You are on page 1of 22

PENDAHULUAN Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan

infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV-1 dan HIV-2 merupakan familiae lentivirus dari retrovirus yang menginfeksi manusia. Lentivirus merupakan virus yang bekerja perlahan dibandingkan dengan virus yang menyebabkan infeksi akut seperti virus influenza.1 DEFINISI Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sistem klasifikasi untuk remaja dan orang dewasa yang terinfeksi HIV dikategorikan berdasarkan kondisi klinis beserta infeksi HIV dan kadar T limfosit CD4+.2 Kadar CD4+ A, asimptomatik, HIV akut, PGL (1) 500 cells/L (2) 200-499 cells/L (3) <200 cells/L A1 A2 A3 Kategori klinis B, Simptomatik, tidak termasuk A dan C B1 B2 B3 C, Kondisi indikasi AIDS C3 C4 C5

*PGL = Persistent generalized lymphadenopathy

[Type text]

Kategori A Terdiri daripada satu atau lebih daripada kondisi yang terdapat di bawah pada remaja (>13 tahun) dan dewasa dengan bukti terinfeksi HIV. Kondisi dari kategori B dan C tidak ada.2 1. Infeksi HIV asimptomatik. 2. Persistent Generalized Lymphadenopathy. Kategori B Kondisi simptomatik yang terjadi pada orang yang terinfeksi HIV pada remaja dan orang dewasa serta menepati minimal satu daripada kriteria di bawah : Terdapat atribut infeksi HIV atau indikasi adanya defek pada imunitas seluler. Terdapat manajemen klinis yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi HIV. Contohnya termasuk yang berikut tetapi tidak dilimitasi dari senarai berikut: Bacillary angiomatosis Oropharyngeal candidiasis (thrush) Vulvovaginal candidiasis, persistent or resistant Pelvic inflammatory disease (PID) Cervical dysplasia (moderate or severe)/cervical carcinoma in situ Hairy leukoplakia, oral Herpes zoster (shingles), involving two or more episodes or at least one dermatome Idiopathic thrombocytopenic purpura Constitutional symptoms, such as fever (>38.5C) or diarrhea lasting >1 month Peripheral neuropathy

Kategori C

Bacterial pneumonia, recurrent (two or more episodes in 12 months) Candidiasis of the bronchi, trachea, or lungs Candidiasis, esophageal Cervical carcinoma, invasive, confirmed by biopsy Coccidioidomycosis, disseminated or extrapulmonary

[Type text]

Cryptococcosis, extrapulmonary Cryptosporidiosis, chronic intestinal (>1 month in duration) Cytomegalovirus disease (other than liver, spleen, or nodes) Encephalopathy, HIV-related Herpes simplex: chronic ulcers (>1 month in duration), or bronchitis, pneumonitis, or esophagitis

Histoplasmosis, disseminated or extrapulmonary Isosporiasis, chronic intestinal (>1-month in duration) Kaposi sarcoma Lymphoma, Burkitt, immunoblastic, or primary central nervous system Mycobacterium avium complex (MAC) or Mycobacterium kansasii, disseminated or extrapulmonary

Mycobacterium tuberculosis, pulmonary or extrapulmonary Mycobacterium, extrapulmonary other species or unidentified species, disseminated or

Pneumocystis jiroveci (formerly carinii) pneumonia (PCP) Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML) Salmonella septicemia, recurrent (nontyphoid) Toxoplasmosis of brain Wasting syndrome caused by HIV (involuntary weight loss >10% of baseline body weight) associated with either chronic diarrhea (two or more loose stools per day for 1 month) or chronic weakness and documented fever for 1 month.

Staging Klinis HIV/AIDS dan Definisi Kasus menurut WHO Staging ini menurut temuan klinis yang membimbing diagnosis, evaluasi, dan manajemen HIV/AIDS, serta tidak memerlukan kadar CD4+. Sistem staging ini banyak digunakan untuk menentukan apakah boleh mengikuti terapi antiretroviral.2 Stagingnya adalah seperti berikut : Infeksi HIV primer Asimptomatik Sindrom retroviral akut

[Type text]

Klinis Stage 1 Asimptomatik Persistent generalized lymphadenopathy

Klinis Stage 2 Penurunan berat badan sederhana tanpa penyebab (<10% of presumed or measured body weight). Infeksi saluran pernafasan yang rekuren (sinusitis, tonsillitis, otitis media, and pharyngitis) Herpes zoster Angular cheilitis Ulkus oral yang rekuren. Erupsi popular pruritus. Dermatitis Seborrheic. Infeksi jamur pada kuku.

