Professional Documents
Culture Documents
a. Pengertian .....................................................................................
d. Sanksi ............................................................................................
I. PENILAIAN INDIVIDU
1. Pengertian
Penilaian :
Adalah suatu penaksiran dan pendapat atas nilai dasar suatu harta/kekayaan
oleh seorang penilai yang didasari interprestasi dari fakta-fakta dan keyakinan
pada waktu atau tanggal tertentu.
Nilai :
Adalah pendapat/opini terhadap sesuatu barang/harga yang sepatutnya dibayar
oleh pembeli atau diteima oleh penjual dalam suatu transaksi.
Jenis-jenis nilai :
1. Nilai Modal
Adalah nilai yang ditetapkan untuk mendapatkan hak milik terhadap suatu
benda
2. Nilai Pasar Wajar
Adalah nilai yang diperoleh dari transaksi yang wajar diantara penjual dan
pembeli
3. Nilai Sewa
Adalah nilai yang ditetapkan untuk mendapatkan hak menggunakan
sesuatu harta dalan jangka waktu tertentu.
4. Nilai Penjualan
Adalah nilai yang telah ditetapkan oleh pihak penjual untuk tujuan penjualan
5. Nilai Potensi
Adalah nilai sesuatu barang berdasarkan potensi pendapatan yang dimiliki
oleh barang tersebut pada masa yang akan datang.
Harga :
Adalah sejumlah uang yang dibayar pada saat jual beli atau pertukaran yang
sebanding dan sesuai yang diberikan oleh si pembeli dan diterima oleh si
penjual
Biaya :
Adalah Sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan atau mengadakan
sesuatu.
Penilaian Individu :
Adalah penilaian terhadap Obyek Pajak dengan cara memperhitungkan semua
karakteristik dari setiap obyek pajak.
2. Sertifikasi Nilai
Yaitu suatu pernyataan yang menerangkan hubungan antara penilai
dengan nilai yang dihasilkan berdasarkan analisa yang obyektif, profesional
dan mengacu pada Standar Penilaian Indonesia (SPI) serta kode etik
penilai.
Contoh :
Bahwa nilai yang dihasilkan adalah :
- Berdasarkan pengetahuan penilai dan berdasarkan data yang dipercaya
penilai.
- Berdasarkan pada peninjauan langsung terhadap properti yang dinilai.
- Berdasarkan atas analisis, opini dan kesimpulan yang dibatasi oleh
asumsi dan kondisi yang membatasi.
5. Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian adalah untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP )
sebagai dasar pengenaan PBB tahun pajak, sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 6 ayat 1 UU No. 12 tahun 1985 jo. UU No. 12 tahun 1994.
7. Definisi Nilai
Menerangkan definisi Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) sebagaimana
dimaksud pasal 6 ayat 1 UU No. 12 tahun 1985 jo. UU No. 12 tahun 1994,
yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
9. Data Properti
Data properti meliputi :
• Data Tanah
Menerangkan keluasan tanah, lokasi, karakteristik fisik tanah (bentuk,
elevasi, topografi) dan fasilitas yang tersedia.
• Data Bangunan.
Menerangkan data bangunan meliputi jenis penggunaan bangunan, luas
bangunan dan basement ( jika ada ), jumlah lantai, tahun dibangun,
tahun direnovasi, jenis konstruksi, jenis material, fasilitas bangunan dan
kondisi bangunan pada umumnya.
• Peruntukan.
Menerangkan peruntukan tanah ( zoning ) dari objek pajak, yang
didasarkan pada peraturan yang berlaku. Dalam menganalisa
peruntukan tanah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain :
- Penggunaan tanah pada saat penilaian dilakukan.
- Kebijaksanaan atas perubahan zoning masa datang.
- Potensi pembangunan atas perubahan zoning yang telah ditetapkan.
12. Penilaian
Berisi hasil penilaian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang telah ditetapkan. Bisa hanya menggunakan satu pendekatan, bisa
menggunakan 2 pendekatan atau lebih.
17. Lampiran-lampiran
Berisi tentang :
• Rincian perhitungan :
- Perincian perhitungan nilai bangunan
- Perincian perhitungan nilai fasilitas
- Analisa nilai tanah
• Foto dari setiap unit bangunan yang dinilai.
• Peta lokasi yang memberikan gambaran posisi objek pajak dengan
jalan utama.
• Denah tapak dan bangunan.
• Data-data lain yang mendukung, seperti :
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP )
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( LSPOP )
- Sertifikat tanah
- Bestek bangunan
- IMB / IPB dll.
Dalam sistem ini Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dihitung berdasarkan Nilai
Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zone Nilai Tanah (ZNT),
sedangkan NJOP Bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen
Bangunan (DBKB).
Perhitungan penilaian masal dilakukan terhadap objek pajak dengan menggunakan
program komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation /CAV).
Untuk penilaian tanah massal, penetuan NIR yang terdapat dalam setiap
ZNT dilakukan dengan membuat analisa ZNT/NIR dengan cara pengumpulan data
harga jual tanah, mengelompokkan menurut jenis penggunaan dan lokasi,
mengadakan penyesuaian terhadap waktu dan jenis data, membaginya dengan luas
tanah sehingga diperoleh nilai tanah per meter persegi.
Sedangkan untuk penilaian bangunan, DBKB disusun dengan menggunakan
metode survey kuantitas terhadap model bangunan yang dianggap paling mewakili
bangunan tersebut dan dinilai dengan dasar penghitungan analisa BOW.
Dengan metode survey kuantitas terhadap nilai bangunan dan dasar
penghitungan analisa BOW yang merupakan perhitungan dengan pendekatan biaya
akan diperoleh biaya pembuatan baru/biaya penggantian baru dari bangunan.
c. Kompilasi data
1. Data yang terkumpul dalam masing-2 desa/kelurahan harus
dikelompokkan menurut jenis penggunaannya karena jenis
penggunaan tanah / bangunan merupakan variable yang signifikan
dalam menentukan nilai tanah.
2. Kompilasi juga diperlukan berdasarkan lokasi data untuk
memudahkan tahapan analisa data.
d. Rekapitulasi data dan ploting data transaksi pada peta kerja ZNT
1. Semua data yang diperoleh harus dimasukkan dalam formulir 2
(Analisa Penentuan Nilai Pasar Wajar ).
Nomor data yang tertulis pada form 1 harus sama persis dengan
nomor yang tertulis pada form 2, selanjutnya nomor ini akan
berfungsi lebih lanjut sebagai alat untuk mengidentifikasi lokasi data
pada peta taburan data.
2. Penyesuaian terhadap waktu dilakukan dengan membandingkan
waktu transaksi dengan keadaan per 1 Januari tahun pajak yang
bersangkutan.
Penyesuaian terhadap faktor waktu dilakukan dengan mengacu pada
faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai properti dalam kurun
waktu yang dianalisis, seperti keadaan ekonomi, tingkat inflansi,
tingkat suku bunga dan faktor lain yang berpengaruh. Perubahan
nilai tanah itu perlu dibuat penyesuaian dengan menambah
prosentase antara 2 % s/d 10% pertahun.
Penyesuaian terhadap jenis data diperlukan untuk memenuhi
ketentuan Nilai Pasar sebagaimana prinsip-2 penilaian berlaku.
Misalnya :
Data hipotik/agunan data penawaran dari PPAT/Notaris yang tidak
sepenuhnya mencerminkan nilai pasar maka perlu penyesuaian.
Penyesuaian jenis data :
Jual beli ---------------> 0% s/d 25%
Penawaran ---------------> -5% s/d -20%
Hipotik ---------------> 10% s/d 35%
Penyesuaian lokasi ---------------> 2% s/d 15%
(Sesuai hasil rapat pembahasan pengenaan, pendataan dan
penilaian tahun 1999/2000 di Kanwil IX Jatim)
i. Penyusunan DBKB
Untuk menyusun/membuat DBKB digunakan metode survai kuantitas
terhadap model bangunan yang diangggap dapat mewakili kelompok
bangunan tersebut dan dinilai dengan dasar perhitungan analisa BOW
dengan bantuan komputer.
Dengan metode survai kuantitas dan dasar perhitungan analisa BOW
yang merupakan perhitungan dengan pendekatan biaya,akan diperoleh
biaya pembuatan baru/biaya pengganti baru dari bangunan.
Komponen bangunan dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :
- Komponen Utama
- Komponen Material
- Komponen Fasilitas
Keseluruhan komponen tersebut disusun dalam suatu daftar yang
disebut Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Penerapannya
dikelompokkan berdasarkan Jenis Penggunaan Bangunan (JPB)
Data yang diperlukan untuk penyusunan DBKB adalah :
- Daftar harga bahan bangunan setempat
- Daftar upah pekerja setiap unit pekerjaan
- Faktor-faktor lain mempengaruhi biaya diantaranya adalah :
- Jasa pemborong, jasa konsultan dan pengawas,biaya perijinan,biaya
tak terduga, koreksi BOW dan suku bunga kredit selama
pembangunan.
Dari hasil ramuan seluruh data dan faktor-2 tersebut dengan bantuan
komputer didapatlah biaya dasar setiap komponen bangunan permeter
persegi.
