You are on page 1of 21

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU

A. PENDAHULUAN Salah satu hak hidup yang dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali oleh anak yang mempunyai kebutuhan khusus adalah hak untuk mendapatkan pengajaran. Hak untuk mendapatkan pengajaran dapat diperoleh di sekolah.

Selain itu sekolah juga merupakan tempat pembentukan karakter serta sarana bersosialisasi untuk mempersiapkan diri menuju jenjang yang lebih tinggi. Banyak kendala-kendala yang dihadapai pendidik dalam proses

pembelajaran, mulai dari kendala internal dan kendala eksternal. Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan wicaranya berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis harus mulai dari apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut. Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian dikembangkan dalam bahasa lisan, disesuaikan dengan cara berkomunikasi. Dengan demikian anak tunarungu harus belajar bagaimana cara pemerolehan bahasa yang terproses serta terprogram dengan baik.

B. PENGERTIAN TUNARUNGU Istilah tunarungu diabil dari kata tuna dan rungu, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang pada umumnya ada pada ciri fisik orang tunarungu. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks. Menurut Donald F. Morees (1978:3) dalam Murni Winarsih (2007), mendefinisikan tunarungu sebagai berikut: Hearing impairment a generic term indicating a hearing disability that may range in severty from mild to profound it concludes hearing disability

preclude succesfull processing of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, hs residual hearing sufficient to enable succesfull processing og linguistic information through audition. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa tunrungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar atau tuli yang memiliki kehilangan pendengaran.

C. CIRI-CIRI TUNARUNGU 1. Segi fisik a. Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk (hal ini disebabkan terutama terhadap alat pendengaran). b. Gerakan matanya cepat agak beringas (hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekelilingnya). c. Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal (hal tersebut tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat. d. Pernafasannya pendek dan agak terganggu. 2. Segi intelegensi Intelegensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar, meskipun disamping itu ada faktor faktor lain yang dapat diabaikan. begitu saja seperti kondisi kesulitan, faktor lingkungan intelegensi merupakan motor dari perkembangan siswa. 3. Segi social a. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat. b. Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil c. Kurang menguasai irama gaya bahasa. 4. Segi emosi Kekurangan bahasa lisan dan tulisan seringkali menyebabkan

siswa tuna rungu akan menafsirkan sesuatu negative atau salah dalam hal pengertiannya. Hal ini disebabkan karena tekanan pada emosinya.

D. KLASIFIKASI TUNARUNGU 1. 0 db : Menunjukan pendengaran yang optimal 2. 0 26 db : Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal 3. 27 40 db : Mempunyai kesulitan mendengar bunyi bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara . ( tergolong tunarungu ringan ) 4. 41 55 db : Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara ( tergolong tunarungu sedang ) 5. 56 70 db : Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus. (tergolong tunarungu berat ) 6. 71 90 db : Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif,

membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusus. ( tergolong tunarungu berat ) 7. 91 db : Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli ( tergolong tunarungu berat sekali ) Perlu dijelaskan bahwa decibel (disingkat dB) adalah satuan ukuran intensitas bunyi. Istilah ini diambil dari nama pencipta telepon, Graham Bel, yang istrinya tunarungu, dan dia tertarik pada bidang ketunarunguan dan pendidikan bagi tunarungu. Satu decibel adalah 0,1 Bel.

Bagi para fisikawan, decibel merupakan ukuran tekanan bunyi, yaitu tekanan yang didesakkan oleh suatu gelombang bunyi yang melintasi udara. Dalam fisika, 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz (Ashman & Elkins, 1994).

E. MENGIDENTIFIKASI, ASSESMEN DAN INTERVESI DINI Istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan dan

menemukan anak yang mempunyai kelainan atau masalah. Identifikasi dilakukan oleh orangtua, guru atau anggota keluarga lain. Proses identifikasi melakukan proses terhadap penyimpangan dengan memperhatikan gejala awal. Assesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang digunakan untuk mempertimbangan dan keputusan yang digunakan untuk membuat pertimbangan dan kebutuhan yang berhubungan dengan anak tersebut. Intervensi dini suatu kegiatan edukatif dengan memberikan pengaruh dengan layanan layanan khusus pada anak yang mengalami masalah atau gangguan. Intervensi diawali dengan stimulasi dini yang melakukan perubahan terhadap anak dan tidak memandang anak sebagai manusia yang memiliki potensi dan berbagai keinginan serta peran orangtua untuk mengikuti intruksi-intruksi yang diberikan oleh terapis. Merujuk pengertian assessmen, maka petugas atau orang yang melakukan assesmen dapat mengetahui informasi anak kelainan tersebut dan dilanjutkan dengan kegiatan identifikasi. Kegiatan identifikasi dan intervensi

dini didasari pada anggapan anak yang mengalami hambatan dapat diatasi dengan cepat jika gejala awal sudah diketahui. Ada beberapa intervensi anak tunarungu diantaranya : 1. Intervensi dini secara medis yang dilakukan oleh dokter anak, dokter THT dan audiologi melalui pengukuran dejarat ketulian 2. Intervensi dini secara prostetik dengan memberikan alat bantu dengar sesuai dengan derajat ketulian 3. Intervensi dini secara habilitatif dengan memberikan pemerolehan bahasa kepada anak melalui pendidikan bahasa lisan melalui pemberian stimulasi atau rangsangan kepada anak tunarungu.

