangkutan pailit. Hal inilah yang patut dicontoh di dalam pembentukan konsep proteksi dana dalam pasar modal tersebut, yakni dalam hal penentuan jumlah maksimum yang dapat diklaim karena hal ini berguna untuk melindungi kepentingan investor-investor kecil yang dirugikan. Poin yang kedua adalah profesionalisme dari peserta organisasi independen itu sendiri yang anggotanya harus merupakan Perusahaan Efek yang kompeten. Organisasi yang beranggotakan perusahaan efek tersebut juga sebaiknya bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lalu poin ketiga adalah pemberian sanksi yang sangat berat terhadap pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh Perusahaan Efek yang menjadi peserta penjaminan, antara lain apabila Perusahaan Efek tidak memberikan kontribusi sesuai kewajiban mereka dikarenakan penipuan atau tindakan lainnya.

(5) TIDAK TERLINDUNGINYA HAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA

aru-baru ini terdapat berita yang menghebohkan, khususnya bagi dunia pendidikan nasional, yaitu dengan adanya berita di harian Kompas, hari Selasa, 28 September 2010, dengan judul Sewa Lahan: NJIS Liburkan Para Siswa. Dimana berita tersebut, pada intinya memberitakan bahwa sekolah North Jakarta International School (NJIS) meliburkan para siswanya dari hari Senin, 27 September 2010 hingga Jumat, 1 Oktober 2010, dikarenakan adanya sengketa perdata mengenai sewa lahan antara Yayasan NJIS dengan PT Summarecon Agung, Tbk (Summarecon). Sebagaimana diberitakan, sengketa lahan ini terjadi karena adanya ketidaksepakatan dalam proses jual beli antara Summarecon sebagai pemilik lahan dengan NJIS sebagai penyewa lahan dimana sekolah NJIS berdiri. NJIS ingin membeli lahan tersebut setelah sebelumnya menyewa selama 20 tahun, yaitu sejak tahun 1990. Namun ternyata proses negosiasi yang sudah berlangsung sejak tahun 2008 ini, tetap tidak mencapai titik temu. Akibatnya pihak Summarecon mengeluarkan Surat Peringatan I hingga Surat Peringatan III kepada NJIS untuk segera mengosongkan lahan tersebut. Namun yang perlu menjadi perhatian pemerintah dari sengketa perdata ini adalah bukan pada masalah sengketa perdata tersebut, tetapi lebih kepada terhambatnya proses belajar-mengajar para siswa NJIS. Terhambatnya proses belajar mengajar ini menimbulkan kerugian kepada para siswa NJIS, namun kerugian yang dimaksud ini bukanlah sekedar kerugian finansial akibat uang administrasi sekolah yang telah dibayarkan. Lebih dari itu, kerugian yang lebih besar terjadi daripada kerugian finansial, yaitu kerugian tidak

28 Frans Hendra Winarta

terlindunginya hak asasi manusia para siswa untuk memperoleh pendidikan guna mengembangkan dirinya. Ketentuan mengenai hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan ini telah diatur dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu dalam Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pengaturan mengenai perlindungan hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan ini juga telah diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39/1999) dan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No. 23/2002), yaitu pada Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 49 UU No. 23/2002, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 UU No. 39/1999: Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berahlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Pasal 9 ayat (1) UU No. 23/2002: Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Pasal 49 UU No. 23/2002: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 29

Selain itu, secara internasional, pengakuan dan perlindungan atas hak untuk memperoleh pendidikan ini juga telah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Universal Declaration of Human Rights dan Pasal 13 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang telah diratifikasi dengan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2005, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut : Pasal 26 ayat (1) Universal Declaration of Human Rights : Everyone has the right to education.... Pasal 13 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights : The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to education. They agree that education shall be directed to the full development of the human personality and the sense of its dignity, and shall strengthen the respect for human rights and fundamental freedoms. They further agree that education shall enable all persons to participate effectively in a free society, promote understanding, tolerance and friendship among all nations and all racial, ethnic or religious groups, and further the activities of the United Nations for the maintenance of peace. Dengan demikian, berdasarkan uraian peraturan di atas, adanya sengketa yang menghentikan sementara proses belajarmengajar siswa NJIS menunjukkan tidak terlindunginya hak asasi manusia dari para siswa NJIS. Bahkan, sebagaimana diberitakan oleh media massa, ada kekuatiran dari orang tua murid NJIS, bahwa sengketa ini dapat menyebabkan trauma terhadap para siswa NJIS yang akhirnya mempengaruhi perkembangan jiwa para siswa NJIS. Juga adanya spanduk di sekitar sekolah NJIS, yang pada intinya bertuliskan sewa tanah sudah berakhir, dimana hal tersebut menjadi persoalan tersendiri bagi para siswa. Hal ini seakan-akan memberikan kesan adanya situasi mencekam yang terjadi di lingkungan sekolah.

30 Frans Hendra Winarta

Sekolah sebagai institusi formal mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan pendidikan anak, dimana sekolah merupakan tempat dimana si anak mengikuti kurikulum belajar mengajar dan bertukar pikiran dengan gurunya sehingga tingkat kecerdasan si anak bisa berkembang. Di sekolah, anak tidak hanya mengembangkan pengetahuannya dalam pendidikan formal tetapi juga bisa mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Dengan adanya kejadian ini dan diliburkannya kegiatan belajar-mengajar untuk sementara waktu, tentunya meng-hambat perkembangan para siswa NJIS, dan hal ini tentu bisa diartikan tidak terpenuhinya perlindungan atas hak asasi manusia mereka. Ini merupakan ujian lain dari Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang isunya tidak kalah penting dengan isu hak beribadat umat kristiani HKBP di Ciketing, Bekasi. Pemerintah perlu segera bertindak karena jika hal ini didiamkan saja, akan membawa citra buruk penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Terlebih lagi mengingat beberapa para siswa NJIS adalah merupakan anak yang berasal dari keluarga para Diplomat negara sahabat, sehingga bukan tidak mungkin kejadian ini bisa menjadi pembicaraan di negara asal mereka. Seolah-olah di Indonesia tidak ada perlindungan dan penghormatan atas hak asasi manusia c.q. hak untuk memperoleh pendidikan. Akibat panjang dari citra buruk penegakan hak asasi manusia ini adalah menurunnya kepercayaan investor asing dan bisa menghambat pemulihan kondisi ekonomi Indonesia dari krisis yang berkepanjangan. Untuk itu, sudah saatnya kita menghormati hak asasi manusia, terutama di era reformasi ini. Hak asasi manusia c.q. hak memperoleh pendidikan tidak bisa dibatasi, dihambat, dikurangi, dirampas dan dihilangkan oleh siapapun, apalagi dikarenakan alasan komersial dan kepemilikan tanah. Kiranya kepentingan komersial bisa dikesampingkan oleh kepentingan pendidikan nasional dalam rangka reformasi dunia pendidikan kita, yang mana saat ini masih tertinggal dari negara-negara

ADVOKASI dengan Hati Nurani 31

lain. Tanpa sumber daya manusia yang tangguh, terdidik dan berkualitas sulit bagi kita untuk dapat bersaing dengan bangsabangsa lain. Negara harus turun tangan menjaga ketertiban dan ketenangan belajar para murid NJIS. Polisi sebagai salah satu aparatur negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat bertanggung jawab melindungi proses belajar mengajar para siswa NJIS yang harus tetap berlanjut sampai sengketa dapat diselesaikan, karena hak memperoleh pendidikan adalah hak asasi manusia paling mendasar. Kejadian ini tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak seperti DPR, DPRD DKI Jakarta, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan pihak terkait lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa Summarecon mempunyai andil besar di dalam pengembangan kawasan Kelapa Gading sehingga kini kawasan Kelapa Gading diakui sebagai Singapore of Indonesia. Dalam kurun waktu 30 puluh tahun, Summarecon berhasil mewujudkan kawasan Kelapa Gading yang dulu hanya dipandang sebelah mata oleh investor, menjadi Kelapa Gading yang menjadi incaran utama para investor untuk membuka usahanya. Selain itu, Summarecon juga dikenal sebagai pengembang (developer) yang mempunyai konsep enviroment friendly dan juga sangat mempertimbangkan nilai-nilai kehidupan dari end to end, dimana terdapat segi medis, fasilitas pertokoan, hiburan, obyek wisata boga, dan edukasi, sehingga bisa membuat penghuni yang tinggal atau hanya melewati kawasan tersebut merasa nyaman. Bahkan beroperasinya NJIS sejak tahun 1990 merupakan contoh nyata kepedulian Summarecon terhadap pentingnya edukasi. Kepedulian Summarecon terhadap segi edukasi juga menunjukan bahwa Summarecon tidak melupakan fungsi sosial dari kepemilikan tanah sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dimana bunyinya: Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial

32 Frans Hendra Winarta

Kebijaksanaan langkah-langkah yang diambil oleh Summarecon akan semakin menunjukan kebesaran Summarecon sebagai developer yang berkonsep enviroment friendly. Seyogianya, adanya kekisruhan terkait masalah keperdataan yang terjadi antara pihak NJIS dengan pihak Summarecon tidak berdampak kepada tidak terlindunginya hak asasi manusia para siswa NJIS. Adanya penghentian sementara proses belajar-mengajar siswa NJIS menunjukkan bahwa permasalahan ini tidak hanya menyangkut sengketa keperdataan semata tetapi juga menyangkut hak asasi manusia para siswa NJIS, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan. Untuk itu, diharapkan agar permasalahan yang terjadi antara pihak NJIS dengan pihak Summarecon dapat segera diselesaikan secara damai dan manusiawi, sehingga proses belajar mengajar di Sekolah NJIS dapat berjalan secara normal kembali, dan adanya sengketa tersebut tidak menimbulkan akibat traumatis bagi para siswa NJIS sehingga diharapkan siswa dapat memperoleh pendidikan dan mengembangkan dirinya.

(6) KONTROVERSI KORUPSI DAN PELAYANAN PUBLIK

elayanan publik yang baik oleh aparat birokrasi tidak selalu harus bersinggungan dengan tindak pidana korupsi atau manipulasi keuangan untuk memperkaya diri. Banyak pelayanan publik yang disubkontrakan kepada pihak swasta justru memperbaiki citra dan meningkatkan kualitas pelayanan publik instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Namun, saat ini di Indonesia belum ada kebijakan yang pasti dari pemerintah apakah suatu pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab suatu instansi pemerintah dapat atau tidak dapat dikontrakan. Hal ini seringkali menimbulkan kontroversi dan perdebatan publik yang berkepanjangan dan menyerap banyak energi dan waktu. Padahal program pembangunan semesta perlu diimbangi adanya efisiensi, kecepatan, efektivitas dan tidak bertele-tele. Mengingat belum adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah mengenai hal tersebut, maka masalah sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) menjadi begitu marak diperdebatkan sampai kepada masalah penegakan hukum. Apakah sisminbakum yang disubkontrakan kepada swasta c.q PT Sarana Rekatama Dinamika (PT SRD) itu termasuk kategori tindak pidana korupsi, telah menjadi polemik berkepanjangan sampai menyebabkan Jaksa Agung Hendarman Supandji dituding tidak sah menjabat sebagai Jaksa Agung dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Padahal, para notaris dan pengusaha merasakan manfaat sisminbakum yang memotong jalur panjang birokrasi yang penuh intrik, pungutan liar dan bertele-tele, dimana dalam satu minggu, urusan pendaftaran badan hukum seperti perseroan terbatas dan yayasan dapat rampung. Hal ini tentunya berbeda jika dibandingkan berbulan-bulan pada

34 Frans Hendra Winarta

masa lalu. Namun, para penegak hukum khususnya Kejaksaan Agung menganggap penyelenggaraan proyek sisminbakum ini merugikan keuangan negara. Sebaliknya pihak yang dituding bersikukuh dengan menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan proyek sisminbakum tidak ada kerugian atas keuangan negara dan tidak bertentangan dengan hukum, sehingga proyek sisminbakum bukanlah merupakan tindak pidana korupsi. Melihat kepada kepuasan publik dan para notaris, jelas proyek sisminbakum memuaskan dan memberikan pelayanan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Terdapat dugaan bahwa perkara sisminbakum telah direkayasa oleh para penegak hukum dan santer terdengar di DPR dan diantara para pengamat, walaupun terdapat pro dan kontra. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil sikap dalam meningkatkan pelayanan publik yang baik dan cepat. Di Australia sebagai misal, jasa pos atau pengiriman surat diserahkan kepada swasta dan masyarakat puas atas pelayanan itu. Saat ini terdapat rencana, dimana jasa perkereta-apian akan diserahkan kepada swasta asing di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan angkutan darat c.q kereta api sebagai jasa angkutan massal yang vital bagi masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah. Hal tersebut dilatarbelakangi banyaknya kecelakaan dan ditutupnya beberapa rute karena merugi serta keterlambatan jadwal keberangkatan kereta api, dimana hal itu menjadi isu sentral dan bukti lemahnya kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Belum lagi kalau dibicarakan bagaimana pelayanan air minum yang jauh dari bermutu dan higienis, maka perlu pembenahan menyeluruh dalam kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Sisminbakum ditengarai sebagai tidak melawan hukum, tidak merugikan keuangan negara, tidak memperkaya seseorang atau badan hukum, dan malahan bermanfaat bagi masyarakat, sehingga sulit untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 35

Untuk mencegah polemik berkelanjutan yang menghabiskan waktu dan energi, sebaiknya pemerintah mengambil langkah konkrit dan tegas untuk memperbolehkan instansi pemerintah mensubkontrakan jasa-jasa pelayanan publik tertentu kepada swasta dan penanaman modal asing demi kesejahteraan rakyat. Selama itu tidak membebani keuangan negara (APBN) dan mendatangkan banyak manfaat bagi rakyat, maka kebijakan itu perlu diambil, sehingga rekayasa kasus seperti diduga terjadi dalam perkara sisminbakum sebagai tindak pidana korupsi tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Pelayanan publik yang baik tidaklah identik dengan tindak pidana korupsi. Suatu hal yang penting adalah bagaimana pengawasan itu harus dilakukan secara ketat dan terorganisir. Selama kebijakan itu tidak melanggar hukum dan tidak merugikan keurangan negara, maka swasta dapat berperan dalam meningkatkan pelayanan publik. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mempunyai mata dan telinga yang jeli yang tersebar dimana-mana.

(7) RENCANA PEMINDAHAN IBU KOTA REPUBLIK INDONESIA DARI DKI JAKARTA KE PALANGKARAYA
KI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan perekonomian utama di Indonesia. Berbagai jenis kegiatan perdagangan dan industri penting dari berbagai sektor berhasil menarik para investor untuk menanamkan modalnya di DKI Jakarta. Mengingat DKI Jakarta adalah sebagai pusat ekonomi dan pusat pemerintahan, maka bukanlah suatu hal yang aneh apabila DKI Jakarta menjadi kota dengan jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Indonesia. Hampir semua lahan yang ada di DKI Jakarta sudah dipadati oleh bangunan-bangunan. Selain itu dengan bertambahnya jumlah volume kendaraan yang tidak diimbangi dengan penambahan jalan umum membuat kemacetan dan kepadatan lalu lintas yang terjadi di DKI Jakarta menjadi semakin parah. Hal ini tentunya menyebabkan ruang gerak dan mobilitas para penduduk DKI Jakarta menjadi sangat terbatas dan lamban. Adapun jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010, menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) diperkirakan berjumlah 9,5 juta jiwa. Kepadatan penduduk ini tentunya sangat mempengaruhi kinerja dan produktifitas warganya baik yang bekerja di sektor pemerintahan maupun swasta. Selain itu kepadatan penduduk tersebut di atas juga mengakibatkan tidak berimbangnya penyediaan sarana dan prasarana kota dengan jumlah lahan yang tersedia di DKI Jakarta sehingga hal tersebut dapat menimbulkan potensi konflik dalam penggunaan ruang. Berikut ini beberapa akibat yang ditimbulkan dari kepadatan penduduk DKI Jakarta, antara lain :

38 Frans Hendra Winarta

1. Kepadatan lalu lintas di DKI Jakarta akan semakin padat dan pada tahun 2015 diperkirakan akan terjadi kemacetan total yang dapat melumpuhkan DKI Jakarta; 2. Dengan kemacetan yang semakin parah dan ditambah dengan jauhnya jarak tempuh/perjalanan antara tempat tinggal dengan tempat orang tersebut bekerja, dapat menimbulkan gangguan baik secara fisik maupun psikis yang bersangkutan; 3. Banjir dan kekeringan akan semakin meningkat karena daerah resapan air terus berkurang; 4. Pusat pembangunan menjadi tidak merata karena kegiatan pembangunan dan perekonomian terpusat di DKI Jakarta; 5. Jumlah penduduk yang semakin padat tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia sehingga berpotensi menjadi penyebab meningkatnya angka kejahatan/ kriminalitas di DKI Jakarta; Kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan khususnya di DKI Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan. Penduduk DKI Jakarta hampir setiap tahun mengalami pertambahan, salah satu penyebabnya adalah terus meningkatnya arus urbanisasi dari daerah lain ke DKI Jakarta. Arus urbanisasi ini disebabkan karena DKI Jakarta berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, selain itu juga karena kurangnya pemerataan pembangunan di daerah-daerah sehingga seluruh kegiatan maupun aktifitas perekonomian terpusat di DKI Jakarta. Dengan begitu banyak fungsi yang diemban DKI Jakarta yaitu pusat pemerintahan, pusat perdagangan, keuangan, dan industri telah mendorong lahirnya wacana untuk melakukan pemindahan ibu kota negara ke kota lain. Peran yang dimiliki oleh DKI Jakarta sebaiknya diubah, mengingat keadaan di DKI Jakarta pada saat ini dan yang akan datang. Pusat pemerintahan dan pusat perekonomian sebaiknya tidak berada di dalam satu kota, sebaiknya DKI Jakarta hanya sebagai pusat perekonomian saja, sedangkan pusat pemerintahan di kota lain. Jika langkah pemindahan ini tidak segera dipikirkan, kondisi DKI Jakarta akan semakin tidak teratur dan akan menimbulkan implikasi hancurnya lingkungan hidup di DKI Jakarta.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 39

Pemisahan antara pusat perekonomian dengan pusat pemerintahan tentunya membawa dampak terutama bagi pusat pemerintahan, dimana suasana di pusat pemerintahan tidaklah seramai di pusat perekonomian. Hal ini berdampak kepada efisiensi kerja dari pemerintah, dimana mobilitas antar departemen tentunya dapat lebih mudah karena tidak terhambat kemacetan lalu lintas. Selama ini yang terjadi adalah kurangnya mobilitas antar departemen, dimana dari satu departemen ke departemen lainnya memerlukan waktu perjalanan yang cukup lama karena terhambat kemacetan lalu lintas. Hal ini tentunya dapat menyebabkan menurunnya kinerja dan produktifitas dari suatu instansi maupun lembaga negara. Saat ini timbul kembali wacana untuk memindahkan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke kota lain. Sebenarnya, wacana pemindahan ibu kota negara bukanlah hal baru. Pemerintah Hindia Belanda pernah mempersiapkan untuk memindahkan ibu kota dari Batavia ke Bandung, tetapi rencana ini gagal. Kemudian ketika masa revolusi, Ibu Kota Negara Republik Indonesia pernah pindah ke Yogyakarta dan Bukittinggi, Sumatera Barat. Namun setelah itu dikembalikan kembali ke DKI Jakarta. Presiden Soekarno sendiri pernah mewacanakan untuk memindahkan ibu kota negara ke Palangkaraya, tetapi belum sempat terealisasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan wacana pemindahan ibu kota negara antara lain: kota yang akan dijadikan ibu kota negara memiliki tata kota yang baik dan menunjang kegiatan pemerintahan, jarak antara kota DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian dengan kota pusat pemerintahan yang baru tidak terlalu jauh, kondisi alam yang relatif aman, faktor sosial-kultural dari kota yang baru, dan perlunya dana yang besar untuk proses pemindahan ibu kota negara. Salah satu daerah yang difavoritkan untuk menjadi ibu kota menggantikan DKI Jakarta, adalah Palangkaraya (Kalimantan Tengah). Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pemindahan ibu kota ke daerah lain yang masih berada di dalam Pulau Jawa adalah kurang efektif, mengingat kecepatan

40 Frans Hendra Winarta

pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa. Oleh karena itu, usulan Kota Palangkaraya untuk menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia dianggap paling realistis. Palangkaraya sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah yang terletak di bagian tengah Indonesia, tepat untuk dijadikan ibu kota negara karena secara geografis sangat strategis. Palangkaraya memiliki fungsi sebagai pusat pembangunan Wilayah Bagian Tengah, menjadikan kota ini sangat strategis. Letaknya yang sangat luas ditunjang dengan potensi sumber daya alam yang tinggi beserta hutan yang lebat, memberikan peluang untuk dijadikan hutan kota yang melindungi udara dari polusi dan kerusakan lahan. Selain itu, Palangkaraya juga memiliki potensi untuk pengembangan mulai dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada termasuk hutan, peningkatan sarana pendidikan dan kesehatan, serta sarana infrastruktur perhubungan seperti jalan, bandara, dan lain-lain. Adapun topografi Kota Palangkaraya relatif datar, sebagian besar merupakan dataran rendah berawa dengan ketinggian 15 sampai 35 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Palangkaraya sekitar 2.678,51 kilometer persegi merupakan kota terluas di Indonesia. Dengan penduduk tercatat 193.251 jiwa pada tahun 2005, perkembangan penduduk Palangkaraya tidaklah sepesat perkembangan seperti di kota-kota besar. Selain itu, secara geografis Pulau Kalimantan adalah daerah yang aman dari gempa dan wilayah Palangkaraya dekat dengan perbatasan dengan negara lain. Hal ini tentunya akan membuat pemerintah pusat lebih memperhatikan daerah-daerah atau wilayah-wilayah perbatasan. Faktor di atas dapat mendukung Palangkaraya untuk dijadikan salah satu calon Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang baru. Dengan dipindahkannya pusat pemerintahan ke kota di luar Pulau Jawa diharapkan pembangunan di daerah bersangkutan dapat berkembang dan memajukan daerah tersebut. Kemudian juga diharapkan adanya pemerataan penduduk, sehingga tidak berpusat hanya di Pulau Jawa saja. Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Palangkaraya secara otomatis

ADVOKASI dengan Hati Nurani 41

pasti menimbulkan akibat peningkatan pembangunan di daerah tersebut, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan pembangunan di daerah-daerah sekitar Palangkaraya. Selain itu, diharapkan akan tercapai pembangunan berimbang antara wilayah timur dan barat Indonesia. Sehingga sebagian penduduk DKI Jakarta dan pada umumnya penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dapat berpindah ke Palangkaraya, dan program transmigrasi dapat berjalan secara efektif terutama di daerahdaerah sekitar Palangkaraya. Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Palangkaraya tentunya berakibat pada perpindahan infrastruktur pemerintahan seperti Istana Negara, Istana Merdeka, Gedung MPR/DPR, kantor Kedutaan Besar Negara sahabat, kantor departemen-departemen pemerintah, kantorkantor lembaga negara, dan segala infrastruktur penunjang lainnya. Selain itu, juga perlu dipersiapkan infrastruktur yang harus dimiliki oleh sebuah ibu kota seperti adanya jalan raya yang dapat diakses oleh transportasi dari setiap daerah di sekitar Palangkaraya menuju Palangkaraya. Adanya pemisahan antara pusat perekonomian dengan pusat pemerintahan juga dapat men-datangkan keuntungan dalam hal faktor keamanan, misalnya apabila terjadi gejolak politik di pusat pemerintahan yang berbentuk demonstrasi yang melibatkan ribuan massa atau malahan yang berpotensi menimbulkan bentrokan di antara kedua belah kelompok massa yang berseberangan, maka hal itu tidak mengganggu aktifitas perekonomian karena pusat pemerintahan dan pusat perekonomian berada di dua kota yang terpisah. Bahwa pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke daerah atau wilayah lainnya tentunya membutuhkan anggaran atau dana yang sangat banyak. Oleh karena itu, wacana pemindahan ibu kota harus dikaji lebih lanjut dan diteliti dari berbagai aspek agar hal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak maupun masyarakat luas. Selain itu, solusi atau wacana pemindahan ibu kota jangan hanya dipandang sebagai puncak emosi dan

42 Frans Hendra Winarta

cara akhir yang ditempuh untuk menyelesaikan kompleksnya masalah kepadatan penduduk yang terjadi di DKI Jakarta. Apabila Ibu Kota Negara Republik Indonesia dipindahkan ke Palangkaraya, maka hal tersebut tidak menyebabkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan Ibu Kota yaitu Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota negara. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dilaksanakan di ibu kota negara, dan tidak disebutkan dilaksanakan di Jakarta. Sehingga apabila Ibu Kota Negara Republik Indonesia dipindahkan ke Palangkaraya hal itu tidak menyebabkan perubahan UUD 1945. Perpindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Palangkaraya hanya akan menyebabkan perubahan undang-undang antara lain UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan di dalam UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004, terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara sehingga perlu direvisi, antara lain Pasal 226 UU No. 32 Tahun 2004, dan Pasal 227 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang terkait dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota. Perubahan undang-undang tersebut juga harus disertai dengan pembentukan undang-undang yang menyatakan kota Palangkaraya sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dan undang-undang yang mengatur status Kota Palangkaraya sebagai daerah khusus ibu kota, sedangkan status DKI Jakarta akan berubah dengan tidak berstatus sebagai daerah khusus ibu kota tetapi sebagai provinsi.