III. SISTEM PENILAIAN PBB DENGAN SISMIOP
Pada saat ini Direktorat Jenderal Pajak telah mengembangkan suatu system
manajemen informasi dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang dikenal
dengan nama Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP), SISMIOP
berintikan pembentukan basis data yang bersifat data atributik maupun data grafis,
oleh karena itu maka pola pelayanan kepada Wajib Pajak perlu disesuaikan dengan
pengembangan system tersebut.
Sistim penilaian Pajak Bumi dan Bangunan khususnya untuk objek pajak
bangunan menggunakan program Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak
(SISMIOP) yang dibuat oleh kantor pusat DJP dan telah digunakan sejak tahun
1991, sedangkan untuk penilaian Bumi menggunakan Zona Nilai Tanah (ZNT). ZNT
dibentuk dari data yang kita peroleh melalui Brosur-brosur perumahan, Harga
transaksi secara wajar, dan Laporan Bulanan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
Sismiop adalah sistim administrasi PBB dengan menggunakan bantuan
computer untuk mengolah keseluruhan informasi/data obyek/subyek pajak serta
membentuk basis data yang benar, lengkap dan jelas, sehingga diharapkan
pelaksanaannya dapat lebih seragam sederhana, cepat dan efisien. Adapun
prosedur penilaian Pajak Bumi dan Bangunan dari SPOP/LSPOP sampai
terbentuknya SPPT, STTS dan DHKP dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
ZNT
MEMASUKKAN DATA
DBKB
KE DALAM KOMPUTER
SPOP +
LSPOP
SELEKSI OBJEK PAJAK
PROSES CAV
LKOK
NILAI PENILAIAN
OBJEK INDIVIDUAL
TENTANG
Menimbang :
a. bahwa penentuan klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak yang berlaku
saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan perekonomian nasional;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dipandang perlu untuk
menetapkan kembali klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENENTUAN
KLASIFIKASI DAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
Pasal 1
1. Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,
Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain
yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
2. Nilai Jual Objek Pajak meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan
pedalaman serta wilayah Indonesia) beserta kekayaan alam yang berada di atas
maupun di bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.
3. Klasifikasi adalah pengelompokan nilai jual rata-rata atas permukaan bumi
berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan sebagai pedoman untuk
memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.
4. Standar Investasi adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu
pembangunan dan/atau penanaman, dan/atau penggalian jenis sumberdaya
alam atau budidaya tertentu, yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja,
bahan, dan alat, mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan hingga tahap produksi
atau menghasilkan.
5. Objek pajak yang bersifat khusus adalah objek pajak yang letak, bentuk,
peruntukan dan atau penggunaannya mempunyai sifat dan karakteristik khusus.
Pasal 2
(1) Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas permukaan bumi berupa tanah
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IA dan IB Keputusan ini.
(2) Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas permukaan bumi berupa
bangunan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIA dan IIB Keputusan
ini.
(3) Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai
Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Nilai Jual Objek Pajak
yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan.
(4) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri
Keuangan menetapkan klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas
permukaan bumi dan/atau bangunan di daerah-daerah dalam wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dan Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia sebagaimana diatur pada
ayat (1), (2), dan (3).
Pasal 3
Objek pajak sektor pedesaan dan perkotaan yang tidak bersifat khusus, Nilai Jual Objek
Pajaknya ditentukan berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari hasil
penilaian secara massal.
Pasal 4
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak pada sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan,
serta usaha bidang perikanan, peternakan, dan perairan untuk areal produksi dan/atau
areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), ditambah dengan nilai
standar investasi atau nilai jual pengganti, atau dihitung secara keseluruhan
berdasarkan nilai jual pengganti.
Pasal 5
Objek pajak tertentu yang bersifat khusus, Nilai Jual Objek Pajak dapat ditentukan
berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh pejabat fungsional penilai secara individual.
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 1998
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
BAMBANG SUBIANTO
Lampiran IA Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523/KMK.04/1998
Tanggal : 18 Desember 1998
Kelompok A
Kelompok B
(Rp/M2) (Rp/M2)
1 2 3
1 > 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000
2 > 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
3 > 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
4 > 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
5 > 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
6 > 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
7 > 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
8 > 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
9 > 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
10 > 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
11 > 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
12 > 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
13 > 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
14 > 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
15 > 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
16 > 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
17 > 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
18 > 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
19 > 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
20 > 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000
PEMETAAN PBB
1. Pengertian
Peta :
Gambaran permukaan bumi dalam bidang datar dengan menggunakan
proyeksi dan skala tertentu.
Jenis Peta :
1. Peta topografi, peta dasar yang berisi obyek alam dan obyek buatan
manusia.
Contoh : Peta Kabupaten Mojokerto.
2. Peta tematik, peta yang berisi obyek-obyek tertentu sesuai dengan
kebutuhan yang diinginkan (tema tertentu).
Contoh : Peta Jalan, Peta Irigasi, Peta Blok (Peta untuk keperluan PBB).
3. Istilah/Batasan
• Pengukuran poligon untuk kerangka peta dasar PBB :
Pengukuran di lapangan yang membentuk serangkaian garis yang
berturutan, dengan mengukur arah, sudut pokok maupun jarak, untuk
memperbanyak titik-titik pasti yang akan digunakan sebagai kerangka peta
dasar PBB.
• Plot :
Meletakkan atau menggambarkan dengan teliti letak titik-titik kerangka peta
berdasarkan koordinat titik-titik tersebut.
• Pengukuran detail :
Pengukuran terhadap detail-detail di lapangan yang dibutuhkan dalam
rangka pembuatan peta PBB
• Tanah sawah :
Tanah pertanian yang pada umumnya dibuat berpetak-petak dan dibatasi
dengan pematang/saluran untuk penahan air, dan tanaman utamanya
adalah padi.
• Tanah darat :
Tanah yang bukan tanah sawah dan pada umumnya dimanfaatkan untuk
pemukiman, industri, dagan, jasa, bercocok tanam, empang, tambak,
penggaraman, padang rumput, hutan nipah, penggalian barang tambang,
maupun tanah yang belum dimanfaatkan.
• Bidang obyek pajak :
Tanah dan /atau bangunan yang dibatasi oleh sisi-sisi atau batas-batas
tanah dan/atau bangunan atau batas alam dan batas buatan lainnya yang
dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh Subyek/wajib pajak.
• Blok :
Sekumpulan obyek pajak yang dibatasi oleh batas-batas alam atau buatan
manusia yang tidak mudah berubah seperti jalan, selokan, kali dan
sebagainya dalam wilayah administrasi desa/kelurahan, yang diperkirakan
menampung kurang lebih 200 obyek pajak atau mempunyai luas sekitar 15
Ha untuk pedesaan dan 10 Ha untuk pedesaan.
• Skala peta
Perbandingan antara jarak di peta dengan jarak yang sebenarnya di
lapangan.
4. Pembacaan Peta
Skala :
Perbandingan antara jarak di peta dengan jarak yang sebenarnya di lapangan.
Contoh :
Skala 1:1.000, artinya jarak di peta sejauh 1 milimeter sama dengan jarak di
lapangan sejauh 1 meter.
Skala 1:2.500, artinya jarak di peta sejauh 1 milimeter sama dengan jarak di
lapangan sejauh 2,5 meter.
Konversi Skala :
merubah peta dari skala satu ke skala yang lain
Contoh :
Konversi skala dari Peta Desa (skala 1:2.500) ke Peta Blok (skala 1:1.000),
artinya adalah menggambarkan setiap bidang yang ada pada peta dengan skala
1:2.500 kedalam peta dengan skala 1:1.000.
Contoh :
Skala 1:2.500 Skala 1:1.000
2,5 cm
1 cm
1 cm
2.5 cm
Dengan melihat contoh diatas, untuk objek di peta dengan skala skala 1:2.500
apabila dipindahkan kedalam peta dengan skala 1:1.000, objek tersebut
mengalami perbesaran 2,5 x untuk panjang dan 6,25 x untuk luasan (bidang).
Arah Utara :
merupakan penunjuk arah utara yang berguna untuk orientasi arah.
Contoh : Contoh :
Peta Kota Mojokerto Peta SIG PBB
Pengumpulan Data
Kegiatan mengumpulkan data lapangan dengan cara melakukan
pengukuran dilapangan. Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat di Materi
Pengukuran.
Pengolahan Data
Kegiatan mengolah data hasil pengukuran lapangan (penghitungan luas
bidang termasuk juga pemberian NOP untuk tiap obyek PBB). Pemberian
NOP ini diusahakan berurutan dengan bentuk spiral.
Penyajian Peta
Kegiatan menyajikan data yang sudah diolah (titik, garis, luasan) kedalam
lembar peta.
Lembar peta ini dapat disajikan dalam bentuk konvensional (Peta Garis)
maupun dalam bentuk digital (Peta Digital)
6. Penggambaran Peta
1. Penggambaran Peta Desa/Kelurahan
Penggambaran peta desa/kelurahan didapat dari hasil pengukuran
lapangan.
2. Penggambaran Peta ZNT
Penggambaran peta ZNT dilakukan dengan fotocopy dari peta
desa/kelurahan.
3. Penggambaran Peta Blok
Sebelum membuat Peta Blok sebelumnya di harus dibuat terlebih
dahulu Peta Blok Konsep Lapangan (KONSEP PETA BLOK).
Peta Blok digambar dengan cara tracing/menyalin dari formulir
pengukuran (manuscript peta) dan identifikasi obyek PBB (NOP).