E. KOMUNIKASI UNTUK TUNARUNGU Mayoritas mengenai penyandang tunarungu lebih nyaman

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dikarnakan karena keterbatasan yang mereka miliki, mereka merasa lebih dihargai. Sebagai orang yang dapat mendengar, alangkah eloknya jika kita menghargai orang yang berkelainan dengan ikut menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan orang penyandang tunarungu. Jika betul dipelajari sebenarnya mudah untuk praktek. Dasar penggunaan bahasa isyarakt ada tiga, yaitu expresi, oral dan gerak tangan Dengan bahasa isyarat kita membantu orang penyandang tunarungu dalam berkomunikasi. Karena pada dasarnya orang penyandang tunarungu masih mengalami sisi kesulitan dalam merangkat kata atau peletakan kata baik dalam pengucapan, maupun dalam penulisan. Kemapuan komunikasi yang dimiliki tunarungu terbatas dalam menyampaikan pemikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan, dan kehendaknya pada orang lain seperti perkataan. Pada remaja tunarungu menggunaan komunikasi khusus yaitu menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimic atau gesture, serta pemampaan sisa pendengaran dengan menggunakan alat bantu atau hearing aid. Untuk komunikasi anak tunarungu tidak berbeda dengab anak yang bisa mendengar, yaitu bentuk komunikasi expresif dan reseftif. Komunikasi

expresif meliputi berbicara, berisyarat, berejaan jari, menulis dan mimik. Sedangkan komunikasi reseftif meliputi membaca ujaran, membaca isyarat, membaca ejaan jari, membaca mimik, serta pemanfaatan sisa pendengaran dengan alat bantu. Komunikasi tersebut digunakan dengan menggunakan kode, yaitu cara verbal dan non verbal.

KESIMPULAN Tunarungu adalah keadaan tidak dapat mendengar karena rusak organ pendengarannya. Banyak anak tunarungu yang memerlukan pendidikan, dalam pendidikan tersebut pasti juga mengajarkan bahasa dalam proses interaksi. Karena anak tunarungum kurang pembiasaan dan cenderung susah untuk berbicara disebabkan oleh pendengarannya kurang atau tidak bisa mendengarkan apa yang harus diucapkan. Dengan demikian adanya sekolah luar biasa untuk anak

tunarungu menjadi penting untuk pemerolehan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa sangatlah penting dikuasai untuk semua orang tanpa kecuali. Anak berkebutuhan khususpun wajib menguasainya tanpa bahasa sebagai manusia pasti tidak dapat berintraksi dengan orang lain. Banyak metode serta alat-alat untuk mendukung terciptanya bahasa.

44.2 SARAN Semua orang berhak mendapatkan pengajaran, termasuk anak

berkebutuhan khusus. Orangtua harus mendukung pelaksanaan pendidikan tersebut. Pemerintah harus menyedikan lembaga kependidikan yang layak serta mencukupi untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Masyarakat tentunya jangan menutup diri terhadap anak-anak berkebutuhan khusus ini, agar mereka tidak merasa diasingkan dalam masyarakat.

Sumber : -------http://nahwah-speduuns.blogspot.com/2012/10/anak-berkebutuhan-khusustunarungu.html

Mengenal Inklusi Bagi Anak Tuna Rungu


28 11 2009

Jan 8, 08 1:13 AM Artikel ini menjelaskan Bagaimana penerapan Program Pendidikan Inklusi Untuk Anak Gangguan Pendengaran

Pendidikan Inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usia sekolah , mulai dari jenjang TK, SD, SLTP Sampai dengan SMA. Pada kasus gangguan pendengaran, pendidikan inklusi ini adalah kelanjutan dari model terapi mendengar (Auditori Verbal Terapi) yang telah dilakukan pada anak gangguan pendengaran pada usia dini. Dengan dasar-dasar pendengaran yang lebih baik, pelayanan terhadap pendidikan yang harus diberikan juga semestinya lebih terpadu dan terarah. Pelayanan ini dalam rangkaian usaha pendidikan inklusi bagi anak dengan gangguan pendengaran akan lebih baik jika melakukan pendekatan model Natural Auditory Oral. Tujuan dari dari pendidikan inklusi bagi anak gangguan pendengaran ini antara lain Adanya kebutuhan untuk bersosialisasi dan berintegrasi dengan anak sebaya di sekolah maupun di dalam lingkungan rumah Adanya optimisme keluar dari problem komunikasi bagi anak gangguan mendengar, dengan penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik. Penghayatan dan menumbuhkan rasa empati dari kalangan anak normal terhadap anak berkebutuhan khusus.