(8) BANTUAN HUKUM SEBAGAI HAK KONSTITUSIONAL


alam negara hukum (rechtsstaat), negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak statis, artinya kalau ada persamaan di hadapan hukum maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment). Kalau seorang yang mampu12 (the have) mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya, sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu (the have not) juga dapat meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil bilamana orang yang mampu saja yang dibela oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum, sedangkan fakir miskin13 tidak memperoleh pembelaan karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang advokat. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia setiap orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang (justice for all).
Mampu mempunyai arti: (1) kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat (2) berada; kaya; mempunyai harta berlebih. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, hlm. 623). 13 Fakir miskin mempunyai arti: (1) kaum fakir dan kaum miskin; (2) orang-orang yang sangat kekurangan. Fakir mempunyai arti: (1) orang yang sangat berkekurangan; orang yang sangat miskin; (2) orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin. (Ibid., hlm. 273). Miskin mempunyai arti: (1) tidak berharta benda; (2) serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). (Ibid., hlm. 660).
12

44 Frans Hendra Winarta

Keadilan menurut Aristoteles harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang.14 Kalau ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, mereka harus diperlakukan sama (audi et alteram partem). Kalau orang mampu dapat dibela advokat maka fakir miskin harus dapat dibela pembela umum secara pro bono publico. Menurut Cecil Rajendra, seorang aktivis hak asasi manusia cum advokat di Malaysia, bantuan hukum bukanlah semata-mata pro bono publico tetapi juga merupakan pro justico. Tidak ada seorang pun dalam negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar belakangnya, seperti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik, strata sosioekonomi, warna kulit, dan gender. Hak untuk dibela oleh seorang advokat atau pembela umum bagi semua orang tanpa ada perbedaan telah dijamin oleh UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yaitu: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 juga menjamin setiap orang untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum:
14

Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak (Aristoteles). Menurut Aristoteles, orang harus mengendalikan diri dari pleonexia yaitu memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dengan cara merebut apa yang merupakan kepunyaan orang lain, atau menolak apa yang seharusnya diberikan kepada orang lain. Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan. Hukum hendaknya menjaga agar pembagian yang demikian senantiasa terjamin dan dilindungi dari perkosaan-perkosaan terhadapnya. Dalam hubungan ini ia membedakan antara: - Keadilan distributif (yang mempersoalkan bagaimana negara atau masyarakat membagi-bagi sumber daya itu kepada orang-orang). - Keadilan korektif (yang menetapkan kriteria dalam melaksanakan hukum sehari-hari, kita harus mempunyai standar umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama lain). (Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), hlm. 163).

ADVOKASI dengan Hati Nurani 45

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hak untuk dibela juga merupakan hak asasi manusia dari setiap warga negara yang dijamin dalam Universal Declaration of Human Rights15, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)16, dan Basic Principles on the Role of Lawyers.17 Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta (16,58%).18 Sedangkan menurut data PBB, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2007 apabila menggunakan parameter pendapatan US$ 1/hari maka adalah sebesar 70 juta orang, dan apabila menggunakan parameter pendapatan US$ 2/ hari maka jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah sebesar 120 juta orang. Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Februari 2007, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih mencapai 9,75% dari angkatan kerja atau 10,55 juta jiwa, sedangkan jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 108,13 juta jiwa. Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut negara mengakui hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik dari fakir miskin. Penegasan sebagaimana diambil dari Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut memberikan implikasi
Universal Declaration of Human Rights, Pasal 6: Everyone has the right to recognition everywhere as a person before the law. (The United Nations Department of Public Information 1988, hlm. 5). 16 International Covenant on Civil and Political Rights, 1998, Pasal 16: Everyone shall have the right to recognition everywhere as a person before the law. The United Nations Department of Public Information, hlm. 27. ICCPR telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tanggal 28 Oktober 2005. 17 Basic Principles on the Role of Lawyers, 1985: All Persons are entitled to call upon the assistance of a lawyer of their choice to protect and establish their right and to defend them in all stages of criminal proceedings. (International Bar Association (IBA): The Eighth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Milan: hlm. 120). 18 Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007.
15

46 Frans Hendra Winarta

bahwa bantuan hukum bagi fakir miskin pun merupakan tugas dan tanggung jawab negara. Atas dasar pertimbangan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, fakir miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh advokat atau pembela umum baik di dalam maupun di luar pengadilan (legal aid) sama seperti orang mampu yang mendapatkan jasa hukum dari advokat (legal service). Penegasan sebagaimana diambil dari Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 memberikan implikasi bahwa bantuan hukum bagi fakir miskin pun merupakan tugas dan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional. Akses kepada advokat dan pembela umum adalah hak asasi manusia. Hak ini sangat diperlukan bagi tersangka, terdakwa, terpidana, dan saksi,19 karena mereka tidak tahu hukum. Jika mereka sampai menolak untuk menunjuk advokat, itu disebabkan ketidaktahuan hak-haknya dan juga merupakan tekanan-tekanan dari penyidik.20 Hak ini sangat mendasar karena tanpa ini sulit dibayangkan bagaimana tersangka, terdakwa, terpidana, dan saksi dapat memperoleh keadilan. Mengingat bahwa UUD 1945 dan KUHAPidana belum menjamin secara tegas akses untuk dibela oleh advokat maka untuk masa yang akan datang perlu adanya jaminan akses untuk dibela advokat di dalam UUD 1945 dan KUHAPidana. Beberapa negara yang telah menjamin pemberian bantuan hukum secara tegas di dalam konstitusinya antara lain: - India menjamin diberikannya bantuan hukum dalam UndangUndang Dasar India khususnya dalam Pasal 39A: The state shall secure that the operation of the legal system
Meskipun KUHAPidana tidak mengatur mengenai hal ini, ternyata dalam praktiknya 93,3% penyidik tidak keberatan bila saksi didampingi penasihat hukum. Hal senada juga terjadi dalam tingkat penuntutan. 63% responden menyatakan memperkenankan saksi didampingi penasihat hukum. (Komisi Hukum Nasional (1), op.cit., hlm. 216). 20 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya (57%) tersangka takut untuk menuntut hak-hak mereka, bila hak mereka tidak dipenuhi. Demikian pula sebagian besar tidak meminta untuk didampingi penasihat hukum ketika diperiksa (85,7%), karena sebagian besar tidak mengetahui hal itu dan kalaupun mengetahui, mereka merasa tidak mampu untuk membayar penasihat hukum. (Ibid., hlm. 206).
19

ADVOKASI dengan Hati Nurani 47

promotes justice, on the basis of equal opportunity, and shall in particular provide legal aid, by suitable legislation or schemes or in any other way, to ensure that opportunities for securing justice are not denied to any citizen by reason of economic or other disabilities. - Bantuan hukum di Filipina juga dijamin dalam konstitusinya (1987) : Free Access to the courts and quasi-judicial bodies and adequate legal assistance shall not be denied to any person by reason of poverty. Baik orang mampu maupun fakir miskin, dijamin hak konstitusionalnya untuk memperoleh pembelaan advokat atau pembela umum. KUHAPidana yang mengutamakan prinsip Due Process of Law memberikan perlindungan hukum yang terbatas terhadap tersangka dan terdakwa. Jaminan untuk menunjuk advokat atau pembela umum harus berlaku untuk semua perkara dan bukan hanya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 KUHAPidana, yang menyatakan untuk tindak pidana yang dituntut hukuman lima belas tahun atau lebih atau dituntut hukuman mati, sedangkan bagi tersangka atau terdakwa yang tergolong fakir miskin baru dapat diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma apabila diancam hukuman pidana selama lima tahun atau lebih. Kalau kita bandingkan KUHAPidana dengan The Russian Federation Code of Criminal Procedure (hukum acara pidana Rusia) diatur bahwa baik tersangka maupun terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan tanpa adanya batasan-batasan pidana tertentu seperti di Pasal 56 KUHAPidana, hal ini termuat dalam article 16: (1). A suspect or accused shall be guaranteed the right of defense, which may be exercised personally or with the assistance of defense counsel and/or a legal guardian. (2). The court, procurator, investigator, or inquiry officer shall advise a suspect or an accused of his rights and shall provide them with the opportunity to defend themselves

48 Frans Hendra Winarta

through the use of all methods and means not prohibited by this Code. (3). In those circumstances specified by this Code, the require participation of defense counsel and/or any legal guardian of the suspect or accused shall be ensured by the officials who are conducting the proceedings in the criminal case. (4). In the circumstances specified by this Code and other federal laws, a suspect or accused may avail themselves of the services of defense counsel free of charge. Dalam The Criminal Procedure Code of Thailand Section 8 diatur mengenai hak tersangka untuk menunjuk advokat sejak adanya penuntutan. From the time of entry of the charge, the accused shall be entitled: (1). To appoint a counsel during the preliminary examination or trial before the Court of First Instance, the Appeal Court or the Dika Court. Pemberian bantuan hukum juga diatur di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yaitu pada pasal 22 ayat (1) yaitu: Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cumacuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Akan tetapi dalam Undang-Undang Advokat tidak mengelaborasi apa itu bantuan hukum, bagaimana cara mendapatkannya dan bagaimana konsep serta pelaksanaan bantuan hukum.21
21

Pengaturan bantuan hukum dalam Undang-Undang Advokat tidak memadai karena: 1. pemberian bantuan hukum tidak hanya advokat tapi harus melibatkan seluruh unsur peradilan; 2. tidak diatur pendanaan kegiatan bantuan hukum pro bono; 3. tidak diatur siapa yang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum pro bono; 4. tidak diatur pengawasan terhadap pelaksanaannya; 5. tidak adanya sanksi bagi penegak hukum yang melanggar hak masyarakat. (Makalah Program Advokasi RUU Bantuan Hukum disampaikan pada Rapat Dewan Pembina YLBHI di Hotel Gran Mahakam, Jakarta, 15 Desember 2006).

ADVOKASI dengan Hati Nurani 49

Bantuan hukum yang merupakan hak konsti-tusional fakir miskin harus dimuat secara tegas di dalam UUD 1945, dan diimplementasikan dalam undang-undang bantuan hukum secara tersendiri agar dapat diimplementasikan secara benar sesuai dengan konsep bantuan hukum responsif dalam rangka merekayasa masyarakat sebagai instrumen untuk memenuhi tujuan dan keinginan masyarakat. Saat ini bantuan hukum diatur hanya secara insidentil dan tidak komprehensif dalam Rv, HIR, KUHAPidana, UndangUndang tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Advokat. Keenam hukum positif tersebut tidak bersifat aspiratif dan bukan merupakan kemauan masyarakat tetapi lebih merupakan kemauan dari penguasa sebagaimana dianut oleh aliran positivis. Saat ini bantuan hukum tidak efektif karena tidak adanya konsep yang jelas. Selain itu, Rv, HIR, KUHAPidana, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia hanya mengatur bantuan hukum yang bersifat juridische bijstaan dan bukan rechtshulp. Oleh karena itu, diperlukan pembentu-kan undang-undang bantuan hukum yang mempunyai konsep yang jelas dan aspiratif. Dalam era reformasi, sudah waktunya organisasi bantuan hukum menempatkan diri sebagai mitra kerja pemerintah yang menerapkan good governance dengan menyediakan dana dalam APBN untuk alokasi bantuan hukum, yang juga dimasukkan dalam program pemerintah tentang pengentasan kemiskinan pemerintah. Diharapkan konsep bantuan hukum responsif ini dapat memperluas jangkauan pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin dengan menjadikannya sebagai gerakan nasional agar fakir miskin mengetahui dan dapat menuntut hak-haknya. Sehingga hak-hak fakir miskin dapat terlindungi yang pada akhirnya diharapkan tingkat kesejahteraan fakir miskin dapat meningkat. Dalam rancangan undang-undang bantuan hukum yang akan datang, perlu ditentukan siapa saja yang berhak untuk

50 Frans Hendra Winarta

memperoleh bantuan hukum dari organisasi bantuan hukum yang tergabung dalam federasi bantuan hukum seluruh Indonesia. Kriteria dari fakir miskin akan ditentukan oleh federasi, antara lain berdasarkan pendapatan, gaji, keterangan kelurahan atau kecamatan sehingga dapat dipastikan bahwa yang akan menerima bantuan hukum adalah betul-betul orang yang tergolong miskin. Dalam keadaan tertentu berlaku pengecualian terhadap fakir miskin yang tidak mempunyai data administratif di wilayah tertentu. Selain itu, undang-undang bantuan hukum juga harus mengamanatkan persentase tertentu dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk dialokasikan kepada semua organisasi bantuan hukum yang tergabung dalam federasi bantuan hukum, sebagai wujud dari tanggung jawab negara terhadap fakir miskin yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. Konsep bantuan hukum di Indonesia yang dapat melindungi hak konstitusional fakir miskin dalam pembangunan hukum nasional adalah konsep bantuan hukum responsif. Bantuan hukum responsif adalah bantuan hukum yang diberikan kepada fakir miskin secara cuma-cuma dan menyeluruh yang meliputi semua bidang hukum dan hak asasi manusia demi mencapai keadilan dalam kerangka mewujudkan persamaan di hadapan hukum bagi semua orang. Konsep bantuan hukum responsif mengacu pada semua bidang hukum dan jenis hak asasi manusia tanpa memprioritaskan bidang hukum dan jenis hak asasi manusia tertentu, serta tanpa membedakan pembelaan baik perkara individual maupun perkara kolektif. Adapun jasa yang diberikan dalam bantuan hukum responsif adalah berupa penyuluhan hukum tentang hak asasi manusia dan proses hukum, hak untuk dibela oleh organisasi bantuan hukum dan/ atau advokat; pembelaan dalam mengatasi masalah-masalah hukum yang konkret; pembelaan di dalam pengadilan yang berkualitas agar menghasilkan yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar; serta mendukung pembaharuan hukum melalui putusan pengadilan yang berpihak kepada kebenaran dan pembentukan undang-undang yang sesuai dengan sistem nilai

ADVOKASI dengan Hati Nurani 51

dan budaya yang ada dalam masyarakat. Untuk mensukseskan konsep bantuan hukum responsif, bantuan hukum harus menjadi gerakan nasional yang didukung oleh negara dan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan program bantuan hukum dapat berjalan secara maksimal di Indonesia, sehingga fakir miskin dapat mendapatkan keadilan, baik di bidang sosial, politik maupun ekonomi, dimana hal tersebut dapat meningkatkan harkat dan martabat fakir miskin.

(9) DILEMA PENGIRIMAN TKW / TKI KE MANCA NEGARA

etiap kali terbetik berita di media cetak dan elektonik tentang perlakuan tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, kasar dan penyiksaan sampai pembunuhan terhadap TKW/TKI di luar negeri, pemerintah dan masyarakat baru bereaksi, seolaholah kejadian seperti ini tidak dapat diprediksi sebelumnya. Padahal TKW/TKI yang dikirim keluar negeri khususnya TKW sangatlah rawan terhadap penyiksaan, perlakuan kasar dan tidak manusiawi sampai kepada pemerkosaan, pembunuhan atau penghilangan (disappearance). Sikap reaktif dan impromptu itu sungguh tidak bijaksana mengingat harkat dan martabat bangsa Indonesia dipertaruhkan di negara yang menampung mereka diperantauan karena alasan mencari dan memperoleh pekerjaan guna menyambung hidup mereka, yang di dalam negeri tidak dapat mereka peroleh dengan berbagai alasan ekonomi, sosiologi dan antropologi. Selayaknya TKW/TKI yang sudah sejak lama dianggap sebagai pahlawan devisa diperhatikan nasibnya oleh pemerintah dan elit negeri ini. Ketidakmampuan menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk Indonesia adalah tanggung jawab pemerintah dan elit karena berbagai kekeliruan manajemen, distribusi kekayaan dan ketimpangan sosial. Pihak TKW/ TKI yang dikirim ke manca negara banyak yang tidak dibekali pengetahuan mengenai budaya, kebiasaan, persepsi majikan terhadap TKW/TKI, hubungan kerja, penguasaan bahasa, perlakuan dan pengharapan (ekspektasi) majikan disana dan lain-lain. Oleh karena itu, program pelatihan dan penyuluhan TKW/TKI perlu diadakan agar para TKW/TKI yang mau berangkat ke negara tujuan dibekali pengetahuan tentang budaya, kebiasaan, hubungan kerja, bahasa dan keterampilan

54 Frans Hendra Winarta

yang dapat meminimalisir resiko penganiayaan, penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan harkat dan martabat sebagai manusia, dan pembunuhan. Tanpa pembekalan akan keterampilan (skill), bahasa setempat dan penyuluhan tentang hal-hal yang disebutkan tadi, maka akan rawan atas ketidakpuasan sang majikan yang menggaji mereka, yang bukan tidak mungkin akan berujung pada tindakan-tindakan pelecehan seksual dan kekerasan kepada TKW/TKI. Perlakuan yang tidak manusiawi ini merupakan pelanggaran atas Pasal 5 Universal Declaration of Human Rights, dan Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut : Pasal 5 Universal Declaration of Human Rights : No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights: No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation. Disinilah pemerintah kita harus berperan sebagai penyuluh dan pembimbing proaktif para TKW/TKI karena untuk negara berkembang seperti Indonesia peran pemerintah sangat vital untuk memberikan penyuluhan dan bekal sebelum para TKW / TKI dikirim ke negara-negara tujuan seperti Timur Tengah (Saudi Arabia, Jordania, Uni Emirat Arab, dll), Malaysia, Singapura, Hongkong dan Taiwan. Pemerintah harus proaktif memberi perlindungan hukum seperti mengadakan perjanjian bilateral dengan negara penampung TKW/TKI. Menyusun draft kontrak kerja yang dapat melindungi para TKW/TKI, penyuluhan tentang bahasa, kebudayaan, kebiasaan, ekspektasi, hubungan kerja, hak cuti, prosedur pengaduan kalau ada perlakuan melanggar hukum dan kemanusiaan serta hal-hal lain. Selain itu perlu diselidik terlebih dahulu apakah negara tujuan masih mempraktekkan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 55

perbudakan dan siapa yang bersalah selama ini sudah diadili dan dihukum. Barangkali kita dapat belajar dari sesama negara ASEAN seperti Filipina dan Thailand yang juga mengirim tenaga kerja keluar negeri tetapi tidak mengalami nasib yang sama. Semua ini perlu dilakukan terpadu, terprogram, holistik bukan sewaktu-waktu dan reaktif saja karena ini menyangkut kemanusiaan, harkat dan martabat bangsa dan hak asasi manusia para TKW/TKI khususnya hak hidup, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak serta hak atas perlakuan sama dihadapan hukum dan dianggap sebagai subyek hukum dan bukan obyek hukum. Tanpa jaminan tersebut sebaiknya pengiriman TKW/TKI ke negara-negara tertentu yang tidak dapat menjamin adanya perlindungan hukum atas hak asasi manusia serta perlakuan yang wajar dan manusiawi bagi TKW/ TKI dihentikan untuk sementara waktu sampai keadaan kondusif dan pemerintah negara tujuan menjamin perlindungan hukum atas hak asasi manusia serta perlakuan yang wajar dan manusiawi terhadap para TKW/TKI kita. Penulis pernah membebaskan Salidin Bin Mohammad TKI di Malaysia pada tahun 1991 dari tiang gantungan karena dituduh membunuh seorang warga negara Malaysia dalam suatu perkelahian antarkelompok di Ipoh Kuala Lumpur 1989 lalu, tetapi diputus bebas oleh pengadilan disana karena mempunyai alibi. Tim kemanusiaan IKADIN waktu itu terdiri dari Sudjono, S.H., Frans Hendra Winarta, S.H., John Pieter Nazar, S.H., dan Arno Gautama Harjono, S.H. Pembelaan terhadap Salidin Bin Mohammad dilakukan dengan bekerja sama dengan peguam bela Malaysia atas biaya Tim Kemanusiaan IKADIN dan majikan Salidin. Memang pengiriman TKW / TKI keluar negeri adalah suatu dilema, di satu pihak mereka dapat memperoleh penghidupan dan pekerjaan yang layak dengan bekerja diluar negeri bahkan dapat membantu menafkahi keluarga mereka di Indonesia, tetapi di lain pihak mereka terancam dengan penyiksaan, pembunuhan, perlakuan tidak manusiawi, pemerkosaan, pelanggaran hukum

56 Frans Hendra Winarta

dan hak asasi manusia lainnya. Tetapi ini bukan tidak ada solusinya selama pemerintah mempunyai political will untuk menanggulangi nasib para TKW/TKI di manca negara. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah dapat segera bertindak untuk mengatasi permasalah-permasalahan yang sering dialami oleh TKW/TKI di manca negara selama ini, sehingga tidak terulang kembali di masa mendatang.