Klinis Stage 3 Kehilangan berat badan berat tanpa diketahui penyebabnya. (>10% of presumed or measured body weight) Diare kronik > 1 bulan tanpa diketahui penyebabnya. Demam persisten > 1 bulan tanpa sebab yang jelas. (>37.6C, intermittent or constant) Candidiasis oral persisten. (thrush) Oral hairy leukoplakia Tuberkulosis paru (current) Infeksi bakteria berat yang dijangka (e.g., pneumonia, empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis, bacteremia) Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis, or periodontitis Anemia tanpa penyebab yang jelas. (hemoglobin <8 g/dL) Neutropenia (neutrophils <500 cells/L) Trombositopenia kronik. (platelets <50,000 cells/L)

[Type text]

Klinis Stage 4 HIV wasting syndrome, as defined by the CDC (see Table 1, above) Pneumocystis pneumonia Pneumonia bakteria rekuren berat. Infeksi herpes simpleks kronik. (regio orolabial, genital, or anorectal untuk >1 bulan atau herpes visceral pada mana mana region). Kandidiasis esofageal. (or kandidiasis pada trakea, bronkus, atau paru). Tuberkulosis ekstrapulmonal. Kaposi sarcoma Infeksi Cytomegalovirus. (retinitis atau infeksi pada organ lain). Toxoplasmosis system saraf pusat. Ensefalopati HIV. Cryptococcosis, ektrapulmonal (including meningitis) Disseminated nontuberculosis mycobacteria infection Progressive multifocal leukoencephalopathy Candida of the trachea, bronchi, or lungs Chronic cryptosporidiosis (with diarrhea) Chronic isosporiasis Disseminated mycosis (e.g., histoplasmosis, coccidioidomycosis, penicilliosis) Recurrent nontyphoidal Salmonella bacteremia Lymphoma (cerebral or B-cell non-Hodgkin) Invasive cervical carcinoma Atypical disseminated leishmaniasis Symptomatic HIV-associated nephropathy Symptomatic HIV-associated cardiomyopathy Reactivation of American trypanosomiasis (meningoencephalitis or myocarditis)

TRANSMISI HIV ditransmisi dengan kontak homoseksual dan heteroseksual, kontak darah dengan produk darah, dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sewaktu intrapartum, periode perinatal atau melalui ASI. Tidak terdapat bukti HIV ditransmisi melalui kontak kulit, melalui serangga seperti gigitan nyamuk.
[Type text]

Transmisi Seksual HIV secara dominannya merupakan penyakit menular seksual. HIV telah dibuktikan terdapat dalam cairan seni sama ada dalam sel mononuclear yang terinfeksi atau sel yang bebas material. Jumlah virus ini tinggi dalam cairan seni yang kadar limfosit dan monositnya tinggi dalam kondisi inflamasi seperti uretritis atau epididymitis yang berkaitan dengan penyakit menular seksual lainnya. Sudah dibuktikan juga virus ini terdapat pada secret vagina. Terdapat kaitan yang tentang transmisi HIV pada penerima seks anal, mungkin disebabkan oleh mukosa anorektal yang tipis dan labil serta berkaitan dengan trauma pada mukosa anorektal. Terdapat dua kemungkinan di mana seks anal merupakan modalitas infeksi 1). Inokulasi direk ke dalam darah pada kasus trauma pada mukosa. 2). Infeksi pada sel sasaran yang rentan, seperti sel Langerhans yang terdapat pada mukosa dan tidak berkaitan dengan trauma. Walaupun mukosa vagina lebih tebal daripada mukosa anal, HIV masih dapat ditularkan melalui seks vaginal. Studi di Amerika dan Eropa menunjukkan transmisi dari laki-laki ke perempuan lebih efisien daripada transmisi dari perempuan ke laki-laki. Ini mungkin disebabkan cairan semen laki-laki yang terinfeksi lebih lama berada di vagina dan serviks dan juga endometrium. Tetapi alat kelamin laki laki secara relatif lebih singkat terdedah kepada secret vagina sekret vagina yang terinfeksi. Adanya penyakit menular lain yang diderita juga berkaitan dengan transmisi HIV. Kaitannya adalah dari ulserasi genital yang menyebabkan lebih rentan terhadap infeksi. Mikroorganisme seperti Treponema pallidum, Haemophilus ducreyi, dan Virus Herpes Simpleks merupakan penyebab penting terjadinya ulserasi genital yang seterusnya berkaitan dengan transmisi HIV. Beberapa studi juga menunjukkan laki-laki yang disirkumsisi mempunyai resiko yang rendah untuk terinfeksi HIV. Pada laki-laki yang tidak sirkumsisi, meningkatnya resiko untuk terjadi ulserasi dan penyakit menular seksual. Tambahan lagi, kulit dalam preputium mengandung banyak CD4+, makrofag, dan sel target lain untuk HIV. Kelembapan pada jaringan dalam preputium juga memudahkan flora microbial berkoloni yang pada akhirnya akan menambah sel sasaran untuk HIV.1