Penanganan Anak Gangguan Pendengaran Pemberian Intervensi dini/awal yaitu memberikan layanan deteksi dini, diagnosa, konsultasi, fasilitator dan penyediaan Alat Bantu Dengar dan Implant Coachlea, perawatan dan servisnya. Program habilitasi dengan menitikberatkan pada perbaikan cara komunikasi anak dengan menggunakan pendengaran sebagai titik tolak dalam berinteraksi dengan lingkungan luar anak. Program pelayanan pendidikan terpadu, memberikan penyetaraan pada sekolah khusus untuk dipersiapkan pada jalur pendidikan reguler. Memberikan assesment awal pada anak yang telah masuk pada sekolah regular dengan pendampingan sebagai guru kunjung.

Sumber :http://bikabeleswaraswari.multiply.com/journal/item/1/Mengenal_Inklusi_Bagi_ Anak_Tuna_Rungu_


Terapi Musik Bagi Untuk Tuna Rungu

Oleh : CAMT, Wilfrid Laurier University (terjemahan bebas oleh: Nora. A. Rizal) Kerusakan pendengaran ditengarai merupakan salah satu kecacatan syaraf yang paling merusakkan. Dimana kecacatan penglihatan merupakan handicap kita dengan sekeliling kita, sedangkan kecacatan pendengaran merupakan handicap komunikasi dengan masarakat (Darrow, 1989). Komunikasi merupakan dasar dari kehidupan social kita dan aktivitas intelektual, dan tanpa itu kita terputus dari dunia. Untuk alasan inilah, praktek klinik dalam terapi musik untuk tuna rungu di fokuskan pada area yang berhubungan dengan komunikasi seperti : pelatihan auditory, produksi suara (berbicara) dan perkembangan bahasa. Melalui penelitian dalam kekurangan pada komunikasi ini, terapi musik menjadi suatu efek kedua untuk memperbaiki rasa sosial dan kepercayaan diri. Terapi musik masih dianggap tidak praktis. Dikarenakan sebagian besar orang masih mempunyai konsep yang salah terhadap ketuna runguan dalam kapasitasnya untuk mendengar dan mengapresiasi stimulus musik. Seperti yang

telah Darrow (1989) katakan, hanya sebagian kecil persentasi dari ketunarunguan yang tidak bisa mendengar sama sekali. Selanjutnya ia mengatakan bahwa, dikarenakan variasi dari frekuensi dan intensitas pada musik, persepsi musik malah lebih bisa ter-akses, dibandingkan dengan sinyal percakapan yang lebih kompleks. Musik juga sangat fleksible dan dapat dimodifikasikan pada level pendengaran pada setiap orang, level bahasa, kematangan dan preferensi musik. Robbins & Robbins (1980), yang membuat manual resource yang komprehensif dan kurikulum bagi terapi musik untuk tuna runggu melakukan pendekatan terhadap subyek bersangkutan dengan mempunyai sikap yang mempercayai bahwa sense terhadap musik ada pada setiap orang. Melalui musik, mereka mengarah pada sensitivitas yang inherent dan kapasitas merespon langsung kepada ekspresi dari ritme dan variasi nada, yang dideskripsikan sebagai musik. Mereka juga menekankan, bahwa musik dari berbagai sisi mempunyai efek pada manusia. Musik merupakan media untuk aktivitas dalam bereksplorasi dan pengalaman diri, sehingga berhubungan langsung pada bicara dan bahasa, komunikasi dan pikiran, juga pada ekspresi tubuh dan emosi dalam skala besar. Sehingga terapi musik dapat masuk dan meningkatkan habilitas dan perkembangan secara luas bagi ketuna runguan.

Bagi penderita tuna rungu, terapi musik dapat: Meningkatkan auditory, pelatihan dan perluasan penggunaan dari sisa pendengaran Auditory training, merupakan bagian yang terintegrasi denga proses habilitasi pada penderita tunarungu. Tiap individu harus belajar untuk menginterpretasikan dan mengikuti suara, terutama percakapan dalam lingkungannya, dengan maksud untuk meningkatkan rate dan kulitas perkembangan sosial dan komunikasi. Tujuan utama dari auditory training ini adalah untuk mengembakan sisa pendengaran menjadi maksimal. Mereka harus belajar untuk mendengarkan mental yang kompleks dan proses aural. Pelatihan auditori cenderung fokus pada developmment dan fokus untuk analisis suara untuk pasien tuna rungu, dan ini akan menjadikan suatu proses yang membosankan dan tidak menarik. Maka dari itu musik menjadi suatu alat yang memotivasi dan menghidupkan sesi-sesi ini.

