You are on page 1of 6

ASURANSI DALAM TINJAUAN SYARI

ASURANSI DALAM TINJAUAN SYARI


ASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI ATAS MOBIL [KENDARAAN] Pertanyaan: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya: Bagaimana hukum syariat terhadap asuransi konvensional (komersil), khususnya asuransi atas mobil (kendaraan)? Jawaban: Asuransi konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan syariat, dalilnya adalah firman-Nya.

Artinya:"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil [Al-Baqarah : 188]
Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta para pengasuransi (polis) tanpa cara yang haq, sebab (biasanya) salah seorang dari mereka membayar sejumlah uang per bulan dengan total yang bisa jadi mencapai puluhan ribu padahal selama sepanjang tahun, dia tidak begitu memerlukan servis namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak dikembalikan kepadanya. Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan sedikit uang, lalu terjadi kecelakaan terhadap dirinya sehingga membebani perusahaan secara berkali-kali lipat dari jumlah uang yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta perusahaan tanpa cara yang haq. Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi (fee) kepada perusahaan suka bertindak ceroboh (tidak berhati-hati terhadap keselamatan diri), mengendarai kendaraan secara penuh resiko dan bisa saja mengalami kecelakaan namun mereka cepat-cepat mengatakan, Sesungguhnya perusahaan itu kuat (finansialnya), dan barangkali bisa membayar ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi. Tentunya hal ini berbahaya terhadap (kehidupan) para penduduk karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka kematian. [Al-Luluul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-

191][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 7-8 Darul Haq]
DI ANTARA HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI Pertanyaan: Akhir-akhir ini banyak bermunculan perusahaan-perusahaan asuransi dan masingmasing mengklaim memiliki fatwa yang membolehkan asuransi. Sebagian perusahaan itu mengungkapkan, bahwa uang yang anda bayarkan untuk asuransi mobil anda akan dikembalikan kepada anda hanya dengan menjualnya. Bagaimana hukum praktek itu? Semoga Allah memberi anda kebaikan. Jawaban: Asuransi ada dua macam. Majlis Haiah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang. Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia. Contoh asuransi komersil: Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Taala.

Artinya: "Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan [AlMaidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syari, seperti; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa al-Lajnah adDaimah Lil Buhut al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama). Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma badu. Telah dikeluarkan keputusan dari Haiah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras. Lain dari itu, Haiah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangansumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Taala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Taala.

Artinya: "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran [Al-Maidah: 2]
Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Artinya: "Dan Allah akan menolong hamba selama hamba itu menolong

saudaranya [Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Duat wat Taubah 2699] Ini
sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar. Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Haiah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Haiah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.

Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat.

[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Tamin AtTijariyat Tamin At-Taawuni] [Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 583-585, Darul Haq]

HUKUM MENGASURANSIKAN HARTA MILIK Pertanyaan: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ditanya: Saya mendengar dari sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut, perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut yang dibolehkan dan yang tidak? Jawaban: Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya. Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar (parah) dan biayanya lebih banyak dari apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil dibanding apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang

asalnya tidak pernah terjadi kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si pengasuransi menjadi pihak merugi. Transaksi-transaksi seperti jenis inilah yakni akad yang menjadikan seseorang berada dalam lingkaran antara al-Ghunm (meraih keuntungan) dan al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir (judi) yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan penyembahan berhala. Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar (manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak jelas [manipulatif]. [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)]

[Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 38-39 Darul Haq]
HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK Pertanyaan: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukum mengasuransikan jiwa dan harta milik? Jawaban: Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat

mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan, kebodohan dan kesesatan. Di dalamnya juga terdapat makna bergantung kepada selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah. Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia adalah

maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini dengan kesyirikan,

mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim (orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktuwaktu yang dekat, maka justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent), "Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara al-Ghunm

(mendapatkan keuntungan) dan al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir" [Majmu Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makkiy, Juz III, hal: 192, dari Fatwa Syaikh Muhammad bin Utsaimin] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail AlAshriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini2, hal 37-38 Darul Haq]

You might also like