[Type text]

Transmisi Melalui Darah dan Produk Darah HIV dpt ditransmisi ke individu yang menerima darah transfusi yang tercemar HIV, produk darah, atau tisu yang terplantasi atau berkongsi jarum suntik. Pada pemakain narkoba, resiko infeksi HIV bertambah dengan durasi penggunaan injeksi, frekuensi berkongsi jarum suntik, jumlah pasangan yang dikongsi jarum suntik.1 Transmisi HIV dalam pekerjaan : Pekerja kesehatan, pekerja lab Terdapat resiko penularan HIV pada pekerja-pekerja di bidang kesehatan walaupun resikonya adalah kecil. Pekerja kesehatan mempunyai resiko terinfeksi melalui percutaneous injury dari jarum suntik, atau kontak kulit atau membran yang tidak intak (kulit atau membrane yang terluka, dermatitis) dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi HIV. Cairan tubuh yang berpotensi terinfeksi adalah ; cairan serebrospinal, cairan synovial, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan pericardial, dan cairan amnion. Tinja, sekret nasal, saliva, sputum, keringat, air mata, urin, dan muntah tidak infeksius kecuali jika kelihatan darah.1 Transmisi Maternal ke Fetal / Infant HIV boleh ditularkan sewaktu dalam kehamilan, sewaktu persalinan dan dalam periode menyusui. Namun demikian, jika ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya rendah.1 EPIDEMIOLOGI Menurut Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) seluruh dunia pada tahun 2008 kira-kira 33.4 juta orang (1% dari populasi dewasa global berusia 15-49 tahun) adalah terinfeksi HIV. UNAIDS menganggarkan 2.7 juta orang adalah baru terinfeksi dan 2 juta mati karena AIDS pada tahun 2008. Menunjukkan penurunan dari tahun tahun sebelumnya.5 PATOGENESIS Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang progresif.

[Type text]

Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Molekul ini merupakan reseptor dengan afinitas paling tinggi terhadap protein selubung virus. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 kemudian masuk ke dalam sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan membran virus. Molekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper/CD4+, narnun sel-sel lain seperti makrofag, monosit, sel dendritik, sel langerhans, sel stem hematopoetik dan sel mikrogial dapat juga terinfeksi HIV melalui ingesti kombinasi virus-antibodi atau melalui molekul CD4 yang diekspresikan oleh sel tersebut. Banyak bukti menunjukkan bahwa molekul CD4 memegang peranan penting pada patogenesis dan efek sitopatik HIV.
1

Percobaan tranfeksi gen yang

mengkode molekul CD4 pada sel tertentu yang tidak mempunyai molekul tersebut, menunjukkan bahwa sel yang semula resisten ter-hadap HIV berubah menjadi rentan terhadap infeksi tersebut. Efek sitopatik ini bervariasi pada sel CD4+, narnun paling tinggi pada sel dengan densitas molekul CD4 permukaan yang paling tinggi yaitu sel limfosit T CD4+. Sekali virion HIV masuk ke dalam sel, maka enzim yang terdapat dalam nukleoprotein menjadi aktif dan memulai siklus reproduksi virus. Nukleoprotein inti virus menjadi rusak dan genom RNA virus akan ditranskripsi menjadi DNA untai ganda oleh enzim reverse transcriptase dan kemudian masuk ke nukleus. Enzim integrase akan mengkatalisa integrasi antara DNA virus dengan DNA genom dari sel hospes. Bentuk DNA integrasi dari HIV disebut provirus, yang mampu bertahan dalam bentuk inaktif selama beberapa bulan atau beberapa tahun tanpa memproduksi virion baru. Itu sebabnya infeksi HIV pada seseorang dapat bersifat laten dan virus terhindar dari sistem imun hospes. Partikel virus yang infeksius akan terbentuk pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel T CD4+ yang telah terinfeksi HIV akan mengakibatkan aktivasi provirus juga. Aktivasi ini diawali dengan transkripsi gen struktural menjadi mRNA kemudian ditranslasikan menjadi protein virus karena protein virus dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi oleh glikoprotein virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan

[Type text]

protein core kemudian akan membentuk membran dan menggunakan membran plasma sel hospes yang telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung virus dalam proses yang dikenal sebagai budding. Pada beberapa kasus aktivasi provirus HIV dan pembentukan partikel virus baru dapat menyebabkan lisisnya sel yang terinfeksi.