Pembuatan Konsep Peta Blok :
Pembuatan konsep peta blok terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1. Orientasi lapangan
Kegiatan ini bertujuan untuk mencocokan keadaan yang tergambar
pada peta dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Dalam hal
terjadi perubahan detail lapangan terutama yang dijadikan batas
blok, petanya perlu diperbaiki, baik dengan melakukan pengukuran
maupun sket perubahan yang dimaksud. Orientasi lapangan ini harus
benar-benar dilaksanakan secara teliti guna mengurangi
kemungkinan adanya perubahan batas blok pada saat pengukuran.
2. Penentuan batas blok dan penggambaran konsep peta blok
Penentuan batas blok harus memperhatikan karakteristik fisik yang
tidak berubah dalam kurun waktu yang lama. Sebagai contoh dalam
hal terdapat jalan raya atau gang sebagai batas blok, maka yang
ditetapkan sebagai batas blok adalah jalan raya. Batas-batas blok
yang telah ditentukan tersebut digambarkan pada peta kerja.
Satu blok dirancang utnuk dapat menampung kira-kira 200 obyek
pajak atau luas sekitar 15 ha untuk pedesaan dan 10 ha untuk sektor
perkotaan, hal ini untuk memudahkan kontrol dan pelaksanaan
pekerjaan pengumpulan data di lapangan dan administrasi data.
3. Pemberian nomor blok
Pemberian nomor blok dimulai dari sudut kiri atas (utara barat) peta
dengan menggunakan kaidah angka arab dan disusun secara spiral
sesuai dengan arah jarum jam.
DIGAMBAR
DIPERIKSA
DISETUJUI ………………………….
(……………………………)
8. Penghitungan Luas
Penghitungan luas dilakukan langsung dari hasil ukuran lapangan (bukan dari
ukuran peta). Apabila susah untuk dihitung dilapangan, penghitungan luas dapat
dihitung dengan menggunakan peta manuskrip dalam milimeter blok yang
sudah berskala.
Terdapat macam-macam cara penghitungan luas, diantaranya adalah :
1. Untuk luas yang relatif beraturan
Misal :
b
a Luas = (a+c) x (b+d)
c 2
d
Rumus diatas berlaku untuk kondisi perbedaan jarak antara a dan c, serta b
dan d sangat kecil.
I IV
t
Luas = a x t.
2
a = alas
a
t = tinggi
A B
S= (A+B+C)
2
Luas = √S(S-A)(S-B)(S-C)
Rumus ini digunakan apabila yang diukur adalah semua sisi segitiga.
PENGUKURAN PBB
1. Pemetaan Standar
Pemetaan standar
adalah pemetaan yang dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah pemetaan
secara terestris. Pemetaan secara ini dilaksanakan terutama untuk daerah-
daerah yang mempunyai nilai jual obyek pajak yang tinggi, jumlah tenaga teknis
dan biaya yang memadai, serta daerah-daerah lain yang memerlukan.
Urutan dan proses pekerjaan pemetaan dengan cara standar dibagi dua tahap,
yaitu Pembuatan Kerangka Peta dengan Pengukuran Poligon dan Pengukuran
Detail.
2. Poligon Cabang
Poligon cabang
adalah poligon yang dimulai pada sebuah titik poligon utama dan
diakhiri pada titik poligon utama yang lainnya.
1.2. Pengukuran Detail
Pengukuran detail adalah pengukuran tahap berikutnya setelah
pengukuran poligon untuk membuat kerangka peta dasar selesai.
Pengukuran ini merupakan pengisisan dari kerangka peta. Didalam tahap
ini, detail yang diukur dibatasi hanya pada detail yang diperlukan oleh
PBB. Tujuan utama dari pengukuran detail adalah untuk menggambarkan
semua detail yang terdapat dalam suatu wilayah desa/kelurahan, yang
dapat digunakan sebagai kerangka pembentukan blok dan pengukuran
bidang milik (rincikan).
Standar prestasi kerja rata-rata per hari per petugas adalah 30 obyek pajak.
a. Penerapan NOP
Nop sebagai identitas yang unik harus terkait secara langsung pada
obyek pajak dengan cara sebagai berikut :
1. Pemberian sticker NOP dilakukan untuk obyek pajak Bumi yang
ada bangunannya atau obyek berupa bangunan saja dengan cara
mempelkan sticker (berisi NOP) pada obyek pajak tersebut. Untuk
tanah kosong tidak perlu diberikan sticker NOP
2. Penempelan sticker NOP diusahakan pada tempat yang mudah
dilihat, aman dan terlindung agar tahan lama serta memudahkan
pemantauan apakah obyek pajak tersebut telah didata dan
memudahkan pula saat penyampaian SPPT (Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang).
3. Menempelkan sticker serta pencatatan pada SPOP serta konsep
peta blok harus dilakukan secara serentak untuk menghindari
kekeliruan penomoran. NOP pada sticker, SPOP dan peta blok
untuk satu obyek pajak harus sama.
4. Penulisan NOP pada SPOP dan Sticker secara penuh, misalnya
0001 sedangkan pada konsep peta blok harus ditulis singkat 1.
b. Tata Urutan NOP
Pemberian NOP dalam satu blok dimulai dari kiri atas (utara barat)
peta kemudian ke kanan dan seterusnya mengikuti alur spiral sampai
seluruh bidang obyek pajak dalam blok tersebut terdata. Dalam
kondisi lapangan tertentu pemberian NOP ini bisa fleksibel (tidak spiral
murni).
Pemberian NOP harus berjalan sesuai dengan jalannya alur
pengumpulan data. Untuk membedakan nomor blok dan nomor obyek
pajak dalam satu blok peta, maka nomor obyek pajak harus ditulis lebih
kecil dari nomor blok.
Contoh :
Jarak yang harus
diukur
Batas bidang
Garis Bantu
Untuk setiap bidang diukur setiap sisinya dan diagonal sisi, dengan cara
bidang per bidang, dan diusahakan urutan pengukuran obyek pajak
dilakukan secara spiral.
B. Petugas Pendataan
1. Persiapan
• Pembuatan konsep kerangka Peta Blok
Sebelum melangkah ke lapangan untuk melakukan pengukuran, para
petugas terlebih dahulu membuat konsep kerangka peta blok
sebagai peta kerja untuk melakukan pengukuran lapangan. Kerangka
peta blok disalin dari peta desa yang telah disesuaikan skalanya.
• Persiapan konsep Peta ZNT
Konsep Peta ZNT telah disiapkan oleh Tim KPP Pratama. Guna dari
peta ini adalah untuk menentukan kode znt dari masing-masing
bidang tanah yang diukur.
2. Lapangan
a. Penggambaran ophdracht (sket) peta blok lapangan
Setiap melakukan pengukuran bidang tanah dan atau bangunan,
hasil pengukurannya langsung diplot ke dalam peta kerja beserta
ukurannya, dan pada bidang bersangkutan dicantumkan nomor urut
pengukuran. Usahakan selalu untuk langsung menggunakan skala
yang diwajibkan pada plotting hasil ukuran, untuk memudahkan
kontrol terjadinya kesalahan.
b. Pengisian SPOP dan LSPOP
Setelah diukur, setiap bidang objek pajak dicatat di dalam form SPOP
untuk tanah dan LSPOP untuk bangunan (Perhatikan penjelasan
petunjuk pengisian)
3. Basecamp (PR)
a. Penggambaran konsep peta blok pada kertas HVS plano
Hasil plotting pengukuran bidang di lapangan langsung dipindahkan
ke dalam konsep peta blok dengan skala dan ukuran yang benar
pada hari itu juga. Ini penting dilakukan setiap hari untuk
menghindarkan terjadinya lupa, dan memperkecil kemungkinan
terjadinya kesalahan.
b. Pembuatan Nomor Objek Pajak (NOP) pada konsep peta blok
NOP perlu disusun lagi sesuai dengan pola spiral. Ada kemungkinan
nomor urut pengukuran tidak/belum sesuai dengan urutan NOP ;
maka perlu dilakukan pembetulan.
c. Penghitungan Luas Tanah dan Bangunan
Luas tanah dan bangunan langsung dihitung agar bisa langsung
dicantumkan pada SPOP dan LSPOP untuk menghindarkan
penumpukan pekerjaan.
d. Melengkapi pengisian SPOP dan LSPOP (NOP, Nama, Luas, Kode
ZNT, dll)
e. Pembuatan Daftar Himpunan Objek Pajak (DHOP)
Data objek dan subjek pajak dicatat dalam DHOP yang merupakan
kumpulan data objek/subjek pajak per blok per desa/kelurahan.
f. Penyetoran SPOP dan LSPOP ke Pengawas Lapangan setiap hari
Senin
Sebelum disetorkan ke Pengawas Lapangan SPOP dan LSPOP
dibundel (diikat) per 100 Objek Pajak.
g. Penyetoran konsep peta blok dan DHOP setelah satu blok selesai
didata ke Pengawas Lapangan.
