You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok). Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan yang tepat. Cedera pada saluran kemih adalah suatu keadaan fraktur, ruptur pada daerah saluran kemih. Beberapa cedera yang mungkin terjadi pada cedera saluran kemih antara lain trauma ureter, trauma uretra, ruptur uretra traumatika dan juga mungkin trauma pada ginjal.

1.2 Rumusan Masalah a. b. c. Apakah yang dimaksud dengan trauma saluran perkemihan ? Apa saja jenis-jenis trauma saluran perkemihan ? Bagaimana penatalaksanaan trauma saluran perkemihan sesuai dengan jenisnya ?

TRAUMA SALURAN KEMIH |

d.

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan trauma saluran perkemihan ?

1.3 Tujuan a. b. Untuk mengetahui dan memahami trauma saluran perkemihan. Untuk mengetahui dan memahami jenis jenis trauma saluran perkemihan. c. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksaan trauma saluran perkemihan. d. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan trauma saluran perkemihan. 1.4 Manfaat a. b. Dapat mengetahui dan menjelaskan tentang trauma saluran perkemihan Dapat menjelaskan jenis-jenis trauma saluran perkemihan serta penanganannya c. Mampu memahami dan menjelaskan tindakan yang harus diberikan pada klien trauma saluran perkemihan

TRAUMA SALURAN KEMIH |

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Saluran Perkemihan 2.1.1 Pengertian Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada. Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok). Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan yang tepat. Cedera pada saluran kemih adalah suatu keadaan fraktur, ruptur pada daerah saluran

TRAUMA SALURAN KEMIH |

kemih. Beberapa cedera yang mungkin terjadi pada cedera saluran kemih antara lain trauma ureter, trauma uretra, ruptur uretra traumatika dan juga mungkin trauma pada ginjal. 2.2 Trauma Ureter 2.2.1 Pengertian Trauma ureter adalah trauma yang disebabkan oleh intervensi iatrogenik yang dilakukan oleh dokter, antara lain pada operasi endourologi trans-ureter (uteroskopi atau uretorenoskopi, ekstraksi batu dengan dormia, atau litotripsi batu ureter) dan operasi di daerah pelvis (di antaranya adalah operasi ginekologi, bedah digestif, atau bedah vaskular), sedangkan cedera ureter akibat ruda paksa dari luar jarang terjadi, biasanya lebih disebabkan oleh trauma tajam. Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Lokasi ureter berada jauh di dalam rongga abdomen dan dilindungi oleh tulang dan otot, sehingga cidera ureter karena trauma tidak umum

terjadi. Cidera pada ureter kebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena insersi intraureteral kateter atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak juga dapat juga membuat ureter mengalami trauma. Dan meskipun tidak umum, tumbukan atau decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil dapat merusak struktur ureter. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus dinding ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras dapat juga menimbulkan trauma ureter. 2.2.2 Macam-Macam Cedera pada Ureter 1. Terikat 2. Krussing karena terikat oleh klem 3. Putus (robek) 4. Devaskularisasi.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

2.2.3

Etiologi Penyebab dari terjadinya trauma ureter antara lain : Luka tembak atau tusuk. Ruda paksa ureter disebabkan oleh ruda paksa tajam atau tumpul dari luar maupun iatrogenik terutama pada pembedahan rektum, uterus, pembuluh darah panggul atau tindakan endoskopik.

