You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Penyakit scabies merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal yang bernama Sarcoptes scabei, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok. Laporan kasus skabies sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung buruk. Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 % (Sungkar,S, 1995). Rasa gatal yang ditimbulkan penyakit ini muncul terutama pada waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup anak sebagai penderita scabies terutama berkurangnya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan bermain yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup penderitanya. (Kenneth, F,1995). Kasus scabies ini sering terjadi pada anak-anak dengan tingkat higienitas yang rendah atau buruk. Perbaikan sanitasi lingkungan sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya penyakit scabies ini. Pola hidup bersih dan sehat harus ditingkatkan pada masyarakat yang memiliki kebersihan diri kurang. Penyuluhan mengenai PHBS ini dapat menjadi solusi tindakan untuk dapat menurunkan angka kasus scabies tersebut, dengan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat maka kasus skabies ini dapat dicegah. . B. TUJUAN UMUM Tujuan umum dari makalah ini ialah agar mahasiswa dan pihak yang membaca dapat memperoleh gambaran dan informasi tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada anak dengan penyakit scabies.

C. TUJUAN KHUSUS Tujuan khusus dari makalah yang kami buat ialah :
1

1. Mahasiswa mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit scabies 2. Mahasiswa mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan scabies 3. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa dari anak yang menderita scabies 4. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan berdasakan teori

keperawatan pada anak yang menderita scabies.

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Scabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes Scabiei Var. Hominis dan produknya. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000). Scabies ialah penyakit yang disebabkan zoonosis1 yang menyerang kulit. Merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes Scabiei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamily Sarcoptes. Pada manusia oleh Sarcoptes Scabiei Var. Hominis, pada babi oleh Sarcoptes Scabiei Var. Suis, pada kambing oleh Sarcoptes Scabiei Var. Caprae, pada biri-biri oleh Sarcoptes Scabiei Var. Ovis. (Sacharin, R.M, 2001). Di Indonesia penyakit skabies sering disebut kudis, penyakit gudik wesi (jawa timur, jawa tengah), budug (jawa barat), katala kubusu (sulawesi selatan). Disebut juga agogo atau disko, hal ini kemungkinan karena penderita menggaruk badanya yang gatal menyerupai orang menari (Hamzah, 1981)

2. ETIOLOGI Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sarcoptes scabei Varian Hominis. Sarcoptes Scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei Var. Hominis. Kecuali itu terdapat Sercoptes Scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau
1

. suatu infeksi atau infestasi yang dapat diidap oleh manusia dan hewan lain yang merupakan host normal atau biasanya; sebuah penyakit manusia yang diperoleh dari sumber hewan. 3

kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000) a. Klasifikasi Sarcoptes Scabies Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo Akrarina, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabies Var Hominis. Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada kambing dan sapi. b. Kebiasaan Hidup Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan, bahu dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut. (Republika on-line, 26-12-2009). c. Siklus Hidup Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati setelah membuahi tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari mencapai 40-50. Bentuk betina yang sudah dibuahi dapat hidup selamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan dan dapat juga diluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua padabetina terakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar antara 330-450 mikron kali 250-350 mikro. Ukuran jantan lebih kecil 200-240 mikro kali 150-200 mikro. Seluruh siklusnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Juanda, 2001). Kurang lebih 10% telur yang dapat menjadi bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakitnya (Howard, 1999).

Tungau Sarcoptes scabiei


4

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995) :

a. Skabies pada Orang Bersih (Scabies Of Cultivated) Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. b. Skabies Incognito Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas. c. Skabies Nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal2 dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.

Scabies= Nodular d. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (48 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. Scabiei Var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

. bagian lipatan paha 5

e. Skabies Norwegia (Krustosa) Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi3 kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi

imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah. f. Skabies pada bayi dan anak Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo 4, ektima5 sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).

Scabies pada bayi dan anak g. Skabies terbaring ditempat tidur (Bed Ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).