Selama periode laten, HIV dapat berada dalam bentuk provirus yang berintegrasi dengan genom DNA hospes, tanpa mengadakan transkripsi. Ada beberapa faktor yang dapat mengaktivasi proses transkripsi virus tersebut. Secara in vitro telah dibuktikan pada sel T yang terinfeksi virus laten, rangsangan TNF (Tumor Necrosis Factor) dan IL-6 dapat meningkatkan produksi virus yang infeksius. Hal ini penting karena monosit pada individu yang terinfeksi HIV cenderung melepaskan sitokin dalam jumlah besar sehingga dapat menyebabkan meningkatnya transkripsi virus. Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level steady-state. Walaupon antibodi ini umumnya memiliki aktivitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindarkan dari netralisasi oleh antibodi dengan melakukan adaptasi pada amplopnya termasuk kemampuan mengubah situs glikolisasinya akibatnya konfigurasi 3 dimensi berubah sehingga netrasisasi yang diperantarai antobodi tidak dapat terjadi. Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasein AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS setelah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukan gejala AIDS dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit ini menunjukan

kerusakan yang terjadi pada sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Infeksi HIV tidak langsung menunjukan gejala spesifik. Sebagian memperlihatkan gejala yang tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang tejadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diarre atau batuk. Setelah infeksi akut dimulai infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini pada
[Type text]

umumnya berlangsuang selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok yang perjalanan penyakitnya adalah cepat. Seiring dengan menurunkan sistem kekebalan tubuh, odha mulai menunjukan gejala-gejala akibat infeksi oprtunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, dan herpes. Tanpa pengobatan ARV, walaupon selama beberapa tahun tidak menunjukkan gejala secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk dan akhirnya pasien menunjuklan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala). Manifestasi dari awal kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsiteksur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelanjar geah bening bukan di peredaran darah tepi. Perjalan penyakit lebih progresif dengan penggunaan narkotika. Lebih daripada 80% pngguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalah biasa dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukanm pada odha yang tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan narkotika suntikan,makin mudah ia untuk kena infeksi pneumonia dan tuberkulosis.Infeksi cara bersamaan ini menimbulkan efek yang buruk. Infeksi dengan kuman penyakit lain yang menyebabkan virus HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya meningkat pesat. Selain itu, terdapat reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan pernyakitnya biasanya progresif.3,4,5 MANIFESTASI KLINIS Kumpulan gejala yang menandakan infeksi HIV akut diberi nama penyakit HIV primer, serokonversi HIV akut, sindrom retroviral akut (ARVS). Peneliti menyatakan manifestasi klinisnya antaranya adalah demam, berkeringat, malaise, letargi, anoreksia, mual, myalgia, athralgia, sakit kepala, nyeri tenggorokan, diare, limfadenopati, dan rash.6 ARVS biasanya bermula antara 10 hari sehingga 6 minggu selepas terinfeksi HIV. Gejala klinisnya tidak spesifik dan diagnosis bandingnya termasuk infeksi mononucleosis, sifilis sekunder, hepatitis A akut atau hepatitis B akut, parvovirus, influenza, cytomegalovirus dan toksoplasmosis.6 Antara gejala-gejala yang bias timbul adalah :

[Type text]

Diare kronik Batuk kering Amnesia, depresi, kelainan neurologic Pneumonia Rasa lemah tanpa sebab yang jelas Penurunan berat badan yang cepat Demam yang rekuren Pembengkakan kelenjar limfe. Bercak-bercak keputihan pada lidah, mukosa mulut, tenggorokan.

INFEKSI BERKAITAN DENGAN AIDS Oleh sebab pasien dengan AIDS mempunyai system imun yang lemah, mereka lebih rentan terhadap infeksi dan terjadinya infeksi oportunistik. Gejala klinis yang berkaitan dengan infeksi oportunistik pada penderita AIDS adalah :

Koma Batuk dan sesak nafas Susah menelan dan disfagia Lemah yang ekstrim Demam Gejala neurologic seperti konfusi dan mudah lupa Mual, muntah dan nyeri abdomen Kejang dan gangguan koordinasi Diare berat dan persisten Sakit kepala berat Gangguan penglihatan Penurunan berat badan

Infeksi Oportunistik : Otak Cryptococcal meningitis Ini merupakan infeksi jamur melibatkan otak dan paru. Walaupun dapat ,menginfeksi semua organ. Fungus ini dapat ditemukan pada kebanyakan tanah. Paling sering pada tanah yang dicemari feses burung. Infeksi ini biasanya terjadi apabila kadar sel T CD4+ berada di bawah 100 cells/mm3darah.
[Type text]