2.2.4

Manifestasi Klinis Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk

atau berkurangnya produksi air kemih. Gejala biasanya tidak spesifik dan bisa timbul demam atau nyeri. Penyebab lain trauma ureter adalah luka tembus, biasanya karena luka tembak. Jarang terjadi trauma ureter akibat pukulan maupun luka tumpul. Trauma ini kadang tidak ditemukan sebelum manifestasi klinik muncul. Hematuria dapat terjadi, tapi indikasi umum adalah nyeri pinggang atau manifestasi ekstravasasi urine. Saat urine merembes masuk ke jaringan, nyeri dapat terjadi pada abdomen bagian bawah dan pinggang. Jika ekstravasasi berlanjut, mungkin terjadi sepsis, ileus paralitik, adanya massa intraperitoneal yang dapat diraba, dan adanya urine pada luka terbuka. Beberapa tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien yang mengalami trauma ureter antara lain : Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih. Bila terjadi ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka atau tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga intraperitoneal. Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria. Kecurigaan adanya cedera ureter biasanya ditemukan pada saat operasi atau setelah pembedahan Terdapat kebocoran urine melalui pipa drainase setelah pembedahan

TRAUMA SALURAN KEMIH |

Kreatin dan kadar ureum yang diambil dari pipa drainase kadarnya sama di dalam urine

Pada pemeriksaan IVP tampak ekstravasai kontras atau kontras berhenti di daerah lesi

Pada cedera yang lama mungkin didapatkan hidronefrosis sampai pada daerah sumbatan

2.2.5

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik yang biasanya dilakukan adalah urografi intravena, CT scan dan urografi retrograde. diperlukan untuk mendiagnose trauma ureter ini. Jika trauma ureter terjadi akibat pembedahan, maka dilakukan pembedahan lainnya untuk memperbaiki ureter. Ureter bisa IVP dan ultrasound

disambungkan kembali ke tempat asalnya atau di bagian kandung kemih yang lainnya. Pada trauma yang tidak terlalu berat, dipasang kateter ke dalam ureter dan dibiarkan selama 2-6 minggu sehingga tidak perlu dilakukan pembedahan. 2.2.6 Penatalaksanaan Pengobatan terbaik untuk trauma ureter akibat luka tembak atau luka tusuk adalah pembedahan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk cedera ureter ini adalah: 1. menyambungkan ureter (anastomosis end to end), 2. implantasi ureter ke kandung kemih (neoimplantasi, flap Boari, atau Psoas hitch), 3. melakukan tindakan utero-kutaneostomi 4. transuretro-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter dengan ureter yang lain) 5. Nefrostomi sebagai intervensi diversi atau nefrektomi. Pembedahan merupakan tindakan utama untuk memperbaiki kerusakan, mungkin dengan membuat anastomosis. Kadang-kadang

TRAUMA SALURAN KEMIH |

prosedur radikal seperti uterostomy cutaneus, transureterotomy, dan reimplantasi mungkin dilakukan. 2.3 Trauma Uretra 2.3.1 Pengertian Trauma uretra adalah trauma yang terjadi sepanjang uretra dan biasanya berhubungan dengan intervensi pembedahan. Secara klinis terdapat 2 jenis trauma uretra, yaitu anterior dan posterior.

2.3.2

Etiologi

Penyebab dari terjadinya trauma uretra antara lain : Terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis

menyebabkan ruptur uretra pars membranesa, sedangkan trauma tumpul pada selangkan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra para bulbosa Pemasangan kateter pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena salah jalan Intervensi operasi trans-uretra dapat menimbulkan cedera ureta iotrogen 2.3.3 Manifestasi Klinis

Gejala yang mungkin timbul atau terjadi pada klien dengan trauma uretra adalah : Terdapat perdaraha pra-uteram yaitu darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma (harus dibedakan dengan hematuria) Pada trauma uretra yang berat, klien tidak dapat miksi sehingga terjadi retensi urine Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. Terdapat tetes darah segar di meatus uretra
TRAUMA SALURAN KEMIH |

Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam

2.3.4

Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan

kontras melalui uretra, sehingga dapat diketahui adanya ruptur uretra dan lokasinya. Catatan : pada keadaan trauma uretra yang berat, pemasangan kateter tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. 2.3.5 Penatalaksanaan Pengobatan untuk memar ringan adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih selama beberapa hari untuk mengeluarkan air kemih dan uretra akan membaik dengan sendirinya. Untuk cedera lainnya, pengeluaran air kemih dari uretra dilakukan dengan cara memasang kateter langsung ke dalam kandung kemih. Untuk striktur uretra dilakukan perbaikan melalui pembedahan. Pada keadaan trauma uretra yang berat, pemasangan kateter tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Penatalaksanaan trauma uretra meliputi pembedahan dengan pemakaian kateter uretra atau suprapubik sebelum sembuh, atau pemasangan kateter uretra/suprapubik dan membiarkan urethra sembuh sendiri selama 2 3 minggu tanpa pembedahan.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

2.4 Ruptur Uretra 2.4.1 Pengertian Ruptur uretra adalah kerusakan kontinuitas dari uretra yang disebabkan oleh ruda paksa yang datangnya dari luar (patah tulang panggul [straddle injuri]) atau dari dalam (kateterisasi atau intervensi melalui uretra) Ruptur uretra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah, dimana sering terjadi dengan fraktur pelvis dan biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan akibat jatuh dari ketinggian , dan ternyata trauma tumpul

didapatkan lebih dari 90% kasus cedera urethra. Secara keseluruhan pada terjadinya fraktur pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra bagian posterior ( 3,5%-19% ) pada pria dan (0%-6%) pada urethra perempuan.

2.4.2

Klasifikasi

Tipe Ruptur Uretra Posterior Cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan menurut luas dari cedera (Collpinto dan McCallum 1977) 1,5,6: Tipe I Cedera tarikan uretra Tipe II Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria Tipe III Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria 2.4.3 Etiologi Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama framen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat diafragma urogenital. Cedera menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial maupun total. Jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara obyek yang keras dengan tulang simfisis.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

Instrumentasi urologik seperti pemasangan kateter, brusinasi dan bedah endoskopi.

2.4.4

Patofisiologi Uretra pars membranosa berjalan melalui diafragma urogenital dan

bagian ini yang sering mengalami kerusakan. Diafragma urogenital terikat pada rami inferior os pubis dan bila terjadi patah tulang panggul maka diafragma ini bergerak sehingga terjadi robekan pada uretra pars membranasea tersebut. Uretra bagian proksimal akan terdorong ke atas aleh adanya hematoma di daerah periprostatika dan perivesikal. Ruptura di daerah uretra anterior terjadi pada daerah tulang panggul atau instrumentasi iatrogenik (kateterisasi dan sitoskopi) 2.4.5 Manifestasi Klinis Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. Terdapat tetes darah segar di meatus uretra Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil. Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam

2.4.6

Pemeriksaan Penunjang

1. Colok dubur pada penderita dengan patah tulang panggul, dugaan ruptur uretra posterior ditemukan pada massa lunak yang menonjol ke dalam rektum yang menunjukkan adanya kumpulan darah di rongga panggul, prostat tidak berada pada tempatnya semula akan tetapi berpindah ke atas dan melayang. 2. Uretrografi retrograt, pada ruptur uretra anterior ditemukan adanya ekstravasasi dari cairan kontras.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

10

2.4.7 Diagnosa Banding 1. Ruptur kandung kemih 2. Bila pada pembuatan uretrogram tidak didapatkan adanya ekstravasasi dan seluruh cairan kontras masuk ke dalam kandung kemih, maka lanjutkan dengan membuat sistogram (anteroposterior, obilque sebelum dan sesudah kontras dikeluarkan) 3. Ruda paksa dari ginjal dapat disingkirkan melalui IVP.

