Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1. Definisi Pendidikan Manusia bukan merupakan makhluk individual. Dalam perkembangan hidupnya, semua manusia dilahirkan dalam keadaan belum berdaya. Setiap manusia tidak langsung mandiri dan memelihara dirinya serta membutuhkan perawatan serta pengasuhan dari orang lain. maka, pendidikan bagi manusia merupakan suatu keharusan dan kebutuhan dasar. Terdapat beberapa pengertian tentang pendidikan, baik secara khusus maupun secara luas. Menurut Langeveld (Sadulloh, 2007)Pendidikan dalam arti khusus dapat diartikan sebagai bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencari kedewasaannya. Dalam arti khusus pendidikan hanya dipandang sebagai bimbingan bagi anak yang belum dewasa untuk menuju kedewasaannya. Maka jika anak sudah dianggap dewasa, maka pendidikan dianggap telah selesai. Dalam hal ini, pendidikan hanya digambarkan sebagai upaya pengembangan manusia yang terpusat di lingkungan keluarga dan lebih ke arah tanggung jawab keluarga.
16
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Menurut Henderson (Sadulloh, 2007) dalam arti luas, pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Juga merupakan suatu proses warisan sosial sebagai bagian dari lingkungan sosial dan menjadi alat yang bermanfaat bagi perkembangan terbaik yang mampu diwujudkan manusia untuk meraih kesejahteraan hidup. Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan lebih dimaknai sebagai suatu proses yang berlangsung seumur hidup. Artinya, proses ini terjadi sejak lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan dalam arti luas dimaknai bukan hanya terjadi di lembaga formal sekolah atau universitas, atau di lingkungan keluarga saja, melainkan terjadi di berbagai lingkungan yang ditemuai manusia. Lingkungan tersebut antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat tempat manusia itu berada. Melalui pendidikan, manusia dibimbing, diarahkan, dibekali dengan ilmu dan pengetahuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam menyikapi hidupnya. Tujuannya adalah mengantarkan manusia agar cakap dalam menyelesaikan tugas hidupnya dengan penuh tanggung jawab, dapat bermanfaat bagi semua orang, serta dapat mencapai kesejahteraan dalam hidup.
17
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2. Anak Usia Dini Anak usia dini merupakan salah satu konsep dari The National Association for The Education of Young Children (NAEYC) yang berkaitan dengan pendidikan anak usia dini. NAEYC menjelaskan bahwa anak usia dini merupakan konsep untuk menetapkan batasan umur sesuai dengan batasan usia pada masa kanak-kanak (Patmonodewo, 2008). Masa kanak-kanak merupakan masa awal kehidupan manusia. Masa kanak-kanak merupakan masa penting dalam kehidupan manusia dan menentukan masa kehidupan selanjutnya. Masa kanak-kanak terbagi menjadi dua periode, yaitu awal masa kanak-kanak dan akhir masa kanak-kanak. Awal masa kanak- kanak berlangsung dari usia 2-6 tahun, sedangkan akhir masa kanak-kanak terjadi pada usia 6-12 tahun. Pada masa ini anak anak belajar semakin mandiri, mengembangkan keterampilan bersekolah, dan merupakan masa bermain dengan teman-teman sebaya (Santrock, 2003). Terdapat beberapa tugas perkembangan pada masa kanak-kanak awal menurut Havigurst (Nurihsan, 2011)., antara lain: a. belajar berjalan b. belajar mengambil benda-benda padat c. belajar berbicara, d. belajar menguasai benda, e. mempelajari perbedaan jenis dan perilakunya, f. mencapai stabilitas fisiologis, 18
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu g. pembentukan konsep (pengertian) sederhana tentang realitas fisik dan sosial, h. belajar menciptakan hubungan dirinya secara emosional kepada orang tuanya, saudara-saudaranya, dan orang lain, i. belajar membedakan salah-benar dan pengembangan kata hati.
3. Stimulasi Anak Usia Dini Wijaya (2010) menyebutkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945, Konvensi Hak Anak, serta undang-undang lainnya telah mengatur mengenai kesejahteraan dan perlindungan bagi anak. Hak-hak anak tersebut antara lain: - Hak untuk tidak dibeda-bedakan (non-diskriminan), - Hak untuk memperoleh yang terbaik, - Hak untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, dan - Hak untuk dihargai pendapatnya. Berdasarkan hak anak tersebut, maka orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi anak, termasuk hak tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya. Salah satu upaya mengoptimalkan dan menyediakan tumbuh kembang yang baik bagi anak adalah dengan memberikan rangsangan atau stimulasi bagi anak.