(10) SKANDAL BANK CENTURY ADALAH KEJAHATAN INTERNASIONAL

ebentar lagi Pansus Bank Century akan rampung pekerjaannya dan masyarakat mengharapkan hasil pekerjaan Pansus Bank Century dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Isu sistemik dan siapa yang paling bertanggung jawab atas skandal perbankan tersebut sampai sekarang belum dapat disimpulkan. Pansus Bank Century dan masyarakat terus berspekulasi tentang kesimpulan Pansus Bank Century pada akhir bulan Februari 2010. Pada umumnya masyarakat hanya tahu bahwa yang menjadi korban adalah nasabah dengan dana dijamin hingga Rp. 2 milyar yang sebenarnya menjadi tujuan bail out Bank Century oleh LPS, tetapi yang kemudian diduga digunakan untuk membayar nasabah besar Bank Century. Nama nasabah besar Budi Sampoerna muncul dipermukaan sebagai penerima uang simpanan dari bail out Bank Century, yang kemudian dibantah oleh Budi Sampoerna dalam berbagai kesempatan. Begitu pula Direktur Bank Century Robert Tantular membantah tuduhan merampok yang terutama diucapkan oleh mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Namun demikian, terdapat suatu fakta tentang skandal Bak Century yang tidak diketahui masyarakat yaitu sebenarnya selain warga negara Indonesia, terdapat juga warga negara asing yang menjadi korban skandal perbankan yang menghebohkan ini. Terdapat dua perusahaan investasi dari New York dan London yang menjadi korban Bank Century karena meminjamkan uang sebesar 40 juta dollar AS, masing-masing oleh Medley Opportunity Fund Ltd yang berkedudukan di New York, sebesar 20 juta dollar AS dan Hillside Apex Fund Ltd yang berkedudukan London sebesar 20 juta dollar AS kepada

58 Frans Hendra Winarta

sebuah perusahaan lokal di Jakarta yang mengaku terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ternyata tidak. Maksud pinjaman tersebut adalah untuk mendanai penjualan kendaraan roda empat Honda oleh distributor yang sukses dalam bidang penjualan cicilan atau pembiayaan kendaraan bermotor roda dua. Dua perusahaan asing tersebut diperkenalkan oleh perusahaan lokal di Jakarta kepada dealer kendaraan sepeda motor Honda di Indonesia dengan seperangkat fasilitasnya dan selanjutnya menjelaskan tentang sukses pemasaran sepeda motor dan potensi pasar mobil Honda di Indonesia. Namun perkenalan dengan dealer sepeda motor Honda dan kisah sukses dari dealer sepeda motor Honda ini adalah tipu muslihat serta kebohongan untuk mengecoh Medley and Hillside agar mendanai perusahaan lokal tersebut. Selain itu pangsa pasar sepeda motor dan mobil Honda juga berbeda, jadi kesuksesan di pangsa pasar sepeda motor belum tentu hasilnya juga akan sama di pangsa pasar mobil. Itu merupakan tipu muslihat dan kebohongan yang sudah direncanakan dan niat menipu kedua investor asing untuk menyerahkan uang tersebut. Setelah melihat prospek pemasaran sepeda motor dan mobil Honda dan diperkenalkan kepada dealer yang dimaksud, akhirnya kedua perusahaan investor asing itu percaya kepada cerita sukses tersebut mengingat prestasi besar dealer tersebut dalam menjual sepeda motor Honda. Semua ini dilakukan untuk tujuan memiliki dana pinjaman Medley and Hillside secara tidak sah karena didasarkan kebohongan, tipu muslihat dan menggunakan wibawa, nama baik dan sukses dealer Honda. Akhirnya dana tersebut tidak pernah disalurkan oleh dealer Honda tersebut. Dana tersebut akhirnya disalurkan kepada perusahaan (debitur) melalui rekening di Bank Century. Namun ternyata dana tersebut tidak pernah digunakan untuk mendanai penjualan kendaraan roda empat Honda oleh distributor, tetapi digunakan untuk membeli saham-saham di perusahaan lain dan ditransfer ke bank-bank lain untuk kepentingan pribadi,

ADVOKASI dengan Hati Nurani 59

termasuk sebesar 25 juta dolar AS ke Bank Century. Kontan saja perbuatan ini dituduh sebagai penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHPidana karena terdapat unsur-unsur dengan sengaja dan melawan hukum; memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Selain itu juga terdapat unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHPidana, yaitu menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan; menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya. Lebih lanjut dalam kasus ini juga diduga sejumlah dana tersebut di atas di transfer keluar negeri untuk dibelanjakan barang atau saham, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan pencucian uang (money laundering) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Lengkap sudah skandal Bank Century ini menjadi kejahatan internasional. Kedua perusahaan investasi asing tersebut sudah melaporkan kejadian ini kepada Bappepam, PPATK, Menteri Keuangan, UKP3R dan akhirnya kepada Polri. Namun sampai sekarang belum ada tindakan konkrit yang berupa pencekalan terhadap para Terlapor yang diduga mempunyai hubungan bisnis yang sangat dekat dengan Robert Tantular dan pembekuan terhadap rekening yang dicurigai. Para korban tadi sangat mengharapkan agar dilakukan pembekuan semua rekening bank yang dicurigai dan pencekalan agar para Terlapor tidak dapat pergi keluar negeri dan buron. Tidak kurang Pemerintah AS melalui Duta Besarnya di Jakarta sudah meminta bantuan Polri untuk menelusuri dana investasi yang raib itu dan dimana sekarang berada, tetapi sudah 4 bulan sejak dilaporkan pada September 2009, perkembangan kasus tersebut dirasakan lamban dan belum dapat ditarik

60 Frans Hendra Winarta

kesimpulan kemana aliran dana yang digelapkan oleh para Terlapor tersebut di transfer atau apakah masih ada di bank-bank yang dicurigai menyimpannya. Peristiwa ini tentu saja kurang baik bagi iklim investasi di tanah air karena pemerintah sedang giat untuk mempromosikan Indonesia sebagai tempat yang aman untuk investasi yang didukung kepastian hukum. Jika dana yang digelapkan tersebut tidak dapat ditemukan kemana raibnya, maka tidak tertutup kemungkinan Pemerintah AS akan menggunakan Stollen Asset Recovery (Star) Initiative sebagai negara anggota (state party) dari UNCAC (United Nations Convention Against Corruption) bersama-sama dengan Indonesia dan ini akan menjadi pukulan bagi pemerintah Indonesia, khususnya Polri karena dianggap tidak mampu menuntaskan kejahatan bank dan penipuan serta pencucian uang oleh para Terlapor yang diduga bekerjasama dengan pengurus Bank Century. Menurut Star Initiative kejahatan ko-rupsi tidak dibedakan antara kerugian uang negara dan uang swasta, sebagaimana diatur dalam pasal 12 dari UNCAC: Each State Party shall take measures, in accordance with the fundamental principles of its domestic law, to prevent corruption involving the private sector, enhance accounting and auditing standards in the private sector and, where appropriate, provide effective, proportionate and dissuasive civil, administrative or criminal penalties for failure to comply with such measures. Kasus penipuan, penggelapan dan pencucian uang terhadap oleh perusahaan investasi ini merupakan preseden buruk pada penuntasan skandal Bank Century dan pene-gakan hukum di Indonesia pada umumnya, serta akan menghambat upaya pemerintahan SBY dalam menarik minat investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Padahal, baru-baru ini Presiden SBY dalam kata sambutannya saat membuka rapat kerja pimpinan Kementerian Luar Negeri dan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri di Istana Negara, Kamis (4 Februari 2010), menyampaikan pesan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 61

kepada diplomat Indonesia agar proaktif mengundang investor asing untuk mengembangkan industri dalam negeri. Menurut Presiden SBY, dana investasi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan modal Rp. 2.000 triliun per tahun dalam mengejar pertumbuhan ekonomi 7 persen pada tahun 2014. Presiden SBY mengatakan diplomat harus ikut berperan untuk mencapai target pembangunan nasional 2009-2014. Kerja sama dengan negara asing harus dibina dengan baik, tidak hanya hubungan antarnegara, namun harus juga bisa mencari peluang investasi maupun mendapatkan perlakuan khusus dari negara lain. Oleh karena itu, penting kiranya penuntasan dan pengungkapan kejahatan penipuan dan pencucian uang di skandal Bank Century agar upaya pemerintahan SBY untuk mengundang lebih banyak investor tidak terhambat kasus skandal Bank Century yang melibatkan dana 2 perusahaan investasi asing. Promosi investasi asing baru bisa berhasil jika ada penegakan hukum dan kepastian hukum. Tidak ada jalan lain para penegak hukum harus menuntaskan kasus ini sampai diketahui nasib uang sejumlah 40 juta dollar AS tersebut. Kalau nanti harapan para korban untuk mengetahui keberadaan uang tersebut dapat terlaksana, maka hasil kerja Polri akan menjadi panutan bagi para investor asing dan dalam negeri untuk menanam modal dan berusaha di Indonesia dengan nyaman dan tenteram, serta tentunya target pertumbuhan ekonomi 7 persen pada tahun 2014 dapat terealisasi. Pendek kata, prestasi Polri menanggulangi dan menangkap pelaku teroris yang sempat menuaikan kepercayaan publik perlu juga diterapkan dalam menanggulangi kejahatan perbankan dan pencucian uang. Semoga.

(11) GERTAK SAMBAL DAN FUNGSI PENGAWASAN DPR


enjelang rapat paripurna DPR yang akan mengadopsi rekomendasi Pansus Bank Century, saling gertak dan sekaligus saling melobi terjadi di kalangan elit politik negeri ini. Inilah sistem demokrasi Indonesia yang dikembangkan dalam era reformasi, mirip dan senada dengan sistem demokrasi Amerika Serikat yang penuh dengan sensasi, intrik, gosip, lobi, kompromi, berbicara bebas dan terbuka, yang merupakan cara dan tata krama serta sopan santun sebagai bagian budaya Asia. Hal ini menunjukkan konsekuensi pilihan demokrasi yang meniru apa yang dilaksanakan di Amerika Serikat. Keterlibatan pengusaha besar dan kapital besar dalam Pemilu kita sudah menjadi ciri khas sistem demokrasi pasca era reformasi yang dicanangkan pada tahun 1998. Tidak pelak lagi, Pemilu 2009 membawa konsekuensi logis keterlibatan pengusaha papan atas di partai politik dan pengusaha-politikus atau politikus-pengusaha dalam partai-partai yang bersaing untuk berkuasa di negeri pluralis dan multikultural Republik Indonesia yang berpenduduk 240 juta manusia. Pemilihan presiden langsung tahun 2004 dan 2009 disusul pemilihan kepala daerah menandakan sistem pemilu yang terbuka dan langsung yang dipuji masyarakat internasional khususnya negara-negara Barat. Terlepas apakah sistem demokrasi yang dianut sekarang sesuai atau tidak dengan budaya Indonesia, tetapi UUD 1945 mengamanatkan pentingnya sistem checks and balances diantara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Apapun alasan yang menyertai beda pendapat antara fraksifraksi di Pansus Bank Century dan rapat paripurna DPR, perlu diingat amanat konstitusi yang memberi DPR hak mengawasi pemerintah. Pembentukan Pansus Bank Century telah disetujui 9 fraksi di DPR yang bermaksud menyelidiki apakah kebijakan bail-out Bank Century itu tepat, karena dikuatirkan berdampak sistemik terhadap ekonomi Indonesia, khususnya sistem per-

64 Frans Hendra Winarta

bankan dan keuangan. Juga dicurigai adanya aliran dana melalui Bank Century disalurkan ke partai-partai politik. Setelah kurang lebih 4 bulan bekerja, Pansus Bank Century berakhir dengan skor 7 fraksi menyatakan pemerintah bertanggung jawab atas bail-out Bank Century dan menyatakan ada penyimpangan dalam kebijakan bail-out Bank Century dan 2 fraksi menyatakan kebijakan bail-out Bank Century sudah benar untuk mencegah dampak negatif dan sistemik dari Skandal Bank Century. Empat fraksi menjelaskan nama Boediono dan Sri Mulyani Indrawati sebagai yang bertanggung jawab, 2 fraksi menyebutkan yang bertanggung jawab dengan inisial dan 3 fraksi tidak menyebutkan nama sama sekali. Kalau dibandingkan dengan impeachment yang terjadi terhadap Presiden Richard Nixon di tahun 1970, nama Richard Nixon disebutkan dan begitu pula orang-orang atau staff Presiden yang terlibat di dalam skandal Watergate. Jika sistem demokrasi Indonesia menganut sistem yang transparan dan terbuka, maka penyebutan nama tidak bisa dihindarkan. Hanya saja Richard Nixon mundur dari jabatannya sebagai konsekuensi rasa tanggung jawab dan disusul proses hukum, yang kemudian diberi amnesti oleh Presiden Gerald Ford, dan rakyat Amerika Serikat memaafkannya. Pemakjulan atau impeachment sendiri dianut dalam sistem hukum tata negara Republik Indonesia. Tetapi pro dan kontra pemakjulan sudah terjadi menjelang 2-3 Maret 2010. Sebelumnya Partai Demokrat sudah mengancam reshuffle kabinet yang khususnya ditujukan kepada partai-partai koalisi. Partai Golkar dan PKS tidak kurang galak dengan mengancam akan menarik kader-kadernya dari pemerintahan koalisi. Rupanya gertak sambal ini sekarang menjadi merek sambal yang paling terkenal. Gertak menggertak diantara elit politik ini tidak akan menolong rakyat c.q. nasabah Bank Century yang menjadi korban dan rakyat akan bertanya apa solusinya dari ribut-ribut ini. Tetapi esensi dari semua itu perlu diingat bahwa DPR sesuai dengan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 71 huruf h Undang-Undang No 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 65

Rakyat Daerah mempunyai tugas mengawasi pemerintah, yaitu sebagai berikut: Pasal 69 (1) DPR mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. Pasal 71 DPR mempunyai tugas dan wewenang: h. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undangundang dan APBN; Begitu pula UUD 1945 khususnya Pasal 20A mengamanatkan tugas pengawasan DPR terhadap kinerja pemerintah sebagai berikut: Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah temuan dan rekomendasi Pansus Bank Century akan ditindaklanjuti oleh KPK, Kejaksaan Agung dan Polri. Melihat bagaimana lambannya pengungkapan dan penegakan hukum terhadap skandal Bank Century, maka dikuatirkan skandal Bank Century akan berhenti pada rekomendasi Pansus Bank Century. Tanpa rekomendasi Pansus Bank Century seharusnya jalan terus, karena tidak mungkin Robert Tantular melakukannya sendiri. Hukuman 4 tahun juga tidak mencerminkan kesungguhan menegakkan hukum untuk kejahatan yang berskala triliunan rupiah serta menyangkut uang negara dan nasib ribuan nasabah Bank Century. Ketidaksungguhan penegakan hukum dalam kasus Bank Century dapat dilihat dengan dihentikannya penyidikan atas laporan tindak pidana penipuan, penggelapan dan money laundering yang dilaporkan oleh investor asing yaitu Medley Opportunity Fund Ltd., di New York dan Hillside Apex Fund Ltd., di London terhadap rekan-rekan dari Robert Tantular, tetapi oleh Kepolisian dianggap sebagai perkara perdata. Padahal uang yang diinvestasikan oleh kedua investor asing tersebut sangat

66 Frans Hendra Winarta

besar yang diduga keras disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dari rekan-rekan Robert Tantular dan juga ditransfer ke luar negeri. Unsur-unsur tindak pidana ketiga kejahatan itu telah terpenuhi, toh Polri menganggap sebagai perkara perdata. Rekanrekan dari Robert Tantular sekarang masih bebas berkeliaran. Jelas skandal Bank Century bermuatan tindak pidana korupsi, penipuan, penggelapan, kejahatan perbankan dan pencucian uang (money laundering). Temuan Pansus Bank Century di cabang Bank Mutiara (ex Bank Century) Makassar dan Denpasar mengisyaratkan bahwa Skandal Bank Century adalah kejahatan terorganissir yang diduga melibatkan direksi, pemegang saham, manajemen dan pejabat perbankan. Skala kejahatan Bank Century juga berskala internasional yang melibatkan 2 orang asing pemegang saham Bank Century (Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi), serta dua korban investor asing Medley Opportunity Fund Ltd., di New York dan Hillside Apex Fund Ltd., di London. Intervensi politik dalam penegakan hukum juga menjadi perhatian yang dapat menggagalkan penegakan hukum. Reputasi pemerintahan SBY menjadi taruhan dalam penyelesaian skandal Bank Century dan reputasi DPR pun dalam taruhan di bidang pengawasan terhadap pemerintah. DPR dituntut jujur, konsisten, terbuka dan membela kepentingan rakyat. Bagaimana nasib uang ribuan nasabah Bank Century, investor dalam dan luar negeri serta penyelesaian hukum menjadi titik tolak penanggulangan skandal Bank Century. Melihat kepada pepatah lama tepat kiranya diterapkan kepada skandal Bank Century: Rakyat minta bukti dan bukan janji. Begitulah harapan rakyat dan tidak perduli akan perbedaan pendapat pemerintah dan DPR selama kedua lembaga negara terhormat ini menjalankan fungsinya sesuai UUD 1945.

Bagian Kedua

ADVOKASI PEMBARUAN HUKUM DAN PERADILAN

(12) KONFLIK ANTAR PENGURUS ORGANISASI ADVOKAT YANG BERKEPANJANGAN


i dunia dikenal beberapa bentuk bar association antara lain single bar association yaitu hanya ada satu organisasi advokat dalam suatu yurisdiksi; multi bar association yaitu terdapat beberapa organisasi advokat yang masing-masing berdiri sendiri; federation of bar associations yaitu organisasi-organisasi advokat yang ada bergabung dalam federasi di tingkat nasional, dalam hal ini sifat keanggotaannya adalah ganda, yaitu pada tingkat lokal dan nasional. Pada awalnya yaitu semenjak kemerdekaan, Indonesia menganut multi bar association, hal ini ditandai dengan terbentuknya beberapa organisasi advokat.

Sejarah dan Kiprah Peradin


PERADIN dibentuk pada tanggal 30 Agustus 1964. Semenjak itu PERADIN konsisten mengawal konstitusi, sehingga semua Keppres, Inpres, PP dan UU yang bertentangan dengan konstitusi diprotes keberadaannya dan karena kiprahnya tersebut dianggap sebagai lenfant terrible (si anak nakal). Bahkan pernah dianggap sebagai disiden. Justice for all itulah sikap PERADIN waktu itu. Dalam upaya membungkam organisasi advokat yang vokal ini, pemerintah ORBA memprakarsai pembentukan wadah tunggal para advokat yaitu IKADIN. Kongres advokat pertama atau musyawarah nasional ini diselenggarakan pada tanggal 8-10 November 1985. Dari kongres tersebut bergabung 10 organisasi advokat dan bantuan hukum ke dalam wadah tunggal yang akhirnya kandas karena tidak bottom up, melainkan top down,

70 Frans Hendra Winarta

dalam arti segala hal diatur pemerintah, dan bukan aspirasi para advokat sendiri. Disini terlihat intervensi pemerintah untuk membentuk wadah tunggal organisasi advokat. Dengan berdirinya AAI tahun 1991, lengkaplah kegagalan inisiatif untuk membentuk organisasi tunggal profesi hukum, terlebih lagi kemudian berdiri organisasi advokat baru seperti SPI, HKHPM, HAPI, APSI, dan AKHI.

Pembentukan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)


Pada tanggal 5 April 2003, pemerintah telah mensahkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), dimana UU Advokat mengamanatkan pembentukan organisasi tunggal advokat (Pasal 28 ayat (1) UU Advokat), dan organisasi advokat tersebut paling lambat terbentuk pada tahun 2005, dengan kata lain 2 tahun setelah UU Advokat diundangkan. Oleh karena itu, guna memenuhi ketentuan dalam UU Advokat tersebut, maka pada Desember 2004 dideklarasikan PERADI yang merupakan perwujudan dari single bar association dan juga merupakan sinyal positif akan bersatunya profesi advokat Indonesia dalam suatu organisasi tunggal profesi advokat. Akan tetapi, sekali lagi pembentukan PERADI menimbulkan polemik di beberapa anggota organisasi advokat, lantaran pembentukannya tidak transparan, tidak mengindahkan hak-hak anggota untuk memilih pengurusnya secara bebas, tidak adil dan tidak akuntabel. Alhasil, pembentukan organisasi advokat tersebut tidak memenuhi syarat pembentukan national bar association yang demokratis. Salah satu bentuk dari ketidakpuasan itu akhirnya ditampung dalam bentuk deklarasi KAI. Dengan dibentuknya KAI tersebut menimbulkan sengketa antara pengurus PERADI dengan pengurus KAI, dimana keduanya mengklaim sebagai national bar association sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Advokat. Sengketa tersebut hingga kini tidak kunjung usai, yang mana baik pengurus PERADI maupun pengurus KAI selain masing-masing mengklaim sebagai national bar association yang sah, juga menganggap rivalnya sebagai national

ADVOKASI dengan Hati Nurani 71

bar association yang tidak sah. Selain itu, baik PERADI maupun KAI meminta agar pemerintah dan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) memberikan pengakuan kepada mereka. Hal tersebut tentunya berbeda dengan yang dialami oleh IKADIN di masa lalu, dimana konflik dalam IKADIN terjadi karena adanya intervensi dari pemerintah. Menanggapi perkembangan ini, MARI mengeluarkan Surat Ketua Mahkamah Agung No.: 052/KMA/V/2009 tertanggal 1 Mei 2009 perihal Sikap Mahkamah Agung terhadap Organisasi Advokat (Surat Mahkamah Agung), yang pada intinya menyatakan perselisihan mengenai organisasi advokat mana yang sah harus diselesaikan secara internal advokat dan untuk itu hingga perselisihan a quo belum terselesaikan, MARI meminta kepada Ketua Pengadilan Tinggi untuk tidak terlibat baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap perselisihan tersebut, diantaranya Ketua Pengadilan Tinggi tidak mengambil sumpah advokat baru. Hal tersebut tentunya menimbulkan efek negatif terhadap organisasi advokat sendiri, khususnya para calon advokat yang sedang menanti untuk diambil sumpahnya menjadi advokat. Efek negatif tersebut secara tidak langsung juga berdampak negatif kepada para pencari keadilan dan masyarakat. Yang pasti perseteruan antar pengurus 2 organisasi advokat tersebut menyebabkan pengawasan dan pendisiplinan profesi advokat menjadi terlantar, yang berakibat pelanggaran kode etik advokat tidak dapat ditindak dan dikenakan sanksi sebagaimana mestinya.