C. Pengawas Lapangan
a. Menerima hasil pendataan (SPOP dan LSPOP, konsep peta blok,
DHOP) dari Petugas Lapangan
b. Memeriksa dan melakukan koreksi hasil pendataan yang telah diterima
c. Melakukan penyetoran SPOP dan LSPOP kepada Koordinator Lapangan
(KORLAP)
d. Melakukan Kodifikasi (pengumpulan) konsep peta blok dan DHOP per
desa/kelurahan
e. Melakukan penyetoran konsep peta blok dan DHOP yang telah
dikodifikasi kepada Koordinator Lapangan (KORLAP)
D. Koordinator Lapangan
a. Melakukan pencatatan hasil-hasil pendataan
b. Menyetorkan SPOP dan LSPOP ke Petugas Data Entry untuk direkam
c. Melakukan pembuatan laporan pelaksanaan pendataan.
KPP
PRATAMA
SEKSI TEKNIS
LAINNYA
KOOR
WAJIB DINATOR
PAJAK
SEKSI
PDI PENYAMPAI
PENERIMA HASIL
BERKAS PEMROSES KELUARAN
URUSAN
KETERANGAN :
3. Pembetulan SPPT.
- Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani WP
- Surat Kuasa dalam hal SPOP di isi dan ditanda tangani oleh kuasa WP.
- Bukti pendukung yang perlu di lampirkan :
a. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari WP.
b. Asli SPPT tahun yang bersangkutan.
c. Foto copy bukti pembayaran ( STTS ) tahun sebelumnya.
d. Foto copy salah satu bukti surat tanah, antara lain :
- Sertifikat;
- Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris;
- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
- Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.
4. Pembatalan SPPT.
- Permintaan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Surat Kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain.
- Asli SPPT tahun yang bersangkutan.
- Surat Pengantar Lurah/Kepala Desa untuk pengajuan secara kolektif.
8. Restitusi / Kompensasi
Persyaratan Restitusi dan Kompensasi :
1. Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasannya dengan mengisi
formulir permohonan.
2. Surat Kuasa dalam hal dikuasakan.
3. Asli SPPT / SKP / ATP dan Tanda Bukti Pelunasan (SPPT) PBB tahun yang
bersangkutan.
4. Asli Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan, Pengurangan atau Banding
5. Foto copy SPPT tahun berikutnya dalam hal kompensasi
6. Foto copy tanda pembayaran / STTS PBB minimal 3 tahun terakhir
7. Foto copy KTP atau identitas lainnya dari Wajib Pajak
CONTOH PENGAJUAN :
Kepada :
Nama :…………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………
Kecamatan : ………..……………………………………………
Kota :…………………………………………………………
Karena sampai saat ini obyek pajak tersebut belum pernah dikenakan Pajak Bumi
dan Bangunan / PBB ( Belum pernah diterbitkan SPPT PBB-nya )
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami lampirkan :
Pemohon .
……………………
Keterangan :
*) Coret yang tidak perlu
Pengajuan : Permohonan Mutasi/Pembetulan
Kepada Yth.
Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gaja Mada No. 143
Mojokerto
( ...................................... ) ( ............................................. )
*) Coret yang tidak perlu
Pengajuan : Keberatan atas SPPT PBB (Perorangan)
Nama : …………………………………………………………………..
NPWP : ……………………………………………………………………
Alamat : …………………………………………………………………..
Nomor telepon : ……………………………………………………………………
Sebagai Wajib Pajak atas Objek Pajak :
NOP : ……………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………….
PBB terutang : Rp ……………... (………………………………………………)
Tanggal SPPT/SKP PBB*) diterima : …………………………………………….
Dengan ini mengajukan keberatan dengan alasan :
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
Menurut perhitungan kami ketetapan PBB yang seharusnya adalah sebagai berikut :
1. Bumi : ……... m2 x Rp ……... /m2 = Rp …………………
2. Bangunan : ... …... m2 x Rp………./m2 = Rp …………………
3. NJOP ( 1+2 ) = Rp …………………
4. NJOPTKP = Rp …………………
5. NJOP untuk perhitungan PBB ( 3+4 ) = Rp …………………
6. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) 20 % atau 40 % x (5) = Rp …………………
7. PBB yang terhutang 0,5 % x NJKP = Rp …………………
………………, ……………………
Wajib Pajak
(……………………………)
Nomor : ....................
Lampiran : 1 (satu) set
Hal : Keberatan atas SPPT
Yang diajukan secara kolektif tahun .......
...................................
Nama : …………………………………………………………………..
NPWP : ……………………………………………………………………
Wajib Pajak PBB atas obyek yang terletak di :
Jalan ………………………………………. RT ……/RW …… Desa / Kelurahan ………
…………… Kecamatan …………………… Kab./Kota ……………………
Nomor Induk : ………………………
Nomor Seri : ………………………
PBB terhutang tahun ………… sebesar ……………… % ( …………… per seratus),
Alasan untuk mengajukan permohonan pengurangan ini adalah :
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
Bersama ini dilampirkan pula :
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
Demikian agar dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan.
...................................
Kepada Yth.
Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gajah Mada No. 143
Mojokerto
Untuk kelengkapan dan proses lebih lanjut bersama ini kami sertakan :
1. Fotokopi KTP atau identitas lainnya
2. Fotokopi SPPT tahun sebelumnya
3. Fotokopi tanda bukti pembayaran PBB tahun tarakhir
4. Lain-lain .......................
...................................
SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK
I. Pengertian
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak (WP)
untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk
menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang.
Penagihan adalah Sebuah upaya untuk memungut pajak yang telah jatuh
tempo pembayarannya.
I. Dasar Hukum
Penerbitan STB :
Surat Tagihan BPHTB diterbitkan apabila BPHTB kurang dibayar akibat salah
tulis atau salah hitung pada SSB.
Untuk Menagih sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
STB merupakan dasar penagihan BPHTB disamping dasar penagihan lainnya
seperti SKBKB, SKBKBT serta SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan
Banding yang menyebabkan perintah pajak yang harus dibayar bertambah. STB
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya STB tersebut oleh
WP.
Pelaksanaan Penagihan
1. Surat Teguran
Sebagai langkah awal pelaksanaan penagihan diterbitkan Surat Teguran
setelah 7 hari terhitung sejak saat jatuh tempo pembayaran STP
PBB/STB/SKBKB/SKBKBT atau SK Keberatan/SK Pembetulan/Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak bertambah.
Dalam jangka waktu paling lama 21 hari sejak diterbitkan Surat Teguran PBB
atau BPHTB harus sudah dilunasi.
2. Surat Paksa
Diterbitkan apabila :
- WP tidak melunasi hutang pajak s/d tanggal jatuh tempo dn kepadanya
telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain
yang sejenis.
- WP tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran
atau penundaan pembayaran pajak.
SURAT PAKSA HARUS DILUNASI JANGKA WAKTU 2 X 24 JAM.
- Penyampaian Surat Paksa disertai dengan Pemberitahuan Surat Paksa
kepada WP dan dituangkan dalam Berita Acara Penyampaian Surat
Paksa.
3. Penyitaan
- Dilakukan berdasarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan jika WP
tidak melunasi hutang pajak setelah lewat 2 X 24 jam sejak Surat Paksa
diberitahukan.
- Disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi.
- Jika WP tidak hadir penyitaan dapat dilakukan asalkan disaksikan oleh
salah seorang saksi yang berasal dari Pemda.
- Penyitaan disertai Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani
oleh Juru Sita, WP dan saksi-saksi.
- Atas barang yang disita ditempel SEGEL SITA.
4. Lelang
KEPUTUSAN BERSAMA
DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN,
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
DEPARTEMEN KEUANGAN
DAN
DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM,
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
NOMOR :
KEP-54/A/2003,
KEP-47/PJ./2003,
KEP-973-011 TAHUN 2003,
No.973-012
TENTANG
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam
melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menunjuk bank-
bank swasta untuk menjadi bank persepsi Pajak Bumi dan Bangunan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Keputusan Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur
Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, dan Direktur
Jenderal Otonomi Daerah tentang Tata Cara Pembayaran,
Pemindahbukuan, Pelimpahan, dan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3569);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3848)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000
tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 157);
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK.04/1985 tentang
Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupati/ Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 249/KMK.04/1993 tentang Penunjukan
Tempat dan Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.04/2000 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah;
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2000 tentang Pelimpahan
Wewenang Penerbitan Surat Kuasa Umum (SKU) Kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, DIREKTUR
JENDERAL PAJAK, DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM, DAN
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH TENTANG TATA CARA
PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN, PELIMPAHAN, DAN PEMBAGIAN HASIL
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB).