3. PATOFISIOLOGI Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya

. degenerasi atau pembentukan abnormal dari kulit. Istilah ini sering digunakan untuk merujuk kepada penyakit kuku. 4 . infeksi bakteri di kulit yang ditandai dengan lepuh mikroskopis berisi nanah. Tangan dan wajah adalah lokasi favorit untuk impetigo, tetapi seringkali juga muncul pada bagian lain dari tubuh (radang kulit ari). Impetigo ditandai dengan gelembung-gelembung yang berisi nanah 5 . Radang karena infeksi streptokokus yang menyebabkan tukak tertutup keropeng yang biasanya ditungkai bawah dan paha. 6

papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi6, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau. (Handoko, R, 2001). - Tingkat kebersihan diri yang rendah - Reaksi hipersensitivitas pada klien terhadap tungau - Permukaan kulit yang terkena tungau - Garukan pada kulit - Bersalaman dengan penderita scabies

SCABIES

Sisten integumen

Sistem psikososial

Terjadinya lesi

Gatal Proses peradangan Melepuh

NYERI AKUT

- Perubahan pola aktivitas - Perubahan pola tidur

- Ketidaktahuan orangtua/anak tenteng PHBS. - Ketidaktahuan akan penyakit skabies.

RESIKO INFEKSI

Edema Kemerahan Gangguan fungsi Demam Nyeri

GANGGUAN RASA NYAMAN KURANG PENGETAHUAN

GANGGUAN POLA TIDUR

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Cara menemukan tungau :

. Lecet, kerusakan kulit yang lebih dalam. (tanda awal linier atau goresan (prurigo). Ekskoriasi dapat terjadi tanpa adanya dermatosis primer) 7

a. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya. b. Cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. c. Membuat biopsi irisan. Caranya: jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan mikroskop cahaya. d. Biopsy oksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000).

5. MANIFESTASI KLINIS Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut : a. Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. b. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga. c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung menjadi polimorfi (pustul, ekskoriasi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar7, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah. d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostIk. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Pada pasien yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi8, impetigo, dan furunkulosis. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000).

6. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Tumbuh kembang anak pada umunya memiliki cri khas tersendri, seperti klasifikasi berikut ini :
7 8

. yang mengarah ketapak tangan . penyakit kulit yang ditandai dengan bintil-bintil kecil padat teratur secara berkelompok (penebalan kulit) 8

1) Masa bayi (0-1 tahun) Dampak perpisahan, usia anak >6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas) Menangis keras Pergerakan tubuh yang banyak Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan

2) Masa todler (2-3 tahun) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis\ Pengingkaran / denial Mulai menerima perpisahan Membina hubungan secara dangkal Anak mulai menyukai lingkungannya

3) Masa prasekolah (3-6 tahun) Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif. Menolak makan Sering bertanya Menangis perlahan Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4) Masa sekolah (6-12 tahun) Perawatan di rumah sakit memaksakan ; Meninggalkan lingkungan yang dicintai Meninggalkan keluarga Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan

5) Masa remaja (12-18 tahun) Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul ; Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan Tidak kooperatif dengan petugas Bertanya-tanya Menarik diri Menolak kehadiran orang lain

7. HOSPITALISASI Hospitalisasi adalah suatu proses yang terjadi karena alasan darurat atau yang

berencana sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan sampai tahap pemulangan kerumah. Selama proses tersebut bukan hanya anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang berbeda dari biasanya, seperti lingkungan rumah sakit yang asing, dukungan emosi yang kurang dari orang tua akan menimbulkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress pada anak meningkat, dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak yang dirawat di rumah sakit tetapi juga pada orang tuanya. Stressor umum pada hospitalisasi antara lain : perpisahan, kehilangan kendali, perubahan gambaran diri, perubahan lingkungan, nyeri dan rasa takut. Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak ialah : Berpisah dengan orang tua. Fantasi-fantasi dan kecemasan yang tidak realistis pembunuhan dan binatang buas diawali dengan yang asing. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan Nyeri dan komplikasi akibat penyakit skabies. Prosedur yang asing dan timbul rasa takut akan cacat karena bekas lesi. Reaksi orang tua pada anak yang mengalami hospitalisasi : Denial karena tidak percaya akan penyakit yang diderita anak. Marah/merasa bersalah karena tidak bisa merawat anaknya. Ketakutan, frustasi dan cemas terhadap tingkat keseriusan penyakit, prosedur tindakan medis, dan ketidaktahuan mengenai penyakit skabies. Depresi karena khawatir bekas penyakit skabies tidak dapat hilang. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi 1. Pendekatan Empirik Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu ; 1) Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik. 2) Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya. 2. Pendekatan melalui metode permainan Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan. 1. Bermain merupakan kegiatan
10

