You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses in menjadi beban bagi orang lain dibandingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal. Pelayanan/asuhan memerlukan keperawatan khusus gangguan karena mental pada lanjut usia dalam

pengetahuan

kemungkinan

perbedaan

manifestasi klinis, ptogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan. Faktor faktor tersebut adalah sering adanya penyakit dan kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan

kerentanan terhadap gannguan kognitif. Program Epidemiologikal Catchment Area (ECA) dari National Institute of Mental Healt telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, dan fobia. Lanjut usia juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan. Sejumlah faktor resikopsikososial juga dapat mempredisposisiskan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah ilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif. Saat ini udah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan profesional yang lai memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat Lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan mentl padaLansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.

B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan umum Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada Lansia. 2. Tujuan khusus Setelah membaca makalah ini, pembaca akan memahami : a. b. c. d. Pengertian lansia dan tugas perkembangannya. Penyebab gangguan jiwa pada Lanjut Usia Jenis gangguan jiwa pada lanjut usia. Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada Lanjut Usia.

C. MANFAAT PENULISAN 1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada Lansia 2. Memudahkan kita dalam memberikan perawatan pada Lansia yang mengalami gangguan jiwa.

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI Lanjut Usia ( Lansia ) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis, dan sosial dengan batasan umur sebagai berikut : 1. 2. 3. Dewasa menjelang Lansia ( 45 54 tahun ). Lanjut Usia ( 55 64 tahun ). Lansia dengan resiko tinggi ( > 65 tahun ).

WHO membagi Lansia MENJADI 3 kategori sebagai berikut : 1. 2. 3. Usia lanjut : 60 74 tahun. Usia Tua : 75 89 tahun. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.

Psikogeriatri adalah ilmu

yang mempelajari gangguan psikologis/psikiatrik

pada lansia. Diperkirakan indonesia mulai tahun 1990 hingga 2023, lansia ( umur 60 tahun ke atas) akan meningkat hingga 41,4% ( Geriatric and Psychogeriatric Workshop Training for Trainers ). Masalah yang paling banyak adalh demensia, delirium, depresi, paranoid, dan ansietas. Gangguan yang lain sama dengan gangguan jiwa pada orang dewasa muda.

Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menyesuaikan diri terhadap ketahanan dan kesehatan yang berkurang. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya pendapatan. Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan hidup. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari makna hidup. Menjaga hubungan baik dengan anak. Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta dalam organisasi sosial.

B. ETIOLOGI 1. 2. 3. 4. Masalah keluarga. Masalah interpersonal. Penyakit. Masalah sosial.

C. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL PADA LANSIA Pmeriksaan status mental pada lansia adalah sebagai berikut : 1. Penilaian fungsi : pengkajian dari aktivitas sehari hari ( makan, kebutuhan toilet, berpakaian ) 2. Mood, perasaan, dan afek : perasaan kesepian, tidak berdaya, tidak berguna, putus asa dan ide bunuh diri. Afek datar, tumpul, dan dangkal sangat mencolok dengan adanya mood depresi dan kecemasan. 3. 4. 5. 6. Gangguan persepsi : halusinasi dan ilusi ( terjadi gangguan orientasi realitas ).

Proses pikir : flight of idea, asosiasi longgar dan sirkumstansial. Daya ingat : jangka panjang dan menengah. Kaji riwayat keluarga : masalah yang ada dalam keluarga dan komunikasi dalam keluarga.

7. 8.

Kaji interpersonal klien : tipe orang dan permasalahan yang dihadapi. Kaji riwayat tidak menyenangkan masa lalu.

D. JENIS JENIS GANGGUAN JIWA PADA LANJUT USIA

1.

Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia). Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui

pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis. Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu : a. b. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb) Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum,dsb) c. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb) d. e. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran) Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel) Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, 5

para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

2.

Gangguan Jiwa Afektif Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

a. Gangguan Afektif tipe Depresif


Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan. Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari lakilaki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya. Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadangkadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

b. Gangguan Afektif tipe Manik


Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

3. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuk tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. Neurosis cemas dan panic Neurosis obsesif kompulsif Neurosis fobik Neurosis histerik (konversi) Gangguan somatoform Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada 7

lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terusmenerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.

4.