Selama era IKADIN dan PERADI ternyata organisasiorganisasi advokat yang bergabung tetap saja berfungsi dan tidak meleburkan diri ke dalam single bar association. Selain sistem multi bar association, sistem organisasi advokat lain yang cocok diterapkan di Indonesia adalah federation of bar association sebagai

Fakta Sejarah Organisasi Advokat dan Perkembangan Terakhir

72 Frans Hendra Winarta

alternatif lain. Dalam sistem federation of bar association, organisasiorganisasi advokat yang ada akan memilih Dewan Pengurus Federasi di tingkat pusat untuk menjadi perwakilan mereka diantaranya dalam hubungan internasional dan mempunyai wewenang atas penyelenggaraan PKPA atau bar examination. Sedangkan penyelenggaraan ujian advokat dan kursus advokat dapat diselenggarakan oleh suatu lembaga independen yang khusus ditunjuk untuk itu, dimana hal tersebut bertujuan agar bar association tidak terperangkap dalam komersialisasi jabatan dan komersialisasi dalam mengurus kursus dan ujian advokat. Berdasarkan uraian di atas, maka sebaiknya UU Advokat diamandemen mengikuti aspirasi advokat dan karakteristik dari tatanan organisasi advokat yang ada dengan memilih multi bar association atau federation of bar associations, dimana merupakan suatu hal yang tidak realistis apabila bentuk single bar association masih saja dipaksakan untuk diberlakukan di Indonesia karena secara alamiah bentuk organisasi advokat yang dianut oleh Indonesia adalah multi bar association. Dimana dalam dunia internasional, bentuk multi bar association merupakan bentuk organisasi advokat yang sudah umum diterima, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 17 IBA Standards for the Independence of the Legal Profession. Dengan demikian, diharapkan konflik antar pengurus organisasi advokat yang berkepanjangan di Indonesia dapat diselesaikan, sehingga organisasi advokat dapat berperan secara maksimal dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai organisasi advokat demi terwujudnya hukum yang dapat memberikan keadilan bagi para pencari keadilan (justitiabele).

(13) PEMBUNUHAN KARAKTER (CHARACTER ASSASINATION) DALAM PERKARA SISTEM INFORMASI BADAN HUKUM (SISMINBAKUM)

ada dasarnya pembunuhan karakter (character assasination) adalah suatu usaha yang bertujuan untuk menghilangkan originalitas atau keaslian karakter seseorang dalam pandangan orang lain dan juga usaha untuk mengubah citra positif seseorang agar menjadi negatif. Praktik pembunuhan karakter merupakan hal yang sudah lumrah sering terjadi di Indonesia dan sering digunakan sebagai metode politik secara praktis yang dapat diterapkan kepada siapa saja yang bertujuan untuk membentuk opini publik agar terjadi suatu pendiskreditan kepada suatu personal (individu) maupun suatu kelompok. Dalam perkara dugaan korupsi Sistem Informasi Badan Hukum (Sisminbakum) pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham), Kejaksaan Agung R.I (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka yaitu Zulkarnain Yunus, Syamsuddin Manan Sinaga dan Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM, yang semuanya adalah mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU). Terdapat kejanggalan dalam proses penanganan perkara Sisminbakum terhadap Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM., dimana beliau sejak 10 November 2008 sampai dengan 15 Mei 2009 ditahan di Rutan Kejagung dengan tuduhan korupsi pada Sisminbakum ketika menjabat sebagai Dirjen AHU. Pada saat beliau menjabat sebagai Dirjen AHU, Yusril Ihza Mahendra menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang tidak lain merupakan atasan dari Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM. Pada dasarnya, proses hukum yang diterapkan haruslah menerapkan prinsip-prinsip perlindungan dan penghormatan

74 Frans Hendra Winarta

atas hak asasi manusia tersangka atau terdakwa. Penahanan seorang tersangka atau terdakwa haruslah memenuhi konsepsi due process of law. Penahanan seorang tersangka atau terdakwa adalah opsi terakhir dalam hal adanya keadaan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana. Dalam kasus Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM, persyaratan untuk dapat dilakukan penahanan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP belumlah terpenuhi. Selain itu penahanan terhadap Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM. tersebut diberlakukan tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan, sehingga hal tersebut telah melanggar asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), sebab apapun tuduhannya sebelum diputus bersalah oleh Hakim dan sebelum putusan itu berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewisjde), maka seseorang harus dipandang tidak bersalah. Dengan adanya penahanan tanpa adanya pemeriksaan terlebih dahulu dan ini berarti telah dilanggarnya prinsip presumption of innocence maka ini juga berarti telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 8 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya .... Hal ini juga diatur dalam instrumen hukum internasional yaitu dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yaitu dalam Pasal 11 UDHR yang menyatakan: (1) Everyone charged with a penal offence has the right to be presumed innocent until proved guilty according to law in a public trial at which he has had all the guarantees necessary for his defence.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 75

(2) No one shall be held guilty of any penal offence on account of any act or omission which did not constitute a penal offence, under national or international law, at the time when it was committed. Nor shall a heavier penalty be imposed than the one that was applicable at the time the penal offence was committed. Sudah sepatutnya penahanan tersebut dipertanyakan, apakah penahanan terhadap beliau sudah berdasarkan syaratsyarat penahanan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, mengingat saat ditahan beliau sudah tidak menjabat lagi sebagai Dirjen AHU, sehingga bagaimana mungkin dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana ataupun merusak dan menghilangkan barang bukti. Kejanggalan lain adalah bahwa sebelum Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LLM., ditetapkan sebagai tersangka sejak pertama kali dipanggil untuk diperiksa pada tanggal 30 Oktober 2008 dan telah dikenakan penahanan pasca pemeriksaan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penahanan tanggal 10 November 2008, namun pada faktanya, Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM., sesungguhnya sudah dijadikan tersangka jauh hari sebelum 30 Oktober 2008. Kesimpulan ini didapatkan dari fakta, dimana pada tanggal 10 Oktober 2008, ketika Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM., berada di Korea Selatan sebagai anggota delegasi Pemerintah yang dikoordinasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah mendengar rumor yang menyatakan bahwa dirinya akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Sisminbakum. Selain itu dalam Surat Kabar TRIBUN JABAR tanggal 15 Oktober 2008, terdapat pernyataan dari Jampidsus yang secara langsung dan tidak langsung telah menyatakan Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM., sebagai tersangka dalam kasus Sisminbakum, padahal pemeriksaan saksi-saksi baru dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2008. Berdasarkan atas hal tersebut di atas, terlihat bahwa di Indonesia masih diterapkan crime control model (arbitrary process/proses yang sewenang-wenang). Dimana dalam crime control model, tersangka/terdakwa dianggap dan

76 Frans Hendra Winarta

dijadikan sebagai objek pemeriksaan tanpa memperdulikan hak-hak asasi kemanusiaannya dan haknya untuk membela dan mempertahankan harkat dan martabatnya. Apabila praktek pemberlakuan crime control model seperti ini dilakukan terus menerus, maka kiranya tidak akan pernah tercipta fair trial dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Sudah selayaknya apabila seorang tersangka atau terdakwa diperlakukan secara lebih manusiawi dan tidak diperlakukan seolah-olah sudah terbukti salah, serta tidak membuat nama baik dan integritasnya dilanggar sebelum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Berdasarkan atas hal tersebut dapat diduga bahwa telah terjadi pembunuhan karakter terhadap diri Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM., yang tentunya hal tersebut merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia. Hal tersebut sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) melalui surat No. 1.015/K/PMT-TUA/III/2009 tertanggal 13 Maret 2009 yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI, yang pada intinya Komnas HAM menyatakan bahwa ditemukan adanya indikasi dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam perkara Sisminbakum terhadap Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM., yaitu terdapat pelanggaran terhadap asas presumption of innocence dalam proses penanganan kasus; dan wewenang diskresi penahanan yang tidak proporsional, yaitu dalam hal tujuan penahanan dan penolakan atas permohonan penangguhan penahanan. Penahanan yang dialami oleh Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., tersebut tentunya melanggar kehormatan maupun martabat dari Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LL.M., dimana setiap orang berhak atas perlindungan kehormatan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi; Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 77

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. dan Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia .... Perlindungan atas derajat dan martabat manusia yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia sebagaimana yang telah dinyatakan dalam UUD 1945 tersebut di atas, sesuai dengan United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Tahun 1984 yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia), terutama Pasal 11 yang menyatakan: Each State Party shall keep under systematic review interrogation rules, instructions, methods and practices as well as arrangements for the custody and treatment of persons subjected to any form of arrest, detention or imprisonment in any territory under its jurisdiction, with a view to preventing any cases of torture. Bertitik tolak dari fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui dengan jelas bahwa adanya kejanggalan dalam proses penahanan yang dilakukan terhadap Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM. Siapapun setuju bahwa sudah seharusnya korupsi di muka bumi ini dan khususnya di Indonesia harus segera diatasi dengan tidak memandang bulu siapapun orangnya. Setiap orang yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus menerima ganjaran dengan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akan tetapi janganlah suatu penegakan hukum dibangun di atas pembunuhan karakter dengan cara mendiskreditkan, menghancurkan dan merusak reputasi seseorang. Dengan

78 Frans Hendra Winarta

demikian diharapkan penegakan hukum dapat dilakukan dengan disertai pula penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan prinsip-prinsip due process of law. Pada saat ini di beberapa belahan dunia terdapat adanya kecenderungan atau arus tindakan balas dendam (retaliation) yang dilakukan oleh para koruptor terhadap para aktivis gerakan anti korupsi. Tindakan balas dendam (retaliation) tersebut salah satunya dilakukan dengan cara menangkap para aktivis gerakan anti korupsi dengan berbagai dalil melalui penegak hukum. Adapun tindakan tersebut bertujuan untuk melemahkan gerakan anti korupsi. Semoga penangkapan dan penahanan terhadap Prof. Dr. Romli Atmasasmita S.H., LLM dan Antasari Azhar, yang notabene mereka berdua sebagai aktivis gerakan anti korupsi, bukanlah salah satu bentuk dari tindakan balas dendam (retaliation) yang dilakukan oleh para koruptor.

(14) MISCARRIAGE OF JUSTICE DALAM KASUS SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM

ada tanggal 28 Agustus 2009, Prof. Romli Atmasasmita yang merupakan Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Hukum dan HAM melaporkan BAS selaku Ketua Koperasi Pegawai Pengayoman Departe-men Kehakiman (KPPDK) atas dugaan pemalsuan surat perjanjian pembagian access fee antara Direktorat Jenderal AHU dengan KPPDK dan diterima oleh polisi selaku penyidik dengan nomor 2488/K/ VIII/2009/SPKUNITII. Laporan ini diajukan terkait dengan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), dimana Prof. Romli Atmasasmita pada kasus ini telah ditetapkan sebagai salah satu terdakwa oleh Kejaksaan Agung. Mantan Dirjen AHU Departemen Hukum dan HAM itu memang sejak semula yakin bahwa surat perjanjian pembagian access fee antara Direktorat Jenderal AHU dengan KPPDK yang diajukan sebagai alat bukti di persidangan sama sekali palsu. Pasalnya, surat asli perjanjian tersebut tidak pernah diperlihatkan di persidangan, dan tanda tangan di fotokopi surat perjanjian tersebut bukanlah tanda tangan dia. Atas laporan Prof. Romli Atmasasmita tersebut, dan setelah melakukan penyidikan sejak tanggal 1 September 2009, Penyidik menetapkan BAS sebagai tersangka dan disangka dengan Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pemalsuan surat. Apabila benar bahwa surat perjanjian tersebut adalah palsu, maka hal ini sungguh mengherankan karena bagaimana mungkin Jaksa Penuntut Umum mendakwa atas dasar bukti palsu dan juga seharusnya majelis hakim tidak meneruskan memeriksa dan mengadili perkara tersebut karena adanya bukti palsu. Prof. Romli Atmasasmita pun pernah menyatakan

80 Frans Hendra Winarta

dalam sidang perkaranya tentang adanya bukti palsu ini dan menyatakan akan melaporkannya ke polisi. Namun yang terjadi adalah majelis hakim tetap meneruskan proses persidangan dan pada 7 September 2009, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan putusan 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 2 (dua) bulan kurungan dengan uang pengganti sebesar US$ 2 ribu dan Rp 5 juta subsider 2 (dua) bulan penjara. Kemudian pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 20 Januari 2010 telah menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun dan uang pengganti US$ 2.000 dan Rp. 5 juta. Atas hal ini, Prof. Romli Atmasasmita telah mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI. Apa yang dialami oleh Prof. Romli Atmasasmita tersebut merupakan suatu kegagalan mencapai keadilan (miscarriage of justice) yang sering terjadi dalam proses persidangan perkara pidana di Indonesia. Berdasarkan Blacks Law dictionary, pengertian miscarriage of justice adalah A grossly unfair outcome in a judicial proceeding as when a defendant is convicted despite a lack of evidence on an essential element of the crime.-- also termed failure of justice. Hal ini bisa terjadi karena penegak hukum dan pengadilan pada saat ini sangat dipengaruhi oleh opini publik yang dibentuk oleh pers dan LSM tentang suatu perkara. Kecenderungan proses peradilan yang dipengaruhi opini publik seringkali terjadi khususnya dalam perkara korupsi dan perkara yang menyedot perhatian umum. Ini bisa dimaklumi karena semangat memberantas korupsi yang menggebu, sehingga fairness dan rasa adil kurang diperhatikan. Akibat logis dari sikap apriori tersebut adalah sikap curiga pers dan masyarakat terhadap setiap orang khususnya pejabat atau eks pejabat yang dianggap semua pernah terlibat dan melakukan korupsi baik secara aktif maupun pasif. Seharusnya, sejak awal Jaksa Penuntut Umum mengetahui bukti surat perjanjian pembagian access fee antara Direktorat Jenderal AHU dengan KPPDK adalah palsu. Untuk itu, pada saat itu sebenarnya Jaksa Penuntut Umum dapat segera menerbitkan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) kepada

ADVOKASI dengan Hati Nurani 81

Prof. Romli Atmasasmita atas dasar tidak cukup bukti. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 140 ayat (2) huruf (a) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang menyatakan: Dalam hal penuntut umum memutuskan menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Begitu pula majelis hakim perkara ini seharusnya menunda dan menghentikan perkara pidana ini sampai diperoleh penjelasan tentang keaslian surat perjanjian tersebut. Pada dasarnya proses persidangan perkara pidana adalah dilakukan demi keadilan (Pro Justitia). Sehingga kesungguhan majelis hakim dalam memeriksa perkara pidana mutlak diperlukan. Terlebih lagi, pemeriksaan pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil. Oleh karena itu, sudah seharusnya dengan adanya laporan pemalsuan surat yang dilakukan sebelum putusan dijatuhkan, majelis hakim menghentikan sementara proses persidangan dengan alasan untuk kepentingan dan demi keadilan (adjournment of trial), terlebih dengan telah adanya penetapan BAS sebagai tersangka. Sepanjang suatu bukti mempunyai pengaruh yang besar dan signifikan terhadap isi putusan, maka sudah selayaknya demi keadilan majelis hakim menghentikan sementara proses persidangan dan menunggu putusan pengadilan yang memeriksa bukti palsu tersebut. Patut pula kita perhatikan bahwa janganlah kasus tragis yang menimpa Sengkon dan Karta pada tahun 1974 kembali terulang pada kasus Sisminbakum yang melibatkan Prof. Romli Atmasasmita ini. Dimana pada tahun 1974, Sengkon dan Karta ditangkap polisi dengan tuduhan merampok dan membunuh pasangan suami-istri Sulaiman-Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi. Kemudian, majelis hakim memutus perkara tersebut karena sangat yakin atas tuduhan jaksa penuntut umum, sehingga memutuskan Sengkon dan Karta masing-masing dihukum 7 dan 12 tahun penjara. Belakangan seorang yang

82 Frans Hendra Winarta

bernama Gunel mengaku sebagai pelaku sebenarnya. Sengkon dan Karta kemudian mengajukan peninjauan kembali (herziening) dan Mahkamah Agung menyatakan mereka bukanlah pelaku kejahatan tersebut. Dengan demikian, diharapkan majelis hakim terutama Majelis Hakim tingkat kasasi yang memeriksa kasus Sisminbakum yang melibatkan Prof. Romli Atmasasmita, dapat mengedepankan kebenaran dan keadilan, serta mencegah adanya suatu kegagalan mencapai keadilan (miscarriage of justice).

(15) PENINJAUAN KEMBALI SEBAGAI UPAYA HUKUM LUAR BIASA


khir-akhir ini, media massa diramaikan dengan kontroversi peninjauan kembali atas putusan perkara pidana. Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa bagi seorang terpidana untuk mohon peninjauan ulang atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan final. Putusan itu dapat berupa putusan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi, juga dapat berupa putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). KUHAPidana sebagai hukum acara pidana hanya membolehkan terpidana atau ahli warisnya sebagai pihak yang dapat mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (Pasal 263 ayat (1) KUHAPidana). Adapun alasan-alasan untuk dapat mengajukan penin-jauan kembali adalah sebagai berikut (Pasal 263 ayat (2) KUHAPidana): 1. Apabila ada keadaan baru atau novum; 2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat saling pertentangan; 3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan. Perintah KUHAPidana sudah jelas bagi seorang terpidana yang dihukum salah diberi kesempatan terakhir atau paling akhir untuk menempuh upaya hukum luar biasa peninjauan kembali. Ini didasarkan pemikiran bahwa dalam negara hukum (rechsstaat), dimana negara dan individu ditempatkan sejajar (equality before the law) mengingat negara diberi kekuasaan untuk menjalankan hukum termasuk menghukum terpidana melalui putusan pengadilan, maka hak mengajukan upaya peninjauan kembali itu hanya diberikan kepada seorang terpidana. Sebelum putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dijatuhkan yang menghukum seorang terdakwa atau terpidana, instansi lain

84 Frans Hendra Winarta

yaitu kepolisian sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadapnya yang disusul dakwaan dan tuntutan oleh kejaksaan serta pemenjaraan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Dengan perangkat tadi dan kewenangan menghukum dan memenjarakan seorang terpidana, negara telah diberi kekuasaan dan kewenangan begitu besar untuk memenjarakan seseorang, yang berarti merampas dan membatasi kemerdekaan seseorang demi hukum (putusan pengadilan yang tetap). Oleh karena itu, seorang terpidana perlu diberi kesempatan terakhir atau paling akhir untuk mengajukan peninjauan kembali dalam hal ada alasan-alasan untuk itu menurut ketentuan dalam KUHAPidana dan negara c.q. Kejaksaan tidak diberi kesempatan untuk mengajukan peninjauan kembali. Konsep kesetaraan antara individu dan negara di dalam negara hukum inilah yang harus dipegang teguh dalam perdebatan tentang apakah jaksa boleh mengajukan peninjauan kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kalau jaksa memaksakan untuk mengajukan peninjauan kembali maka asas keseimbangan (audi et alteram partem) sebagaimana yang dianut KUHAPidana telah dilanggar, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtonzekerheid). Sebagai suatu upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali tidak boleh sembarangan diberikan kepada seorang terpidana karena terdapat syarat-syarat yang ketat sebagaimana tercantum dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAPidana. Semakin banyak peninjauan kembali dikabulkan oleh Mahkamah Agung R.I., menandakan bahwa putusan pengadilan banyak yang keliru, khilaf dan salah. Demi kepastian hukum dan keadilan (asas kesetaraan antara individu dan negara) maka peninjauan kembali oleh jaksa harus ditolak dalam sistem peradilan pidana kita. Sistem Peradilan Pidana sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan terdiri dari empat subsistem yaitu Polisi, Jaksa dan Hakim serta Petugas Lembaga Pemasyarakatan sudah diberi kekuasaan dan kewenangan yang

ADVOKASI dengan Hati Nurani 85

begitu besar sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka seorang yang diancam hukuman atau sedang menjalani hukuman perlu diberi hak untuk membela diri yang terakhir atau paling akhir agar ada keseimbangan dan keadilan bagi individu yang diancam hukuman atau sedang menjalankan hukuman. Oleh karena itu, KUHAPidana tidak mengatur mengenai batasan waktu untuk pengajuan peninjauan kembali. KUHAPidana hanya membolehkan terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan kembali (Pasal 263 ayat (1) KUHPidana). Ketentuan hukum formal tersebut tidak boleh ditafsirkan lain karena dapat menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtonzekerheid). Kalau aturan main yang diatur KUHAPidana dilanggar, maka akan menimbulkan kekacauan hukum (legal disarray) seperti yang dialami kita sekarang. Dengan demikian, ke depan jangan sampai ada lagi penerimaan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa atas putusan yang berkekuatan hukum tetap, dimana hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian bagi terpidana. Dapat disimpulkan disini peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa dan bukan pengadilan tingkat empat. Jaksa sudah diberi kesempatan dan kewenangan luas untuk menuntut dan membuktikan terdakwa bersalah, kalau itu tidak dilakukan secara profesional dan serius, maka kekeliruan dan kesalahan itu tidak boleh dibebankan kepada terpidana dengan Jaksa mengajukan peninjauan kembali, dengan demikian Jaksa harus menanggung segala akibatnya. Akhir kata, dalam negara hukum, individu dan negara harus setara dalam rangka persamaan di hadapan hukum. Alasan penerimaan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa demi kepentingan negara adalah menyesatkan, karena dalam negara hukum, kedudukan negara bukanlah di atas individu tetapi setara dengan individu.

(16) PIMPINAN KPK DARI BIROKRAT ATAU PROFESI HUKUM


enjelang pemilihan dua kandidat Ketua KPK yang diajukan Panitia Seleksi Ketua KPK di DPR, banyak terjadi silang pendapat tentang siapa yang layak untuk memimpin institusi superbody ini. Lembaga ujung tombak pemberantasaan korupsi ini pasca penahanan dan penuntutan ketuanya Antasari Azhar seolah-olah lesu darah dan kehilangan gairah dan kegarangan yang ditunjukan selama ini. Dengan kriminalisasi terhadap pejabat-pejabat KPK telah melumpuhkan kegiatan anti korupsi yang banyak diharapkan masyarakat dari lembaga ini. Namun persoalan-persoalan internal telah mengakibatkan dampak yang besar terhadap kegiatan pemberantasan korupsi. Tentunya dalam kondisi KPK seperti ini masyarakat banyak mengharapkan perbaikan kinerja KPK dan melihat lembaga superbody ini kembali aktif dalam program pemberantasan korupsi di negeri ini. Hanya dari dua calon Ketua KPK yang diajukan Panitia Seleksi Ketua KPK banyak diperdebatkan siapa yang paling layak memegang tampuk pimpinan KPK. Ada juga pihak yang menyatakan keduanya layak dijadikan Ketua KPK menimbang track record kedua calon pimpinan KPK tersebut. tetapi persoalannya sekarang adalah apa cukup track record mereka saja yang jadi acuan? Tentunya tidak, karena persyaratan yang harus dipenuhi adalah sangat kompleks dan menantang seperti kemampuan memimpin, penguasaan sistem manajemen lembaga penegak hukum, pengambilan putusan dalam keadaan kritis, pandangan jauh ke depan apa yang akan dilakukan KPK dari sekarang sampai tahun 2020; membersihkan ke dalam lembaga KPK dari anasir-anasir korup dan berjiwa status quo, dan pengaruh semangat korps dari pejabat yang berasal dari Polri dan Kejaksaan; serta segudang syarat yang diperlukan untuk menjawab tantangan-tantangan tadi.

