You are on page 1of 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan adanya perubahan dalam kehidupan manusia baik fisik, mental maupun sosial yang dapat berdampak negatif berupa terganggunya kesehatan jiwa seseorang. Dalam (UU. No. 23) disebutkan bahwa kesehatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan yang optimal secara fisik, intelektual dan emosional dari seseorang yang selaras dengan orang lain. Upaya peningkatan kesehatan jiwa dilakukan untuk mewujudkan jiwa yang secara optimal, baik intelektual maupun emosional melalui pendekatan kesehatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan agar seorang dapat tetap kembali hidup secara harmonis, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan atau dalam lingkungan masyarakat. Perubahan tersebut apabila memberikan efek negatif dapat menimbulkan tekanan dan kesulitan dalam diri seorang maka individu tersebut mengalami konflik sehingga diperlukan koping yang efektif agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi bila individu tidak mampu menggunakan koping yang adaptif dapat berakibat gangguan kesehatan jiwa dimana salah satu gangguan yang terpapar dapat berbentuk perubahan sensori persepsi. Halusinasi biasanya diawali dengan individu mengalami rasa cemas, ketakutan, menarik diri dari orang lain, senyum sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pada saat ini klien tidak dapat mengontrol pikirannya dan terbiasa dengan halusinasi yang akhirnya ia akan berusaha mempertahankan

persepsinya yang salah tersebut seakan-akan ia tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. Pengertian halusinasi sendiri adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Maramis, 2005). Dengan adanya masalah perubahan persepsi sensori, halusinasi pendengaran dan penglihatan maka fokus intervensi yang diberikan pada klien dengan halusinasi pendengaran dan penglihatan adalah pemecahan masalah pada klien meliputi eksplorasi diri, kontak sering dan singkat, pelaksanaan secara operasional pemutusan halusinasi dan dengan memberikan keperawatan yang konfrehensif dan holistik pada klien dengan halusinasi pendengaran dan penglihatan maka akan terbina hubungan yang positif. Keperawatan kesehatan jiwa merupakan cabang ilmu keperawatan yang mempunyai tujuan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang secara konfrehensif pada klien yang mengalami masalah gangguan jiwa meliputi semua aspek kehidupan bio, psiko, sosial dan spiritual kepada individu dan masyarakat. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah agar mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran Selain itu tujuan dari penulisan adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa, dan menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.

1.3 Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan studi kepustakaan, diskusi kelompok, dan wawancara dengan pasien langsung.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Halusinasi Halusinasi adalah prersepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem pnginderaan seperti (pendengaran, penglihatan, perabaan,

penciuman, dan pengecapan). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang muncul tanpa adanya stimulus yang meliputi semua sistem penginderaan yang terjadi saat kesadaran penuh atau baik (Pedoman Perawatan Psikiatri, 1987). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Maramis, 2005). Dari beberapa data diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata dan suatu gangguan persepsi sensori yang tidak mempunyai stimulus eksternal tanpa adany astimulus dari luar yang tidak mempunyai dasar kenyataan dapat meliputi semua penca indra dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah pola atau stimulus yang datang.

2.2 Etiologi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah : a. Faktor Predisposisi 1) Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukan oleh penelitian penelitian sebagai berikut : a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizuprenia lesi daripada area frontal, temporal, dan limbic berhubangan dengan perilaku psikotik. b) Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizuprenia, hasil penelitian sangat menunjukan hal-hal berikut : Dopamin neorotronsmiter yang berlebihan akan berakibat input rangsang yang masuk akan ditingkatkan sehingga interprestasinya akan lebih dari kenyataan yang ada. Ketidakseimbangan antara dopamin dan neorotronsmiter lain berakibat ketidak sesuaian antara interprestasi input dan output. Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamine seperti rangsang input tidak diteruskan ke post sinap. 2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti, kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam), dan kehidupan yang terisolasi disertai stres. b. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : 1) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2) Stress Lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku. 3) Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2.3 Gejala Halusinasi Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut : Bicara sendiri Senyum sendiri Tertawa sendiri Menggerakan bibir tanpa suara Pergerakan mata yang cepat Respon verbal yang lambat Menarik diri dari orang lain Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori Sulit berhubungan dengan orang lain Ekspresi muka tegang Tampak tremor dan kerkeringat Perilaku panik Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan Ketakutan Tidak dapat mengurus diri Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat, dan orang Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala gejala yang khas yaitu :