Delerium Delerium merupakan Sindrom Otak Organik ( SOO ), yang ditandai

dengan fluktuasi kesadaran, apatis, somnolen, sopor, koma, sensitif, gangguan proses berpikir. Konsentrasi pada lanjut usia akan mengalami kebingungan dan persepsi halusinasi visual ( pada umumnya ). Psikomotor akan mengikuti gangguan berpikir dan halusinasi.

5.

Psikosa pada lansia Gejala gejala : awalnya idea of reference, waham ( keyakinan yang salah dipertahankan ), terkadang sebagai penyerta demensia, schizofrenia.

6.

Abuse pada lansia Tindakan yang disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam bentuk malnutrisi, fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain yang disebabkan adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian, pelayanan medis, rehabilitas, dan perlindungan yang dibutuhkan. Abuse merupakan suatu tindakan kekerasan yang disegaja seperti kekerasan fisik, mental, dan psikologi, serta jenis penyiksaan lainnya yang tidak dibenarkan. Tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Primer : pendekatan kepada komunitas/lingkungan pemberi dukungan pada lansia, memperkuat koping individu dan keluarga, pola sehat lingkungan, melihat tanda tanda resiko tinggi. b. c. Sekunder : diskusi, komunikasi yang efektif dengan keluarga. Tersier : tidak menoleransi kekerasan, menghargai dan peduli pada anggota keluarga, memprioritaskan kepada keamanan, tulus secara utuh dan pendayagunaan.

E. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA 1. Pengkajian Pengkajian psikososial lanjut usia (lansia) adalah tercapainya integritas diri yang utuh. Pemahaman secara keseluruhan (anak menyebabkan dan cucu) lansia berusaha sudut

membimbing

generasi

berikutnya

berdasarkan

pandangnya. Lansia yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna. a. Data Objektif Data objektif pada klien lansia dengan gangguan jiwa adalah : 1) 2) b. Aktivitas sosial berkurang Perubahan anggota tubuh, baik struktur, bentuk mapun fungsi

Data Subjektif Data subjektif pada klien lansia dengan gangguan jiwa adalah : 1) 2) 3) Klien mengungkapkan tidak berdaya, tidak berharga Klien mengatakan merasa kehilangan Klien merasa Kehidupanya selama ini tidak berarti

c.

Analisa data Data Masalah Keperawatan

Subjektif: Klien Mengatakan Merasa kehilangan Klien merasa Kehidupanya selama ini tidak berarti Objektif : Aktifitas Sosial Berkurang Subjektif : Klien mengungkapkan tidak berdaya, tidak berharga Objektif : Perubahan anggota tubuh, baik struktur, bentuk mapun fungsi Gagguan Citra Tubuh Putus Asa

2. Diagnosa Keperawatan a. b. Resiko Putus Asa Gangguan Citra Tubuh

3. Tindakan Keperawatan Diagnosa Keperawatan Resiko Putus Asa Tindakan keperawatan 1. Diskusikan penyebab dan hambatan dalam mencapai tugas perkembangan lansia seperti adanya penyakit 2. Diskusikan cara mengatasi hambatan dan motivasi keinginan lansia untuk mengobati dialamnya 3. Bantu lansia besosialisasi secara penyakit fisik yang

bertahap 4. Fasilitasi untuk ikut kelompok lansia Gangguan Citra Tubuh 1. Diskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya dahulu dan saat ini, perasaan dan harapan terhadap citra tubunya saat ini 2. Diskusi askep positif diri 3. Bantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang tergaggu

4. Intervensi a. Diagnosa Keperawatan Resiko Putus Asa Sp 1 Lansia : Membina hubungan saling percaya dengan lansia dan keluarga, menjelaskan karakteristik perkembangan psikososial lansia yang normal dan menyimpang , menjelaskan cara mencapai karakteristik perkembangan psikososial lansia yang normal melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial lansia yang normal

Orientasi Selamat pagi/siang/sore, pak/bu. Saya perawat I dari dari RS....Nama Bapak/Ibu siapa? Panggilanya apa? Bagaimana keadaan Kakek/Nenek yang tinggal di rumah ini? Siapa namanya? Berapa usianya? Bagaimana kalau saya ingin berbincang-bincang dengan kakek/Nenek tentang perkembangan lansia? (bertemu kakek/nenek) Berapa lama, Kek/Nek? Bagaimna kalau 30 menit saja? Di mana kita akan bicara, kek/nek? Di ruangan ini? Baiklah, kita akan berbincang-bincang selama 30 menit, kek/nek. 10