88 Frans Hendra Winarta

Terkait dengan semangat korps, maka sudah saatnya KPK sebagai lembaga superbody memiliki penyelidik, penyidik dan penuntut umum sendiri yang tidak terikat sama sekali dengan lembaga penegak hukum lainnya yaitu kepolisian dan kejaksaan. Hal ini mengingat penyelidik, penyidik dan penuntut umum dari kepolisian dan kejaksaan hanya diberhentikan sementara selama mereka menjadi pegawai pada KPK dan dapat direkrut kembali oleh lembaga penegak hukum tadi sehingga logis kalau loyalitas dan karirnya berada di induk organisasinya. Dengan demikian diharapkan independensi KPK bisa terjaga dan terhindar dari semangat korps. Perluasan kekuasaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tadi juga memperkuat peran KPK dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan fungsinya sebagai superbody.

Kemampuan Adaptasi
Bagi seorang birokrat seperti Busyro Muqoddas lebih mudah beradaptasi dengan staf KPK yang ada, dari sudut manajemen juga dia sudah terbiasa dengan protokol dan hubungan kerekanan baik di dalam KPK maupun dengan lembaga penegak hukum lainnya, resistensi rendah karena orang sudah mengenalnya melalui sepak terjang di Komisi Yudisial dan kalangan dalam di KPK lebih mudah menyesuaikan dengan gaya kepemimpinannya yang sudah dikenal sewaktu menjadi ketua Komisi Yudisial. Sebaliknya bagi Bambang Widjojanto, dia lebih sulit beradaptasi karena kepemimpinannya belum dikenal staf KPK dan akan selalu membandingkannya dengan track record kepemimpinannya di YLBHI. Keuntungan psikologis barangkali karena pernah menjadi kuasa atau pembela Bibit-Chandra sewaktu mengalami musibah. Kepemimpinannya tidak banyak dikenal kalangan dalam KPK maupun masyarakat, akan mengalami kendala beradaptasi dengan program dan manajemen KPK, serta kemungkinan cukup tinggi resistensi terhadap seorang non birokrat. Hubungan dengan lembaga penegak hukum lainnya

ADVOKASI dengan Hati Nurani 89

juga dapat menjadi kendala mengingat yang bersangkutan pernah mengajukan permintaan kepada Presiden SBY untuk memberhentikan Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Semangat korps di kedua lembaga itu cukup tinggi dan hal ini akan menjadi persoalan tersendiri.

Ketua KPK yang Berkarakter Rela Berkorban


Selain kemampuan adaptasi tersebut di atas, sosok Ketua KPK yang ideal juga selayaknya mempunyai karakter rela berkorban untuk kepentingan umum, khususnya terhadap rakyat Indonesia yang sudah lama menderita akibat korupsi yang sistemik dan endemik di Indonesia. Dia harus berjiwa sosial dan siap berkorban untuk kepentingan rakyat serta melupakan kepentingan dan ambisinya sendiri. Dalam tingkah laku sehari-hari berani hidup sederhana, menerima usulan dan laporan tentang kasus korupsi secara rasional, komprehensif dan serius. Sadar bahwa pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya mengandung resiko tinggi, dapat dikriminalkan oleh kelompok yang tidak setuju program pemberantasan korupsi dan yang terpenting adalah bersikap independen dalam jabatan dan aksinya memberantas korupsi. Bahwa ia mempunyai kelemahan dan pernah keliru di masa lalu bukanlah persoalan yang perlu dibesar-besarkan karena setiap manusia pernah melakukan kesalahan, sekarang yang penting adalah sikapnya untuk selalu mencoba memperbaiki diri dan tidak mengulang kesalahannya.

Ukuran Kesuksesan KPK


Terlepas dari semua kriteria calon Ketua KPK tadi, kesuksesan KPK dalam memberantas korupsi sangat bergantung kepada soliditas lembaga itu khususnya kepemimpinan para pejabat teras KPK dan dukungan presiden, serta lembaga-lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejagung. Kalau KPK bisa menularkan sikap anti korupsi kepada kedua lembaga penegak hukum tadi dan pengadilan negeri khususnya Mahkamah Agung RI dengan tindakan nyata seperti menghukum para terdakwa

90 Frans Hendra Winarta

korupsi dengan hukuman maksimal, melarang dan menindak tegas pemberian gratifikasi termasuk dalam bentuk parsel kepada jajarannya. Selain itu dalam hal penanganan kasus korupsi, maka sepatutnya KPK diberikan tugas untuk menyelesaikan kasuskasus korupsi yang besar seperti misalnya kasus BLBI. Hal ini untuk menangkap the Big Fish (fried the Big Fish). Jika mereka bisa diadili dan dihukum, maka mereka yang kecil akan ketakutan dan bukan tidak mungkin akan menyerahkan diri, selain itu orang akan berpikir dua kali untuk melakukan korupsi. Jika hal tersebut telah terlaksana, maka boleh dikatakan KPK berhasil dalam misinya memberi contoh dan menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi dengan memberi inspirasi bagaimana harus bersikap, bertindak dan menegakkan hukum dalam memberantas korupsi sebagai musuh rakyat nomor satu pada saat ini. Semoga siapapun pimpinan atau ketua KPK ke depan dapat memberi suatu kontribusi terhadap program pemberantasan korupsi di Indonesia. Barangkali kita perlu mengutip pendapat Bernard Shaw melihat keadaan yang dihadapi rakyat Indonesia terkini yaitu: Ada dua hal yang terasa menyedihkan dalam hidup, yang pertama adalah tidak mendapatkan apa yang diingini dan yang kedua adalah mendapatkan apa yang tidak diingini. Jelas rakyat Indonesia menginginkan pemberantasan korupsi yang menyebabkan berbagai persoalan seperti birokrasi yang korup, kemiskinan, moral masyarakat yang hancur dan sulitnya pembersihan birokrasi dari anasir dan praktek korupsi. Yang didapatkan sekarang adalah kemauan politik yang lemah dan ragu-ragu dalam pemberantasan korupsi, birokrasi yang korup, masyarakat yang tidak taat hukum dan pemberantasan korupsi yang setengah hati. Pemberantasan korupsi ini lebih cenderung kepada pencitraan daripada kesungguhan memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Tanpa pembersihan ke dalam lembaga penegak hukum, maka program pemberantasan korupsi tidak akan berhasil.

(17) ANTASARI DIANCAM HUKUMAN MATI : HUKUMAN MATI BUKAN SOLUSI MENGURANGI ANGKA KEJAHATAN

ada sidang pengadilan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen telah sampai pada pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan JPU setebal 600 halaman menuntut majelis hakim memutuskan terdakwa Antasari Azhar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, orang yang turut melakukan perbuatan, dan membujuk orang lain untuk melakukan tindakan pidana, atas hal tersebut JPU mengajukan tuntutan pidana mati kepada Antasari Azhar. Mantan Ketua KPK ini dituntut dengan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 55 Ayat 1 ke-2 KUHPidana jo. Pasal 340 KUHPidana. Adanya tuntutan JPU dalam perkara ini sangat sensitif karena menyangkut mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan selain itu kasus ini juga menyita perhatian internasional sehingga harus disikapi dengan sangat hati-hati. Hampir disemua bagian dunia hukuman mati masih menjadi kontroversi dan menjadi isu hak asasi manusia yang tidak ada habisnya diperdebatkan. Mana yang penting, efek jera (deterrent effect) dan kepastian hukum (legal certainty), atau nyawa manusia yang menyangkut hak hidup seorang individu (right to life) dan keadilan (justice). Seharusnya manusia tidak berhak menghilangkan atau mencabut nyawa orang lain dengan alasan apapun. Apabila hukuman mati keliru dan terpidana telah dieksekusi, maka tidak bisa diperbaiki dan tidak ada jalan kembali untuk diperbaiki karena terpidana sudah mati. Dunia internasional juga menentang hukuman mati, salah satu yang paling kontroversial adalah dari Cesare Beccaria (1764).

92 Frans Hendra Winarta

Beccaria menulis bahwa pidana mati tidak manusiawi dan tidak efektif (inhumane and ineffective), selain itu menurutnya ... capital punishment was counter productive if the purpose of law was to impart a moral conception of the duties of citizens to each other. Selain itu, di Belanda sendiri hukuman mati telah dihapuskan sejak tahun 1983. Bahkan Prancis lebih awal lagi menghapuskan pidana mati pada tahun 1981, kedua negara tersebut adalah asal usul KUHPidana. Namun di Indonesia masih terdapat 13 (tiga belas) undangundang yang mengizinkan diterapkan pidana mati. Jumlah ini terus bertambah setelah bergulirnya era Reformasi. Ada 3 peraturan perundangan atau undang-undang lagi yang mencantumkan pidana mati pada era Reformasi ini, diantaranya adalah UU Pemberantasan Korupsi, UU tentang Pengadilan HAM, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hal ini mungkin juga disebabkan masih kentalnya primordialisme pembalasan dendam, sektarianisme, dan sakit hati yang meracuni pola pikir dan kontroversi sub kultur, ondanks yang dibanggakan hidup beragama yang notabene memantulkan sikap hidup KKN yang pernah dicela alm. Mochtar Lubis. Tidaklah mengherankan ketika mau diterapkan hukuman pidana (termasuk hukuman mati), yang diingat cuma aspek hukum pembalasan (the law of retribution), aspek menakutkan (frightening effect) dan aspek gabungan. Hal ini membuat penerapan pidana mati di Indonesia tidak efektif, karena jumlah atau angka kejahatan tetap tidak berkurang. Ini bisa dilihat dalam kasus narkoba, tiap tahun kejahatan narkoba tidak mengalami penurunan, walaupun banyak pelaku narkoba telah dihukum mati. Begitu pula secara internasional, hukuman mati di negara-negara lain tidak mengurangi angka kejahatan. Sebagai negara hukum yang menjunjung hak asasi manusia maka sudah sepatutnya hukuman mati dihapuskan penerapannya di Indonesia. Selain itu, terdapat beberapa alasan yang perlu dicermati kenapa hukuman mati dihapuskan penerapannya di Indonesia, yaitu hukuman mati melanggar nilai-nilai kemanusiaan yaitu hak untuk hidup (right to life); hukuman mati merupakan pelanggaran konstitusi karena bertentangan dengan hak asasi

ADVOKASI dengan Hati Nurani 93

manusia dan bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) dan Pasal 28 A (Perubahan Kedua) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45); hukuman mati tidak membawa dampak positif atau efek jera seperti yang diharapkan dari praktek hukuman mati (retribution dan deterrence tidak mempan); hukuman mati bersifat final dan tidak dapat ditinjau kembali sehingga keputusan mencabut nyawa orang lain bersifat final; Pasal 6 ayat (1) International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) menyatakan bahwa Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup dan mendapat hak perlindungan hukum dan tiada yang dapat mencabut hak itu dan Indonesia pernah tercatat sebagai salah satu anggota tidak tetap dewan HAM PBB yang telah meratifikasi ICCPR. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas jelas bahwa pelaksanaan atau penerapan hukuman mati merupakan pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang dilindungi dan dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu sudah selayak dan sepantasnya apabila pemberlakuan hukuman mati di Indonesia dihapuskan karena bertentangan dengan hak hidup seseorang dan bertentangan dengan UUD 1945.

(18) PENGHENTIAN PENUNTUTAN BIBIT - CHANDRA TIDAK TUNTAS

etelah adanya pro dan kontra mengenai penuntasan perkara Bibit-Chandra di luar pengadilan, maka pada tanggal 1 Desember 2009, kejaksaan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang menghentikan perkara Bibit-Chandra demi hukum.Padahal sebelumnya Kapolri Bambang Hendarso Danuri dalam pernyataannya kepada media dan Komisi III DPR, menyatakan bahwa perkara Bibit-Chandra akan dilanjutkan atau P21. Begitupula Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan akan melanjutkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan karena cukup bukti. Kapolri malah menyatakan siap mempertanggung jawabkan secara hukum dan profesional dengan melanjutkan perkara kontroversial ini karena cukup didukung bukti-bukti yang kuat. Oleh karena itu perkara tersebut kemudian diteruskan ke kejaksaan. Tidak pelak Presiden SBY dalam pidato pada tanggal 30 Oktober 2009 menyatakan tidak mau mencampuri penegakan hukum dalam konflik KPK vs. Polri, dimana sikapnya tersebut sesuai dengan amanah Konstitusi (UUD 1945), yaitu Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka yang tidak boleh diintervensi lembaga eksekutif dan legislatif. Akan tetapi pada akhirnya karena kemauan publik dan dinamika yang muncul di masyarakat yang tidak mempercayai Polri dan kejaksaan, serta mempercayai adanya upaya pelemahan KPK melalui perkara Antasari dan Bibit-Chandra, maka diterbitkanlah SKPP untuk mengakhiri polemik perkara Bibit-Chandra. Apakah benar persoalan ini sudah selesai dengan tuntas dan BibitChandra akan kembali memimpin KPK melalui Keppres yang sedang disiapkan dan akan diumumkan segera? Penghentian penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAPidana, yang menyatakan :

96 Frans Hendra Winarta

Dalam hal penuntut umum memutuskan menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Merujuk kepada bunyi SKPP yang menghentikan penuntutan dengan dasar demi hukum, tentunya hal tersebut berbeda dengan pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung yang menyatakan bahwa perkara Bibit-Chandra cukup bukti untuk diteruskan. Selain itu Presiden SBY pada akhirnya juga memutuskan untuk sebaiknya tidak membawa perkara Bibit-Chandra ke pengadilan dan mendorong diselesaikan menurut hukum di luar pengadilan. Anjuran atau saran atau apapun namanya dari seorang atasan yaitu Presiden Republik Indonesia tentunya tidak bisa dianggap enteng oleh Kapolri dan Jaksa Agung yang notabene adalah bawahan presiden. Adapun pengertian demi hukum sebagaimana yang dimaksud dalam SKPP yakni si terdakwa telah dibebaskan dari tuntutan atau dakwaan oleh hukum itu sendiri, sehingga pemeriksaannya harus ditutup atau dihentikan. Alasan hukum yang menyebabkan suatu perkara ditutup demi hukum, bisa didasarkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Karena tersangka/terdakwa meninggal dunia (Pasal 77 KUHPidana); b. Atas alasan nebis in idem (Pasal 76 KUHPidana); c. Terhadap perkara yang akan dituntut oleh penuntut umum, ternyata telah kadaluarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 sampai Pasal 80 KUHPidana. Dengan demikian, ketiga alasan tersebut tidak terpenuhi untuk penghentian penuntutan demi hukum dalam kasus Bibit-Chandra. Alasan lain yang dikemukakan dalam SKPP itu tentunya tidak sah dan bukan merupakan dasar hukum menurut KUHAPidana. Padahal penghentian penuntutan tidak dengan sendirinya menurut hukum menghapuskan hak dan wewenang penuntut umum untuk melakukan penuntutan kembali perkara

ADVOKASI dengan Hati Nurani 97

Bibit-Chandra. Penuntutan kembali perkara Bibit-Chandra bisa terjadi dikemudian hari karena 2 hal : a. Apabila dikemudian hari ditemukan bukti baru; Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 140 ayat (2) huruf d KUHAP yang menyatakan: Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.

b. Apabila keputusan Praperadilan menetapkan bahwa penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum tidak sah menurut hukum. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 82 ayat (3) huruf b KUHAP yang menyatakan: dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.

Berdasarkan atas hal tersebut, apabila dalam putusan Praperadilan menyatakan bahwa penghentian penuntutan (SKPP) tidak sah, maka pengadilan dapat membatalkan SKPP. Alasan pertamalah yang mungkin terjadi terhadap penghentian penuntutan perkara Bibit-Chandra, dimana tidak tertutup kemungkinan Polri dan Kejaksaan menemukan alasan baru. Oleh karena itu, sebenarnya penyelesaian di dalam pengadilan adalah yang terbaik dan tuntas melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui due process of law yang dikawal masyarakat, LSM, pengamat hukum dan sosial, state auxiliary institutions seperti Komisi Hukum Nasional, Komisi Yudisial, Komisi Ombudsman Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Persidangan dapat dilakukan marathon agar perkara ini dapat selesai dengan cepat, yaitu dalam beberapa bulan sampai adanya putusan final di tingkat banding/kasasi. Adapun persidangan tersebut haruslah dipimpin oleh 3 orang hakim yang berintegritas yang dipilih dari ribuan hakim, dimana hal tersebut merupakan suatu konsekuensi logis mengingat perkara ini menyangkut benturan antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan.

98 Frans Hendra Winarta

Saat ini, SKPP sudah diterbitkan dan Bibit-Chandra akan memimpin kembali KPK. Mudah-mudahan perkara ini tidak berlanjut mengingat memang masih terbuka alasan baru untuk menuntut kembali perkara ini. Andaikan perkara ini diselesaikan melalui putusan pengadilan, maka sikap Presiden SBY akan dinilai dunia internasional sebagai sikap konstitusional dan due process of law dijalankan dengan benar dan sesuai asasasas hukum. Adapun terhadap adanya rivalitas KPK vs. Polri bukanlah pemicu people power sebagaimana yang terjadi di Filipina pada tahun 1986-an, dimana pada saat itu opini publik Filipana telah terbentuk karena masyarakat percaya bahwa Presiden Ferdinand Marcos berada di belakang pembunuhan calon kuat Presiden Filipina Benigno (Ninoy) Aquino, dan people power telah meruntuhkan kekuasaan Presiden Ferdinand Marcos. Selain itu, rivalitas KPK vs. Polri tidak akan membuat popularitas Presiden SBY menurun secara drastis, sebagaimana yang dialami oleh Presiden Amerika Serikat George W. Bush, dimana popularitas Presiden George W. Bush menurun secara drastis karena keputusannya memulai invasi ke Irak, yang mana opini publik di dunia dan negaranya sendiri tidak setuju dengan Perang Irak. Namun justru kasus Bank Century yang potensial untuk menurunkan popularitas SBY serta memicu terjadinya people power apabila hak angket kasus Bank Century tidak ditangani dengan baik. Sebagai bangsa beradab, bangsa Indonesia harus menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang taat, hormat dan tunduk kepada hukum dan proses hukum yang adil dan benar. Kalau saja perkara ini diselesaikan melalui putusan pengadilan yang kompeten, jujur, terbuka dan adil, ini akan menjadi sarana untuk mengundang investasi yang lebih besar dan meningkatkan kepercayaan terhadap sistem hukum c.q sistem peradilan pidana Indonesia dan dengan sendirinya kepada pemerintahan SBY.

(19) PEMBONCENGAN REPUTASI MEREK (PASSING OFF) DAPAT DIMINTAKAN PUTUSAN ARBITRASE
sal usul merek berpangkal di sekitar abad pertengahan di Eropa, pada saat perdagangan dengan dunia luar mulai berkembang. Fungsinya semula untuk menunjukkan asal produk yang bersangkutan. Baru setelah dikenal metode produksi massal dan dengan jaringan distribusi dan pasar yang lebih luas dan kian rumit, fungsi merek berkembang menjadi seperti yang dikenal saat ini1. Pengertian merek sendiri adalah suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat pihak lain.2 Pengertian mengenai merek ini diatur dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek)3. Dalam dunia perniagaan, merek sangat penting karena publik seringkali mengkaitkan citra, kualitas atau reputasi suatu barang atau jasa dengan merek tertentu. Selain itu, merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak.4 Persaingan di dunia usaha yang semakin ketat mengharuskan adanya payung hukum yang dapat melindungi
Rachmadi Usman, S.H., Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. (Bandung: PT. Alumni), 2003, hal. 305. 2 Ibid, hal. 321. 3 Pasal 1 angka 1 UU Merek: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 4 Rachmadi Usman, S.H., op.cit., hlm. 322.
1

100 Frans Hendra Winarta

segala aspek dari perlindungan merek. Sampai saat ini, masih terdapat banyak celah pada UU Merek, sehingga masih saja terjadi tindakan-tindakan yang berpotensi merugikan kalangan pengusaha yang telah membangun image dan reputasi suatu bidang usaha. Sebagaimana kasus yang pernah terjadi di Jawa Tengah, dimana telah berlangsung proses persidangan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, sehubungan dengan adanya pemboncengan merek milik suatu perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa kecantikan, sebut saja Perusahaan A, yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini sehubungan dengan adanya pihak ketiga, sebut saja Perusahaan B, yang dengan itikad buruk telah mendaftarkan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik Perusahaan A tersebut. Adapun merek milik Perusahaan A terdaftar pada Kelas 44, yaitu untuk melindungi Jasa Kecantikan, sedangkan merek yang didaftarkan oleh Perusahaan B didaftar pada Kelas 3, yaitu untuk melindungi produk kosmetik. Akibatnya, timbul kebingungan di tengah masyarakat terkait dengan asal-usul produk kosmetik tersebut karena masyarakat berasumsi bahwa produk kosmetik yang diproduksi oleh Perusahaan B dan beredar di pasaran seolaholah merupakan hasil produksi Perusahaan A, sehingga hal tersebut menimbulkan penyesatan terhadap konsumen. Pada faktanya, hal tersebut tidak benar karena antara Perusahaan A dengan Perusahaan B, tidak memiliki hubungan afiliasi maupun hubungan bisnis dalam bentuk apapun. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan gugatan Perusahaan A dan memerintahkan Dirjen Haki untuk mencoret merek Perusahaan B dari daftar umum merek. Perusahaan B kemudian mengajukan upaya hukum kasasi terhadap Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tersebut kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia, dimana kemudian Mahkamah Agung Republik Indonesia menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Perusahaan B tersebut.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 101

Dalam mendapatkan suatu perlindungan hukum, suatu merek harus dimohonkan pendaftarannya.5 Pada suatu pendaftaran merek, seringkali terjadi suatu merek yang selain didaftarkan dengan itikad tidak baik (bad faith), juga mengandung persamaan pada pokoknya dan bahkan memiliki kesan adanya keterkaitan yang erat dengan merek milik pihak lain yang terdaftar pada kelas barang atau jasa yang tidak sejenis. Hal ini dapat terjadi pada barang dan jasa yang terkait pada dunia fashion, seperti halnya baju atau tas dengan butik, toko atau outlet yang memiliki keterkaitan erat antara satu-sama lain. Keterkaitan yang erat antara satu produk dengan sebuah usaha juga terdapat pada produk kosmetik berupa bedak, lotion, atau sabun dengan jasa berupa usaha klinik kecantikan. Modus pelanggaran merek melalui pemboncengan reputasi dan image terhadap merek jasa berupa usaha klinik kecantikan milik Perusahaan A tersebut di atas dalam sistem hukum common law disebut sebagai tindakan passing off. Adapun definisi passing off menurut Blacks Law Dictionary, Eighth Edition oleh Bryan A. Garner, Page 1115, yaitu: The act or an instance of falsely representing ones own product as that of another in an attempt to deceive potential buyers. Passing off is actionable in tort under the law of unfair competition. It may also be actionable as trademark infringement. Sedangkan definisi passing off dalam free encyclopedia (wikipedia)6 : Passing off is a common law tort which can be used to enforce unregistered trademark rights. The tort of passing off protects the goodwill of a trader from a misrepresentation that causes damage to goodwill.
Pasal 3 UU Merek: Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin lepada pihak lain untuk menggunakannya. 6 www.wikipedia.com.
5