19
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Wijaya (2010) menyatakan bahwa stimulasi bagi anak usia dini adalah kegiatan secara memadai kemampuan dasar anak agar tumbuh dan berkembang optimal sesuai yang dimilikinya. Perangsangan memadai yang dimaksud adalah perangsangan yang dilakukan dengan benar, adekuat, teratur, sesuai dengan perkembangan anak. Stimulasi terjadi saat orang dewasa menyediakan materi, pengalaman, bahasa dan kasih sayang terhadap bayi atau anak kecil. Orang dewasa tersebut bisa orang tua kandung, keluarga dekat, pengasuhnya, maupun orang terdekat lainnya. Orang-orang terdekat anak dianggap sebagai pemberi stimulasi yang baik karena dapat menunjukan perilaku yang baik di hadapan anak serta dilandasi dengan kasih sayang. Stimulasi yang diberikan dapat bermacam-macam sesuai dengan tahap perkembangan anak. Menurut Wijaya (2010), usia terbaik untuk melakukan stimulasi adalah hingga anak berusia 6 tahun, bahkan hingga usia delapan tahun. Pada usia ini, sel-sel otak anak sedang mengalami perkembangan yang pesat. Stimulasi dapat dilakukan melalui pemberian rangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita (Felicia, 2009).
20
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 4. Pendidikan Anak usia Dini Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga merupakan salah satu konsep dari NAEYC. NAEYC membatasi PAUD berdasarkan tiga konsep, yaitu anak usia dini (early childhood), Tatanan awal masa kanak-kanak, dan pendidikan awal masa anak (early childhood education). Konsep anak usia dini merupakan konsep untuk menetapkan batasan umur sesuai dengan batasan usia pada masa anak anak yaitu 0-8 tahun. Konsep tatanan awal masa kanak-kanak untuk membatasi lingkungan yang menyediakan pengasuhan bagi anak (rumah, TK, SD, dll). Serta konsep pendidikan awal masa anak sebagai pelayanan yang diberikan para pendidik kepada anak usia dini (Patmonodewo, 2008). Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bagian ke- tujuh Pasal 28 dijelaskan mengenai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Disebutkan juga bahwa PAUD merupakan pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Penyelenggaraannya dapat melalui jalur formal, nonformal, dan/atau informal (DIKTI, 2010). Pendidikan yang tepat bagi anak-anak Usia Dini adalah pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak. Pendidikan jenis ini didasarkan pada pengetahuan perkembangan khas dari anak-anak, yaitu berdasarkan ketepatan usia dan keunikan individual (santrock, 2010). 21
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu NAEYC (Santrock, 2010) merumuskan pendidikan yang tepat bagi anak usia dini, antara lain: 1. Memperhatikan domain perkembangan anak. Meliputi domain fisik, kognitif dan sosioemosional. Seluruh domain ini berkaitan satu sama lain. perencanaan pendidikan yang baik, adalah dengan mempertimbangkan hubungan antardomain dalam proses belajar anak. 2. Mempersiapkan lingkungan belajar yang disesuaikan dengan keahlian, kemampuan, dan pengetahuan anak. 3. Menyadari dan memahami bahwa semua anak memiliki kekuatan, kebutuhan, dan minat individual yang berbeda. Setiap anak unik dan cara memperlakukan mereka tidak bisa disamakan. 4. Mempelajari dan menyesuaikan konteks sosial dan kultural anak. 5. Mendorong anak untuk mengkontruksi dunia di sekitarnya. Anak-anak memberi kontribusi terhadap proses belajar mereka sendiri saat merek berusaha memberi makna pada pengalaman keseharian mereka. 6. Mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan anak dengan memberi kesempatan kepada anak mempraktikan keahlian baru atau merasakan tantangan diluar kemampuan anak saat itu. 7. Menyediakan lingkungan yang menghargai anak, memperhatikan kebutuhan fisik dan psikologis anak, dan memberi perhatian yang tulus dan batuan kepada anak untuk belajar dan berkembang secara positif.