Pasal 1
Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan:
a. Bank/Kantor Pos Operasional V PBB adalah Bank Pemerintah/Kantor Pos
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pelimpahan hasil
penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dan melakukan
pembagian hasil penerimaan PBB ke instansi yang berhak;
b. Bank/Kantor Pos Persepsi PBB adalah Bank Pemerintah/Bank Swasta
Nasional/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima
pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP-PBB, TP-PBB On-line dan
melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank/Kantor Operasional V PBB;
c. Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik adalah Bank Pemerintah/ Bank
Swasta Nasional/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
menerima pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP?PBB Elektronik
dan melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V
PBB;
d. DHKP adalah Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran;
e. Dipenda adalah Dinas Pendapatan Daerah dan/atau Badan Pengelola
Keuangan Daerah (BPKD) atau unit kerja sejenis lainnya di lingkungan
Pemerintah Kabupaten atau Kota, atau Dinas Pendapatan Daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertugas menangani
pendapatan daerah;
f. DPH adalah Daftar Penerimaan Harian;
g. DRPM adalah Daftar Rincian Pembayaran Mingguan;
h. KPKN adalah Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang bertindak
sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN);
i. KPPBB adalah Kantor Pelayanan PBB;
j. LBP adalah Laporan Bulanan Penerimaan;
k. LMP adalah Laporan Mingguan Penerimaan;
l. LPPM adalah Laporan Pembatalan Pencetakan Mingguan;
m. NOP adalah Nomor Objek Pajak atau nomor SPPT;
n. Pembayaran PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan secara elektronik adalah
pembayaran PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan yang dilakukan melalui
ATM (Anjungan Tunai Mandiri / Automatic Teller Machine) atau fasilitas
perbankan elektronik lainnya;
o. Petugas Pemungut adalah petugas yang ditunjuk oleh Pejabat yang
berwenang untuk memungut PBB sektor Pedesaan dan atau sektor
Perkotaan dan menyetorkannya ke TP-PBB atau TP-PBB On-line;
p. RLMP adalah Rekap Laporan Mingguan Penerimaan;
q. SKP adalah Surat Ketetapan PBB;
r. SPPg adalah Surat Pengantar Pengiriman;
s. SPPT adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
t. SSP adalah Surat Setoran Pajak;
u. STPPBB adalah Surat Tagihan Pajak PBB;
v. STTS adalah Surat Tanda Terima Setoran;
w. Tempat Pembayaran PBB yang selanjutnya disebut TP-PBB adalah Bank
Pernerintah/Bank Swasta Nasional/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima pernbayaran PBB sektor Pedesaan dan
Perkotaan dan memindahbukukan hasil penerimaan PBB ke Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB sebagaimana tercantum dalam SPPT/SKP/STPPBB;
x. Tempat Pernbayaran PBB Elektronik yang selanjutnya disebut TPPBB
Elektronik adalah Bank Pemerintah/Bank Swasta Nasional yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB sektor Pedesaan
dan Perkotaan secara elektronik dan memindahbukukan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik;
y. Tempat Pernbayaran PBB On-line yang selanjutnya disebut TP-PBB On-line
adalah Bank Pemerintah/Bank Swasta Nasional yang ditunjuk oleh Mented
Keuangan untuk menerima pernbayaran PBB sektor Pedesaan clan
Perkotaan secara on-line dan mernindahbukukan hasil penerimaan PBB ke
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB;
z. TTS adalah Tanda Terima Setoran.
Pasal 2
Tata cara pembayaran, pemindahbukuan dan pelimpahan hasil penerimaan PBB
sektor Pedesaan dan Perkotaan melalui TP-PBB adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran I Keputusan Bersama ini.
Pasal 3
Tata cara pembayaran, pemindahbukuan dan pelimpahan hasil penerimaan PBB
sektor Pedesaan dan Perkotaan melalui TP-PBB On-line adalah sebagaimana
diatur dalam Lampiran II Keputusan Bersama ini.
Pasal 4
Tata cara pembayaran, pemindahbukuan dan pelimpahan hasil penerimaan PBB
sektor Pedesaan dan Perkotaan melalui TP-PBB Elektronik adalah sebagaimana
diatur dalam Lampiran III Keputusan Bersama ini.
Pasal 5
Tata cara pembayaran dan pelimpahan hasil penerimaan PBB sektor Perkebunan,
Perhutanan, dan Pertambangan Non Migas adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran IV Keputusan Bersama ini.
Pasal 6
Tata cara pembayaran dan pelimpahan hasil penerimaan PBB sektor Pertambangan
Migas adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran V Keputusan Bersama ini.
Pasal 7
Tata cara pembagian hasil penerimaan PBB adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran VI Keputusan Bersama ini.
Pasal 8
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Bersama ini
diatur dengan Keputusan Keputusan Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal
Pajak, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, dan Direktur Jenderal Otonomi
Daerah baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri.
Pasal 9
Pada saat Keputusan Bersama ini mulai berlaku,
1. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak
dan Direktur Jenderal PUOD Nomor SE-143/A 1987, Nomor SE-
33/PJ.7/1987 dan Nomor 973/1277/PUOD tanggal 26 Maret 1987 tentang
Tata Cara Penyetoran Pajak Bumi dan Bangunan Melalui Bank Pemerintah
(Kecuali Bapindo dan BTN) dan Pembagian Hasil Penerimaannya Serta
Pembayaran Biaya Pemungutan Kepada Petugas Pemungut;
2. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak
dan Direktur Jenderal PUOD Nomor SE111/A/51/1293, Nomor SE-
64/PJ.6/1993 dan Nomor 973/4708/PUOD tanggal 22 Desember 1993
tentang Tata Cara Pembayaran dan Pemindahbukuan Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur
Jenderal PUOD Nomor SE-68/A/66/0595, Nomor SE-29/PJ.6/1995 dan
Nomor 973/1505/PUOD tanggal 17 Mei 1995 tentang Perubahan Tata Cara
Pembayaran dan Pemindahbukuan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Pertambangan (Migas);
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 10
Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, peraturan pelaksanaan dan bentuk
formulir yang telah ada di bidang penerimaan, pelimpahan, dan pembagian hasil
penerimaan PBB, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan
Bersama ini.
Pasal 11
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan
Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal
Pemerintahan Umum, dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2003
1. WAJIB PAJAK
1.1. Pembayaran melalui TP-PBB.
a. Wajib Pajak membayar PPB terutang melalui TP-PBB.
b. Pembayaran dengan cek atau giro bilyet baru dianggap sah apabila telah
dilakukan kliring.
c. Wajib Pajak menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB dari TP-PBB.
d. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran melalui kiriman uang/transfer,
Wajib Pajak menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB disertai dengan SPPg dari TP-PBB.
1.2 Pembayaran melalui Petugas Pemungut.
a Dalam hal tempat tinggal Wajib Pajak jauh dan sulit sarana dan prasarana ke TP-
PBB, TP-PBB On-line, dan TP-PBB Elektronik, Wajib Pajak dapat membayar
PBB terutang melalui Petugas Pemungut dan selanjutnya Petugas Pemungut
menyetorkan uang hasil penerimaan pembayaran PBB ke TP-PBB.
b Wajib Pajak menerima TTS lembar ke-1 dari Petugas Pemungut sebagai tanda
bukti sementara penerimaan pembayaran PBB.
c. Setelah Petugas Pemungut menyetorkan uang hasil penerimaan pembayaran
PBB ke TP-PBB, Wajib Pajak menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak'
sebagai bukti pelunasan pembayaran PBB yang sah.
2 PETUGAS PEMUNGUT
2.1 Menerima TTS dan DPH dari Dipenda/Kepala Desa/Lurah dengan Berita Acara.
2.2 Menerima pembayaran PBB terutang dari Wajib Pajak dan menyerahkan TTS
lembar ke-1 kepada Wajib Pajak serta mencatat hasil penerimaan PBB ke dalam
DPH dalam rangkap empat.
2.3. Menyetorkan uang hasil penerimaan pembayaran PBB dari Wajib Pajak ke TP-PBB
dengan menggunakan DPH dalam rangkap empat dilampiri dengan TTS lembar ke-
2, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk daerah yang sulit sarana dan prasarana ke TP-PBB, penyetoran dilakukan
selambat-lambatnya tujuh hari sekali;
b. untuk daerah yang mudah sarana dan prasarana ke TP-PBB tetapi berdasarkan
pertimbangan perlu ditunjuk Petugas Pemungut, pembayaran dilakukan setiap
hari.
2.4 Menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' serta DPH dan TTS lembar ke-2 yang
telah diregistrasi oleh TP-PBB.
2.5. Menyampaikan 'STTS lembar untuk Wajib Pajak'kepada Wajib Pajak sebagai bukti
pelunasan pembayaran PBB yang sah selambat-lambatnya tujuh hari sejak
penyetoran sebagaimana dimaksud butir 2.3. di atas.
2.6. Menyampaikan DPH yang telah diregistrasi oleh TP-PBB, masing-masing sebagai
berikut :
a. lembar ke-1 kepada Kepala Desa/Lurah bersamaan dengan penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud butir 2.7.a;
b. lembar ke-2 ke Dipenda;
c. lembar ke-3 kepada Camat;
d lembar ke-4 sebagai pertinggal.
2.7. Membuat laporan kepada Kepala Desa/Lurah minimal tujuh hari sekali, mengenai :
a. jumlah penerimaan pembayaran PBB dari Wajib Pajak dan setoran uang hasil
penerimaan pembayaran PBB dari Wajib Pajak ke TP-PBB dilampiri dengan DPH
lembar ke-1 dan TtS lembar ke-2 yang masing-masing telah diregistrasi oleh TP-
PBB;
b. penggunaan TTS sewaktu mengajukan permintaan TTS baru disertai
penyerahan bonggol TTS lama.
3 KEPALA DESA/LURAH
3.1. Menerima laporan dari Petugas Pemungut mengenai :
a. hasil penerimaan dan penyetoran pembayaran PBB ke TP-PBB dilampiri dengan
DPH lembar ke-1 dan TTS lembar ke-2 yang masing-masing telah diregistrasi
oleh TP-PBB;
b. penggunaan TTS.
3.2. Membuat dan menyampaikan LMP PBB sehubungan dengan butir 3.1. di atas
kepada Camat dan menyampaikan tembusannya ke Dipenda.
4 CAMAT
4.1 Menerima DPH lembar ke-3 yang telah diregistrasi oleh TP-PBB dari Petugas
Pemungut.