102 Frans Hendra Winarta

The law of passing off prevents one person from misrepresenting his or her goods or services as being the goods and services of the claimant, and also prevents one person from holding out his or her goods or services as having some association or connection with the plaintiff when this is not true. Elemen yang terdapat pada tindakan passing off sebagaimana yang dinyatakan dalam elemen pertama adalah dengan adanya reputasi yang terdapat pada pelaku usaha yaitu apabila seorang pelaku usaha memiliki reputasi bisnis yang baik di mata publik dan juga usahanya tersebut cukup dikenal oleh umum. Pada elemen passing off yang kedua, adanya mis-representasi dalam hal ini dikenalnya merek yang dimiliki oleh pelaku usaha tersebut, maka apabila ada pelaku usaha lain mendompleng merek yang sama publik akan dapat dengan mudah terkecoh (misleading) atau terjadi kebingungan (confusion) dalam memilih produk yang diinginkan. Selanjutnya, elemen passing off yang ketiga yaitu terdapatnya kerugian yang timbul akibat adanya tindakan pendomplengan atau pemboncengan yang dilakukan oleh pengusaha yang dengan itikad tidak baik menggunakan merek yang mirip atau serupa dengan merek yang telah dikenal tersebut sehingga terjadi kekeliruan memilih produk oleh masyarakat (public misleading). Dalam sistem hukum common law, pemboncengan merek (passing off) ini merupakan suatu tindakan persaingan curang (unfair competition), dikarenakan tindakan ini mengakibatkan pihak lain selaku pemilik merek yang telah mendaftarkan mereknya dengan itikad baik mengalami kerugian dengan adanya pihak yang secara curang membonceng atau mendompleng merek miliknya untuk mendapatkan keuntungan finansial. Dimana, hal tersebut dilandasi niat untuk mendapatkan jalan pintas agar produk atau bidang usahanya tidak perlu memerlukan usaha membangun reputasi dan image dari awal lagi. Passing off juga sangat berpotensi untuk menipu konsumen dan menyebabkan kebingungan publik (public confusion) atau pun misleading di masyarakat tentang asal-usul suatu produk.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 103

Adapun terhadap adanya tindakan passing off ini, ketentuan dasar yang dilanggar yaitu Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Merek7. Selain ketentuan khusus mengenai merek tersebut, terhadap tindakan passing off juga dapat dikenakan ketentuan pidana, karena tindakan passing off ini sarat dengan unsur perbuatan curang. Hal ini sebagaimana yang terdapat pada Pasal 382 bis Bab XXV KUHPidana tentang Perbuatan Curang yang berbunyi: Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah. Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) dari World Intellectual Property Organization (WIPO) sudah seharusnya menerapkan dan mengimplementasikan ketentuanketentuan yang terdapat pada konvensi tersebut, khususnya Pasal 10 bis Konvensi Paris yang mengatur agar perlindungan terhadap adanya tindakan yang mengarah kepada persaingan curang tidak semakin banyak dan merajalela. Apabila Indonesia tidak mematuhi prinsip-prinsip dasar perdagangan multilateral dan pelanggaran HKI semakin banyak terjadi, maka Indonesia dapat terkena dampak berupa dijatuhkannya cross retaliation
7

Pasal 4 UU Merek: Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik. Pasal 5 UU Merek: Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. Tidak memiliki daya pembeda; c. Telah menjadi milik umum; atau d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

104 Frans Hendra Winarta

yaitu berupa sanksi di bidang ekonomi, contoh dijatuhkannya sanksi ekonomi seperti melarang impor ataupun dikenakan bea tinggi terhadap barang-barang impor. Hal tersebut dapat sangat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia. Sebenarnya tindakan passing off dapat dicegah sejak awal ketika diajukannya permohonan pendaftaran merek. Pemeriksa Merek (Trademark Examiner) yang berfungsi sebagai salah satu penentu diterima atau tidaknya suatu permohonan pendaftaran merek dapat menerapkan prinsip pemeriksaan cross class, apabila antara suatu merek yang diajukan pendaftarannya memiliki keterkaitan dengan merek lain yang berada dalam kelas barang atau jasa yang berbeda, dan digunakan secara bersamaan dalam perdagangan barang atau jasa, maka pemeriksa merek (Trademark Examiner) sepatutnya menolak permohonan tersebut. Namun, seringkali pada prakteknya, merek-merek yang memiliki persamaan pada pokoknya serta keterkaitan dengan merek lain yang berada di kelas barang atau jasa yang berbeda tersebut, walaupun sangat berpotensi menyesatkan konsumen, tetap saja dapat terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI). Hal tersebut selain menyebabkan kebingungan di masyarakat, juga menimbulkan ketidakpastian hukum, padahal seharusnya Dirjen HKI berfungsi untuk menciptakan kepastian hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu cara untuk menyelesaikan gugatan merek dapat juga dilakukan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 84 UU Merek.8 Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan melalui pengadilan adalah diantaranya kerahasiaan sengketa dijamin, dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, win-win solution, dan putusan arbitrase merupakan putusan final dan mengikat para pihak
8

Pasal 84 UU Merek: Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa

ADVOKASI dengan Hati Nurani 105

(final dan binding).9 Di Indonesia, lembaga yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa arbitrase adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Untuk itu, Arbitrase dapat digunakan sebagai forum yang utama dalam penyelesaian sengketa Merek, mengingat Arbitrase memiliki beberapa kelebihan daripada penyelesaian sengketa melalui forum pengadilan sebagaimana telah dinyatakan di atas. Menjelang amandemen beberapa Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk UU Merek, yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sudah sepatutnya hal tersebut diimbangi dengan peningkatan kinerja dan profesionalitas dari jajaran Dirjen HKI, terutama dengan meningkatkan kompetensi Pemeriksa Merek. Selain itu, sudah seharusnya kita dapat mencontoh negara Australia dan Inggris dimana merek yang belum terdaftar sekalipun dapat terlindungi oleh ketentuan passing off. Dengan demikian, ketentuan mengenai passing off sudah seharusnya diatur secara khusus dalam UU Merek yang akan datang agar praktek passing off yang sudah sering terjadi di Indonesia dapat segera teratasi.

Ketentuan mengenai putusan arbitrase adalah putusan final dan mengikat diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU No. 30/1999) dan Pasal 32 Peraturan Prosedural BANI:

(20) PERAN ARBITRASE DI INDONESIA : SATU CARA UNTUK MENGHINDARI MAFIA PERADILAN
I. PENDAHULUAN

erang melawan korupsi sangat sulit; seperti perang melawan kejahatan. Konsekuensinya, pemerintah wajib mengatasi masalah ini dengan serius. Indonesia, sebagai negara berkembang, harus belajar dari negara lain bagaimana melawan korupsi dengan efektif. Karena negara lain telah berhasil mengurangi jumlah kasus korupsi. Di Indonesia, korupsi telah menyebar dan mempengaruhi ekonomi Indonesia. Efek korupsi pada ekonomi diperlihatkan oleh kenaikan harga minyak sekitar 126% pada akhir tahun 2005. Kejadian ini tidak hanya menyebabkan kenaikan harga sembako tetapi juga kenaikan berbagai macam pajak. Pemerintah berargumen bahwa kenaikan harga di banyak sektor dimaksudkan untuk mengatasi dampak negatif defisit APBN dan korupsi. Akibat hal tersebut, jumlah orang miskin di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2009 adalah sebesar 32,53 juta jiwa orang.10

Korupsi bukanlah masalah baru di Indonesia. Ini telah terjadi sejak abad keenam dimana ada kebiasaan memberikan upeti dari orang biasa kepada raja di masa lampau. Baru-baru ini masyarakat internasional memperhatikan tingkat korupsi di Indonesia. Karena korupsi di Indonesia telah berakar dan korupsi berlanjut ke bentuk yang lebih canggih dan semakin meluas. Selain itu, di Indonesia korupsi telah berakar di sistem politik, ekonomi dan sosial. Teriakan reformasi bergema pada 1998 dengan jatuhnya rezim Orde Baru, tapi sejak saat itu belum ada tanda korupsi
10

http://www.antara.co.id/berita/1246449169/bps-penduduk-miskin-indonesiasebanyak-32-53-juta-jiwa.

108 Frans Hendra Winarta

berkurang. Akar korupsi telah sangat dalam, melekat dan menyebar sehingga hampir tidak mungkin untuk mendobraknya. Menurut World Economic Forum (WEF) periode 2008-2009, Indonesia berada di peringkat 55 dari 134 negara dalam hal daya saing.11 Kekurangan daya saing ini dipengaruhi oleh korupsi, inefisiensi dalam birokrasi dan ketidak stabilan politik. Selain itu, saat ini korupsi dikategorikan sebagai masalah yang sangat serius, yang telah merambah banyak negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Filipina dan lain-lain. Pemerintah Indonesia menyatakan komitmen untuk memberantas korupsi. Jika korupsi tidak ditangani serius maka akan merusak ekonomi Indonesia dan akhirnya sistem hukum dan kemudian ketahanan nasional. Menurut sejarah Indonesia, Indonesia telah mencoba memberantas korupsi sejak 1950. Tahun 1970, komisi Hatta dibentuk untuk memberantas korupsi di Indonesia. Namun, komisi tersebut gagal mengurangi jumlah kasus korupsi di Indonesia. Tentu saja Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menderita karena korupsi sudah menjadi endemik dan sistemik. Masalahnya sedemikian meluas sehingga PBB pada 30 Oktober 2003 mengakui betapa seriusnya korupsi dan menganjurkan gerakan Anti Korupsi diantara sesama negara anggota PBB (UNCAC: United Nations Convention Against Corruption, tahun 2003, Paris). Sekjen Kofi Annan menyatakan di hadapan 191 negara anggota Majelis Umum: Praktek korupsi sangat merugikan orang miskin. Korupsi dapat menjadi penyebab utama memburuknya ekonomi suatu negara dan penghambat pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Pemerintah Indonesia saat ini berkomitmen memberantas korupsi melalui berbagai upaya hukum, tetapi belum berhasil mengatasi masalah akut ini, dan hasil kampanye pemerintah melawan korupsi masih jauh dari harapan masyarakat. Kurangnya kontrol sosial dan penegakan hukum yang lemah juga merupakan unsur yang membuat korupsi sulit diatasi. Selain
11

http://cetak.bangkapos.com/opini/read/473.html.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 109

itu, pengadilan sebagai tempat mencari keadilan menjadi tempat untuk jual beli putusan oleh pihak-pihak yang bertikai. Sesungguhnya korupsi tidak hanya terjadi di pengadilan tapi juga di lembaga hukum lainnya seperti jaksa, hakim dan polisi, serta advokat. Korupsi di lembaga tersebut disebut Mafia Peradilan. Korupsi di lembaga hukum kelihatannya telah meluas dan masuk ke dalam semua sub sistem hukum. Walaupun pemerintah telah berkomitmen memerangi korupsi seperti disebut di atas, komitmen pemerintah belum didukung kemauan politik. Kurangnya kemauan politik untuk menegakkan hukum di pihak pemerintah membuat situasinya memburuk. Bukannya menegakkan hukum, lembaga penegak hukum justru terlibat dalam suap, konflik kepentingan, manipulasi, pemalsuan dan penghilangan bukti, serta penyalahgunaan fasilitas publik. Menurut mantan hakim agung Adi Andoyo Soetjipto, mengatakan bahwa lembaga peradilan tidak independen karena belum bebas dari masalah kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) karena masih ada para hakim yang bermental korupsi dan mudah dipengaruhi uang.12 Fenomena hakim dapat dipengaruhi uang ini dapat dilihat pada kekayaan para hakim yang nilainya di luar jangkauan gaji bulanannya.13 Jelas korupsi telah berakar karena telah menyebar ke segala bidang.

II. DEFINISI

Menurut Jaspan, M, istilah korupsi didefinisikan sebagai : tindakan informal dan ilegal, atau tindakan manipulasi dalam hal mekanisme ekonomi. Selain itu, istilah korupsi diidentifikasikan sebagai tindakan untuk mendapatkan dan mendistribusikan posisi tertentu dalam birokrasi.

Selain itu, korupsi dapat didefinisikan sebagai tindakan birokrat menyelahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan politik. Menurut Blacks Law Dictionary, istilah korupsi
The Jakarta Post, Friday, September 18, 1998, Money and Power often still prevail in Indonesian Courts, page 2. 13 Kompas, Rabu, 23 September 1998, Menkeh Muladi: Profesi Hakim Amat Rentan, hlm 15.
12

110 Frans Hendra Winarta

didefinisikan sebagai : corruption: Depravity, perversion or taint, an impairment of integrity, virtue, or moral principle; esp the impairment of a public officials duties by bribery the word corruption indicates impurity or debasement and when found in the criminal law it means depravity or gross impropriety Rollin M. Perkins & Ronald N Boyce, Criminal law 855 (3d ed 1982) the act of doing something with the intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of others; a fiduciarys or officials use of a station or office to procure some benefit either personally or for someone else, contrary to the right of others14 Pada intinya menyatakan bahwa korupsi adalah tindakan pejabat yang menggunakan posisinya secara salah dan melawan hukum untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, bertentangan dengan kewajibannya dan hak orang lain. Pasal 2 ayat (1) undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Anti Korupsi) menyatakan bahwa: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sedangkan Pasal 3 UU Anti Korupsi menyatakan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
14

Blacks Law Dictionary, Edisi Kedelapan, West, a Thomson Business. Cetakan Ulang Kedua 2007, hlm. 371.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 111

Menurut perspektif hukum, rumusan tindak korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU Anti Korupsi tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasalpasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Kerugian keuangan negara; 2. Suap-menyuap; 3. Penggelapan dalam jabatan; 4. Pemerasan; 5. Perbuatan curang; 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan; 7. Gratifikasi. Dalam perkembangannya hampir semua aspek kehidupan telah terkontaminasi korupsi. Kurangnya kemauan politik dan kepemimpinan yang patut dicontoh merupakan faktor yang membuat korupsi berakar di Indonesia. Masyarakat menuntut good governance untuk alasan politik dan ekonomi. Good governance adalah masalah demokrasi, akuntabilitas publik, transparansi dan keadilan. Selain itu, korupsi telah memasuki badan legislatif. Kasus korupsi di DPRD menunjukkan rendahnya moral anggota dewan. Keadilan dan putusan pengadilan dapat dibeli. Ironisnya, dalam hal ini pengadilan seharusnya menjadi tempat orang mencari keadilan. Maka, diketahui bahwa keadilan bisa dibeli dan juga menjadi hal umum bagi para pihak yang bertikai untuk menyuap atau memberikan uang pada pejabat hukum yang terlibat dalam kasus untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan. Fakta ini membuktikan adanya korupsi dalam sistem hukum kita. Korupsi tidak hanya terjadi dalam pengadilan tapi juga di setiap lembaga hukum atau sub sistem seperti jaksa, hakim dan polisi, serta advokat. Fakta ini membuktikan bahwa korupsi telah

112 Frans Hendra Winarta

menyebar ke semua lembaga hukum. Kenyataannya, apa yang dikatakan mantan hakim agung Adi Andoyo Soetjipto, bahwa lembaga peradilan belum bebas dari masalah kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN)15 berdasarkan fakta. Jadi fakta bahwa korupsi telah menyebar di antara lembaga hukum dan pihak-pihak yang bertikai membuktikan bahwa praktek tersebut telah meluas dan masuk ke dalam sistem hukum kita.

III. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPERCAYAAN MASYARAKAT KEPADA LEMBAGA HUKUM.


Putusan sewenang-wenang yang menimbulkan kontroversi seperti putusan Manulife membuktikan bahwa mafia peradilan benar-benar terjadi. Sesuai dengan deklarasi International Bar Association pada 17 22 September 2000 di Amsterdam, berdasarkan rekomendasi Center for the Independence of Judges and Lawyers (CIJL), ahli hukum menyimpulkan bahwa mafia peradilan terjadi sebagai akibat dari ketidakmandirian lembaga dan badan hukum (polisi, jaksa, advokat dan hakim).16 Ketidakmandirian tersebut terwujud ketika hakim atau penegak hukum lainnya mendapatkan keuntungan ilegal dari kekuasaan yang diberikan padanya atau dengan melakukan tindakan illegal seperti suap, penipuan, penggunaan fasilitas publik untuk keuntungan pribadi, penghilangan bukti pengadilan, keterlibatan pihak ketiga dalam proses pengambilan putusan. Kesimpulannya, putusan tersebut dibuat di bawah tekanan, ancaman, paksaan, nepotisme, konflik kepentingan, favoritisme, dan kompromi dengan advokat; untuk mematuhi pemerintah atau partai politik, dsb. Keberpihakan dan ketidakmandirian sistem hukum kita adalah dua faktor yang menyebabkan mafia peradilan. Hakim telah bekerja 35 tahun dalam kondisi yang tidak kondusif dan tidak
15 16

Kompas, op.cit., hlm. 15. CIJL Final Policy Framework for Preventing and Eliminating Corruption and Ensuring the Impartiality of the Judicial System, 15 Maret 1999, hlm.2.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 113

mendukung peningkatan diskresi lembaga peradilan (judicial discretion). Kondisi yang tidak kondusif dan tidak mendukung ini termasuk keberpihakan dan ketidakmandirian dalam membuat putusan pengadilan. Menurut Henry J. Abraham, definisi diskresi lembaga peradilan adalah dicerahkan oleh kepintaran dan pembelajaran, dikendalikan oleh prinsip hukum yang baik, keberanian digabungkan dengan netralitas, pikiran yang jernih, bebas dari keberpihakkan, tidak dipengaruhi oleh simpati atau prasangka atau digerakkan oleh dan bebas dari pengaruh apapun kecuali oleh hasrat yang kuat untuk melakukan yang adil 17 Jika kita melihat sistem hukum kita, jelas mafia peradilan sulit diberantas. Karena buruknya citra sistem hukum kita, sulit bagi pengadilan untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Seperti diketahui, pengadilan dipercaya menjadi tempat semua lapisan masyarakat mencari keadilan. Jika keadilan dapat dibeli, bagaimana orang miskin mendapatkan keadilan? Jadi pengadilan bukan lagi tempat mencari keadilan, melainkan tempat jual beli putusan pengadilan. Tak dapat dipungkiri bahwa ketidakpercayaan masyarakat terhadap peradilan disebabkan oleh mafia peradilan dalam sistem hukum kita. Kurangnya kepercayaan masyarakat juga disebabkan oleh ketidakjujuran lembaga hukum kita yang secara tidak langsung berhubungan dengan kepastian hukum di negara kita. Kepastian hukum adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan ekonomi di Indonesia. Di Indonesia, seringkali pelaku bisnis tidak puas dengan putusan pengadilan karena putusan tersebut terkontaminasi oleh mafia peradilan.

Dalam mengatasi masalah di atas, ada trend baru yang dilakukan oleh pebisnis internasional. Trend baru ini disebut
17

IV. PERAN ARBITRASE

J. Abraham, 1993, The Judicial Process, New York: Oxford University Press, hlm 97.

114 Frans Hendra Winarta

arbitrase perdagangan (commercial arbitration) dimana pebisnis internasional lebih memilih menggunakan lembaga ini ketimbang pengadilan sebagai media formal untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka (business dispute). Arbitrase menjadi lembaga yang populer karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pengadilan. Kelebihan menyelesaikan sengketa lewat arbitrase ini menurut Priyatna Abdurrasyid dalam bukunya berjudul Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa18 antara lain: a. Para pihak dapat memilih para arbiternya sendiri dan untuk diharapkan akan dipilih mereka yang mempunyai kejujuran, integritas, kejujuran keahlian dan profesionalisme di bidangnya masingmasing (dan sama sekali tidak mewakili pihak yang memilihnya); b. Proses majelis arbitrase bersifat konfidensial sehingga menjamin dari publisitas yang tidak di kehendaki; c. Putusan arbitrase, sesuai dengan kehendak dan niat para pihak merupakan putusan final dan mengikat para pihak yang bersengketa; d. Karena putusannya final dan mengikat, tata caranya bisa cepat, tidak mahal serta jauh lebih rendah dari biayabiaya yang harus dikeluarkan dalam proses pengadilan. Apalagi kalau kebetulan ditangani oleh pengacara yang kurang bertanggungjawab sehingga masalahnya dapat saja dengan itikad buruk diperpanjang selama mungkin; e. Tata cara arbitrase lebih informal dari tatacara pengadilan dan oleh karena itu terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian kekeluargaan dan damai (amicable); memberi kesempatan luas untuk meneruskan hubungan komersial para pihak dikemudian hari setelah berakhirnya proses penyelesaian sengketa. Selain itu sasaran para pihak dengan arbiter adalah untuk mencapai win-win solution, prosesnya sesuai dengan nilai-nilai bisnis dan putusannya final dan mengikat pihak yang bersengketa,
18

Priyatna Abdurrassyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, Fikahati Aneska, 2002 Jakarta, hal. 80.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 115

contohnya seperti putusan versi BANI, ICSID dan UNCITRAL.19 Jelas kelebihan ini tidak dimiliki pengadilan Indonesia. Telah diketahui bahwa proses penyelesaian lewat pengadilan lebih lama, karena perlu melewati beberapa tingkat pengadilan seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi (di tingkat banding), dan Mahkamah Agung Republik Indonesia (di tingkat kasasi). Selain itu, kredibilitas pengadilan Indonesia juga sering dipertanyakan pengusaha asing. Berdasarkan fakta ini, penyelesaian sengketa lewat arbitrase sangat diperlukan, terutama oleh pebisnis karena mereka lebih memilih penyelesaian sengketa yang lebih cepat. Adanya mafia peradilan di lembaga hukum kita menempatkan arbitrase di tempat yang baru bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mencari keadilan. Arbitrase sebagai media penyelesaian sengketa dia-tur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase.20 Namun, walaupun arbitrase dianggap lembaga terbaik untuk menyelesaikan sengketa, di Indonesia khususnya, masih ada halangan untuk mengeksekusi putusan arbitrase internasional karena memerlukan persetujuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengeksekusi putusan. Halangan dalam mengeksekusi putusan arbitrase internasional sering terjadi jika kasusnya sendiri masih berhubungan dengan kasus perdata atau pidana yang masih berlangsung. Banyak pihak yang berkepentingan mengajukan gugatan perdata atau pidana untuk menunda eksekusi putusan arbitrase internasional. Pendeknya, eksekusi putusan arbitrase internasional memerlukan integritas tinggi dari para pihak dan badan peradilan, dan penegak hukum lainnya.
Yahya harahap, Arbitrase ditinjau dari RV, Peraturan prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration rules, Convention on the recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards Perma No. 1 Tahun 1990, Sinar Grafika, 2001 hal. 253. 20 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: 1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
19

116 Frans Hendra Winarta

Namun, arbitrase diangap penyelesaian yang lebih baik dan disukai ketimbang proses pengadilan dan merupakan salah satu cara ampuh untuk menghindari mafia peradilan.