22
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 5. Jenis Pendidikan Usia Dini Berdasarkan penjelasan pengertian PAUD, maka PAUD dapat diklasifikan berdasarkan usia sesuai batasan usia yang ditetapkan NAEYC dan para ahli pada umumnya dan berdasarkan bentuk penyelenggaraannya. Patmonodewo (2008) memaparkan jenis PAUD berdasarkan batasan usia yang ditetapkan NAEYC dan para ahli)antara lain: - Nursey school/preschool, bagi anak usia dua sampai empat tahun. - Kindergarten (TK), bagi anak usia lima sampai enam tahun - Sekolah dasar, bagi anak usia 6-8 tahun. Jenis PAUD berdasarkan bentuk penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: - PAUD formal Pada jalur formal, PAUD dapat berbentuk taman kanak-kanak (TK) atau pendidikan lain yang sederajat. - PAUD nonformal Pada jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. - PAUD informal Pada jalur informal, PAUD berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
23
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Program PAUD banyak ragamnya, antara lain: a. Day Care/Tempat Penitipan Anak (TPA) Day care/Tempat Penitipan Anak (TPA) merupakan sarana pengasuhan anak dalam kelompok. Program PAUD ini merupakan upaya terorganisasi untuk mengasuh anak-anak selama beberapa jam dalam satu hari, jika orang tua tidak dapat melakukan pengasuhan secara penuh selama satu hari. Program ini bukan merupakan program pelengkap maupun pengganti pengasuhan orang tua (Patmonodewo, 2008). Program TPA pada awalnya disediakan bagi ibu dari kalangan kurang beruntung, namun saat ini program TPA biasanya dipilih oleh keluarga tingkat menegah dan atas dengan ibu yang bekerja (Patmonodewo, 2008). b. Pusat Pengembangan Anak Terintergrasi Di Indonesia Pusat Pengembangan anak terpadu dilakukan dalam bentuk Posyandu. Program ini memberikan pelayanan bagi anak prasekolah disertai dengan pemberian gizi dan kesehatan. Salah satu dampak positif dari program ini antara lain menekan angka kematian bayi, kekurangan gizi, serta menekan jumlah anak sekolah dasar yang tidak naik kelas c. Pendidikan dari Ibu/Orang tua Dapat juga disebut rumah tangga (RT). Yaitu tindakan anggota rumah tangga untuk merangsang perkembangan anak seperti membaca buku, mendongeng, menggambar, mencoret-coret, bermain musik, menari, dan lain-lain.
24
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu d. Kindergarten (Taman Kanak-kanak/TK) Di Indonesia, Taman Kanak-kanak (TK) merupakan lembaga pendidikan informal sebelum jenjang sekolah dasar (SD). Seperti tercantum pada Penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor. 20 Tahun 2003 pasal 8 ayat 3, Taman Kanak-kanak menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Tujuan TK adalah meningkatkan daya cipta anak-anak dan memacunya untuk belajar mengenal berbagai macam ilmu pengetahuan melalui pendekatan nilai budi bahasa, agama, sosial, emosional, fisik, motorik, kognitif, bahasa, seni, dan kemandirian. Semua dirancang sebagai upaya mengembangkan daya pikir dan peranan anak dalam hidupnya. kegiatan belajar ini dikemas dalam model belajar sambil bermain (Arista, 2011). Arista (2011) juga menyatakan bahwa kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Kurikulum tersebut disesuaikan dengan karakteristik tumbuh kembang anak. Di TK, anak diajarkan pengetahuan agama, budi bahasa, pengenalan berhitung dan membaca (mengenal aksara dan ejaan), bernyayi, bersosialisasi dalam lingkungan keluarga dan teman-teman sepermainan, dan berbagai keterampilan lainnya.