Kerja: Kek/Nek bagaimana keadaan saat ini? Dapatkah Kek/Nek menjelaskan pencapain dalam kehidupan selama ini? Apa saja keberhasilan yang yang dirasakan selama hidup? (anda menganalisa hasil percakapan. Jika Kakek/Nenek menceritakan keberhasilan dan merasa berarti, perkembangan mereka normal dan jika Kakek/Nenek menceritakan kekecewaan dan kehilangan , perkembangan mereka menyimpang) selanjutnya, apa saja kegiatan Kakek/Nenek sehari-hari? keluarga, misalnya Kakek/Nenek mengunjungi Apakah ada pertemuan Atau anak/cucu

anak/cucu?

mengunjungi Kakek/Nenek. Bagaimana dengan teman-teman sebaya Kakek/Nenek, masih sering bertemu? Apakah mereka di sekitar sini? Bagaiman kalau kita bentuk teman-teman sebaya sambil bercerita pengalaman hidup.

Terminasi : baiklah, kita sudah membicarakan tentang kehidupan Kakek/Nenek. Bagaiman perasaan Kakek/Nenek? Masih ada hal yang ingin ditanyakan? Saya akan datang lagi minggu depan untuk berbincang-bincang dengan Kakek/Nenek dan berbicara dengan bapak/ibu untuk membahas cara merawat Kakek/Nenek. Sampai jumpa.

b. Diagnosa keperawatan gangguan Citra Tubuh SP 1 Lansia : Membina hubungan saling percaya mendiskusikan tentang citra tubuh, penerimaan terhadap citra tubuh, aspek positif dan cara meningkatkan citra tubuh

Orientasi : selamat Pagi Nama aya I saya dari Rs...saya datang untuk merawat Kakek/Nenek. Nama Kakek/Nenek siapa? Senang dipanggil apa? Bagiman perasaas Kakek/Nenek hari ini? Bagaimana penyembuhan lukanya? Bagaiman kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan terhadap kaki Kakek/Nenek yang mengalami gangguan? (perhatikan data-data tentang gangguan citra tubuh) mau berapa lama? Bagamana kalau 30 menit? Mau dimana kita berbincang-bincang?

Kerja : Bagaimana prasaan Kakek/Nenek terhadap kaki yang sudah mulai sembuh? Apa harapan Kakek/Nenek untuk penyembuhan ini? Bagus sekali, Kakek/Nenek sudah mengungkapkan perasaan dan harapan. Baik bagaimana kalau kita membicarakan bagian tubuh yang lain yang masih dapat digunakan? Mari kita mulai. (boleh mulai dari

11

unjung rambut sampai unjung kaki). Nah mata Kakek/Nenek awas ya. Bagus. Bagaimana dengan kedua tangan Kakek/Nenek, dst. (Buat daftar potensi tubuh yang masih prima.). wah ternyata banyak sekali bagian tubuh Kakek/Nenek yang masih berfungsi dengan baik yang perlu di syukuri.

Terminasi : bagaiman perasaan Kakek/Nenek setelah kita berbincang-bincang? Wah banyak sekli bagian tubuh Kakek/Nenek yang masih berfungsi dengan baik (sebutkan beberapa bagian tubuh yang masih berfunsi) Baik, dua hari lagi dua hari lagi kita bertemu untuk membicarakan cara meningkatkan citra tubuh Kakek/Nenek. Mau jam berapa? Baik, sampai jumpa.

F.

PELAKSANAAN TERAPHY AKTIFITAS KELOMPOK PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN JIWA PADA LANSIA

1.

Tujuan a. b. c. d. e. f. Klien mampu memperkenalkan diri Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok Klien mampu bercakap - cakap dengan anggota kelompok Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatanTAK yang telah dilakukan. g. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar dan mampu menceritakan pada kelompok.

2.

PENGORGANISASIAN a. Leader (pemimpin) 1) 2) 3) 4) b. Memimpin jalannya therapy aktivias kelompok Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya therapy Menyampaikan materi sesuai TAK Memimpin diskusi kelompok

Co Leader 1) 2) 3) Membuka acara Mendampingi leader Mengambil alih posisi jika leader blocking 12

4) 5) c.