Percakapan dan musik mengandung banyak persamaan. Persepsi auditori pada percakapan dan musik melibatkan kemampuan untuk membedakan antara perbedaan suara, pitch, durasi, intensitas dan warna nada dan bagaimana suara bisa berubah-ubah sepanjang waktu. Properti-properti ini terdapat pada kemampuan pendengaran untuk menginterpretasi suara dan mengartikannya. Persamaan yang ada antara musik dan percakapan menyebabkan musik dan terapi musik membuat suatu alternatif dan alat yang menyenangkan untuk melengkapi tehnik pelatihan auditory sebelumnya (Darrow, 1989). Prosedur terapi musik dapat dapat memberikan beberapa obyek pada pelatihan auditory. Perhatian terhadap suara, perhatian terhadap perbedaan dalam suara, mengenali obyek dan juga suara obyek tersebut, dan penggunaan pendengaran untuk menentukan jarak dan lokasi dari suara dapat dilatih melalui pengalaman pada musik (Darrow 1989). Selain itu, Robbins & Robbins (1980) menemukan bahwa dengan musik yang cocok lebih gampang untuk di dengar dan diasimilasikan dibandingkan dengan percakapan, sehingga lebih cocok untuk dapat menstimulasi motivasi alami pada sisa pendengaran. Amir & Schuchman (1985) membuat suatu program terapi musik untuk mengembangkan dan meningkatkan kecakapan dalam kesadaran akan suara musik, kesadaran akan kontras intensitas, menyadari adanya suara musik dan juga patron dari musik tersebut. Suatu investigasi untuk melihat keefektifan dari program tersebut memberikan suatu hasil bahwa ada aspek-aspek tertentu untuk seseorang yang profoundly deaf dapat diukur peningkatannya melalui suatu program sistimatik pada pelatihan pendengarannya dalam konteks musikal. Terutama level pendiskriminasian subyek secara signifikan meningkat dan pelatihan dari subyek dalam menerima musik dan juga lingkungan musik tersebut. Amir & Schuchman selanjutnya menyuport penggunaan terapi musik ini dikarenakan hal ini memberikan suatu diversifikasi yang menarik dan pengalam pengajaran yang positif, dengan memperkuat penggunaan sisa pendengaran. Meningkatkan perkembangan percakapan dan meningkatkan intonasi/ritme suara dalam percakapan. Suara dari seseorang yang mempunyai kekurangan pendengaran sering terdengar aneh dan tidak natural. Pada individu ini sering terjadi kurangnya feedback

mekanisme internal yang diperlukan untuk memonitor dan menyesuaikan, sebagai contoh, pelafalan kata-kata, perubahan tinggi rendah (pitch) suara ataupun ritme suara. Sebagai konsekuensi produksi dari suara percakapan mereka sering tidak jelas dan terdistorsi. Penderita tuna rungu ini juga cenderung menunjukkan sedikit variasi pitch dan intonasi dibandingkan orang dengan pendengaran normal, sehingga menghasilkan suara yang monoton. Mereka sering memanjangkan suku kata dan atau kalimat dan juga sering mengambil jeda pada posisi yang tidak tepat. Problem-problem dari ritme dan intonasi ini berpengaruhi pada ketidak jelasan dalam bercakap. Tehnik dari terapi dan aktivitas musik dapat membantu secara efektif pada perkembangan percakapan dari segi ritme, intonasi, rate dan tekanan suara. Darrow (1989) mendisikusikan penggunaan terapi musik dalam pengertian berbahasa, intonasi vokal, kualitas vokal dan berbicara lancar. Proses bernafas, ritme dan pengambilan waktu yang tepat, pitch dan artikulasi yang diperlukan untuk bernyanyi, memberikan struktur dan motivasi yang penting pagi pasien. Darrow juga menekankan pada pentingnya feedback yang konstan untuk si terapis. Darrow & Starmer (1986) mempelajari efek dari pelatihan vokal pada frekuensi dasar, range frekuensi dan kecepatan percakapan pada suara anak-anak tuna rungu. Anak-anak ini cenderung mempunyai frekuensi dasar yang tinggi dan sedikit variasi pitch, memproduksi suatu permasalahan dalam kecakapan berbicara. Hasil dari studi ini menyarankan bahwa dengan latihan pada vokal tertentu dan menyanyikan lagu-lagu pada kunci nada rendah yang tepat dapat membantu memodifikasian frekuensi dasar dan range frekuensi pada pasien. Studi lain dari Darrow (1984) juga menunjukkan peran dari terapi musik adalah melatih respons ritme, sehingga membuat respons pada ritme dari suara percakapan menjadi lebih baik. Staum (1987) telah sukses menggunakan notasi musik untuk mempengaruhi dalam memperbaiki pengucapan bahasa pasien. Ia menggunakan sistem notasi visual sebagai alat untuk membantu pasien dalam mencocokkan kata-kata atau suara dari kata-kata baik yang lazim maupun tidak lazim, dengan ritme yang tepat dan struktur yang dari pitch yang mudah. Hasil positif yang didapat adalah nada