25
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu B. Prestasi Belajar Teori prestasi belajar diaplikasikan dalam penelitian ini adalah teori prestasi belajar dari Winkel (2009) yang menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang di capainya. Menurut Winkel, prestasi belajar diperoleh berdasarkan perubahan- perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman serta dalam bidang nilai, sikap keterampilan yang diperoleh dari proses belajar yang dialami oleh siswa. Selain itu, prestasi belajar dapat menunjukan perubahan yang dialami siswa dalam menghadapi pertanyaan, persoalan dan tugas yang di berikan guru di sekolah. Maka, melalui prestasi belajar yang tercantum berupa nilai dalam raport, orang tua dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai siswa dalam belajar (Winkel, 2009). Di dunia pendidikan, prestasi belajar diperoleh melalui suatu proses menilai. Menurut Winkel menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari mengajar. Pelaporan penilaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengembalikan hasil tes setelah diperiksa dan mencantumkan hasil nilai dalam buku rapor (Winkel, 2009). Di dalam rapor didapatkan informasi sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa itu berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Pihak akademisi melakukan penilaian dengan menggunakan rumus tertentu, baik ditentukan oleh sendiri atau oleh pihak lain (Winkel, 2009). 26
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Berdasarkan beberapa definisi mengenai prestasi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan bukti atau hasil yang diperoleh siswa atas pencapaianya dalam melakukan kegiatan belajar yang dilaporkan dalam rapor, dimana hasil belajar tersebut diperoleh melalui penilaian terlebih dahulu oleh pihak akademisi. Meskipun anak di kelas mendapatkan cara pengajaran dari guru yang sama, namun prestasi anak yang satu dengan yang lainnya akan berbeda. Pencapaian prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain: a. Faktor Fisiologis Faktor fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya adalah kondisi kesehatan siswa serta kelengkapan dan berfungsinya panca indra siswa dengan baik. Siswa yang lemah secara fisik dapat menyebabkan terhambatnya proses belajar di sekolah. Oleh karena itu, aspek gizi bagi anak perlu diperhatikan supaya kondisi kesehatan anak dapat terjaga. b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi. Kesiapan itu muncul berhubungan dengan kematangan. Menurut Drever (Slameto, 2007), kematangan merupakan kesiapan untuk melaksanakan kecakapan.
27
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain: a. Faktor keluarga Keluarga merupakan lingkungan utama dalam proses belajar. Situasi yang terjadi di lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam pencapaian prestasi belajar. Misalnya cara orang tua mendidik, hubungan dengan setiap anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, dan kasih sayang serta perhatian yang diberikan orang tua kepada anak. b. Faktor sekolah Lingkungan sekolah merupakan lingkungan pendidikan secara formal bagi anak. Faktor di sekolah yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar di sekolah, serta fasilitas sekolah yang mendukung kehiatan belajar. c. Faktor masyarakat Sebagai anggota masyarakat, lingkungan serta kondisi-kondisi di masyarakat dapat mempengaruhi perilaku siswa. Lingkungan masyarakat yang baik akan juga membentuk perilaku yang baik dan mendukung siswa dalam kegiatan belajarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
28
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu C. Kurikulum Sekolah Dasar Sekolah Dasar (SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar dilaksanakan dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pengelolaan Sekolah Dasar (SD) negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Kurikulum yang diterapkan di sekolah dasar di Indonesia berbeda pada kelas rendah dan kelas tinggi. Kurikulum yang digunakan pada kelas rendah (kelas 1, 2 dan 3 SD) adalah kurikulum tematik, sedangkan pada kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6 SD) kurikulum yang digunakan adalah kurikulum fragmented. Pembelajaran dengan kurikulum tematik telah diperkenalkan sejak di TK dan merupakan suatu kesinambungan ketika diterapkan di SD (Karli, 2009). Namun, pada saat kelas 4 kurikulum tematik tidak diterapkan lagi dan siswa sudah mulai dihadapkan pada kurikulum fragmented (Karli, 2009). Pada kurikulum fragmented siswa mulai dihadapkan pada kurikulum yang berbeda dengan yang diterapkan di TK. Kurikulum tematik ini dianggap sesuai dengan karakteristik perkembangan kognitif siswa usia dini yang masih dalam tahap pemikiran operasional kongkrit (Yulianti, 2009).
29
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Fogarty (Karli, 2009) berpendapat bahwa pembelajaran fragmented merupakan pendekatan belajar mengajar suatu pelajaran yang utuh tanpa mengaitkan mata pelajaran satu dengan lainnya. Berbeda dengan kurikulum tematik yang melibatkan beberapa pelajaran dalam satu tema sehingga anak memiliki pengalaman yang bermakna (Karli, 2009). Tim pengembang PGSD (Karli, 2009) menyatakan bahwa pengalaman bermakna yang dimaksud adalah saat anak memahami konsep-konsep yang telah mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Siswa SD masih berpikiran satu kesatuan dan belum terkotak-kotakan. Maka, pembelajaran tematik akan sangat cocok ketika diterapkan pada anak SD. Pelajaran yang diberikan berupa tema-tema yang menarik dan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Selain merupakan pembelajaran yang berkesinambungan dari TK, pembelajaran tematik ini bermanfaat bagi anak yang sebelumnya mengikuti TK maupun yang tidak mengikuti TK sebelum SD.