2.4.8

Penatalaksanaan

Penanganan untuk klien dengan rupture uretra adalah : Pertama kali yang perlu dilakukan mengatasi kegawatan yang mungkin timbul paska trauma utamanya gangguan hemodinamik .Syok sering terjadi akibat perdarahan rongga pelvis bila ada ditangani dengan pemberian cairan maupun transfuse darah , obat-obat koagulansia, analgetik dan antibiotika. Terdapat beberapa kontroversi akan penaganan ruptur urethra posterior akibat fraktur pelvis, pilihan penanganan yang dapat dilakukan yaitu : Realignment primer, Open uretroplasty segera, uretroplasty primer delay, realignment primer beberapa hari kemudian, sistostomi dan repair 3 bulan kemudian. Realignment primer, pengertian akan realignment preimer telah berubah , awalnya teknik ini dilakukan repair secara open dengan mengeluarkan hematom, jaringan dan melakukan jahitan secara langsung. Teknik ini tidak dilakukan lagi karena dilaporkan menimbulkan banyak kehilangan darah selama operasi, meningkatkan impotensi, striktur dan inkontinensia. Kemudian teknik ini berubah yaitu melakukan stenting dengan kateter secara indirect maupun endoskopik tanpa melakukan jahitan atau diseksi pelvis. Teknik ini dapat dilakukan dengan cepat dengan morbiditas minimal.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

11

Teknik, diskontinuitas uretra dapat dijembatani dengan beberapa variasi. Dapat dilakukan open sistostomy dan melihat buli-buli untuk adanya kemungkinan rupture, bila cedera penyerta lainnya tidak massif dapat dilakukan realignment. Pertama kateter uretra dimasukkan dengan panduan jari kedalam buli-buli. Kemudian dilakukan perabaan pada anterior prostat sehingga kateter dapat diposisikan.Bila hal ini gagal dapat dilakukan dengan sistoskopi fleksibel.Ada pula yang menggunakan teknik dengan memasang tube sonde no 8 secara antegrade sampai tube keluar di meatus kemudian diikatkan dengan kateter utnuk kembali dimasukkan ke buli-buli.Pemasangan kateter secara retrograde dapat pula dilakukan dengan panduan melalui jari pada bladder neck.

Uretroplasty Primer, repair primer dengan end-to-end anastomosis hanya dapat dilakukan pada penderita non trauma atau tidak disertai dengan fraktur pelvis, pasien dalam keadaan optimal dan terbukti mengalami ruptur urethra posterior 3.

Rekonstruksi uretra posterior, standar baku dalam penanganan yaitu kateterisasi suprapubik selama 3 bulan dan dilanjutkan anastomosis end-to-end bulboprostatika. Setelah 3 bulan, jaringan scar pada tempat disrupsi urethra sudah stabil dan matang menjadi indikasi utnuk dilakukaknnya prosedur rekonstruksi selain itu cedera penyerta lainnya telah stabil dan pasien sudah rawat jalan 1.

2.4.9

Komplikasi Komplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan

komplikasi akibat paska uretroplasti atau cedera buli-buli. Komplikasi yang mungkin timbul yaitu : 1. Dini : perdarahan dan infeksi 2. Impotensi Ditemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada cedera uretra yang dirawat dengan pemasangan kateter .Cedera pada saraf

TRAUMA SALURAN KEMIH |

12

parasimpatis penil merupakan penyebab terjadinya impotensi setelah fraktur pelvis 3. Inkontinesia Insiden terjadinya inkoinsiden inkontinensia urine rendah ( 2-4 %), dan disebabkan oleh kerusakan pada bladder neck. Oleh karena itu inkontinensia meningkat pada penderita yang dilakukan open bladder neck sebelum dilakukan operasi. 4. Striktur Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15% penderita terbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil ditangani dengan dilakukan penangan secara endoskopi. 5. Cedera tarikan ( shearing injury) Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra disepanjang pars membranaceus (5-10%).Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi kesuperior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan disepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan tarikan pada urethra pars membranasea.