pelafalan pengucapan lebih berkembang, juga penyamarataan dan transfer ilmu berkembang secara signifikan Robbins & Robbins (1980), setelah pelatihan pada pasien tunarungu, mengatakan bahwa kontribusi dari terapi musik untuk memperkuat dan/atau mempercepat pembelajaran dan penggunaan percakapan, vokal yg lebih luas/spontan dan mantap, memperbaiki kualitas suara dan lebih leluasa dalam menggunakan intonasi dan ritme. Meningkatkan perkembangan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara umum Bagi anak-anak tuna rungu, keterbatasan input pendengaran tidak hanya mempengaruhi kemampuan untuk mendengar suara percakapan dari orang lain, namun juga mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan bahasa mereka sendiri. Keteraturan memperdengarkan bahasa melalui pendengaran, memberikan informasi penting mengenai vocabulary, syntax (kalimat), semantics (arti kata) dan pragmatics, yang mana hal ini secara langsung diterima oleh anak dengan pendengaran normal. Tanpa keteraturan mendengarkan ini, bagi anak dengan pendengaran terbatas biasanya akan mempunyak banyak problem pada bahasa mereka. Kesulitan itu biasanya terdapat pada kurangnya vocabulary, kesulitan dalam mengartikan kata, menggunakan kata yang salah, struktur dan isi bahasa yang salah, dan lainnya. Kesulitan-kesulitan dalam menggunakan bahsa ini selanjutnya akan menghalangi individu tersebut dari komunikasi yang mempunyai arti dan juga berinteraksi. Problem berbahasa dapat menimbulkan efek negatif pada pendidikan seperti membaca, menulis dan pemahaman (Gfeller, & Baumann, 1988). Secara signifikan terapi musik memberikan konstribusi pada kemampuan untuk berkomunikasi dan berbahasa pada pasien tuna rungu. Sebagai contoh Gfeller (1990), mendiskusikan tentang pengayaan repertoire musik dan pengalaman bergerak dalam terapi musik, yang dapat di gabungkan dengan percakapan dan, setelahnya penulisan kata. Anak-anak kecil terutama menggunakan setiap saat pergerakan motorik dan belajar sesuatu melalui manipulasi dari lingkungannya. Instrument musik dan materialnya kaya akan sumber-sumber keterlibatan pada sensorik dan motorik. Pengalaman pada Multi sensory bahwa musik merupakan

alat pembelajaran yang bernilai, yang pada akhirnya juga terkait pada representasi mental atau simbol, Gfeller (1990). Event musik dan sekuensialnya dapat dibuat oleh para terapis sebagai model penggunaan bahasa untuk anak. Semenjak rehabilitasi bahasa merupakan suatu proses yang panjang dan lama, terapis musik dapat memberikan motivasi penting untuk membuat aktifitas menjadi bermain dan menyenangkan. Aktivitas dalam terapi musik dapat juga membuat suatu oportuniti untuk menggunakan konsep bahasa dalam konteks yang berbeda

Penelitian lain juga menemukan bahwa integrasi musik dalam pendidikan sebagai bahasa seni sangat menguntungkan (Darrow, 1989; Gfeller, & Darrow, 1987). Tidak hanya meningkatkan motivasi tapi juga memberikan sebuah pendekatan multi sensori untuk belajar, yang dapat membantu pasien untuk mendalami arti dari kata-kata baru. Bernyanyi contohnya, memberikan suatu kesempatan untuk secara intensif menggunakan pendengaran dan beraktifitas vokal. Mempelajari lagu dapat menstimulasi latihan dalam pembedaan auditori, membedakan dan meleburkan bunyi huruf, pengucapan suku-suku kata dan pelafalan kata (Gfeller, & Darrow, 1987). Hal ini dapat juga membantu mengembangkan penguasaan kata-kata dan memberikan suatu pengalaman dalam belajar membuat struktur kalimat dan semantiknya. Membuat lagu dapat juga bertujuan sama. Lagu juga mempunyai kelebihan dalam melafalkan suatu patron nada, menjadi tidak monoton. Disamping meningkatkan perkembangan bahasa dan mendidik bahasa pada pasien tuna rungu, terapi musik juga meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan memberikan semacam kesadaran dan kemampuan melihat suatu arti yang diselaraskan/disampaikan melalui nada pada suara. Hal-hal penting didalam berkomunikasi dengan orang lain adalah espresi wajah, body language, dan pitch serta intensitas dinamik. Kesadaran dan kepekaan terhadap style dari bahasa yang diucapkan oleh diri sendiri dan orang lain, dapat diberikan dengan berhasil melalui penerapan terapi musik. Dengan menggayakan suatu lagu dan memberi isyarat pada lagu dengan cara yang gaya baik/indah, seseorang dapat mempelajari untuk menggunakan dan menyadari nuansa dalam berkomunikasi dengan yang lain (Gfeller, & Darrow, 1987). Berisyarat dalam bernyanyi juga memberikan suatu kesempatan untuk mengeksplorasikan ekspresi dari emosi

sendiri, karena lirik dan melodi secara persamaan dapat mengungkapakan suatu ekspresi jiwa dibandingkan dengan hanya berbicara.

Mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosinal dan meningkatkan kepercayaan diri Didalam beberapa literatur mengkarakterkan bahwa seseorang tuna rungu mempunya perasaan kuat akan rendah diri dan depresi, juga mempunyai sikap tidak bisa dipengaruhi dan tertutup (lihat ulasan ulang dari Galloway, & Bean, 1974). Body-image dan kesadaran yang tidak terlalu baik, kurangnya berbahasa dan berkomunikasi, dan tertutupnya rasa sosialisasi, memberikan kontribusi secara signifikan pada perasaan-perasaan ini. Terapi musik dapat memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki masalah ini dan meningkatkan rasa percaya diri seseorang yang tuna rungu. Brick (1973) menemukan eurhythmicsSeni dari keharmonisan dan gerak tubuh yang ekspresifdan aktifitas musik yang memberikan pasien suatu pengalaman yang menyenangkan, dimana hal tersebut memberikan energi kreatif untuk pasien. Hal ini sebaliknya membantu mengembangkan kepercayaan diri, memberi rasa bangga dalam menyelesaikan sesuatu dan bekerja sama dalam satu grup. Robbins & Robbins (1980) juga menemukan bahwa aktifitas kelompok musik dapat memberikan contoh untuk menyesuaikan didalam bersosialisasi. Hasil hakiki yang didapat dalam pengalaman bermusik sepertinya dapat memotivasi pasien yang selalu melawan untuk dapat bekerja sama (co-operative), yang selalu tidak fokus menjadi fokus dan yang selalu gagal menjadi berusaha untuk selalu menyelesaikan pekerjaannya. Pasien yang juga selalu jelek/gagal dalam hal lain, dapat menerima bantuan spesial dan kompensasi yang baik melalui terapi musik ini. Body-image dan kesadaran juga dapat meningkat melalui terapi musik ini. Galloway & Bean (1974) menemukan bahwa aktivitas bernyanyi dan melakukan gerakan pada musik juga efektif. Robbins & Robbins (1980) juga menekankan pentingnya realistis dan positif pada diri sendiri. Mereka menemukan juga bahwa kecakapan dalam bergerak yang dipelajari melalui musik dapat meningkatkan rasa percaya diri, koordinasi, sikap tenang yang alami dan kesadaran akan jati diri.

Bernyanyi, bermain atau bergaya pada suatu lagu dapat menghasilkan seseorang untuk dapat berekspresi dan puas terhadap diri secara emosional. Gfeller & Darrow (1987) menyarankan bahwa bergaya atau bernyanyi pada lagu yang dibuat sendiri, juga dapat membuat seseorang tuna rungu untuk mengekspresikan atau mengilustrasikan pikirannya, perasaannya dan idenya bila hal itu terlalu sulit untuk dituliskan. Staum (1987) juga menemukan bahwa tehnik dan prosedur terapi musik dapat memberikan suatu skill yang fungsional yang dapat terintegrasi langsung di dalam pelajaran musik secara private maupun secara klasikal. Melalui suatu cara yang dapat di transfer diluar sesi terapi, seseorang lebih bisa dan senang untuk berekspresi pada situasi baru , bertemu orang baru, dan dapat bekerja dalam suatu grup-grup. Hal ini sebaliknya pula memberikan suatu rasa tanggung jawab sosial juga kesadaran, kebanggan dan kepercayaan diri dan sosial. Sumber : http://davinbintang.wordpress.com/2008/06/04/terapi-musik-bagi-untuktuna-rungu/
Komentar : Tinggalkan sebuah Komentar

Kategori : Tuna Rungu

MENGEMBANGKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNARUNGU SEJAK DINI


28 11 2009

Oleh : Dwi (ibu Didan) Ada hubungan yang kuat antara bagaimana perasaan seseorang terutama bagi anak dengan tunarungu terhadap dirinya sendiri dan bagaimana cara ia berperilaku. Oleh karena itu, anak tunarungu perlu dibantu untuk menumbuhkan rasa percaya diri agar eksistensi mereka bisa disejajarkan dengan anak normal. Beberapa cara untuk membantu anak tunarungu meningkatkan percaya diri: 1. Lakukan attachment parenting :

Sikap orang tua yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan anak, sehingga anak mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka dan merasa memiliki kontrol terhadap lingkungan. Jika tidak, mereka merasa tidak berharga sehingga membuat mereka berpikir tidak berharga,butuh dikasihani dan putus asa.

2. Tindakan / perbaiki kepercayaan diri anda sendiri sebagai orang tua : Mengasuh anak adalah kegiatan terapeutik. Jika ada problem masa lalu yang mempengaruhi pola asuh yang sedang dilakukan orangtua, sebaiknya ia mencari pertolongan psikologis dan mengkonfirmasikannya. Jika orang tua memiliki selfimage yang buruk, khususnya jika ia merasa bahwa itu disebabkan karena pola asuh orang tuanya dahulu, maka cobalah untuk menghentikan pola asuh keluarga yang buruk itu. 3.Jadilah cermin yang positif :

Khususnya pada anak-anak prasekolah yang sedang belajar tentang dirinya sendiri,akan tergantung dari reaksi-reaksi orang tua mereka. Apakah orang tua merefleksikan gambaran yang positif / negative pada anak-anak mereka ?? Apakah orang tua memberikan pandangan pada anak bahwa ia menyenangkan ?? Pendapat dan keinginannya berharga untuk orang tuanya ? Pada saat orangtua memberikan refleksi positif terhadap anaknya, maka anak tersebut akan berpikir positif tentang dirinya. 4.Beramainlah dengan anak :