Menyerahkan kembali posisi kepada leader Menutup acara diskusi

Fasilitator 1) 2) Ikut serta dalam kegiatan kelompok Memberikan stimulus/motivasi pada peserta lain untuk berpartisipasi aktif 3) 4) 5) Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan peserta lainnya Membantu melakukan evaluasi hasil Menjadi role model.

d.

Observer 1) 2) 3) Mengamati jalannya kegiatan sebagai acuan untuk evaluasi Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta klienyang drop out.

e.

Tugas Peserta 1) 2) 3) Mengikuti seluruh kegiatan Berperan aktif dalam kegiata Megikuti proses evaluasi

3.

PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN WAKTU a. b. c. Ruangan nyaman Ventilasi baik Suasana tenang

4.

PERSIAPAN KLIEN Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu Lansia dengan gangguan jiwa

5.

PERSIAPAN ALAT a. b. c. d. e. f. g. Tape recorder Kertas A4 Pensil tulis Pensil warna Meja Kursi Jadwal kegiatan klien

13

6.

KEGIATAN a. Persiapana 1) 2) b. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK yang sesuai dengan indikassi Menyiapkan alat dan tempat bersama

Pembukaan (fase orientasi) 1) Perkenalan: salam terapeutik a) b) 2) Salam dari terapis kepada klien Terapis dan klien memakai papan nama

Evaluasi/validasi a) b) Menanyakan perasaan klien saat ini Menanyakan masalah yang dirasakan

c.

Kontrak 1) 2) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkanmusik Terapis menjelaskan aturan main berikut: a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harusmeminta izin kepada terapis b) c) d) 3) 4) 5) Membuat kontrak waktu Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai Proses kegiatan (fase kerja)

Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan Terapis membagikan name tag untuk tiap kliene Evaluasi (fase terminasi) a) Sharing persepsi (evaluasi) (1) Leader mengeksplorasi perasaan lansia setelah mengikuti Terapi Aktifitas Kelompok. (2) Leader memberi umpan balik positif kepada lansia,

berupa pujian atas keberhasilan kelompok (3) Leader meminta lansia untuk menyebutkan hal positif atau kesukaan lansia yang lainnya secara bergantian. (4) Leader memberi umpan balik positif berupa pujian kepada lansia yang sudah menjawab atas pertanyaan dari leader. (5) Kontrak yang akan datang (a) (b) 6) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang Menyepakati waktu dan tempat.

PenutupObserver membaca hasil observasi

14

7.

EVALUASI Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja, Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuanTAK.

8.

PROGRAM ANTISIPASI MASALAH a. Memotivasi klien yang tidak aktif selama TAK.Memberi kesempatan klien menjawab sapaan perawat/terapis. b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit 1) 2) 3) Panggil nama klien Menanyakan alas an klien meninggalkan permainan Memberi penjelasan tentang tujuan permainan dan menjelaskan bahwa klien dapat meninggalkan kegiatan setelah TAK selesai atau klien mempunyai alasan yang tepat. c. Bila klien lain yang ingin ikut: Minta klien tersebut untuk meminta persetujuan dari peserta yang terpilih

9.

Peraturan Kegiatan a. b. Peserta diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir Peserta diharapkan menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dalam kertas c. Peserta tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta tidak boleh memotong pembicaraan orang lain d. Peserta dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan e. Peserta yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi : 1) 2) 3) 4) Peringatan lisan Dihukum : Menyanyi dan Menari. Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit Dikeluarkan dari ruangan/kelompok

15

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan. Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain. Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan psikoterapi.

B.

Saran 1. Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang asuhan

keperawatan pada klien ganguan jiwa pada lansia 2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan ganguan jiwa pada lansia

16

DAFTAR PUSTAKA Satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada- lansia.html 2. 3. Akkuocy.blogspot.com/2011/10/sedikit- berbagi ilmu.html Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa : CMHN, EGC Jakarta 2011. 4. Buku Ajaran Keperawatan Jiwa/Farida Kusumawati dan Yudi Hartono Jakarta : Salemba Medika, 2011 5. Mary C. Townsend, RN, MN, CS Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi 5 . EGC Jakrta 2010

1.

17

You might also like