30
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D. Kondisi/ Status Sosioekonomi Status Sosioekonomi adalah pengelompokan orang berdasarkan karakteristik ekonomi, individual, dan pekerjaan (Santrock, 2010). Status sosioekonomi salah satunya dikaitkan dengan kualitas kehidupan keluarga. Hal tersbut sejalan dengan pendapat Hoff, Lauren, Tardif, Magnuson, Duncan (Santrock, 2007) bahwa orang tua dari kondisi sosioekonomi berpikir berbeda mengenai pendidikan. Orang tua yang berpendapatan rendah memandang pendidikan sebagai tugas guru di sekolah. Seperti pendapat Sroufe (Santrock, 2007) bahwa masyarakat dengan kondisi sosioekonomi rendah cenderung memiliki gagasan keliru mengenai pengasuhan. Menurut Bradley & Crowyn, Powell (Santrock, 2007), Orang tua ingin melakukan pengasuhan dengan cepat dan tanpa kesulitan. Padahal, pengasuhan yang baik membutuhkan waktu dan usaha. Myberg & Monica (2009) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua juga merupakan salah satu dimensi dari status sosial ekonomi. Myberg & Monica (2009) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua ditemukan sebagai dimensi terpenting status sosioekonomi mempengaruhi penampilan anak di sekolah. Hal ini terbukti dari hasil penelitiannya yang mengungkap bahwa tingkat pendidikan orang tua menyebabkan adanya perbedaan prestasi membaca di kelas tiga.
31
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
E. Penelitian Sejenis 1. Marlinda (2010) melakukan penelitian dengan judul Prestasi Belajar Pada Siswa SD Kelas 1 Ditinjau dari Pengalaman Pendidikan Prasekolah. dalam penelitian ini, responden diklasifikasi berdasarkan lembaga prasekolah yang diikuti sebelum SD. Klasifikasi tersebut adalah, TK, PAUD, Rumah Tangga (pendidikan di rumah oleh keluarga). Hasil penelitian ini menggambarkan adanya perbedaan yang signifikan pada prestasi belajar berdasarkan pengalaman prasekolah. 2. Myberg & Monica (2009) melakukan penelitian dengan judul Direct and Indirect Effect of Parents Education on Reading Achievement among Third Graders in Sweden. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan orang tua akan memberikan perbedaan dalam hal kesadaran pentingnya faktor- faktor seperti aktifitas membaca sejak dini di rumah, penyediaan jumlah buku di rumah, dan dorongan kepada anak untuk datang ke perpustakaan. 3. Crosnoe, Wirth, Robert, Tama, Kim (2010) melakukan penelitian dengan judul Family Sosioeconomic Status and Consistent Environtmental Stimulation in Early Childhood. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa anak dengan latar belakang sosioekonomi tinggi cenderung mendapatkan akumulasi stimulasi yang diperlukan pada perkembangan anak. Selain itu, seting pemberian stimulasi berhubungan dengan proses belajar bagi anak.
32
Neneng Maulani Firdaus, 2012 Pengaruh Pengalaman Paud Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sampai Dengan 4 SD : Studi Ex Post Facto Pada Siswa SD Miftahul Iman Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 4. Stella SiWan Zimmerman (2008) melakukan penelitian dengan judul The Impact of an Early Literacy Initiative on The Long Term Academic Success of Diverse Student. Subjek dalam penelitian ini diklasifikasi dalam empat kelompok. Kelompok pertama terdiri dari anak-anak yang mengikuti Head Start (HS) tradisional, kelompok dua mengikuti HS tambahan (WW), kelompok tiga mengikuti HS tidak terdaftar (WL), dan kelompok empat tidak mengikuti HS (NHS). Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok WW menunjukan hasil yang lebih baik dibanding kelompok lainnya. Artinya, kelompok WW dengan program pemberian stimulasi yang lebih banya dibanding kelompok lainnya memiliki pengaruh positif terhadap performa siswa di SD. Hasil tes membaca dan matematika kelompok WW menunjukan hasil yang lebih baik dibanding kelompok lainnya pada saat kelas 1 dan kelas 2 SD.