Ada saat anak bermain anak akan menerima pesan bahwa ia berharga. Pandanglah bermain sebagai investasi dalam perilaku anak, kesempatan kepada anak unuk merasa spesial, bisa mengungkapkan inisiatif tentang permainan yang akan dilakukan. 5.Panggilah anak dengan namanya :

Memanggil anak dengan namanya dan disertai dengan kontak mata akan memberikan pesan kepada anak tersebut bahwa ia special. Anak belajar mengasosiasikan bagaimana cara orang tua menggunakan namanya dengan perilaku yang diharapkan darinya. 6.Lakukan prinsip berkelanjutan

Pada saat anak bertambah besar, kembangkanlah potensi / talenta (bakat) yang ia miliki. Bila anak menikmati suatu aktifitas, ia akan memiliki citra diri(sel-image) yang lebih positif dan dapat berlanjut pada aktifitas-aktifitas lain.

Contohnya : meningkatkan kesenangannya & kenikmatan yang diperoleh anak dari kegiatan renang-nya sekaligus dengan mendukungnya pada bidang akademis.

7.Bantu

anak

untuk

mencapai

kesuksesannya

Mengenali kemampuan anak, memberi s e m a n g a t untuk mencoba mengembangkan kemampuan tersebut. Jika orangtua tidak melindungi anaknya dari harapan-harapan yang tidak realistis , maka rasa bersaingnya (kompetisi-nya) akan terancam. Pastikan bahwa anak percaya b a h w a orangtuanya menghargainya karena siapa diri-nya, bukan karena penampilanya. 8.Lindungi anak dari orang-orang yang dapat merusak self-esteemnya Dengan pola asuh ini selama 3 tahun pertama kehidupan anak telah dapat dipertahankan hubungan yang erat dengan anak , maka orangtua telah memberikan dasar yang kuat mengenai nilai-nilai tentang rumah, k e l u a r g a dan h u b u n g a n interpersonal-nya. Sebagai hasilnya, anak dapat mengembangkan hati nurani dan rasa hormat terhadap kebijaksanan pengasuhan sehingga dimasa yang akan datang anak dapat memasuki kehidupan nyata dengan aman tanpa harus terhanyut dengan pergaulan yang negative.Hati-hati dengan pemilihan teman-teman baik disekolah ataupun diluar sekolah, karena nilai-nilai (values) & konsep diri anak dipengaruhi oleh orang-orang yang memiliki peran penting dalm hidupnya seperti saudara, guru, teman-teman dll. 9.Berikan tanggung jawab pada anak :

Dengan melibatkan anak pada aktifitas dirumah maupun diluar rumah, memberikan tugas-tugas rumah tangga, dapat membantu mereka merasa berharga,menyalurkan tenaga mereka ke perilaku yang bermanfaat dan mengajarkan ketrampilan-ketrampilan. Sumber : http://daneshvara.multiply.com/journal/item/8
Komentar : Tinggalkan sebuah Komentar

Kategori : Tuna Rungu

Informasi Tentang Anak Tuna Rungu, Belajar Mendengar


28 11 2009

Oleh: Dr. Rosmadewi, And.TW dalam Makalah Mengajar Anak Bicara yang diberikan pada Simposium Sehari Mengenal Keterlambatan Wicara Pada Anak (7 Mar 17, 08 10:26 AM Agustus 2004)

Aktivitas sehari-hari pada anak-anak dapat digunakan untuk meningkatkan pendengaran, ujaran, bahasa dan berpikir. Perkembangan untuk meningkatkan pendengaran, 1. 2. 3. Diskriminasi Diskriminasi terbagi fonem perkataan Memori dalam dalam dalam 3 suku bagian: kata. ungkapan. auditori.

Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan wicaranya berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis harus mulai dari apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut. Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian dikembangkan dalam bahasa lisan, disesuaikan dengan cara berkomunikasi. Dalam meningkatkan fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara pendengaran, wicara, bahasa dan pemikiran di dalam semua aktivitas sehari-hari, dimana sasaran itu digolongkan di dalam 1 aktivitas. Belajar mendengar tidak berhubungan dengan umur. 1. Meningkatkan pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat dengan pengguna Alat Bantu Dengar.

2. Mengurangi bunyi bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, AC dan sebagainya. 3. Bantu anak-anak itu dengan cara menggunakan motherese agar wicaranya lebih jelas. 4. Pilih aktivitas yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut. Tahapan-Tahapan Peningkatan Kemampuan Pendengaran: 1. Deteksi

Untuk mengetahui ada atau tidaknya bunyi dilakukan dalam permainan, dimana anak-anak belajar memberi jawaban terhadap bunyi yang ia dengar. Frekuensi vocal yang mudah seperti (oo), yang sedang (ah) dan (brem-m-m), lebih mudah dideteksi oleh anak-anak, oleh karena mereka sering mendengar bunyi-bunyi konsonan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan bunyi-bunyi konsonan (m-m-m), (b-b-b) dan bisikan (baa), maka akan menambah pengenalan pendengaran. 2. Diskriminasi