Ensefalopati berkaitan HIV Ensefalopati merupakan penyakit yang merubah fungsi dan struktur otak yang berakibat gangguan kognitif, mental dan memori. Pada penderita AIDS, ensefalopati biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan prion. Biasanya terjadi apabila kadar sel T CD4+ berada di bawah 50 cells/mm3 darah. Pada pasien dengan serologi toksoplasma positif dan kadar sel T CD4+ di bawah 100 cells/mm3darah, harus diberikan obat profilaksis untuk mencegah terjadinya ensefalopati. Leukoensefalopati Multifokal Progresif Merupakan suatu kelainan yang jarang pada system saraf yang disebabkan oleh human polyomavirus, JC virus. Virus ini menyebabkan destruksi myelin sheath sel saraf. Gejala pada penyakit ini termasuk deficit neurologis, gangguan penglihatan, afasia, gangguan koordinasi, paralisis, dan koma, Kejang dapat terjadi tetapi jarang. Infeksi oleh virus ini dapat terjadi apabila kadar sel T CD4+ di bawah 200 cells/mm3darah. Toksoplasmosis Infeksi Toxoplasma gondii pada otak. Simptom termasuk konfusi, sakit kepala hebat, demam, kejang, dan koma. Boleh menginfeksi mata, menyebabkan nyeri mata dan penurunan visus. Toksoplasmosis dapat terjadi jika kadar sel T CD4+ di bawah 100 cells/mm3darah. Manajemen preventif dengan trimethoprim-sulfamethoxazole. Infeksi Oportunistik : Mata Cytomegalovirus Virus ini biasanya menginfeksi retina menyebabkan penglihatan kabur dan kebutaan. Simptom lain yang sering adalah diare kronik dan gangguan saraf. Dapat terjadi jika pada penderita AIDS kadar sel T CD4+ di bawah 100 cells/mm3 darah. Infeksi Oportunistik : Saluran Pencernaan Cryptosporidiosis Infeksi parasit ini dapat menyebabkan diare kronik. Simptom lain termasuk spasme perut, mual, lemah, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, muntah dan seterusnya dehidrasi. Infeksi parasit ini belum ada pengobatan yang efektif dan definitive. Manajemennya adalah mengontrol gejala dan perawatan HIV. Cytomegalovirus Cytomegalovirus dapat menyebabkan demam, diare dan nyeri abdomen. Biasanya terjadi pada penderita AIDS yang kadar CD4+ nya di bawah 50 cells/mm3 darah.

[Type text]

Mycobacterium Avium Complex Infeksi bakteri ini menyebabkan demam persisten, keringat malam, lemah, penurunan berat badan, anemia, nyeri abdomen, pusing, dan diare. Bakteria ini ada di air, tanah, dan feses burung. Biasanya infeksi terjadi apabila kadar CD4+ di bawah 50 cells/mm3 darah. Untuk preventif, dapat diberikan azitromisin. Infeksi Oportunistik : Genital. Candidiasis Disebabkan infeksi jamur spesis Candida. Pada penderita HIV, jamur ini paling sering menyebabkan infeksi oprtunsitik. Boleh menginfeksi seluruh tubuh tetapi yang paling sering adalah mulu (thrush) dan vagina. Pertumbuhan jamur ini di vagina menyebabkan iritasi, gatal, rasa terbakar, dan keputihan. Herpes Simplex Menyebabkan herpes genital. Nyeri di sekitar alat genital, Penyakit lebih berat pada penderita AIDS stage lanjut. Human Papilloma Virus (HPV) Penyakit menular seksual yang paling sering di Amerika. Menimbulkan penonjolan (warts) di anus, serviks, esofagus, penis, urethra, vagina dan vulva. Ada bebrapa tipe HPV dapat menyebabkan Ca serviks dan Ca anal. Penderita HIV dan AIDS resiko untuk terjadinya Ca meningkat. Infeksi Oportunistik : Hepar Penyakit Hati Hepatitis B dan Hepatitis C merupakan antara penyebab kematian yang banyak pada penderita AIDS . Banyak obat HIV dapat menyebabkan hepatitis. Pasien yang mendapat obat harus dievaluasi dengan ketat. Infeksi Oportunistik : Paru Coccidiomycosis Infeksi terjadi karena inhalasi fungus Coccidioides immitis, ditemukan di tanah yang tercemar. Fungus ini biasanya menginfeksi paru, tetapi pada kasus yang berat dapat melibatkan ginjal, system limfe, otak dan lien. Gejala klinis termasuk batuk, penurunan berat badan, dan lemah badan. Komplikasi yang sering adalah meningitis jika tidak dirawat. Histoplasmosis Sering melibatkan paru. Biasanya ditemukan pada feses burung. Invasi ke tubuh manusia melalui inhlasi. Gejala adalah demam tinggi, penurunan berat badan, keluhan