2.4.10 Ruptur Uretra Anterior a.1 Pengertian Ruptur uretra anterior terjadi akibat ruda paksa atau trauma langsung. Ruptur biasanya terjadi di daerah yang melekuk. a.2 Etiologi 1. Pemasangan tetap logam. 2. Endoskopi biasanya rigrid dan lurus 3. Trauma dikenal dengan straddle injury, atau daerah perineum terbentur sehingga terdorong ke simpisis. 4. Kecelakaan

TRAUMA SALURAN KEMIH |

13

a.3 Manifestasi Klinis 1. Perdarahan uretra 2. Jika pars sekuamosa ruptur,maka darah yang tertimbun di perineum terbentur sehingga terjadi pembengkakan perineum dan kerusakan berlanjut . 3. Jika facia bun rusak dan fenomena kupu-kupu (buttefly

phenomenon) terbentuk akibat kerusakan seluruh komponen facia bun (FB), maka urine tertampung dalam skotum, sehingga menimbulkan pembesaran, warna kehitaman, mengkilat, dan jika ditekan akan terbentuk lekukan sehingga bagian sisinya berbentuk seperti kupukupu.

a.4 Penatalaksanaan 1. Sistostomi dengan cara memasukkan slang secara operatif tertutup melalui suprapubik 2. Definitif : a. Jika tamponade uretra rusak, FB masih baik konservatif. b. Jika luka sembuh secara spontan, lakukan sistostomi (indikasi sistostomi sembuh adalah urine dapat keluar tanpa menimbulkan rasa sakit) c. Jika komponen uretra dan FB tidak sembuh spontan, lakukan reseksi dan anastomose. d. Insisi pada penis dan edema abdomen. a.5 Kontraindikasi Kateterisasi kontraindikasi pada trauma, perdarahan, dan lesi karenaakan memperluas lesi. a.6 Komplikasi Pascaoperasi Striktur (penyempitan saluran kemih)

TRAUMA SALURAN KEMIH |

14

2.4.11 Ruptur Uretra Posterior a.1 Pengertian Uretra posterior terdiri atas pars membranosa dan pars prostatika. Antara os pubis dengan prostat terdapat pubo prostatikum. a.2 Etiologi 1. Trauma tidak langsung berupa fraktur, malposisi, dan disaligmen. 2. Trauma tulang pelvis 3. Tulang abdomen bawah yang mengenai simpisi pubis. 4. Trauma panggul : retak os pubis ischii 5. Akibat trauma prostat yang diikuti oleh ligamen pubbbo prostatikum tertarik ( terjadi tarik-menarik antara ligamen dengan uretra pars prostatika), pars membranosa menderita sehingga terjadi ruptur posterior a.3 Manifestasi Klinis 1. Perdarahan ekstravesika (banyak pembuluh darah sehingga

perdarahan hebat) 2. Syok dan hemoragik, pucat dan denyut nadi meningkat. 3. Retensio urine total karena saluran putus. 4. Jika terdapat fraktur tulang panggul, kemungkinan terjadi kerusakan organ ganda. 5. Pada rektal thoucer terdapat gejala seakan-akan prostat ditarik ke atas/ posisi prostat tinggi (prostat terdorong hematoma), uretra ruptur. 6. Edema penis, skrotum, dan penis dan anterior perineum pada ruptur uretra anterior. 7. Nyeri suprapubik dan mengeras. 8. Hematuria 9. Tidak dapat berkemih. a.4 Penatalaksanaan Darurat 1. Sistostomi pada retensi urine (pemasangan tetap kontraindikasi). Setelah 14 hari sistostomi dan hematomi mengalami direabsi, kandung kemih turun kebawah, dan daerah yang terputus tersambung

TRAUMA SALURAN KEMIH |

15

lagi, maka lakukan pengecekan dengan mengklem sistostomi dan monitor kelancaran berkemih. 2. Jika berkemih tidak lancar, maka terjadi malposisi dan sambungan uretra atau fraktur disaligment, untuk itu lakukan terapi operatif. 3. Definitif konservatif anastamosa 4. Penatalaksanaan syok dan perdarahan 5. Pembedahan a.5 Komplikasi 1. Syok, perdarahan, peritonitis 2. ISK 3. Striktur uretra

