You are on page 1of 12

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia

Laporan Percobaan Brine Shrimp Lethality Test (BST)

Nama Stambuk Kelas Kelompok Asisten

: Nur Fitriahardika Tilu : 150 2012 0478 : W4 : II : Bayu Putra, S.Farm., Apt

Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia Makassar 2013 Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478 Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

BAB I

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis kepulauan yang kaya dengan berbagai tumbuhan baik tumbuhan darat maupun tumbuhan yang hidup dalam lain, misalnya rumput laut dan lain-lain. Sekitar 30.000 spesies tumbuhan berguna terdapat di negara ini. Tumbuhan tersebut sebagian telah dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber pangan maupun obatobatan. Penggunaan tumbuhan sebagai obat di Indonesia telah berlangsung sejak lama dan masyarakat menggunakannya secara turun temurun berdasarkan pengalaman, masih terbatas tradisional dan belum banyak diketahui kandungan senyawa dan manfaat lainnya, hanya beberapa spesies yang telah diketahui kandungannya dari 1260 spesies tanaman obat yang ada di Indonesia. Penyakit kanker merupakan penyakit yang menjadi salah satu ancaman utama terhadap kesehatan karena merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Di Indonesia dilaporkan kematian akibat kanker meningkat setiap tahunnya mulai 1,4% pada 1972 sampai 4,4% pada tahun 1992 (Atta-ur Rahman, 2001). Dalam mengatasi penyakit kanker ini berbagai upaya telah dilakukan di antaranya mencari senyawa antikanker dari tumbuh-tumbuhan.

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

Dimana rumput laut tersebut dimaserasi menggunakan pelarut etanol terlebih dahulu sebelum digunakan dan diekstraksi menjadi ekstrak kering sehingga ekstrak tersebut dapat dan dibuat pengencerannya sehingga bisa diuji cobakan pada hewan uji yakni larva Artemia salina yang telah berumur 48 jam. Salah satu uji pendahuluan aktivitas anti kanker zat ekstraktif adalah dengan uji bioaktivitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia Salina Leach. Metode ini sering digunakan praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah dan dapat dipercaya (Meyer et al. 1982). Untuk itu, sebagai langkah awal untuk mengetahui potensi anti kanker rumput laut asal Indonesia dilakukan uji BSLT.

I.2. Maksud Percobaan Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak etanol rumput laut dengan mengetahui jumlah Artemia salina yang mati 50% dari total larva uji yang digunakan.

I.3. Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan BST ini yaitu untuk mengetahui untuk mengetahui jumlah Artemia salina yang mati 50% dari total larva uji yang digunakan yang kemudian dihitung nilai LC50 dengan memasukkan angka probit (50% kematian larva uji).

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

I.4. Prinsip Percobaan Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang (Artemia salina) dengan menggunakan Ekstrak

etanol rumput laut. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap jumlah larva yang mati.

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1. Teori Umum Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair (DepKes 2000). Sedangkan Harborne (1996) menyatakan ekstraksi adalah proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari suatu campuran dengan bantuan pelarut. Metode ekstraksi bergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi pada-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir adalah pemindahan larutan dari pori menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1996). Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa non-polar, (2) pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

berbeda bertujuan memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji (Harborne 1996) Menurut Houghton dan Rahman (1998), faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode ekstraksi adalah : 1. Tujuan dari ekstraksi. 2. Skala (polaritas, efek berbagai pH, kestabilan terhadap panas). 3. Karakteristik pelarut yang digunakan (toksisitas, reaktivitas, biaya). 4. Kegunaan ekstrak. 5. Penggunaan kembali pelarut. Metode maserasi merupakan salah satu teknik ekstraksi yang bertujuan menarik suatu komponen tertentu. Ekstraksi ini merupakan jenis ekstraksi dingin karena dalam prosesnya tidak dilakukan pemanasan. Maserasi dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut yang sesuai pada jangka waktu tertentu, sehingga interaksi antara senyawa yag ingin di ekstrak dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal (Houghton dan Rahman 1998). Metode maserasi biasanya digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Kekurangan dari metode ini adalah diperlukan waktu yang relatif lama dan membutuhkan banyak pelarut (Harborne 1996). Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas biologis terhadap organisme lain atau pada organisme yang menghasilkan

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

senyawa tersebut. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis yang tinggi. Wiryowidagdo (2000) menjelaskan bahwa golongan senyawa kimia dalam tanaman yang berkaitan dengan aktifitas antikanker dan

antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin. Menurut Meyer et al. (1982), uji bioaktivitas menggunakan larva udang (A. salania) dikenal dengan istilah BSLT yang merupakan suatu metode penelusuran untuk menentukan toksisitas ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang dari A. salina. Metode ini telah digunakan sejak 1956 untuk mengetahui residu pestisida, anastatik lokal, senyawa turunan morfin, mitotoksin, karsinogenitas suatu senyawa, dan polutan air laut. Metode ini dapat digunakan untuk deteksi komponen yang mampu membunuh sel kanker maupun hama. Senyawa aktif yang memiliki daya toksisitas tinggi diketahui berdasarkan nilai lethal concentration 50% (LC50), yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50%. Penentuan LC50 dengan derajat kepercayaan 95% ditentukan dengan metode analisis probit. Senyawa kimia berpotensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000 ppm (Meyer et al. 1982). Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan

pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA dan menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel pada jaringan dan organ (Lodish, 2000). Sel kanker timbul dari sel tubuh yang normal, tetapi mengalami transformasi atau perubahan menjadi ganas oleh bahan-bahan yang bersifat karsinogen (agen penyebab kanker) ataupun karena mutasi spontan. Transformasi sejumlah gen menjadi gen mutan disebut neoplasma atau tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Sel neoplasma mengalami yang perubahan akhirnya morfologi, fungsi, dan siklus dan

pertumbuhan,

pada

menimbulkan

disintegrasi

hilangnya komunikasi antar sel (Lodish, 2000). Sel kanker mengganggu sel induk karena menyebabkan desakan akibat pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan tempat tumor

berkembang atau bermetastasis, dan gangguan sistemik lain sebagai akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker (Nafrialdi, 2007). Agen penyebab kanker disebut karsinogen. Penyebab tunggal untuk terjadinya kanker hingga saat ini belum diketahui. Namun demikian, berdasarkan laporan berbagai penelitian dapat diketahui bahwa

karsinogen digolongkan ke dalam 4 golongan yaitu :

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

1. Bahan

kimia,

karsinogen

bahan

kimia

melalui

metabolisme

membentuk gugus elektrofilik yang kurang muatan elektron, sebagai hasil antara, yang kemudian dapat berikatan dengan pusat-pusat nukleofilik pada protein, RNA dan DNA. 2. Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti virus hepatitis B yang menyebabkan kanker hati. 3. Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290370 nm berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.
4.

Agen biologis, antara lain hormon estrogen yang membantu pembentukan kanker payudara dan kanker rahim. Toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ

target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan zat yang akan di uji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal dari bahan alam maupun sintesis (Anonim,2011). Toksisitas diukur dengan mengamati kematian pada hewan coba. Kematian hewan coba dianggap sebagai respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksik adalah titik awal untuk mempelajari toksisitas (Anonim,2011). Keunggulan penggunaan A. salina untuk uji BSLT adalah bersifat peka terhadap bahan uji, siklus hidup yang lebih cepat, mudah dibiakkan, dan harganya murah. Sifat peka A. salina kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran kulitnya yang tipis sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

tubuhnya. A. salina ditemukan hampir di seluruh permukaan perairan di bumi yang memiliki kisaran salinitas 10-20 g/l, hal ini yang

menyebabkannya mudah dibiakkan (Meyer et al. 1982). Telur A. salina terlihat seperti partikel-partikel kecil berwarna coklat dengan diameter kira-kira 0,20 mm. Partikel-partikel tersebut akan naik kepermukaan dan akhirnya tersapu ke darat oleh angin ketika terjadi penguapan air pada musim-musim tertentu di wilayah perairan yang memiliki kadar garam tinggi. Telur-telur tersebut dapat dikumpulkan dan dipisahkan dari pasir dan kotoran lainnya dengan pengayakan. Uji BSLT dengan menggunakan A. salina dilakukan dengan meneteskan telur-telur tersebut dalam air laut yang dibantu dengan aerasi. Telur A. salina akan menetas sempurna dalam waktu 24 jam. A. salina yang baik digunakan untuk uji BSLT adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari itu dikhawatirkan kematian A. salina bukan karena toksisitas ekstrak, melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan (Meyer et al. 1982). Median Lethal Dosis (LD50)adalah dosis dari sample yang diuji yang mematikan 50% dari hewan coba, sedangkan Median Lethal

Concentration LC50 adalah konsentrasi sample yang diuji yang dapat mematikan 50% dari hewan coba (Anonim,2011).

Angka kematian dari hewan percobaan dihitung sebagai Median Lethal Dosis (LD50) atau median Letal Concentration (LC50). Penggunaan

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau dengan media air (Anonim,2011).

BAB V

PEMBAHASAN Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah etanol karena toksisitas etanol lebih rendah dari metanol (Darmono 2003). Salah satu uji pendahuluan aktivitas anti kanker zat ekstraktif adalah dengan uji bioaktivitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia Salina Leach. Metode ini sering digunakan praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah dan dapat dipercaya (Meyer et al. 1982). Untuk itu, sebagai langkah awal untuk mengetahui potensi anti kanker rumput laut asal Indonesia dilakukan uji BSLT.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Mochamad. 1978. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp : A Convinient General Bioassay for Active Plant Constituens. West Lafayette : Plant medica 45 : 31-41. Siregar RF. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol dan Air Rebusan Kulit Batang Ingul (Toona sinensis M.Roem) Terhadap Beberapa Bakteri [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi USU

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

Brine Shrimp Lathality Test (BST)

Rahmawan, Jamhari, Ahmad. 2011. Bioaktivitas Ekstrak Etanol Suren Beureum (Toona Sinensis Roemor) Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Atta-ur-Rahman, M.I. Choudhary, dan W.J. Thomsen, 2001. Bioassay Techniques For Drug Development. Harwood Academic Publisher. San Diego. USA Darmono. 2003. Toksisitas Alkohol. dalam www.geocities.ws/kuliah_farm/farmasi_forensik/alkohol.doc. [30 Desember 2010] Wiryowidagdo S. 2000. Kimia Dan Farmakologi Bahan Alam. Edisi. I. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Nur Fitriahardika Tilu 150 2012 0478

Bayu Putra, S.Farm., Apt

You might also like