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara Gerakan mata abnormal Respon verbal yang lambat Bertindak seolah olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan, dan tekanan darah. Penyempitan kemampuan konsentrasi Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang 2.4 Jenis jenis Halusinasi Menurut Stuart dan Sunnden (1998) halusinasi dibagi menjadi lima yaitu : a) Halusinasi Dengar (Aukustik, Audiotorik) Individu mendengar suara orang yang membicarakan, mengejek,

menertawakan atau mengancam dirinya, padahal tidak ada suara sekitarnya. b) Halusinasi Penglihatan (Visual) Individu merasa melihat pemendangan sesuatu yang tidak ada objeknya yang dapat memberikan kenyamanan atau ketakutan.

c) Halusinasi Penciuman (Alfaktori) Individu sering mengatakan mencium bau-bauan seperti bunga, bau kemenyan, dan sebaginya yang tidak ada sumbernya atau tanpa suatu objek. Halusinasi ini jarang ditemukan. d) Halusinasi Pengecapan (Gustatory) Individu merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti rasa darah, urin atau feses. e) Halusinasi Raba (Taktil) Individu mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Merasakan sensori listrik datang dari tanah benda mati atau orang lain. 2.5 Proses Halusinasi Heber (1987), membagi proses terjadinya halusinasi kedalam 4 fase yaitu : Fase I Klien mengalami kecemasan, stress, peranan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun atau menfokuskan pikirannya kedalam hal-hal yang menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tetapi hal ini bersifat sementara, jik kecemasan datang klien masih dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Fase II Klien berada dalam tingkat Listening dari halusinasi, gangguan halusinasi bunyi dan sensori mungkin hanya berupa bisikan yang samar, tetapi klien takut jika orang lain dapat mendengar, memperhatikan atau mengulangnya. Fase ini klien tidak dapat mengontrol pikirannya. Klien membuat jurang antara dirnya dan halusinasi dengan memptoyeksikan bahwa halusinasi berasal dari orng lain atau tempat lain. Fase III Halusinasi lebih menonjol menguasai dan mengontrol, klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya.

Fase IV Klien merasa tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Stuart dan sundeen (1991), membagi proses terjadinya halusinasi menjadi 7 fase yaitu : Fase I Klien mengumpulkan orang yang pernah menolongnya di masa lalu,sehingga kecemasannya berkurang. Fase II Klien mengulang prilaku pertama bila klien cemas dan pola tersebut dipertahankan. Akan tetapi klien mulai khawatir cara tersebuttidak dapat dilanjutkan, sehingga terjadi penanggulangan pengalaman yang lebihbanyak dan kemampuan menurun. Klien memisahkan fantasi dan realita, karena mulai menyadari dari orang lain. Fase III Klien kehilangan kemampuan menusatkan perhatian pada realita dan menghabiskan waktu dengan halusinasinya. Fase IV Keadaan diatas membuat orang lain memperhatikan dan mengamati tingkah laku klien. Halusinasi meningkat dan pengalaman menjadi tidak menyenangkan, saat dituduh dan diancam oleh halusinasinya. Fase V Rasa cemas meningkat terus dan klien mulai menerima halusinasinya serta meyakinkan bahwa dirinya bersalah. Fase VI Klien mulai mengalami gangguan lebih serius seperti menarik diri, asyik dengan halusinasinya. Pada fase ini orang lain mulai turun tangan. Fase VII Klien menolak dari pengaruh eksternal, klien mulai mencoba kembali pengalaman yang sudah pernah dilakukan untuk menghilangkan

kecemasannya.

2.6 Akibat Halusinasi 1. Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Defisit perawatan diri 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan 4. Tidak ada aktifitas 5. Perubahan konsep diri

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara : a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien diberitahu. Pasien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Diruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan. b. Melaksanakan program terapi dokter, sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya.

Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan. c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu

mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien. d. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien diajak megaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai. e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan keluaraga pasien dan petugas lain sebaiknya diberi tahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain didekatnya suara suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.