2.5 Trauma Ginjal 2.5.1 Pengertian Berupa trauma minor seperti contusio, laserasi minor parenkim ginjal, trauma mayor, seperti laserasi mayor (kerusakan pada sistem kaliks) dan fragmen parenkim ginjal, ruptur kapsul ginjal akibat hematom, kritis seperti multipel, laserasi berat, dan cedera perdikel ginjal (cedera pada pembuluh darah ginjal) 2.5.2 Etiologi Dapat disebabkan oleh trauma langsung baik tajam atau tumpul akibat jatuh, olahraga, dan kecelakaan lalu lintas di daerah perut bagian depan, samping maupun daerah lumbal yang menyebabkan ginjal malposisi, dan kontak dengan iga (tulang belakang). Dapat pula di akibatkan trauma tidak langsung seperti jatuh terduduk, jatuh berdiri dan kontraksi otot perut yang berlebihan pada hidronefrosis. Penyebab terjadinya trauma pada ginjal antara lain : Cedera dari luar Rudapaksa tumpul Fraktur /patah tulang panggul Penetrasi benda tajam (luka tembak atau tikam) menyebabkan trauma pada ginjal sehingga terjadi syok akibat trauma multisistem.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

16

2.5.3

Manifestasi Klinis gejala yang mungkin terdapat dan ditemukan pada

Tanda dan

klien dengan trauma ginjal : Trauma di daerah pinggang, punggung, dada bagian bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau ditemukan jejas (tanda adanya cedera pada bagian tubuh bisa berupa kebiruan, dan memar). Pada rudapaksa tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada rudapksa tajam tampak luka. Hematoma di daerah pinggang yang semakin lama semakin besar. Pada palpasi di dapat nyeri tekan, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat meluas sering ditandai tanda kehilangan darah yang banyak merupakan tanda cedera vaskuler. Distensi abdomen Nyeri abdomen pada daerah pinggang atau perut bagian atas (berupa ekimosis). Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal. Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Mual, muntah. Syok akibat trauma multi sistem 2.5.4 Pemeriksaan Penunjang

1. IVP dilakukan jika terdapat luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal, cedera tumpul ginjal,yang ditandai dengan hematuria (mikroskopik maupun kasat mata), cedera tumpul ginjal dengan gejala hematuria dan disertai syok. Hasilnya menunjukkan trauma dengan peningkatan gejala dan fungsi korateral ginjal. 2. CT Scan/MRI atau Arteriografi dilakukan bila dengan IVP belum dapat menjelaskan keadaan ginjal. Hasilnya menunjukkan laserasi, hematoma, dan defek ekstravasasi urine.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

17

2.5.5

Penatalaksanaan

1. Konservatif ditujukan pada trauma minor. Kegiatan yang dilakukan adalah mengobservasi tanda-tanda vital (TD, nadi dan suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa di punggung, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan Hb, perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial, bedrest, dan pemasangan infus. Berikut adalah skema dan tata laksana intervensi selama observasi trauma ginjal : Observasi Didapatkan

TTV Masa di punggung Hb Urine >> pekat

suhu tubuh

Merupakan tanda perdarahan > hebat

Merupakan tanda kebocoran urine

segera eksplorasi

Drainase urine segera u/ penghentian perdarahan

2. Operasi dilakukan pada trauma ginjal mayor (ruprur ginjal, perdarahan hebat, dan trauma pedikel) yang bertujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Lakukan debridemen, reparasi ginjal (renorafi atau

penyambungan ginjal vaskular), nefrektomi parsial, atau total karena kerusakan ginjal berat. Tindakan bersifat darurat dengan nefroktomi pada trauma ginjal pedikel.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

18

Catatan : a. Pada trauma mayor sering terjadi perdarahan hebat dan tidak jarang berakhir dengan kematian. b. Kebocoran sistem kalis menimbulkan ekstravasasi urine hingga menimbulkan fistula renokutan. c. Pascarenal menimbulkan hipertensi, hidronefritis, pielonefritis kronis. 2.5.6 Komplikasi urolitiasis, atau