4.2 Menerima LMP PBB dari Kepala Desa/Lurah.
4.3 Menerima tembusan LMP PBB dari TP-PBB.
4.4 Membuat dan menyampaikan LBP PBB sehubungan dengan butir 4.2. dan 4.3. ke
Dipenda.
5 DIPENDA
5.1. Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari
a Petugas Pemungut, berupa DPH lembar ke-2 yang telah diregistrasi oleh
TP?PBB;
b Kepala Desa/Lurah, berupa tembusan LMP PBB;
c Camat, berupa LBP PBB;
d TP-PBB, berupa 'STTS lembar untuk Dipenda' yang PBB-nya telah dibayar oleh
Wajib Pajak.
e Bank/Kantor Pos Persepsi PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan hasil
penerimaan PBB dari TP-PBB;
2) RLMP PBB;
3) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
4) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan;
f) Bank/Kantor Pos Operasional V PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB;
2) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
3) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
5.2. Membuat dan menyampaikan LBP PBB sehubungan dengan butir 5. 1. di atas
kepada Bupati/Walikota atau Gubernur DKI Jakarta khusus untuk wilayah DKI
Jakarta dan menyampaikan tembusannya ke KPPBB.
5.3 Menerima laporan pembukuan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB dan Operasional V PBB.
5.4 Mencocokkan jumlah uang hasil penerimaan PBB yang telah dilimpahkan ke
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB minggu ini pada RLMP PBB dan Rekening
Koran mingguan dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB sebagaimana dimaksud butir
5.1.e.2) dan 5.1.e.4) dengan jumlah uang pada Nota Kredit/Berita Tambah
sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan PBB dari Bank/ Kantor Pos
Operasional V PBB sebagaimana dimaksud butir 5.1.f.1.)
6 TP-PBB
6.1 Menerima STTS dan DHKP PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan Berita
Acara.
6.2 Menerima pembayaran PBB terutang dari Wajib Pajak.
6.3. Menyerahkan STTS lembar untuk Wajib Pajak' yang PBB-nya telah dibayar oleh
Wajib Pajak kepada Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran
melalui kiriman uang/transfer, TP-PBB berkewajiban mengirimkan 'STTS lembar
untuk Wajib Pajak' dengan SPPg kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.
6.4 Menerima setoran uang hasil penerimaan pembayaran PBB dari Petugas Pemungut
yang dilampiri dengan DPH dalam rangkap empat dan TTS lembar ke-2.
6.5 Meregistrasi DPH dan TTS lembar ke-2 sebagaimana butir 6.4. yang diserahkan
oleh Petugas Pemungut.
6.6 Menyerahkan 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' serta DPH dan TTS lembar ke-2
yang telah diregistrasi kepada Petugas Pemungut.
6.7. Menyampaikan 'STTS lembar untuk KPPBB' dan 'STTS lembar untuk Dipenda' yang
PBB-nya telah dibayar oleh Wajib Pajak masing-masing ke:
a KPPBB;
b Dipenda.
6.8. Membukukan semua pembayaran/penyetoran PBB pada hari kerja yang
bersangkutan.
6.9 Memindahbukukan saldo penerimaan PBB ke Bank/Kantor Persepsi PBB pada hari
Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
6.10 Menyusun LMP PBS yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan Perkotaan dan
mengirimkannya ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB selambat-lambatnya hari Sabtu
atau hari kerja berikutnya apabila hari Sabtu libur dan menyampaikan tembusannya
kepada Camat dan KPPBB
9 KPPBB
9.1 Menyerahkan STTS dan DHKP PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan
Berita Acara.
9.2 Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari :
a TP-PBB, berupa tembusan LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan,
Pedesaan/Perkotaan dan 'STTS lembar untuk KPPBB yang PBB-nya telah
dibayar oleh Wajib Pajak.
b. Bank/Kantor Pos Persepsi PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan hasil
penerimaan PBB dari TP-PBB;
2) RLMP PBB;
3) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
4) Rekening Koran mingguan dan Rekening koran sampai dengan akhir bulan.
c Bank/Kantor Pos Operasional V PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
2) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
3) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
d. KPKN, berupa LMP PBB beserta pernbagian hasil penerimaan dan
pengembalian PBB (D.A.08.03) setiap hari Selasa atau hari kerja berikutnya
apabila hari Selasa libur.
e Dipenda, berupa tembusan LBP PBB,
9.3. Membuat daftar pengawasan penerimaan dokumen sehubungan dengan butir 9.2.
sebagaimana mestinya.
9.4. Menerima laporan pembukaan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB dan Operasional V PBB.
9.5 Melakukan penelitian dokumen pembayaran PBB dengan cara sebagai berikut :
a Mencocokkan jumlah penerimaan dan jumlah transaksi penerimaan PBB minggu
ini pada RLMP PBB dengan Rekening Koran mingguan dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB;
b. Mencocokkan jumlah penerimaan PBB yang telah dilimpahkan ke Bank/Kantor
Pos Operasional V PBB minggu ini pada RLMP PBB dan Rekening Koran
mingguan dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan jumlah uang pada Nota
Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan PBB
dari Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
10 KPKN
10.1 Bendaharawan Umum Pemegang Rekening Kas Negara A (Seksi Bank Tunggal)
menerima dokumen penerimaan PBB dari :
a Bank/Kantor Pos Persepsi PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan hasil
penerimaan PBB dan TP-PBB;
2) RLMP PBB;
3) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
4) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
b Bank/Kantor Pos Operasional V PBB berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB;
2) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
3) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
10.2 Membuat daftar pengawasan penerimaan dokumen, sehubungan dengan butir 10.1
sebagaimana mestinya.
10.3 Menerima laporan pembukaan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB dan Operasional V PBB.
10.4 Melakukan penelitian dokumen penerimaan PBB dengan cara sebagai berikut:
a Mencocokkan jumlah penerimaan dan jumlah transaksi penerimaan PBB minggu
ini pada RLMP PBB dengan Rekening Koran mingguan dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB;
b Mencocokkan jumlah penerimaan PBB yang dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB minggu ini pada RLMP PBB dan Rekening Koran mingguan
dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan jumlah uang pada Nota Kredit/Berita
Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan PBB pada
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
10.5 Membukukan dokumen penerimaan PBB yang dilakukan oleh Seksi BankTunggal
berupa Nota Kredit/Berita Tambah dari Bank/ Kantor Pos Operasional V PBB ke
dalam :
a Buku Bank/Kantor Pos Operasional V PBB (DA.05.03) di kolom penerimaan;
b Buku Kas Pembantu Penerimaan (DA.05.01) dengan kode Sub Kelompok MAP
(BKPP) 0140 MAP 0141 s.d. 0146;
c Buku Bank Tunggal/Buku Pos Umum (DA.05.05).
10.6 Membuat LMP PBB beserta Pembagian Hasil Penerimaan dan Pengembalian PBB
(DA.08.03) dan mengirimkannya ke KPPBB yang bersangkutan setiap hari Selasa
atau hari kerja berikutnya apabila hari Selasa libur.
LAMPIRAN II
1. WAJIB PAJAK
1.1. Pembayaran melalui TP-PBB On-line Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I
Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-
line.
1.2. Pembayaran melalui Petugas Pemungut Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I
Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB
Online.
2. PETUGAS PEMUNGUT
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
3 KEPALA DESA / LURAH
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
4 CAMAT
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
5 DIPENDA
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line
6 TP-PBB On-Line
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
6.1 Tidak menerima STTS clan DHKP PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
6.2 Mencetak 'STTS lembar untuk Bank, 'STTS lembar untuk Wajib Pajak', 'STTS lembar
untuk KPPBB, dan 'STTS lembar untuk Dipenda', pada saat Wajib Pajak membayar
PBB terutang.
6.3 Membatalkan STTS yang telah dicetak jika Wajib Pajak membatalkan pembayaran
PBB terutang pada saat pembayaran tersebut;
6.4 Membuat dan mengirimkan LPPM dilampiri dengan STTS yang telah dibatalkan ke
KPPBB setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
7. BANK/KANTOR POS PERSEPSI PBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
sebagai berikut :
7.1 TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
7.2 Tidak menerima STTS dan DHKP PBB dari KPPBB dan tidak mendistribusikannya
ke masing-masing TP-PBB On-line.
7.3 Melimpahkan saldo penerimaan PBB ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada
BanK/Kantor Pos Operasional V PBB untuk setiap wilayah Kota/Kabupaten setiap
hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur pada minggu
berikutnya.
8 BANK/KANTOR POS OPERASIONAL V PBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini.
9 KPPBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
9.1. TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
9.2. Menerima LPPM dilampiri dengan STTS yang telah dibatalkan dari TP-PBB On-line
setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnva apabila hari Jumat libur.
10 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
LAMPIRAN III
1. WAJIB PAJAK
1.1 Pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sebagai TP-PBB Elektronik :
a. Wajib Pajak yang telah memiliki kartu ATM bank penyedia fasilitas pembayaran
elektronik membayar PBB terutang melalui ATM bank ditunjuk;
b. Wajib Pajak menerima resi/struk dari ATM yang dimaksud sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB sebagai pengganti STTS;
c. Apabila resi/struk sebagaimana dimaksud pada butir 1.1.b. di atas hilang, Wajib
Pajak dapat meminta salinan STTS ke KPPBB yang bersangkutan.