V. KESIMPULAN
Pemberantasan korupsi memerlukan usaha serius dan waktu lama karena telah menyebar ke hampir semua lembaga hukum dan sistem sosial. Pengadilan yang dipercaya sebagai tempat mencari keadilan tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan keadilan. Ini disebabkan citra buruk lembaga peradilan yang tidak lagi dapat menjadi tempat keramat untuk mencari keadilan. Akibatnya, ini menjadi faktor yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Selanjutnya, tidak ada tindakan yang dapat diandalkan dari pemerintah Indonesia dalam memberantas korupsi karena kita masih dapat melihat mafia peradilan dalam sistem hukum kita. Dengan adanya mafia peradilan dalam sistem hukum kita, kebutuhan akan arbitrase perdagangan sebagai lembaga yang kredibel untuk menyelesaikan sengketa perlu mendapat perhatian khusus. Arbitrase perdagangan lebih disukai ketimbang proses pengadilan; khususnya untuk pebisnis, karena memiliki beberapa kelebihan yaitu proses yang lebih cepat, sifat kerahasiaan dan putusan yang final dan mengikat (final and binding).21 Penyelesaian sengketa melalui arbitrase perdagangan juga merupakan alternatif untuk mengurangi tumpukan perkara di Mahkamah Agung Republik Indonesia22 dan seperti yang disebutkan sebelumnya, untuk menghindari mafia peradilan.

Pasal 60 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. 22 Sisa perkara yang masih berjalan di Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah sebesar 8.835 perkara hingga 25 Pebruari 2010, sebagaimana dikutip dari http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=1460.
21

(21) DEPONEERING SEBAGAI PENGABAIAN PERKARA PIDANA

agaimana penegakan hukum dilaksanakan sangat bergantung kepada politik hukum suatu negara. Mengenai prioritas kejaksaan menangani berbagai jenis tindak pidana ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Tidak aneh kalau Kejaksaan bekerja berdasarkan kebijakan penegakan hukum pemerintah. Jaksa cenderung berpikir subyektif dalam posisi yang subyektif pula karena mengikuti cara berpikir dan kebijakkan pemerintah (to serve the interest of the government). Khususnya di Indonesia pemerintah untuk saat ini dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menempatkan korupsi sebagai salah satu pri-oritas penegakan hukum, selain terorisme dan narkoba. Ini membawa konsekwensi segala daya dan tenaga difokuskan pada upaya memberantas korupsi. Salah satu poin kemenangan kampanye politik Presiden, adalah janji-janji pemberantasan korupsi yang telah berakar dan lama tidak ditangani secara proporsional oleh pemerintahan yang lalu. Itu sebabnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan suara rakyat pemilih lebih dari 60 % dari para pemilih yang ada. Janji itu selalu ditagih rakyat dan selalu dijadikan barometer apa pemerintah berhasil atau gagal dalam memenuhi janji dan performa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II. Dalam posisi subjektif itulah jaksa selalu mencoba mengikuti keinginan pemerintah dan bukan rakyat karena jaksa bukanlah wakil rakyat. Oleh karena itu sulit sekali diharapkan kejaksaan dapat memenuhi harapan dan aspirasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Seringkali kejaksaan tidak menyuarakan keadilan tetapi lebih menyuarakan kepentingan pemerintah.

118 Frans Hendra Winarta

Prinsip Oportunitas
Salah satu kekuasaan yang paling penting dari jaksa adalah prinsip oportunitas atau prinsip kekuasaan diskresi. Prinsip ini berasal dari Perancis ditahun 1926 yang dimasukkan kedalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana yang dinamakan seponer (atau seponeren dalam bahasa Belanda) yang berarti mengesampingkan suatu kasus (pidana) atau keputusan jaksa untuk tidak menuntut suatu kasus (perkara). Hal tersebut diartikan sebagai take no further action atau classer sans suite, jadi pada waktu itu seorang jaksa diberikan kekuasaan untuk meneruskan dan menuntut suatu perkara atau menghentikan atau tidak menuntut suatu perkara. Di Indonesia kewenangan untuk mengesampingkan suatu perkara dikenal dengan deponeering yang diatur dalam Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai berikut: Jaksa agung mempunyai tugas dan wewenang: ....... c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum Posisi jaksa ini lain dengan posisi hakim yang mempunyai tugas melindungi rakyat dari pemerintah yang melanggar hak asasi manusia individu, namun sebagaimana hakim, jaksa pun mempunyai tugas melindungi rakyat dan keadilan. Lain halnya di Jerman yang menganut asas legalitas yang mewajibkan jaksa melakukan penuntutan sebagai penuntut umum. Mengingat hukum pidana dan hukum acara pidana indonesia berasal dari Belanda dan dimana pada saat itu Belanda mengadopsinya dari Perancis, maka posisi jaksa Indonesia dipengaruhi sistem hukum Belanda-Perancis (French-Dutch Civil Law System). Asas oportunitas sebenarnya memberikan Jaksa penuntut umum suatu kekuasaan membuat kebijakan (policy making power) di dalam lapangan hukum pidana yang dianggap memegang peranan utama (central role) atau ujung tombak penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 119

Posisi jaksa penuntut umum adalah sebagai titik permulaan dari proses pemidanaan, membawa kasus ke pengadilan secara tertulis berupa dakwaan dan tuntutan atau meminta pengadilan memeriksa perkara, menawarkan tersangka atau terdakwa kemungkinan menyelesaikan perkara dengan penyelesaian keuangan atau menghentikan tuntutan secara bersyarat atau tidak bersyarat. Semua tuntutan tertulis jaksa dijadikan dasar pemeriksaan di pengadilan selanjutnya. Dalam hal ini, hakim terikat dan tidak dapat menolaknya. Tetapi dalam posisinya yang netral, hakim dalam memutus perkara harus berpikir secara obyektif dan dalam posisi yang obyektif pula.

Kasus Bibit-Chandra
Dalam kasus kontroversial Bibit-Chandra, perkembangan terakhirnya telah sampai pada kondisi dimana terjadi pro dan kontra apakah perkara itu layak dilanjutkan karena penolakan PK yang diajukan kejaksaan ataukah perkara itu dideponeering demi kepentingan umum. Sebenarnya, deponeering dapat dilakukan dalam setiap tingkat peradilan dan tidak dipersoalkan apakah si terdakwa atau tersangka bersalah atau tidak, begitupula apakah bukti yang ada cukup atau tidak. Deponeering dianggap sebagai kewenangan jaksa penuntut umum (Jaksa Agung) untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Aturan hukum tentang deponeering jangan dibaca secara harafiah, bahwa hanya Jaksa Agung yang dapat melakukan deponeering terhadap suatu kasus (perkara). Hal ini berarti, tidak ada alasan Plt. Jaksa Agung tidak dapat melakukan deponeering atas perkara BibitChandra, karena selain deponeering bisa dilakukan oleh setiap jaksa hak dan wewenang Jaksa Agung melekat padanya. Kalau saja perkara Bibit-Chandra merupakan bagian dari upaya pelemahan KPK, maka patut dipertimbangkan penerapan deponeering atas perkara tersebut, karena bagaimanapun upaya pemberantasan korupsi adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat (umum). KPK yang dibentuk dengan susah payah, biaya tinggi, diharapkan menjadi ujung tombak

120 Frans Hendra Winarta

pemberantasan korupsi di Indonesia yang sistemik dan endemik, dan hal ini merupakan harapan rakyat dalam penegakan hukum ke depan. Selain itu, KPK sebagai lembaga superbody dalam upaya penegakan hukum perlu dilindungi dari upaya pelemahan agar kepentingan umum (rakyat) terlindungi.

Alasan Demi Kepentingan Umum


Berdasarkan fakta rekaman yang dijadikan dasar penuntutan terhadap Bibit-Chandra ternyata tidak ada hingga saat ini, hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa upaya pelemahan KPK memang nyata, sehingga deponeering dapat dijadikan solusi untuk menggagalkan upaya pelemahan KPK. Deponeering bukan berarti kedua orang itu bersalah, tetapi dihentikan tuntutan terhadap mereka karena deponeering dilakukan demi kepentingan umum (rakyat) yang menghendaki pemberantasan korupsi menjadi kenyataan. KPK adalah lembaga yang dijadikan ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika hal tersebut yang menjadi landasan berpikir jaksa c.q Jaksa Agung RI maka selayaknya deponeering dilakukan atas perkara BibitChandra, tetapi KPK tidak berwenang memeriksa perkara atau kemungkinan adanya upaya rekayasa atas perkara Bibit-Chandra. Hal ini disebabkan karena pembentukan KPK dimaksudkan untuk mengemban tugas pemberantasan korupsi dan bukan penegakan hukum secara umum untuk tindak pidana biasa. Proses deponeering ini dilakukan dan bersifat individual sebagai reduksi dari asas legalitas, tetapi tidak dimaksudkan untuk digunakan secara meluas. Namun, deponeering hanya diberlakukan terbatas pada perkara tertentu. Perlu diingat bahwa jaksa penuntut umum bukanlah wakil pemerintah tetapi merupakan wakil keadilan, selain itu jaksa merupakan pembela pendapat atau pandangan pemerintah dan sekali-gus pelindung rakyat. Singkat kata deponeering adalah penyelesaian kasus (perkara) secara luar biasa dan tidak boleh dijadikan kebiasaan dan diterapkan secara masif, tetapi harus merupakan penyelesaian

ADVOKASI dengan Hati Nurani 121

kasus (perkara) secara terbatas atas nama kepentingan umum, yang mana harus dipertimbangkan akibatnya, seperti apa pelaku atau tersangka akan mengulang perbuatannya; apa hukum akan menjadi lebih sering dilanggar; apa pelaku atau tersangka akan memperbaiki prilakunya dikemudian hari; atau apa akan timbul keresahan sosial apabila tindak pidana tidak dituntut. Semoga tulisan ini dapat memberi ilham tentang latar belakang pengabaian (waiver) suatu kasus (perkara) demi kepentingan umum.

(22) DEPONEERING SEBAGAI KEWENANGAN DISKRESI JAKSA AGUNG


Abstract

ne of the discretionary powers of the Prosecutor is deponeering, where the Prosecutor can set aside the prosecution of a case based on or for the reason of public interest. In the case of Bibit-Chandra, for the reason of public interest, the case of Bibit-Chandra should receive deponeering. This is stated in Article 35 point (c) of Law Number 16 of 2004 on the Prosecutor of the Republic of Indonesia. Deponeering should be done by the Attorney General in the case of Bibit-Chandra considering the alleged efforts to weaken KPK. Keywords: deponeering, Jaksa Agung, Kasus Bibit-Chandra, Diskresi.

A. Pendahuluan
Dikotomi calon jaksa agung terus bergulir dan komentar serta pendapat silih berganti bersahutan apakah calon Jaksa Agung Republik Indonesia sebaiknya berasal dari orang dalam (jaksa karir) atau orang luar (jaksa non karir) Kejaksaan menjadi isu yang hangat. Suatu hal yang dapat dimengerti ketika kalangan jaksa lebih menjagokan jaksa karir untuk menjadi Jaksa Agung karena dianggap memahami fungsi dan misi jaksa, sehingga dapat menjamin kesinambungan kerja dan kinerja Kejaksaan. Sebaliknya, kalangan yang mendukung jaksa non karir mendambakan pembaharuan dan pembersihan ke dalam agar para jaksa dapat bekerja secara maksimal dan lepas dari praktek tercela mafia hukum (judicial corruption). Kedua kubu tentunya mempunyai alasan logis dan mendasar. Untuk itu, hal tersebut tergantung kepada kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menentukan prioritasnya untuk memilih Jaksa Agung sebagai ujung tombak penegakan hukum.

124 Frans Hendra Winarta

Di tengah maraknya penunjukan Jaksa Agung baru pengganti Jaksa Agung Hendarman Supandji, tidak kalah hangat isu perkara Bibit-Chandra menyusul penolakan Mahkamah Agung Republik Indonesia atas permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Kejaksaan dalam perkara pra-peradilan atas pembatalan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan perkara Bibit-Chandra oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.23 Hal ini berarti kedua pemimpin KPK itu akan menghadapi peradilan perkara tuduhan pemerasan. Banyak kalangan yang mengharapkan agar deponeering diterapkan dalam perkara ini. Untuk itu, perlu kita melihat asal muasal deponeering di negeri asalnya yaitu Belanda, sebagai suatu diskresi Jaksa Agung beserta dengan latar belakangnya.

B. Pembahasan 1. Kedudukan Jaksa Dalam Sistem Pemerintahan


Sistem hukum kita yang berasal dari sistem hukum FrenchDutch civil law yang menganggap jaksa bukan sebagai wakil rakyat dan tidak netral seperti hakim. Jaksa cenderung dipengaruhi pemerintah dan tidak lepas dari kebijakan pemerintah, khususnya dalam penegakan hukum. Sejarah mencatat ketika Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813 timbul pertanyaan, apakah jaksa merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif atau bagian dari pengadilan (kekuasaan yudikatif atau bagian dari keduanya). Kedudukan Jaksa oleh Raja William selaku penuntut umum (public prosecutor) ditaruh di bawah pemerintah seperti pejabat publik lainnya dengan hierarki yang sama. Raja William yang memerintah Kerajaan Belanda dari tahun 1813 sampai 1840, yaitu pada jaman restorasi, dimana sebagai raja yang otokratik, Raja William ingin memastikan pengaruhnya pada pengadilan yang independen dengan menaruh jaksa di bawah pemerintah. Dia berpendapat kedudukan jaksa tidak lepas dari pengaruh pemerintah, khususnya dalam penegakan hukum.
23

http://detiknews.com/read/2010/10/08/171620/1459296/10/mahfud-md-pkditolak-perkara-bibit-chandra-lanjut?nd992203topnews.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 125

Dengan menaruh jaksa di bawah pemerintah, Raja ingin memastikan pengaruhnya terhadap pengadilan. Pada waktu itu, hakim dianggap sebagai gens de la loi (Law official) dan jaksa penuntut umum sebagai gens du Roi (The Kings Man).24 Jaksa, menurut raja adalah agen dari pemerintah. Oleh karena itu, jaksa mewakili pemerintah di dalam sidang pengadilan. Jaksa bukanlah wakil rakyat dan tidak perlu seperti hakim. Jaksa berfungsi sebagai pembela dari ketertiban hukum (advocate of legal order) yang harus dipeliharanya. Waktu itu, jaksa melayani kepentingan pemerintah. Dengan cara ini, pemerintah dapat mempengaruhi hakim. Artinya, konsep berpikir pemerintah pada saat itu adalah untuk melayani kepentingan politiknya sendiri melalui penegakan hukum dengan caranya sendiri. Singkatnya upaya memelihara ketertiban hukum bukan lain daripada mengabdi kepada kepentingan politik pemerintah pada waktu itu. Di pihak lain, hakim mempunyai tugas melindungi rakyat terhadap pemerintah, khususnya ketika pemerintah melanggar hak individu atau hak asasi manusia individu. Sebenarnya jaksa pun mempunyai tugas yang sama dalam menegakkan keadilan, dalam melindungi rakyat. Paling tidak pemikiran tentang fungsi jaksa (termasuk Jaksa Agung) tentunya mempengaruhi pemimpin Indonesia, sebagai bangsa yang pernah menjadi koloni Belanda, selama ini yang menempatkan jaksa (termasuk Jaksa Agung) di bawah naungan Pemerintah. Seperti halnya Raja William, setiap orang yang berkuasa ingin mempertahankan kekuasaannya, bahkan beberapa penguasa ingin mempertahankan kekuasaannya selamanya. Semua pemerintah ingin mempengaruhi cabang kekuasaan lainnya dalam suatu negara. Begitu pula, terdapat upaya parlemen mengontrol pemerintah agar tidak mempengaruhi lembaga pengadilan. Jadi selalu ada proses tarik-menarik antara ketiga cabang kekuasaan.
24

Cremers, Piet-Hein A.J., Fights Against Criminality: Relations Between Public Prosecutor and Police, Demo-Droit Themis: The Role of The Public Prosecution office in a Democratic society (Messina (Sicily); Council of Europe Publishing, 1996), hlm. 68.

126 Frans Hendra Winarta

2. Prinsip kewenangan Diskresi (Principle of Discretionary Power) dari Jaksa


Salah satu kewenangan jaksa yang paling penting di Belanda adalah prinsip oportunitas (principle of opportunity) atau prinsip kewenangan diskresi (Principle of Discretionary Power). Setelah Belanda merdeka pada tahun 1813, namun hukum Perancis yaitu Code dInstructive Criminalle (Code of Criminal Procedure) dan code penal (penal code) masih terus berlaku selama kurun waktu tertentu. Prinsip Oportunitas ini pada tahun 1926 dimasukkan ke dalam hukum acara pidana Belanda, yang sehari-hari dikenal dalam bahasa Perancis sebagai seponer atau dalam Bahasa Belanda sebagai seponeren (menyisihkan), yang berarti menyingkirkan suatu kasus (perkara) dan juga berarti keputusan untuk tidak menuntut suatu kasus (perkara) atau classer sans suite (take no further action). Keputusan itu dinamakan sepot, dimana di Indonesia kemudian dikenal sebagai deponeering yang berarti menyimpan. Dalam sistem penuntutan di Belanda, dimungkin-kan untuk sepot dalam suatu kasus (perkara) pidana. Pada dasarnya, prinsip oportunitas memungkinkan jaksa penuntut umum untuk memilih menuntut suatu kasus (perkara) atau tidak. Jaksa dapat mengabaikan penuntutan suatu kasus (perkara) atas dasar atau alasan demi kepentingan umum. Pernyataan ini dapat dilakukan pada setiap tingkat perkara pengadilan. Di Belanda, jaksa memiliki 2 kombinasi kekuasaan utama, yaitu: Yang pertama adalah kekuasaan oportunitas; dan yang kedua adalah kekuasaan jaksa untuk menginstruksikan polisi menginvestigasi suatu kasus atau tidak, atau menentukan bentuk kejahatan apa yang harus diinvestigasi sebagai prioritas. Dalam hal deponeren, menurut iet Hein A. J. Cremers, seorang penuntut umum di Pengadilan Banding di Arnhem (Belanda), menyatakan tentang hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menerapkan deponeering, sebagai berikut :25
25

Ibid., hlm. 67.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 127

1. Apakah tersangka akan memperbaiki perilakunya; 2. Apakah norma-norma hukum yang mendasari suatu tuntutan tindak pidana tertentu akan lebih sering dilanggar kalau tuntutan disisihkan; 3. Apakah akan timbul keresahan masyarakat kalau tindak pidana tidak dituntut. Semua ini dapat dijawab bukan melihat kasus per kasus secara individual tetapi berdasarkan hasil riset kriminologi.

C. Kesimpulan
Dalam kasus Bibit-Chandra, jika melihat sejarah deponeering atau oportunitas tadi, maka dengan alasan demi kepentingan umum, perkara Bibit-Chandra seharusnya di-deponeering. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 35 huruf (c) UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, sebagai berikut26 : Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: ... c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.

Deponeering perkara Bibit-Chandra diperlukan mengingat adanya dugaan upaya pelemahan KPK, pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung bahwa terdapat rekaman percakapan antara tersangka kasus percobaan penyuapan, Ary Muladi dengan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ade Raharja masih menjadi perdebatan, karena hingga saat ini rekaman tersebut belum pernah dimunculkan dalam persidangan Anggodo.27 KPK yang dirancang sebagai superbody28 penegakan hukum dan yang telah dibentuk dengan susah payah, dimana
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 27 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c51830a99589/tak-ada-rekamantelepon-ary-muladiade-raharja-. 28 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22416/kpk-memang-dirancangisuperbodyi-sedari-awal
26

128 Frans Hendra Winarta

statusnya berada di depan dalam upaya pemberantasan korupsi perlu diselamatkan dari upaya pelemahan demi kepentingan umum. Hal ini mengingat tujuan dibentuknya KPK adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan korupsi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai berikut: Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Salah satu janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kampanye pemilu yang lalu adalah memberantas korupsi. Untuk itu, KPK harus mendapatkan perlindungan dari upaya pelemahan dari pihak manapun, sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mempunyai politik hukum yang jelas terhadap hal ini. Seharusnya, Tim Delapan sejak semula merekomendasikan deponeering dan bukan penyelesaian di luar pengadilan dalam perkara yang sudah berstatus P-21. Adapun deponeering dalam sistem hukum Indonesia dapat diajukan dalam setiap tingkat pemeriksaan dan persidangan, dimana hal ini sama dengan sistem hukum Belanda mengenai seponeren. Namun, pada akhirnya semua ini bergantung kepada kebijaksanaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memimpin program pemberantasan korupsi. Dimana hal tersebut memerlukan ketegasan dan keberanian beliau untuk membuat keputusan yang dapat menyelamatkan KPK.

DAFTAR PUSTAKA
Piet-Hein A.J., Cremers, Fights Against Criminality: Relations Between Public Prosecutor and Police, Demo-Droit Themis: The Role of The Public Prosecution office in a Democratic society. Messina (Sicily): Council of Europe Publishing, 1996. Indonesia. Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU No. 30 Tahun 2002.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 129

Indonesia. Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia. UU No. 4 Tahun 2004. http://detiknews.com/read/2010/10/08/171620/1459296/ 10/mahfud-md-pk-ditolak-perkara-bibit-chandralanjut?nd992203topnews. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c51830a99589/takada-rekaman-telepon-ary-muladiade-raharja-. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22416/kpkmemang-dirancang-isuperbodyi-sedari-awal

(23) TEORI KEDAULATAN NEGARA DALAM MoU Rl - GAM

Abstract
overeignty is the absolute and lasting power of a state, which is unlimited and cannot be divided. Sovereignty is the basic principle of political stability in a state. A state without summa potestas (the highest power) is like a boat without a rudder. With the MoU between Indonesia and GAM, there is a concern that the MoU between Indonesia and GAM has reduced the sovereignty of the State of the Republic of Indonesia because the concept of the Unitary State of the Republic of Indonesia stipulated in the 1945 Constitution has been reduced by foreign intervention. Keywords: Teori Kedaulatan Negara, Memorandum of Understanding RI-GAM, Perjanjian Internasional

Teori Kedaulatan Negara


Teori kedaulatan negara mulai diperkenalkan oleh Jean Bodin yang pertama kali memberikan bentuk ilmiah pada teori kedaulatan, sehingga kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak dan abadi dari negara yang tidak terbatas dan tidak dapat dibagibagi.29 Teori kedaulatan ini kemudian berkembang menjadi dua paham yang berbeda. Pertama, paham yang menganggap kedaulatan itu harus utuh (paham monisme kedaulatan), sedangkan, kedua, paham yang menganggap kedaulatan di0 samping harus merupakan ciri hakiki dari suatu negara yang tidak boleh hilang, namun dalam pelaksanaannya akan dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam masing-masing negara (paham pluralisme kedaulatan).
29

Andrew Vincent, Theories of The State, Oxford, Basil Blackwell, 1987, hlm. 32, dikutip dari Yudha Bhakti Ardhiwisastra, dalam Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Alumni, 1999, Bandung, hlm. 13.