1. Syok yang menyebabkan kolaps kardiovaskular 2. Hematoma dan abses 3. Hipertensi 4. Pyelonefritis 5. nefrolitiasis

TRAUMA SALURAN KEMIH |

19

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Pada umumnya cedera urethra posterior terjadi pada kasus politrauma sehingga setelah dilakukan resusitasi pada airway , fungsi respirasi dan penilaian perdarahan dilanjutkan dengan anamesis

(mekanisme trauma) pemeriksaan fisis lengkap dan evaluasi laboratorium dan radiologic. Dapat di duga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata pada pelvis atau perineum. Pada trauma tembus tipe dari senjata yang digunakan termasuk lebar atau caliber peluru yang digunaan membantu untuk menilai kerusakan jaingan yang ditimbulkan . Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui untuk mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine,nyeri saat miksi dan adanya hematuria. Berikut adalah indicator cedera urethra posterior, termasuk diantaranya trias cedera urethra ( darah di meatus, tidak bisa miksi dan buli-buli penuh). Pengkajian Keperawatan 1. Kaji adanya kebocoran urine 2. Amati pembalut sekitar luka operasi 3. Kaji hasil laboratorium : kadar ureum pipa drainase dan urine 4. Kaji hasil pemeriksaan IVP 5. Kaji tanda vital dan adanya syok 6. Kaji secara mendalam riwayat trauma jika memungkinkan 7. Amait saluran kemih untuk mengetahui perdarahan 8. Lakukan pemeriksaanfisik gejala ruptur, perkusi tumpul, dan pengerasan 9. Kaji riwayat trauma dan riwayat penyakit ginjal

TRAUMA SALURAN KEMIH |

20

10. Amati abrasi, laserasi, luka masik atau keluar pada bagian ats abdomen 11. Monitor tekanan darah, nadi untuk mengetahui adanya perdarahan dan syok

3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 1. Resti infeksi b.d intervensi pembedahan ditandai dengan : DS : adanya demam dan menggigil DO : adanya peningkatan suhu tubuh, menggigil, kemerahan disekitar luka operasi, pembalut luka operasi basah dan kotor, drainase drain purulen serta bau. Tujuan : meminimalkan infeksi 1. Ganti balutan jika kotor atau sesuai protokol 2. Kerja dengan teknik steril 3. Observasi tanda infeksi 4. Berikan antibiotik profilaksis sesuai dengan resep 5. Rawat drain dan amati drainase luka operasi serta drain 6. Lakukan pemantauan hasil laboratorium

2. Kerusakan integritas kulit b. d dengan :

pembedahan ditandai

DS : laporan telah mengalami pembedahan DO : terdapat luka pembedahan (ditutup atau dibalut dengan kassa), dan terpasangnya drain. Tujuan : mencegah kerusakan kulit 1. Rawat luka operasi 2. Berikan terapi sesuai program 3. Lakukan perawatan kulit pasien (mandikan) 4. Tingkatkan asupan protein dan vitamin 5. Cegah infeksi 6. Gunakan prinsip universal precaution.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

21

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan trauma dan akibat perdarahan ditandai dengan : DS : Laporan bahwa urin berwarna merah DO : Perdarahan di ekstravesika, syok, dan hemoragic, pucat dan peningkatan denyut nadi, dan retensi urin total. Tujuan : Stabilisasi sirkulasi 1. Monitor tanda vital dan tekanan vena 2. Lakukan pemasangan IV, ganti darahdan cairan sesuai anjuran 4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan disrubsi saluran kemih bagian bawah ditandai dengan : DS : kesulitan berkemih DO : berkemih tidak lancar, menetes, dan nyeri suprapubik Tujuan : Fasilitasi eliminasi urin 1. Amati meatus uretraakan adanya darah. 2. Ambil contoh urin, jika mungkin kaji derajat hematuri. 3. Siapkan pasien untuk pembedahan. 4. Lakukan perawatan pasca operasi. 5. Amati insisi suprapubikdan drain dari daerah perivesikal 5. Nyeri berhubungan dengan cidera akibat trauma ditandai dengan : DS : Laporan adanya nyeri