tentang kegelapan, monster,

Menyenangkan/dinikmati Fisik Intelektual Emosi Sosial Belajar Perkembangan mental Bermain dan bekerja

2. Tujuan bermain di rumah sakit Untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama di rawat. Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui permainan.

3. Prinsip bermain di rumah sakit Tidak membutuhkan banyak energy Waktunya singkat Mudah dilakukan Aman Kelompok umur Tidak bertentangan dengan terapi Melibatkan keluarga

4. Fungsi bermain Aktifitas sensori motorik Perkembangan kognitif Sosialisasi Kreatifitas Perkembangan moral therapeutic Komunikasi

5. Klasifikasi bermain a) Sosial affective play Belajar memberi respon terhadap lingkungan. Orang tua berbicara / memanjakan ; anak senang, tersenyum, mengeluarkan suara, dan lain-lain. b) Sense of pleasure play Anak memperoleh kesenangan dari suatu obyek disekitarnya. Bermain air / pasir.
11

c) Skill play Anak memperoleh keterampilan tertentu. Mengendarai sepeda, memindahkan balon, dan lain-lain.

d) Dramatic play / tole play Anak berfantasi menjalankan peran tertentu , contohnya ; perawat, dokter, ayah, ibu, dan lain-lain. 6. Karakteristik sosial a. Solitary play Dilakukan oleh balita (todler) atau pre school Bermain dalam kelompok, permainan sejenis, tak ada interaksi, tak tergantung. Bermain dalam kelompok, aktivitas sama, tetapi belum terorganisasi dengan baik Belum ada pembagian tugas, bermain dengan keinginannya School age / adolescent Permainan terorganisasi terencana, ada aturan-aturan tertentu

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain Tahap perkembangan anak Status kesehatan Jenis kelamin Alat permainan

8. TERAPI Syarat obat yang ideal adalah efektif dan efisien terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. Jenis obat topical :

a. Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi. b. Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. c. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
12

memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali dalam 8 jam. Jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian. d. Krokamiton 10% dalam krim atau losio mempunyaidua efek sebagai anti skabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim (eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir. e. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia. f. Pemberian antibiotika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000).

B. PENGKAJIAN a. Riwayat kesehatan 1) Keluhan Utama Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat. 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien pernah masuk Rumah Sakit karena alergi. 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis. b. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola Persepsi Terhadap Kesehatan Apabila sakit, orang tus klien biasa membeli obat di toko obat terdeat atau apabila tidak terjadi perubahan orangtus pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat. 2) Pola Aktivitas Latihan Aktivitas latihan selama sakit berkurang karena klien merasa malas untuk beraktivitas. 3) Pola Istirahat Tidur
13

Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari, biasanya anak akan menjadi rewel dan mudah menangis. 4) Pola Nutrisi Metabolik Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya. 5) Pola Eliminasi Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, warna kuning bau khas dan BAK 45x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih. 6) Pola Kognitif Perseptual Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal. 7) Pola Peran Hubungan Terjadi perubahan pola hubungan peran jika daerah yang terkena skabies adalah daerang yang terlihat seperti wajah, sela-sela jari tangan dan permukaan kulit yang nampak lainnya. 8) Pola Konep Diri Klien akan merasa malu dengan penyakit yang dideritanya. 9) Pola Seksual Reproduksi Pada anak dengan scabies belum mengalami gangguan pada seksual reproduksinya jika belum menikah. Sedangkan jika anak sudah menikah, maka hal ini akan mempengaruhi fungsi seksual reproduksinya.. 10) Pola Koping a) Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas untuk bermain ataupun beraktivitas lainnya. b) Kehilangan atau perubahan yang terjadi perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. c) Takut terhadap kekerasan : tidak. d) Pandangan terhadap masa depan klien optimis untuk sembuh.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi. b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. c. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan adanya tungau di kulit. d. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak dan prosedur invasif. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan program terapi.