1.2 Pembayaran melalui Internet Banking sebagai TP-PBB Elektronik :
a. Wajib Pajak yang telah memiliki nomor identitas untuk mengakses Intemet
Banking bank penyedia fasilitas pembayaran elektronik membayar PBB terutang
melalui Intemet Banking bank yang ditunjuk;
b. Wajib Pajak mencetak print out Internet banking dari fasilitas Internet Banking
sebagai bukti pelunasan pembayaran PBB sebagai pengganti STTS;
c. Apabila print out Internet Banking sebagaimana dimaksud pada butir 1.2.b. di atas
hilang, Wajib Pajak dapat meminta salinan STTS sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB di KPPBB yang bersangkutan.
1.3 Pembayaran melalui teller sebagai TP-PBB Elektronik :
a. Wajib Pajak membayar PBB terutang melalui teller bank penyedia fasilitas
pembayaran elektronik yang ditunjuk;
b. Wajib Pajak menerima 'bukti pembayaran' dari bank penyedia fasilitas
pembayaran elektronik sebagai pengganti STTS;
c. Apabila bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada butir 1.3.b. di atas hilang,
Wajib Pajak dapat meminta salinan STTS sebagai bukti pelunasan pembayaran
PBB di KPPBB yang bersangkutan.
2. TP-PBB ELEKTRONIK
2.1 Menerima daftar nama Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik berikut nomor
Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Kantor Pusat Ditjen Pajak u.p. Direktorat PBB
dan BPHTB sehubungan dengan pemindahbukuan hasil penerimaan PBB melalui
TP?PBB Elektronik dimaksud.
2.2 Menerima pernbayaran PBB clan Wajib Pajak.
2.3 Mengeluarkan resi/struk ATM, print out internet bank, atau 'bukti pembayaran' kepada
Wajib Pajak.
2.3 Melakukan komunikasi data dengan Kantor Pusat Ditjen Pajak
u.p. Direktorat PBB dan BPHTB untuk setiap transaksi pembayaran PBB, dengan :
a. Meminta data PBB terutang yang akan dibayar Wajib Pajak dan informasi terkait
lainnya melalui NOP;
b. Menerima data PBB terutang dan informasi terkait lainnya;
c. Mengirimkan data konfirmasi pembayaran.
2.4 Membukukan semua pembayaran PBB.
2.5 Memindahbukukan saldo penerimaan PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik paling lambat pada hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat
libur.
2.6 Melakukan rekonsiliasi data pembayaran PBB secara harian dengan Kantor Pusat
Ditjen Pajak u.p. Direktorat PBB dan BPHTB;
3. DIPENDA
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
3.1. TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik.
3.2 Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
3.3 Tidak menerima DPH lembar ke-2 yang telah diregistrasi oleh TP-PBB dari Petugas
Pemungut.
3.4. Tidak menerima tembusan LMP PBB dari Kepala Desa/Lurah.
3.5. Tidak menerima LBP PBB dari Camat.
3.6. Tidak menerima 'STTS lembar untuk Dipenda' yang PBB-nya telah dibayar oleh Wajib
Pajak dari TP-PBB Elektronik.
3.7 Menerima DRPM PBB dari KPPBB sebagai pengganti STTS lembar untuk Dipenda
yang PBB-nya telah dibayar oleh Wajib Pajak
3.8 Menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dari
KPPBB.
4. BANK/KANTOR POS PERSEPSI PBB ELEKTRONIK
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
sebagai berikut :
4.1 TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik.
4.2 Tidak menerima STTS dan DHKP PBB dari KPPBB.
4.3 Tidak menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan
dari TP-PBB Elektronik.
5 BANK/KANTOR POS OPERASIONAL V PBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
6 KANTOR PUSAT DITJEN PAJAK U.P. DIREKTORAT PBB DAN BPHTB
6.1 Melakukan komunikasi data dengan TP-PBB Elektronik untuk setiap transaksi
pembayaran PBB, dengan :
a. Mengirimkan data PBB terutang dan informasi terkait lainnya atas permintaan TP-
PBB Elektronik;
b. Menerima data konfirmasi pembayaran.
6.2 Berdasarkan usulan dari KPPBB, menyampaikan daftar nama Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB Elektronik berikut nomor Rekening Kas Negara q.q. PBB ke TP-PBB
Elektronik dalam rangka pemindahbukuan hasil penerimaan PBB melalui TP-PBB
Elektronik.
6.3 Melakukan rekonsiliasi data pembayaran PBB secara harian dengan TP-PBB
Elektronik.
6.4 Mengirimkan data pembayaran PBB secara elektronik ke KPPBB.
6.5 Mengirimkan LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan secara
elektronik ke KPPBB
6.6 Mengirimkan DRPM PBB secara elektronik ke KPPBB.
7 KPPBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
7.1 TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik.
7.2 Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
7.3 Tidak menyerahkan STTS dan DHKP PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
7.4 Tidak menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan
dan STTS lembar untuk KPPBB yang PBBnya telah dibayar oleh Wajib Pajak dari TP-
PBB Elektronik.
7.5 Menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dan
DRPM PBB secara elektronik sebagai pengganti STTS dari Kantor Pusat Ditjen Pajak
u.p. Direktorat PBB dan BPHTB.
7.6 Mencetak LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dan
DRPM berdasarkan data elektronik yang dikirim oleh Kantor Pusat Dijen Pajak u.p.
Direktorat PBB dan BPHTB.
7.7 Sehubungan dengan butir 7.6. di atas, mengirimkan LMP PBB yang dirinci per
Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan dan DRPM PBB sebagai pengganti 'STTS
lembar untuk Dipenda' yang PBBnya telah dibayar oleh Wajib Pajak ke Dipenda.
7.8 Mencetak salinan STTS berdasarkan permintaan Wajib Pajak yang telah melakukan
pembayaran PBB melalui TP-PBB Elektronik.
7.9. Menyampaikan usulan daftar nama Bank/Kantor Pos Persepsi PBB berikut nomor
Rekening Kas Negara q.q. PBB yang akan ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB Elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak u.p. Direktorat PBB dan
BPHTB sehubungan dengan pemindahbukuan hasil penerimaan PBB melalui TP-
PBB Elektronik, dengan ketentuan satu Bank/ Kantor Pos Persepsi PBB untulk
setiap kabupaten/kota. Dalam hal satu kabupaten/kota terdapat 2 KPPBB atau
lebih, maka setiap KPPBB mengusulkan satu nama Bank/ Kantor Pos Persepsi
PBB berikut nomor Rekening Kas Negara q.q. PBS di wilayah kerjanya untuk
ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik.
8 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik dan Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan
sebagai Bank/Kantor Persepsi PBB Elektronik.
LAMPIRAN IV
1. WAJIB PAJAK
1.1. Membayar PBB terutang dengan mengisi SSP PBB rangkap 5 (lima) sebagaimana
terlampir ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB yang ditunjuk.
1.2. Menerima SSP PBB lembar ke-1 dan lembar ke-3 yang telah diregistrasi oleh
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
1.3. Menyampaikan SSP PBB lembar ke-3 ke KPPBB setempat.
Pada Nota Debet/Berita Kurang pelimpahan saldo penerimaan PBB tersebut diberi
uraian keterangan: "Pelimpahan Penerimaan PBB sebanyak . SSP PBB".'
2.10 Menyusun RLMP dan Rekening Koran Mingguan dan mengirimkannya disertai Nota
Debet/Berita Kurang selambat-lambatnya hari Sabtu atau hari kerja berikutnya
apabila hari Sabtu libur ke :
a. KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.
2.11 Menyusun Rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan mengirimkannya
selambat-lambatnya satu hari kerja setelah hari kerja akhir bulan ke :
a. KPKN;
b KPPBB;
c. Dipenda.
4 KPPBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
4.1 Memberikan nomor rekening Bank/Kantor Pos Persepsi PBB yang ditunjuk kepada
Wajib Pajak sehubungan dengan pembayaran PBB.
4.2 Tidak menyerahkan STTS dan DHKP PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
4.3 Tidak menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari TP-PBB dan
atau TP-PB On-line, berupa tembusan LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan,
Pedesaan/Perkotaan dan 'STTS lembar untuk KPPBB' yang PBB-nya telah dibayar
oleh Wajib Pajak.
4.4 Menerima Nota Kredit/Berita Tambah dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
sehubungan dengan pembayaran PBB.
4.5 Menerima SSP PBB lembar ke-3 dari Wajib Pajak.
4.6 Menerima SSP PBB lembar ke-2 dari Bank/Pos Operasional V PBB.
5 DIPENDA
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut:
5.1 Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB, berupa :
a. Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pembayaran PBB dari Wajib
Pajak;
b. SSP PBB lembar ke-5.
5.2 Tidak menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari TP-PBB,
berupa STTS lembar untuk Dipenda' yang PBB-nya telah dibayar oleh Wajib Pajak.
5.3 Tidak menerima LBP PBB dari Camat.
5.4 Tidak menerima tembusan LMP PBB dari Kepala Desa/Lurah.
6 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
6.1 Menerima dokumen pembayaran /laporan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB berupa Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pembayaran
PBB dan Wajib Pajak
SURAT SETORAN PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(SSP PBB)
Jenis ketetapan
C 1. :_________________________________________ Tahun
pajak
Nomor ketetapan
2. :_________________________________________ [][][][]
pajak
D Uraian
Pembayaran : _________________________________________________
: _________________________________________________
Denda
: Rp :___________________________
Administrasi
==========================
Jumlah :___________________________
Untuk disetor/dipindahkan ke rekening Kas Negara q.q. PBB Bank/Kantor Pos Persepsi/Operasional V PBB *)
pada Bank.................................................Nomor rekening....................................................