TRAUMA SALURAN KEMIH |

22

DO : Ekspresi wajah meringis, menahan sakit, terdapat tanda trauma, Tujuan : Kontrol Nyeri 1. Berikan analgesik sesuai anjuran 2. Kaji respon pasien terhadap nyeri 3. Atur posisi yang menyenangkan bagi pasien 6. Takut berhubungan dengan cidera akibat trauma dan prognosisyang tidak pasti ditandai dengan : DS : Laporan adanya takut trauma DO: Ekspresi wajah tegang, perubahan tanda-tanda Vital, tidak bisa tidur dan istirahat, gelisah dan berkeringat banyak Tujuan : Hilangkan rasa takut 1. Berikan informasi kepada pasien tentang kondisinya 2. Beri tahu anggota keluarga pasien atau kerabat mengenai kondisi pasien 3. Berikan info tentang hasil pengobatan jangka panjang 7. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan trauma ditandai dengan : DS : melaporkan trauma pada daerah oniggang, perut atas, bagian bawah dada dan punggung DO : terdapat tanda trauma berup hematoma, luka robek pada daerah bawah toraks punggung. Tujuan : Eliminasi urine cukup abdomen atas, pinggang, atau

TRAUMA SALURAN KEMIH |

23

Amankan, dan inspeksi, dan bandingkan setiap spesimen urine untuk mengetahui aliran dan hematuri urine dengan cara : 1. Tandai setiap spesimen dengan tanggal dan jam pengambilan. 2. Jika spesimen tampak darah, gunakan dipstik untuk darah, kirim ke lab untuk pemeriksaan mikroskopik. 3. Monitor asupan dan keluaran urine. 4. Berikan antibiotik. 5. Monitor paralitik ileus (bisisng usus) dengan cara: o Puasakan pasien hingga bising usus membaik o Beri cairan antipiretik IV untuk

memonitor keluaran urine

8. Gangguan eliminasi urin yang berhubungan dengan trauma yang ditandai dengan : DS : laporan mengenai kesulitan berkemih DO : ekspresi wajah meringis, menahan sakit, bertindak sangat hati-hati, berusaha menghilangkan nyeri dengan minum analgesik terdapat trauma d daera pinggang, bagianatas adomen. Bagian bawah toraks dan punggung Tujuan : Nyeri terkontrol 1. Berikan analgesik sesuai dengan resep. 2. Bedrest dan atur posisi yang nyaman bagi pasien sehingga hematuria negatif untuk memfasilitasi sehingga mempercepat proses penyembuhan. 3. Berikan antipiretik bila demam

TRAUMA SALURAN KEMIH |

24

BAB IV PENUTUP

4.1

Simpulan Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa

karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas yang ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada. Beberapa cedera yang mungkin terjadi pada cedera saluran kemih antara lain trauma ureter, trauma uretra, ruptur uretra traumatika dan juga mungkin trauma pada ginjal. 4.2 Saran Dengan dibuatnya makalah trauma saluran kemih ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada pasien yang mengalami gangguan saluran kemih. Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.

TRAUMA SALURAN KEMIH |

25

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, J,L.(1999). Rencana asuhan dan dokumentasi keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). Jakarta. EGC

Doenges, M.E, et al. (1995). Nursing care plans guidelines for planning patient care.(2nd ed.). F.A. Davis Co. Philadelphia

Nursalam.(2006).

Asuhan

keperawatan

pada

pasien

gangguan

saluran

perkemihan. Edisi pertama. Jakarta. Salemba Medika

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

TRAUMA SALURAN KEMIH |

26

You might also like