14

D. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi. Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien dapat teratasi. Kriteria Hasil :

1. Nyeri terkontrol 2. Gatal mulai hilang 3. Pus hilang 4. Kulit tidak memerah kaji TTV Intervensi :

1. Kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi nyeri. 2. Berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang kurang menyenangkan. 3. Kolaborasi dengan dokter pemberi analgesik. 4. Kolaborasi pemberian antibiotik.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan tidur klien tidak terganggu. Kriteria Hasil :

1. Klien tidak bengkak lagi. 2. Klien tidak sering terbangun dimalam hari. 3. Klien tidak pucat. Intervensi :

1. Kaji pola tidur klien. 2. Berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien). 3. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. 4. Catat banyaknya klien terbangun dimalam hari. 5. Berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan. 6. Berikan minum hangat (susu) jika perlu. 7. Berian musik klasik sebagai pengantar tidur.

c. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan adanya tungau di kulit. Tujuan :

15

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi luka pada kulit karena gatal Kriteria hasil : 1. Tidak terjadi lecet di kulit 2. Pasien berkurang gatalnya Intervensi 1. Beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal 2. Mandikan seluruh badan pasien dengan Nacl 3. Oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl 4. Jaga kebersihan kulit pasien 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal

d. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak dan prosedur invasif. Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak terjadi resiko infeksi. Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 3. Menunjukkan perilaku hidup sehat. Intervensi 1. Klien : mampu mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang

mempengaruhi penularan dan penatalaksanaannya. 2. Monitor tanda dan gejala infeksi. 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi. 4. Batasi pengunjung bila perlu. 5. Instruksikan pada pengunjung untk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan pasien. 6. Pertahankan lingkngan aseptic selama pemasangan alat. 7. Berikan perawatan kulit pada area epidermal. 8. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan dan panas. 9. Inspeksi kondisi luka. 10. Berikan terapi antibiotik bila perlu. 11. Ajarkan cara menghindari infeksi.

16

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan program terapi. Tujuan : Terapi dapat dipahami dan dijalankan Kriteria Hasil : 1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. 2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. 3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. 4.Menggunakan obat topikal dengan tepat. 5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit. Intervensi : 1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya. 2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi. 3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya. 4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..

17

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa scabies adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabei. Penyakit scabies dapat menular dan kulit menjadi gatal. Penularan dapat terjadi melalui kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual, serta dapat juga melalui pakaian dalam, handuk, dan tempat tidur. Ada 7 pengklasifikasian scabies, yaitu Skabies pada Orang Bersih (Scabies Of Cultivated), Skabies Incognito, Skabies Nodular, Skabies yang ditularkan melalui hewan, Skabies Norwegia (Krustosa), Skabies pada bayi dan anak, Skabies terbaring ditempat tidur (Bed Ridden). Pengobatan scabies dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan untuk menghilangkan kutu penyebab scabies dan pemberian antibiotika jika scabies terinfeksi.

B. SARAN 1. Sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakn asuhan keperawatan kepada klien skabies sesuai dengan indikasi penyakit. 2. Sebaiknya seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien skabies dengan baik dan benar.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Harahap. M, 2000. Ilmu penyakit kulit. Hipokrates. Jakarta. Masjoer Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FK UI;2000.

3. 4. 5.

Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1995. Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal. Ramali, Ahmad dkk, 2003, Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah, Jakarta: Djambatan

6.

http://nursingbegin.com/askep-scabies/

19

You might also like