[Type text]

pernafasan, hepatosplenomegali, depresi produksi leukosit, eritrosit, dan platelet pada sumsum tulang,dan penurunan tekanan darah. Pneumicystis carinii Infeksi oleh fungus. Gejala klinis termasuk demam, batuk, sesak nafas, penurunan berat badan, keringat malam dan lemah. Biasanya terjadi apabila kadar CD4+ di bawah 200 cells/mm3 darah. Pengobatan dengan trimethoprim-sulfamethoxazole. Pneumonia rekuren Penderita AIDS beresiko untuk terjadinya pneumonia rekuren. Dapat menyebabkan gejala dari batuk ringan sampai pneumonia berat. Pneumonia rekuren biasanya terjadi jika kadar CD4+ berada di bawah 200 cells/mm3 darah. Tuberculosis Infeksi TB adalah fatal. Bakteri ini menular melalui udara dan orang yang terinfeksi terjadi dua kemungkinan antara sakit atau menjadi infeksi laten. Infeksi laten dapat menjadi TB aktif. Infeksi oportunistik ini dapat terjadi sekiranya kadar CD4+ di bawah 350 cells/mm3 darah. Infeksi Oportunistik : Sistem Limfe Non Hodgkins Limfoma terbentukj tumor dari sel darah putih dalam sistem limfe. Infeksi Oportunistik : Mulut dan Tenggorokan Candidiasis Pertumbuhan Candida di mulut menyebabkan thrush. Adanya bercak keputihan di mukosa mulut, bibir, nyeri ketika menelan, dan hilang selera makan. Candida di esofagus, trakea, bronki, dan paru menandakan AIDS. Infeksi Oportunistik : Kulit Herpes Simplex Lesi HSV kronis dan HSV mukokutaneus berat adalah sering pada penderita AIDS stage lanjut. Kaposis Sarcoma Penyakit ini merupakan Ca yang paling berkaitan dengan penderita AIDS. Biasanya menimbulkan lesi merah keunguan di kulit. Boleh juga timbul di nodus limfe, mulut, traktus gastrointestinal, dan paru. Shingles Reaktivasi virus chicken pox. Dapat menimbulkan rash yang nyeri sesuai jalur persarafan.6,7,8
[Type text]

DIAGNOSIS Anamnesis Semasa anamnesis, soal jawab antara doktor dan pasien adalah sangat penting untuk melakukan pemeriksaan lanjut untuk diagnosis penyakit yang dihidapi.1,9 Doktor perlulah menanyakan riwayat sesorang pasien misalnya: 1. Apakah gejala-gejala yang dirasakan pasien ? 2. Bagaimana pola hidup pasien sebelum ini? 3. Ada tidak gejala deman yang kerap berulang dan berpanjangan selama 1 bulan? 4. Ada mempunyai simptom batuk dan berapa lama? 5. Adakah pasien kerap sering mengalami diarre? 6. Adakah pasien mengalami penurunan berat badan yang jelas? 7. Adakah pasien ada terkena infeksi bakterial berat? 8. Ada tidak penurunan kesadaran dan gangguan neurologis? 9. Ada tidak gejala dermatitis generalisata yang gatal-gatal? 10. Ada tidak Herpes zoster multisegmental dan berulang? 11. Bagimana riwayat keluarga pasien berkaitan dengan HIV/AIDS ? 12. Apakah pasien pernah berhubungan dengan seseorang pengidap HIV/AIDS ? 13. Adakah pasien mengamalkan hidup seks yang bebas? 14. Ada mengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersamasama? 15. Ada pasangan seksual pengguna narkoba suntik? 16. Ada tidak melakukan transfusi darah? Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat tanda-tanda fisikal yang terdapat pada pasien yang mungkin diduga menderita HIV/AIDS. Metode yang dapat dilakukan seorang dokter dalam melakukan pemeriksaan fisik pasien, yaitu : 1. Mengamati (observasi) kulit pasien ada tidak lesi, papul, prurigo, ulkus, dermatitis seboroik dan sebagainya. 2. Meraba (palpasi) pada bagian organ organ vital seperti hepar, lien dan limfe ada tidak terdapat pembesaran organ atau kelenjar.
[Type text]