Membedakan bunyi dalam hal kualitas, intensitas, durasi dan nada. Apabila anakanak keliru dalam berkata, maka mereka harus belajar membedakan bunyi dulu. 3. Identifikasi

Bila anak-anak itu mulai menggunakan perkataan yang bermakna, maka orang tua dapat menambah bagaimana pendengaran anak tersebut dalam pembendaharaan katanya 4. melalui permainan atau aktivitas sehari-hari. Pemahaman

Dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, bercerita dan memberikan lawan kata. Perkembangan Perbedaan fonem Kemampuan dalam suku Pendengaran kata:

Menanggapi variasi vokal. Contoh: /u/, /a/, /i/ dan suara (br-r-r). Menanggapi variasi konsonan. Contoh: (m-m-m), (b-b-b) dan (wa-wa). Peniruan gerakan fisik (permulaan untuk bicara). Mempergunakan peniruan kiu tangan (untuk produksi fonem spontan). Peniruan kualitas variasi suara supra segmental pada fonem atau variasikan nada, irama dan durasi. Contoh: (ae-ae) (ae-ae), (ma) (ma), (m-a-a-a). Peniruan pertukaran vokal diftong. Contoh: (a-u) (u-i) (a-i). Peniruan variasi konsonan pada friktatif (gesekan, mis: f-v), nasal (sengau, mis: m-ng) dan posif (letusan, mis: p-t). Contoh: /h/ /h/ dengan /m/ /m/ /m/ dengan /b/ /b/. Peniruan konsonan bersuara dan tidak bersuara, contoh: /b/ /b/ dengan /p/ /p/, kemudian variasikan dengan vokal. Contoh: (bo-bo) (pae-pae). Peniruan suku kata dengan konsonan-vokal. Contoh: (ba-bo), (mi-mu). Ganti komponen yang berlainan dan variasikan dengan vokal. Contoh: (ma-ma) (no-no); (bi-bi) (go-go). Variasikan suku kata konsonan dengan vokal yang sama. Contoh: (bi-di), kogo). Perbedaan perkataan dalam ungkapan: Memperkenalkan bunyi untuk kata yang bermakna. Contoh: ngung-ngung pesawat, ngeng-ngeng motor; tut-tut kereta api. Memperkenalkan 2 suku kata berlainan pada kata yang bermakna. Contoh: pisang, bunga.

Memperkenalkan kata yang bermakna konsonan awal sama dan vokal yang bervariasi. Contoh: bola, botak, bonsai. Memperkenalkan kata-kata yang bermakna dengan perbedaan konsonan yang khas untuk p.o.a (point of articulation-penempatan alat ucap) dan m.o.a (manner of articulation -caranya). Memperkenalkan konsonan awal yang sama dan konsonan akhir yang berlainan. Contoh: Memori cap, cat. Pendengaran:

Mulailah dengan suara-suara yang berhubungan. Contoh: tik-tok dengan moooo-oo. Memahami dan melakukannya. Contoh: tutup pintu, buka pintu. Memperkenalkan kalimat dan mengulang kata-kata terakhir, kemudian kata-kata tengah. Contoh: Di mana bola kemudian lempar, lempar, lempar. Pegang hidung, hidung, hidung mancung. Memperkenalkan kalimat, dimana kata akhir diletakkan di tengah. Contoh: Ambil gelas kemudian letakkan gelas di atas meja. Pilih 2 objek kata dalam 1 kalimat. Contoh: Beri saya bola dan sepatu. Cuci kedua tanganmu. Memperkenalkan obyek dengan cara mendengarkan uraian dalam kalimat. Contoh: Bila engkau mempunyai sayap, engkau dapat melakukan terbang ke atas langit. 3 Kata obyek. benda, Pilih Contoh: kata saya mau 3 buku, anjing itu jeruk di dan bawah unit: topi. kursi.

depan.

Contoh:

- 2 obyek dan penghubung. Contoh: beri saya apel bukan jus apel. - 2 kata benda ditambah kata kerja. Contoh: kuda dan ayam sedang minum, boneka 4 1 kata dan kerja dan 2 Memperkenalkan obyek. Contoh: beri saya kucing obyek. 4 apel, duduk Contoh: cuci sampai buku, pensil di tangan 5 dan dan kursi. kaki. unit: penghapus.

- 2 kata kerja. Contoh: bapak sedang tidur dan ibu sedang duduk. - Variasikan perbedaan kata penghubung, kata depan dan kata kerja. Contoh:

ambil apel atau nanas di samping gelas itu atau berikan ibu jam bukan gelang. - Menambah keterangan waktu. Contoh: sebelum kamu tidur harus gosok gigi dulu. - Menambah uraian dalam kalimat. Contoh: Bapak makan kue dan minum teh kemudian Melakukan duduk percakapan dari di topik depan yang telah televisi. diketahuinya.

Mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan. Melakukan percakapan dengan topik yang diketahui oleh keluarganya.
http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-rungu/

You might also like