1. KPPBB
1.1 Berdasarkan pelimpahan wewenang yang diterima dari Menteri Keuangan, Kepala
KPPBB menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) ke Bank/Kantor Pos Operasional V
PBB untuk melakukan pembebanan secara otomatis pada rekening Kas Negara q.q.
PBB pada :
a. setiap permulaan tahun anggaran; atau
b. setiap awal masa kerja Bank/Kantor Pos Operasional V PBB tidak dimulai pada
awal tahun anggaran.
1.2 Menerima pemberitahuan dari Gubernur, nama bank dan nomor rekening Kas
Daerah Provinsi.
1.3 Menerima pemberitahuan dari Bupati dan atau Walikota, nama bank dan nomor
rekening Kas Daerah Kabupaten dan atau Kota.
1.4 Melalui SKU sebagaimana dimaksud pada butir 1.1., Kepala KPPBB memberi kuasa
kepada Pimpinan Bank/Kantor Pos Operasional V PBB untuk membebani langsung
rekening Kas Negara q.q. PBB dalam rangka pelaksanaan pembagian hasil
penerimaan PBB sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 16
Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah jo. Keputusan Menteri Keuangan
No.82/KMK.04/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, ke instansi yang berhak, yaitu :
a 10% (sepuluh persen) dari saldo penerimaan PBB ke rekening Kas Negara
sebagai bagian penerimaan Pemerintah Pusat;
b. 16,2% (enam belas koma dua persen) dari saldo penerimaan PBB ke rekening
Kas Daerah Provinsi sebagai bagian penerimaan Pemerintah Provinsi, kecuali
Provinsi DKI Jakarta sebesar 81% (delapan puluh satu persen);
c. 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) dari saldo penerimaan PBB ke
rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota sebagai bagian penerimaan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
d. 9% (sembilan persen) dari saldo penerimaan PBB ke rekening Kas Negara
sebagai Biaya Pemungutan PBB.
1.5 Menerima tembusan Nota Debet/Berita Kurang atas pembebanan rekening Kas
Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor Pos Operasional V PBB untuk selanjutnya
mencocokkannya dengan jumlah yang termuat dalam DA. 08.03 yang diterima dari
KPKN.
1.6 Berdasarkan tembusan Nota Debet/Berita Kurang atas pembebanan rekening Kas
Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos Operasional V PBB, Kepala KPPBB setiap
akhir bulan berkenaan menerbitkan Keputusan Penetapan Pembagian Hasil
Penerimaan PBB (KP-PHP-PBB).
1.7 Berdasarkan KP-PHP-PBB sebagaimana dimaksud pada butir 1.6. Kepala KPPBB
menerbitkan :
a Surat Perintah Membayar Pembagian Hasil Penerimaan PBB (SPM?PHP?PBB)
untuk masing?masing Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang berhak;
b. Surat Perintah Membayar Biaya Pemungutan PBB (SPM-BP-PBB) bagian
Kabupaten/Kota yang berhak.
1.8 Untuk keperluan penerbitan KP-PHP-PBB, SPM-PHP-PBB, dan SPM-BP-PBB,
Kepala KPPBB menyampaikan speciment tanda tangan dan stempel yang
digunakan kepada Bank/Kantor Pos Operasional V PBB dan KPKN yang
bersangkutan
1.9 Menyampaikan KP-PHP-PBB yang terdiri dari :
a Lembar ke-1 ke KPKN;
b. Lembar ke-2 sebagai pertinggal;
c. Lembar ke-3 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
d. Lembar ke-4 kepada Gubernur u.p. Kepala Dipenda Provinsi;
e. Lembar ke-5 kepada Bupati/Walikota u.p. Kepala Dipenda Kabupaten/Kota;
f Lembar ke-6 Kepada Direktur 3enderal Pajak u.p. Kepala Kanwil DJP;
g Lembar ke-7 kepada Bank Operasional II.
1.10 Menyampaikan SPM-PHP-PBB yang terdiri dari :
a Lembar ke-1 dan lembar ke-5 ke KPKN (lembar ke-5 untuk diteruskan ke Kantor
Verifikasi Pelaksanaan Anggaran (KASIPA));
b. Lembar ke-2 sebagai pertinggal;
c Lembar ke-3 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
d Lembar ke-4 kepada Gubernur u.p. Kepala Dipenda Provinsi;
e Lembar ke-6 kepada Bupati/Walikota u.p. Kepala Dipenda Kabupaten/Kota;
f Lembar ke-7 Kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Kanwil DJP
1.11 Menyampaikan SPM-BP-PBB yang terdiri dari :
a. Lembar ke-1, lembar ke-2, dan lembar ke-3 ke Bank Operasional I/II (lembar ke-
1 dikembalikan KPKN, dan lembar ke-2 dikembalikan ke KPPBB);
b. Lembar ke-4 ke KPKN;
c. Lembar ke-5 sebagai pertinggal;
d. Lembar ke-6 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
e. Lembar ke-7 kepada Gubernur u.p. Kepala Dipenda Provinsi;
f. Lembar ke-8 kepada Bupati/Walikota u.p. Kepala Dipenda Kabupaten/Kota;
g. Lembar ke-9 Kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Kanwil DJP.
1.12 Melaporkan ke KPKN adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB sehubungan dengan kewajiban Pembagian dan Pembebanan
rekening Kas Negara q.q. PBB sebagaimana dimaksud pada butir 2.4.
3. KPKN
3.1 Menerima pemberitahuan dari Gubernur, nama bank dan nomor rekening Kas
Daerah Provinsi.
3.2 Menerima pemberitahuan dari Bupati/Walikota, nama bank dan nomor rekening Kas
Daerah Kabupaten/Kota.
3.3 Menerima tembusan SKU dari KPPBB.
3.4 Menerima asli Nota Debet/Berita Kurang sehubungan pembagian hasil penerimaan
PBB melalui pembebanan rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB.
3.5 Menerima KP-PHP-PBB lembar ke-1, SPM-PHP-PBB lembar ke-1 dan lembar ke-5,
dan SPM-BP-PBB lembar ke-4 dari KPPBB untuk dicocokkan dengan asli Nota
Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan PBB dari
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
3.6 Membukukan KP-PHP-PBB lembar ke-1, SPM-PHP-PBB lembar ke-1, dan SPM-
BP-PBB lembar ke-4 dari KPPBB dan asli Nota Debet/Berita Kurang sehubungan
dengan pembagian hasil penerimaan PBB dari bank/Kantor Pos Operasional V PBB
dan mengirimkan SPM-PHP-PBB lembar ke-5 ke KASIPA.
3.7 Melaporkan ke Bank Indonesia adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB berdasarkan pemeriksaan dan atau laporan
KPPBB sehubungan dengan kewajiban pembagian hasil penerimaan PBB melalui
pembebanan rekening Kas Negara q.q. PBB sebagaimana dimaksud pada butir 2.4.
4. PEMERINTAH PROVINSI
4.1 Menyampaikan nama bank dan nomor rekening Kas Daerah Provinsi ke KPKN,
KPPBB, dan Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
4.2 Menerima KP-PHP-PBB lembar ke-4, SPM-PHP-PBB lembar ke-4, dan SPM-BP-
PBB lembar ke-7 dari Kepala KPPBB untuk bahan penatausahaan penerimaan PBB
dalam pelaksanaan APBD Daerah Provinsi.
5 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
5.1 Menyampaikan nama bank dan nomor rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota ke
KPKN, KPPBB, dan Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
5.2 Menerima KP-PHP-PBB lembar ke-5, SPM-PHP-PBB lembar ke-6, dan SPM-BP-
PBB lembar ke-8 dari Kepala KPPBB untuk bahan penatausahaan penerimaan PBB
dalam pelaksanaan APBD Daerah Kabupaten/Kota.
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
ATM
BCA, BII, 16,2 %
BPD Daerah
Propinsi
Sektor Perkotaan :
1. 20 % Bagian Direktorat Jenderal Pajak
2. 5 % Pemerintah Propinsi
3. 75 % Pemerintah Kabupaten / Kota
Sektor Pedesaan :
1. 10 % Bagian Direktorat Jenderal Pajak
2. 5 % Bagian Pemerintah Propinsi
3. 85 % Bagian Pemerintah Kabupaten / Kota
C. Perkiraan Dana Bagi Hasil PBB Bagian Pusat yang dibagikan secara merata
kepada seluruh Kabupaten dan Kota tahun 2009
(Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 160.3/ PMK.07/2008)
Dana Bagi hasil tersebut merupakan bagian pemerintah pusat (10 %) dibagi
secara merata kepada Kabupaten/Kota se-Indonesia sebesar 6,5 %, sedangkan
3,5% dibagikan sebagai insentif untuk Kabupaten / Kota yang berhasil mencapai
atau melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan untuk sektor Pedesaan
dan Perkotaan.
D. Perkiraan Alokasi Biaya Pemungutan PBB Bagian Kota Mojokerto tahun 2009
(Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 25/ PMK.07/2009)