132 Frans Hendra Winarta

Munculnya negara dalam bentuk yang modern sebagai negara nasional atau kebangsaan (nation state) lahir sekitar abad ke-16 dan 17, yang mengambil bentuknya dalam pergolakan Renaissance dan Reformasi. Suatu hal yang membedakan antara suatu negara modern sesudah reformasi dari abad pertengahan dengan negara sebelum reformasi adalah lebih besarnya pemusatan kekuasaan pada pemerintah dalam negara modern. Negara nasional dan teritorial yang dewasa ini dikenal, telah dilengkapi dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang memungkinkan pemerintah melakukan pengawasan sepanjang waktu dan pada semua bagian dari daerah kekuasaannya.30 Hampir semua negara modern menganut paham yang dikembangkan Jean Bodin dan kemudian diteruskan oleh Thomas Hobbes, Grotius, Gentili, dll. Di dalam buku De Republika yang diterbitkan pada tahun 1576 secara jelas, Jean Bodin (1530 - 1596) menjelaskan kedaulatan sebagai persoalan mendasar dalam memahami sifat-sifat negara modern (nasional) serta hakikat dan fungsi kedaulatan itu, baik dalam kerangka hukum nasional maupun dalam kerangka hukum internasional. Negara tanpa summa potestas (kekuasaan tertinggi) adalah bagaikan kapal tanpa kemudi.31 Hal ini adalah fakta politik dan berdasarkan asas-asas yang dianggapnya abadi sebagai sifat negara.32 Adapun yang dimaksud dengan berdaulat adalah suatu kekuasaan tertinggi. Namun, yang berdaulat bukanlah satu potestas legibus ominibus soluta.33 Karena ada beberapa hukum yang mengikat dirinya seperti ketuhanan, hukum alam atau akal, hukum yang umum pada semua bangsa dan undang-undang pemerintah yang dinamakan leges imperii.34 Leges imperii adalah
J.L. Brierly, The Law of Nations, London, Charendou Press, 1954, hlm.2 dikutip dari Yudha Bhakti Ardhiwisastra, dalam Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Alumni, 1999, Bandung, hlm. 23. 31 Muchtar Afandi, Ilmu-ilmu Negara, Bandung, Alumni, 1971, hlm. 161, dikutip dari Yudha Bhakti Ardhiwisastra, dalam Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Alumni, 1999, Bandung, hlm. 45-46. 32 Brierly, op.cit., hlm 7-8. 33 Potestas Legibus Ominibus Soluta dapat diartikan secara umum suatu kekuasaan tertinggi tanpa batas. 34 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Bandung, Alumni, 1999, hlm. 30.
30

ADVOKASI dengan Hati Nurani 133

undang-undang dasar negara yang menentukan ke tangan siapa kekuasaan berdaulat itu diserahkan dan di dalam batas-batas mana kekuasaan itu dapat dilaksanakan.35 Jean Bodin merumuskan negara sebagai suatu kumpulan keluarga dan harta benda yang dimiliki bersama dan diperintah oleh suatu kekuasaan tertinggi dan oleh akal (a multitude of families and the possessions that they have in common ruled by a supreme power and by reason).36 Makna doktrin Jean Bodin ini tentunya tidak dapat dipisahkan dari pemikiran tentang pemerintah yang disebut sebagai legitima gubernatio, yaitu suatu pemerintah betapapun kuat dan berkuasanya tidak dapat bertindak sewenang-wenang karena kekuasaan itu diterima dari dan ditentukan oleh hukum yang lebih tinggi daripada pemerintah itu sendiri. Jean Bodin dalam hal ini mengikuti cara berpikir pada abad pertengahan mengenai sifat hukum. Pada abad pertengahan, hukum tidak dianggap sebagai sesuatu yang seluruhnya dibuat manusia. Dimana masyarakat pada waktu itu percaya bahwa di atas hukum positif dari suatu masyarakat, terdapat satu hukum dasar yang lebih tinggi daya mengikatnya. Hukum positif harus menyesuaikan diri kepada hukum yang lebih tinggi itu, manakala undang-undang yang dibuatnya diharapkan akan berlaku. Dengan demikian, bagi Jean Bodin, kedaulatan itu merupakan suatu asas pokok dari ketertiban politik dalam negeri.37 Perkembangan teori kedaulatan ini mencapai puncaknya ketika Thomas Hobbes dalam buku Leviathan pada tahun 1651 menganggap kedaulatan sebagai satu asas pokok bagi ketertiban. Hobbes percaya bahwa untuk keamanannya, manusia membutuhkan suatu kekuasaan yang mereka patuhi bersama dan yang mengendalikan tindakan-tindakan mereka demi kebaikan bersama, dimana orang atau badan yang memegang kekuasaan inilah yang berdaulat. Hukum tidak menciptakan kedaulatan dan juga tidak membatasi kekuasaan, dimana yang membuat berdaulat adalah kekuasaan, sedangkan undang-undang adalah
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT Ichtiar Baru. Van Hoeve, Jakarta 1994, hlm.9-12. 36 Brierly, op.cit, hlm.8. 37 Ibid., hlm. 10.
35

134 Frans Hendra Winarta

perintah yang diturunkannya. Mengingat yang berkuasa adalah yang paling kuat, maka ia tidak dapat dibatasi oleh sesuatu di luar dirinya. Oleh karenanya kedaulatan itu haruslah mutlak dan tidak dibatasi.38 Sebaliknya, John Locke dan Rousseau mengemukakan teori bahwa rakyatlah yang berdaulat. Dalam abad ke-18, teori ini menjadi doktrin yang dianut untuk membenarkan revolusi Perancis dan Amerika. Doktrin ini mencoba menggabungkan dua gagasan yang berlawanan, yaitu gagasan tentang kekuasaan mutlak yang terdapat di suatu negara dan gagasan tentang tanggung jawab dari setiap pemegang kekuasaan yang sebenarnya atas penggunaan kekuasaan itu untuk suatu tujuan.39 Menurut Hobbes, rakyat tidak memerintah karena pekerjaan memerintah dilakukan oleh orang pandai. Satu golongan kecil (elit) yang mempunyai kesadaran politik tinggi mungkin lebih kuat daripada rakyat sebagai keseluruhan dan memaksakan kehendaknya sampai ditaati orang banyak.40 Inilah teori tentang kedaulatan dari Thomas Hobbes yang dikenal dengan adagium homo homini lupus, bellum omnium contra omnes. Perkembangan selanjutnya adalah timbulnya negara-negara kebangsaan (nation state) selama abad ke-19. Gerakan reformasi ini memberi pengaruh kepada doktrin hukum internasional. Teori kedaulatan mutlak digantikan oleh pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kedaulatan dalam hubungan antar negara.41 Pembatasan terhadap fungsi kedaulatan ini telah dipelajari secara seksama oleh suatu komisi di Amerika Serikat selama Perang Dunia II dalam rangka menjajaki pembentukan organisasiorganisasi perdamaian inter-nasional. Komisi ini melaporkan tentang hasil penyelidikannya sebagai berikut: a sovereign state at the present time claims the power to judge its own controversies, to enforce its own conception of
Ibid., Apa yang diterangkan Hobbes kemudian dikenal dewasa ini sebagai kekuasaan totaliter. 39 Ibid., hlm 13-14. 40 Ibid., hlm 15 41 Ibid., hlm 16.
38

ADVOKASI dengan Hati Nurani 135

its rights, to increase its armaments without limit, to treat its own nationals as it sees fit, and to regulate its economic life without regard to the affect of such regulations upon its neighbours. These attributes of sovereignty must be limited. Laporan ini terdapat kecenderungan suatu negara berdaulat menuntut kekuasaan untuk mengadili perselisihan sendiri, melaksanakan konsepsinya sendiri tentang hak-haknya, untuk menambah persenjataannya tanpa batas, untuk memberlakukan warga negaranya menurut apa yang dianggapnya pantas dan mengatur perekonomiannya tanpa mempertimbangkan peraturan-peraturan bagi tetangga-tetangganya. Oleh karena itu, menurut komisi, kedaulatan seperti itu harus dibatasi.42 Pendek kata, abad kedaulatan (the age of sovereignty) tidak berlaku lagi diganti dengan abad kerjasama internasional (international cooperation).

Memorandum of Understanding RI-GAM


Dalam konteks perubahan tentang teori kedaulatan ini, apakah Memorandum of Understanding Republik IndonesiaGerakan Aceh Merdeka (MoU RI-GAM) telah mengurangi kedaulatan Negara Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia memandang MoU RI-GAM sebagai perjanjian internal dalam negeri dari Negara Republik Indonesia, namun tidak dapat disangkal bahwa isi MoU RI-GAM, pihak GAM kelihatannya dan bisa jadi menganggap MoU RI-GAM tersebut sebagai perjanjian internasional (treaty) antara Negara Republik Indonesia dengan negara Aceh. Hal ini disebabkan, menurut perkembangan hukum internasional individu (selain organisasi internasional
42

Laporan Komisi tersebut merupakan suatu penilaian kedaulatan terhadap negara-negara yang baru merdeka apabila dilihat dari satu segi pandangan Barat pada masa itu. Keadaan demikian harus dianggap sebagai suatu hal yang wajar karena negara-negara yang baru merdeka (setelah lepas Perang Dunia Kedua) masih menikmati rasa nasionalisme yang tinggi setelah sekian lama hidup dalam alam penjajahan. Namun harus juga diakui, bahwa penilaian Barat tersebut mengandung segi-segi kebenarannya, yaitu bahwa kedaulatan dalam hubungan mereka satu sama lain harus dibatasi oleh aturan yang lahir dari hubungan mereka itu sendiri.

136 Frans Hendra Winarta

seperti Red Cross dan PBB serta korporasi) sebagai subyek hukum internasional selain negara secara tradisi adalah subyek hukum internasional. Apalagi penandatangan (signatory) dari MoU RIGAM adalah warga negara asing (Swedia). Selain itu dalam UUD 1945 tidak mendefinisikan perjanjian internasional, namun Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (UU No. 24/2000) mengatur tentang hal itu. Pasal 1 UU No. 24/2000 menyebutkan: Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan norma tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis... Kemudian Pasal 4 (1) UU No. 24/2000 menjelaskan lebih rinci bahwa: Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan... Dari definisi di atas jelas bahwa GAM bukanlah sebuah negara, bukan suatu pemerintahan di pengasingan, bukan pula organisasi internasional ataupun subyek hukum internasional. GAM hanya merupakan kelompok perlawanan (insurgent); untuk dapat memperoleh status subyek hukum internasional, kelompok perlawanan harus memperoleh pengakuan (recognition) dari negara yang ia lawan atau dari pihak ketiga. Indonesia tentu tidak akan pernah memberi pengakuan kepada GAM sebagai kelompok perlawanan yang memperoleh pengakuan (belligerent). Negara ketiga juga tidak mengakui GAM, walaupun beberapa realitas cukup dijadikan alasan menyatakan GAM disebut belligerent, setidaknya de facto; resistensi dan kontrol sebagian kawasan dan kemampuan GAM memaksa Pemerintah Republik Indonesia ke meja perundingan. Secara subtantif memang GAM mampu memainkan fungsi sebagai subyek hukum internasional.43 Dalam praktik hukum internasional, perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah yang sah dengan kelompok perlawanan biasa disebut perjanjian internasional jika mendapat pengakuan. Misalnya, perjanjian antara Pemerintahan Sandinista Nikaragua
43

Eddy MT Sianturi, SSi Puslitbang Strahan Balitbang Dephan, Implikasi Kesepakatan Damai (Mou) Helsinki Terhadap Integrasi Nasional. (http:// buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=5&vnomor=15)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 137

dengan pemberontak Kontra tahun 1988; Lome Accord antara Pemerintah Sierra Leone dan Front Persatuan Revolusioner Sierra Leone (Revolutionary United Front of Sierra Leone) tahun 1999.44

Permasalahan-permasalahan yang timbul


Selama kurang lebih 60 (enam puluh) tahun gera-kan separatis di Aceh, mulai dari Daud Beureuh sampai dengan GAM, sekelompok orang Aceh telah berupaya memisahkan diri dengan berbagai dalih dan menyatakan mewakili rakyat Aceh. Meskipun Aceh sudah diberi status daerah khusus dan otonomi khusus sesuai dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, namun tidak tertutup kemungkinan terdapat beberapa anggota GAM yang belum mengakhiri niatnya memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Rl untuk mempertahankan agar Aceh tetap berada dalam wilayah NKRI. Walaupun hampir semua pihak mendukung upaya perdamaian, tetapi isi MoU RI-GAM itu dijadikan obyek kritisi karena dikuatirkan mengurangi kedaulatan Republik Indonesia serta mengancam keutuhan wilayah dan konsep NKRI. Kalau dilihat dari paham monisme kedaulatan, maka MoU RI-GAM telah mengurangi kedaulatan Republik Indonesia, khususnya dalam kerangka berpikir NKRI. Tetapi kalau dilihat dari sudut pandang paham pluralisme kedaulatan, belum tentu MoU RI-GAM mengurangi kedaulatan Republik Indonesia. Kembali kepada isi laporan dari komisi di Amerika Serikat selama Perang Dunia II, yang pada intinya menyatakan bahwa suatu negara berdaulat menuntut kekuasaan untuk mengadili perselisihan-perselisihannya sendiri, untuk melaksanakan konsepsinya sendiri tentang hak-haknya, untuk menambah persenjataannya tanpa batas, untuk memberlakukan warga
44

Ibid.

138 Frans Hendra Winarta

negaranya menurut apa yang dianggapnya pantas, dan mengatur perekonomiannya tanpa mempertimbangkan akibat peraturanperaturannya bagi tetangga. Untuk itu, menurut Komisi ini, tanda-tanda penerapan kedaulatan semacam ini harus dibatasi. Abad kedua puluh adalah abad kerjasama internasional yang luas dan memiliki intensitas kegiatan tiada taranya dalam sejarah umat manusia. Dalam pandangan sarjana Barat klasik pada waktu itu, dikatakan bahwa abad kedaulatan (the age of sovereignty) telah berlalu dan digantikan abad kerjasama Internasional (Internasional co-operation). Mereka berpendapat bahwa adanya hubungan dan kerjasama Internasional itu tidak lain sebagai pembuktian keadaan interdependensi negaranegara.45 Dalam MoU RI-GAM, kedua belah pihak sepakat menunjuk AMM (Aceh Monitoring Mission) yang dibentuk oleh Uni Eropa (European Union) dan negara-negara ASEAN yang bertugas sebagai berikut: a. Monitor the demobilization of GAM and decommissioning of its armaments; b. Monitor the relocation of non-organic military forces and non-organic police troops; c. Monitor the reintegration of active GAM members; d. Monitor the human rights situation and provide assistance in this field; e. Monitor the process of legislation change; f. Rule on disputed amnesty cases; g. Investigate and rule on complains and alleged violations of the MOU; h. Establish and maintain liaison and good cooperation with the parties. Keterlibatan orang asing, dalam hal ini Uni Eropa (European Union) dan negara-negara ASEAN membuka peluang
45

Fred Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung, Binacipta, 1980, hal. 118-119.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 139

pengakuan internasional (recognition) terhadap Aceh sebagai suatu pemerintahan atau suatu negara. Hal ini mengingat pemberontakan GAM sudah berlangsung lama dan berlarutlarut, GAM mempunyai angkatan perang sendiri, menguasai beberapa bagian wilayah Aceh, memperoleh dukungan cukup luas dari rakyat Aceh dan mempunyai pemerintahan sendiri. Dengan ditandatanganinya MoU RI-GAM, maka status GAM dapat dinyatakan bukan lagi sebagai Criminal tetapi dinyatakan sebagai pemberontak (insurgent atau rebel). Menurut paham pluralisme kedaulatan, MoU RI-GAM tidaklah mengurangi kedaulatan Republik Indonesia karena keinginan untuk mengadili perselisihan-perselisihannya sendiri, melaksanakan konsepsinya sendiri tentang hak-haknya dan menuntut kekuasaan tanpa batas harus dibatasi. Hal ini bertentangan dengan paham negara nasional atau kebangsaan (nation state) yang dengan kelengkapan lembaga-lembaga pemerintahannya ingin melaksanakan pengawasan, sepanjang waktu dan pada semua bagian dari daerah kekuasaannya.46 Dari sudut pandang negara nasional atau kebangsaan (nation state), MoU RI-GAM jelas telah mengurangi kedaulatan Republik Indonesia untuk menyelesaikan perselisihannya sendiri dan mengawasi sepanjang waktu dan pada semua bagian dari wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Begitu pula, kalau dilihat dari paham pluralisme kedaulatan, ada beberapa masalah yang dapat dicatat dan timbul dari MoU RI-GAM, khususnya tentang konsesi yang begitu besar kepada GAM atau menimbulkan dari provinsi-provinsi lain, antara lain tentang: Jika ada perjanjian internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dan negara lain tentang Aceh harus berkonsultasi dan atas persetujuan dari DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Aceh.47
46 47

Brierly, op.cit., hal. 23. Hal ini dikuatkan dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatakan: Rencana Persetujuan Internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA.

140 Frans Hendra Winarta

Pemerintah Republik Indonesia akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat serta kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak. Konsesi yang begitu besar kepada GAM telah memperbesar kemungkinan GAM memperoleh legiti-masi dan mengokohkan statusnya sebagai insurgent atau rebel.48

Analisis
Istilah former combatants dalam MoU RI-GAM telah juga melegitimasi GAM sebagai insurgent atau rebel terhadap NKRI, seolah-olah gerakan kemerdekaan terhadap penjajahan oleh Republik Indonesia. Inilah yang menjadi pertanyaan penting tentang konsep NKRI yang diabaikan dalam penandatangan MoU RI-GAM. Hal ini akan membawa dampak yang luas terhadap konsep NKRI, yang dikuatirkan setelah MoU RI-GAM akan berakibat Aceh menjadi negara merdeka yang terpisah dari NKRI. Kekuatiran ini bisa dipahami, mengingat gerakan untuk memisahkan Aceh dari NKRI sudah dimulai kurang lebih 60 (enam puluh) tahun yang lalu. Walaupun MoU RI-GAM ini bukan merupakan dokumen hukum dan mengikat (legally binding) tetapi secara moral harus ditaati kedua belah pihak. Secara esensial, MoU RI-GAM merupakan pacta sunt servanda yang harus ditepati. Potensi gagalnya pelaksanaan isi MoU RIGAM ada, seperti kalau DPRD Aceh tidak menyetujui perjanjian Internasional Republik Indonesia dengan negara lain atau suatu korporasi karena korporasi juga dianggap sebagai subyek hukum dalam pergaulan Internasional (hukum internasional). Bagaimana alokasi pertanahan akan dilaksanakan tanpa menimbulkan
Di tahun 2007 secara de facto partai lokal GAM telah dibentuk, hal ini juga semakin menunjukkan adanya upaya untuk legitimasi GAM. Chusman Maghribi, Pembentukan Parlok GAM Harus Ditolak (Refleksi Dua Tahun MoU Helsinki) (http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view& id=7388&Itemid=62).
48

ADVOKASI dengan Hati Nurani 141

protes dan kecemburuan sosial keluarga prajurit TNI yang gugur di Aceh selama ini. Walaupun MoU RI-GAM adalah dokumen politik, akan tetapi tidak dapat dihindarkan akan membawa akibat hukum seperti dalam bidang ketatanegaraan dan konsep NKRI. Paling tidak, leges imperii yaitu UUD 1945 tidak mendelegasikan kekuasaan pemerintah Republik Indonesia kepada suatu provinsi seperti yang dinyatakan dalam MoU RI-GAM. Memang benar seperti dinyatakan oleh Jean Bodin, kekuasaan tertinggi itu bukan potestas legibus omnibus soluta (suatu kekuasaan tertinggi tanpa batas).49 Tetapi penyerahan sebagai kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia dalam konsep NKRI akan menimbulkan persoalan ketatanegeraan dikemudian hari. Apakah konsep NKRI sekarang sudah bergeser ke arah kerjasama Internasional (international co-operation) meninggalkan the age of sovereignty? dimana hal itu belum jelas. Oleh karena itu, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) telah meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk berkonsultasi kepada DPR sebelum dan sesudah penandatanganan MoU RI-GAM. Permintaan ini penting untuk diperhatikan mengingat MoU RI-GAM menyangkut kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Kesimpulan
Dari sudut pandang negara nasional atau negara kebangsaan (nation state), maka RI-GAM telah mengurangi kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia terhadap wilayah dan kekuasaan Provinsi Aceh karena apa yang diatur dalam UUD 1945 mengenai konsep NKRI telah direduksi dengan adanya campur tangan asing (Uni Eropa dan ASEAN dalam AMM)50 dalam menyelesaikan gerakan separatis GAM.
Bodin mendifinisikan Negara sebagai .. a multitude of families and the possessions that they have in common ruled by a supreme power and by reason. Kekuasaan tertinggi itu di definisikan secara umum sebagai kekuasaan tertinggi tanpa batas. 50 Pada tanggal 15 Desember 2006 Aceh Monitoring Mission telah menyelesaikan semua tugasnya, walaupun demikian tidak menghapus sejarah bahwa penandatanganan MoU RI-GAM telah terdapat campur tangan pihak asing.
49

142 Frans Hendra Winarta

MoU RI-GAM dapat dianggap sebagai perjanjian internasional (treaty) karena individu yang mewakili GAM adalah orang asing dan oleh karena itu dengan paspor Swedia bisa dianggap subyek hukum internasional yang mewakili rakyat Aceh, apalagi kalau pemerintah Aceh memperoleh pengakuan (recognition) dari negara lain baik secara terbuka, tertutup atau secara diam-diam. Pasca penandatanganan MoU RI-GAM, Aceh sedang dalam proses menjaga perdamaian, sehingga diperlukan tindakan yang cerdas dari Pemerintah Republik Indonesia dalam menjaga perdamaian tersebut. Koordinasi antara Pemerintah Republik Indonesia dengan DPR sangat diperlukan dalam menindaklanjuti MoU RI-GAM. Hal ini demi menjaga kedaulatan NKRI dan demi kesejahteraan masyarakat Aceh.

DAFTAR PUSTAKA
Vincent, Andrew, Theories of The State, dalam Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Bandung: Alumni, 1999, J.L. Brierly, The Law of Nations, dalam Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Bandung: Alumni, 1999. Muchtar Afandi, Ilmu-ilmu Negara, dalam Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Bandung: Alumni, 1999. Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaanya di Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru. Van Hoeve, 1994 Fred Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Binacipta, 1980 Indonesia. Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh. UU No. 11 Tahun 2006 Sianturi, Eddy MT, SSi Puslitbang Strahan Balitbang Dephan, Implikasi Kesepakatan Damai (Mou) Helsinki Terhadap

ADVOKASI dengan Hati Nurani 143

Integrasi Nasional. http://buletinlitbang.dephan.go.id/index. asp?mnorutisi=5&vnomor=15. Maghribi, Chusman, Pembentukan Parlok GAM Harus Ditolak (Refleksi Dua Tahun MoU Helsinki, http://www. wawasandigital.com/index.php?option=com_content&tas k=view&id=7388&Itemid=62.

You might also like