3. Mengetok (perkusi) untuk mendengar ada tidak kelainan bunyi. 4. Auskultasi untuk mendengar sebarang kelainan bunyi pada paru-paru dan jantung pasien. 5. Mengambil data berat badan pasien dan tinggi badan pasien. 6. Membuat pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien seperti tekanan darah, frekuansi nafas, suhu dan nadi. 7. Pemeriksaan ada atau tidaknya infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan. 8. Pemeriksaan pada kelenjar getah bening pasien. Seorang pasien penderita HIV AIDS akan mengalami pembengkakan kelenjar getah bening karena secara terus-menerus dipaksa membentuk antibodi untuk melawan penyakit. Pemeriksaan Penunjang i. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan nilai leukosit dan hematokrit. b. Anti-HIV secara Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Dasar cara ini adalah mereaksikan antigen (HLN) yang dilekatkan pada benda padat (tabung atau butir palstik) dengan serum. Apabila didalam serum terdapat antibodi-HIV, maka akan terjadi ikatan antigen-antibodi. Pemeriksaan dengan cara ini merupakan tes penyaring pertama yang apabila positif dilanjutkan dengan tes lanjutan yang berbeda. c. PCR test. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA HIV dari established cell unes dalam jaringan, semen, sel mononukler dan suipermatan dari penderita HIV AIDS. Studi lebih lanjut menunujkkan adanya kemungkinan untuk mendeteksi HIV dalam DNA langsung yang diisolisasi dari sel darah, sel mononuklear, individu seropositif, tetapi tidak dalam DNA individu seronegatif. Melalui PCR test, dapat pula terdeteksi perbedaan replikasi aktif dan infekksi laten tanpa RNA transkrpiptase dengan meminitor RNA ekstraseluler. Sampai saat ini, PCR test adalah uji HIV/AIDS yang sangat mahal sehingga penggunaanya masih belum luas di negara Indonesia.1,9 d. Tes Virol Load. Merupakan tes yang bertujuan untuku mengukur virus HIV dalam darah. Ada beberapa alat yang dapat digunakan tes ini :
o

Alat PCR memakai suatu enzim untuk menggandakan HIV dalam contoh darah. Kemudian reaksi kimia menandai virus. Penanda diukur dan dipakai untuk mengukur jumlah virus.

[Type text]

Alat bDNA (branched DNA) menggabungkan bahan yang menimbulkan cahaya dengan contoh darah. Bahan ini mengikat dengan bibit HIV. Jumlah cahaya diukur dan dijadikan jumlah virus.

Alat NASBA (Nukleic Acid vSeavence Based Amplification) menggandakan protein virus agar dapat dihitung.

Alat tes yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda untuk contoh yang sama.

Tes Immunochromatography (IC). Merupakan tes cepat untuk mengetahui hasil diagnosis HIV positif atau tidak. Pada prisipnya tes ini sama seperti tes kehamilan. Perbedaannya sampel pada tes kehamilan adalah urine sedangkan pada IC menggunakan serum. Dalam waktu 15 menit, hasil diagnosis sudah dapat diketahui.

Cara sederhana pemeriksaan anti-HIV. Beberapa cara bertujuan untuk mempermudah pemeriksaan antara lain dengan cara aglutinasi gelatin, aglutinasi lateks dan dot enzyme immunoassay (dot EIA) timbulnya bercak biru pada hasil pemeriksaan menandakan adanya anti-HIV.

Uji Immunitas. Merupakan pemeriksaan terhadap sel TCD4+ pada pasien. Seorang penderita HIV AIDS akan memiliki kadar sel TCD4+ sangat rendah sampai dibawah 200 cells/UL.1,9

PENATALAKSANAAN AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data selama 8 tahun menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinais beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat dapat berkerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan terhadap penyakit oprtunistik.1 Antara cara penatalaksanaan yaitu: i. ii. iii. Terapi Antiretroviral (ARV) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi, ekperimental dan saran Pengobatan suportif/ alternatif

[Type text]

Terapi Retroviral (ARV) Pemberian ARV membuatkan kondisi penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati menjadi lebih mudah ditangani. Infeksi penyakit oprtunistik lain yang berat seperti virus sitomegalo dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan. Pneumocytis carinii yang hilang timbul biasanya mengharuskan penderita minum obat infeksi agat tidak kambuh. Namun sekarang dengan minum obat ARV teratur banyak penderita tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadap pneumonia. Obat ARV terdiri daripada beberapa golongan seperti nucleoside reverse trascriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Waktu memulai terapi AVR harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan gejala yang sangat berat taoa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang daripadan 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapat ditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100 00 copy/ml terapi AVR dapat dimulai namun dapat pula ditunda. Terapi AVR tidak dianjrkan dimulai dengan pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari 100 000 copy/ml.1,10 Saat ini regimen pengobatan AVR yang dianjurkan WHO adalah kombinasi 2 jenis obat AVR. Di RSCM Jakarta pengobatan HIV/AIDS obat yang digunakan ialah kombinasi 3 jenis obat antiretroviral yaitu: a. Zinovudin (AZT) : 500 600 mg sehari per os. b. Lamivudin (3TC) : 150 mg sehari dua kali. c. Neviropin : 200 mg sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg sehari 2 kali.

[Type text]

Evaluasi Pengobatan Pengobatan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk memantau beratnya kerusakan tubuh akibat HIV, dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatan ARV. Jika tidak dapat sarana pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat diperkirakan dari jumlah limfosit total yang sudah dapat dikerjakan di banyak laboratorium pada umumnya. Sebelum tahun 1996 para klinisi mengobati, menentukan prognosis dan menduga staging pasien berdasarkan gambaran klinis pasien dan jumlah limfosit CD4. Sekarang ini sudah ada tambahan parameter baru yaitu hitung virus HIV dalam darah (viral load) sehingga upaya tersebut manjadi lebih tepat. Beberapa enelitian telah membuktikan bahwa dengan pemeriksaan viral load kita dapat memperkirakan risiko kecepatan perjalanan penyakit dan kematian akibat HIV. Pemerikasaan viral load memudahkan untuk memantau efektivitas obat ARV.1 PENCEGAHAN Ada banyak jenis program yang boleh dilakukkan untuk pencegahan penyakit AIDS ini dan terbukti kesuksessannya dan telah diterapkan di beberapa negara dan amat dianjurkan oleh WHO, antaranya adalah10 : i) Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda. ii) Program penyuluhan sebaya dan beberapa kelompok sasaran. iii) Program bersama dengan media cetak dan elektronik. iv) Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna nakortika. v) Menerapkan ajaran agama dalam kehidupan. vi) Program layanan pengobatan infeksi menular seksual. vii) Pelatihan keterampilan hidup. viii) Program untuk melakukan tes HIV dan kaunseling.

ix) Dukungan anak jalanan dan banteras aktivitas prostitusi.

[Type text]

x) Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian ARV. Untuk pasien yang sudah terinfeksi dengan HIV, obat profilaksis boleh diberikan untuk menurunkan gejala-gejala. Obat ini tidak menyembuhkan tapi mengurangkan. a. Pneumocytis carinii Diberikan bila bilangan CD4 < 200 sel/l. Trimethoprim/ Sulfamethoxazole, dosis: 960 mg 3 kali seminggu. Azithromisin, dosis: 500 mg 3 kali seminggu.

b. Infeksi Mycobacterium Tuberculosis Diberikan bila bilangan CD4 < 200 sel/l Chomoprofilaksis (mempunyai kontak dekat dengan pasein positif pulmo TB) Isoniazid, dosis: 300mg setiap hari. 300 mg isoniazid + 600 mg rifampisin setiap hari.

c. Toxoplasmosis Jika bilangan CD4 <100 sel/l dan toxoplasma IgG positif. Dapsone 50 mg setiap hari.

d. Varicella Zoster Diberikan dengan varicella zoster immunoglobulin dengan suntikan.

e. Stroptococcus Pneumoniae Diberikan pneumo-vaksin, 0,5 ml IM sekali.

f. Mycobacterium avium complex Diberi bila CD4 < 50 sel/l. Clarithromisin, dosis : 500 mg.

Obat profilaksis di atas perlu digunakan semasa infeksi primary HIV untuk mengelakkan pasien daripada terkena infeksi penyakit oportunistik.10 PROGNOSIS 50% penderita HIV setelah sepuluh tahun telah mengalami penyakit AIDS. Prognosis AIDS adalah buruk kerana virus HIV telah menginfeksi sistem imun tubuh terutamnya secara spesifik adalah sel CD4 dan membuatkan destruksi pada sel tersebut. Ini menyebabkan penurunan

[Type text]

kemampuan sistem imun untuk mempertahankan tubuh daripada penyakit dan ini memudahkan penderita AIDS untuk dijangkiti dengan penyakit oportunistik. DAFTAR PUSTAKA 1. Dan L. Longo, Anthony S. Fauci. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. McGraw-Hill. 2008 ; 1162 73. 2. Diunduh dari http://www.aidsetc.org pada 28 Desember 2012. 3. Zubairi Djoerban, Samsuridjal Djauzi. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat Jilid III. Penerbitan FKUI. 2006 ; 1803 08. 4. Diunduh dari http://www.retrovirology.com pada 28 Desember 2012. 5. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com pada 28 Desember 2012. 6. Diunduh dari http://www.ucsfhealth.org pada 28 Desember 2012. 7. Unandar Budimulja, Sjaiful Fahmi D. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Penerbitan FKUI. 2007 ; 427 32. 8. Pattman, Snow, Handy, K. Nathan. Oxford Handbook of Genitourinary Medicine, HIV and AIDS. 1st Edition. 2005 ; 345 80. 9. Diunduh dari http://bestpractice.bmj.com pada 28 Desember 2012. 10. Diunduh dari http://www.niaid.nih.gov pada 28 Desember 2012.

[Type text]

[Type text]

You might also like