BAB III Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Halusinasi 3.1 Pengkajian Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengupulkan data, menganalisa dan akhirnya merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan pernyataan dari masalah klien baik actual meupun resiko yang membutuhkan tindakan keperawatan. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan perubahan sensori persepsi adalah identits klien, alasan masuk, factor predisposisi, mekanisme koping, pemeriksaan fisik, psikologi, status mental, kebutuhan perencanaan pulang. a. faktor resiko yang mungkin mengakibatkan gangguan orientasi realita adalah aspek biologis, psikologis, dan social (Stuart dan Sundeen, 1998 dikutip oleh keliat). 1) Biologis Gangguan perkembangan oleh fungsi otak / susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan orientasi realita seperti : hambatan perkembangan otak khususnya kartek frontal, teroporal dan limhik, gejala yang mungkin timbul adalah : hamabatan dalam belajar berbicara, daya ingat, dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau kekerasan, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatur, neonatal dan kanak-kanak.

2) Psikologis Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari sikap klien, sikap dan keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realita adalah penolakan kekerasan dalam kehidupan klien.

Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh, atau teman yang bersikap dingin, cemas tidak sensitif atau bahkan keterlaluan melindungi. Pola asuh pada usia anak-anak yang tidak adekuat, misalnya : tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi, konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orang tua, aniaya, dan kekerasan rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realita. 3) Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. b. Faktor Presipitasi Faktor / stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan ancaman tuntutan yang memrlukan energi ekstra untuk koping, faktor presipitasi yang bersumber dari eksternal antara lain : 1) Faktor Sosial Budaya stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang penting atau disingkirkan kelarga. 2) Faktor Biologis Berbagai penelitian doparoin, morepineprin, andolaroin, zat

halusinogen diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realita. 3) Faktor Psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realita. 4) Faktor Perilaku

Perilaku yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan orientasi realita berkaitan dengan perubahan proses pikir, sfektif, dan persepsi. 5) Faktor Mekanisme Koping Mekanisme penyesuaian diri yang biasa dipergunakan klien dengan gangguan orientasi realita adalah peningkatan proyeksi, regresi, dan kadang-kadang ditemukan represi. c. Tanda dan Gejala yang digambarkan dalam perilaku Perilaku yang dikaji pada klien halusinasi berkaitan dengan perubahan fisik, emosional, sosial, intelektual dan spiritual, berikut ini akan diuraikan perubahan-perubahan tersebut : 1) Fisik Kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga dilinium intokasi alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam jangka waktu yang lama. 2) Emosional Ketakutan rasa tegang, rasa tidak aman, tidak nyaman, tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri, orang lain, sikap curiga, bermusuhan, marah, jengkel, benci dan sakit hati. 3) Intelektual Penurunan fungsi ego, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, sulit membuat keputusan tidak memusatkan perhatian, kosentrasi, berfikir abstrak, dan daya ingat menurun. 4) Sosial Menarik diri, menghindari orang lain, berbicara sendiri, komunikasi verbal terganggu, merusak diri sendiri dan orang lain dan lingkungan. 5) Spiritual

Mengatakan mendengar suara-suara, ia berasal dari planet lain akibat dari gangguan persepsi kepribadian maka terjadi ganggan fungsi mental. d. Mekanisme Koping Setiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyesuaian masalah langsung dan mekanisme pertahankan yang digunakan untuk melindungi diri, berikut ini uraian mengenai mekanisme pertahanan diri dari klien halusinasi antara lain : 1) Represi Suatu mekanisme pembelaan ego yang tidak sadar, individu menghilang dari alam sadar suatu pikiran impuls dan aspek yang tidak dapat diterima oleh dirinya. 2) Regresi Suatu mekanisme pembelaan ego secara sadar individu secara keseluruhan atau sebagian kembali kepada adaptasi yang sudah dilaluinya (biasanya yang belum matang). 3) Proyeksi Penolakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi, perasaan emosional atau motivasi kepeda orang lain karena kesalahan yang dilakukan sendiri. 4) Isolasi Mekanisme pembelaan yang bekerja secara sadar suatu pikiran implus atau tindakan yang tidak dapat diterima lalu disingkirkan dari ingatan atau memisahkan kompensasi emosional dari pikiran jangka panjang. e. Diagnosa yang Mungkin Muncul 1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran

BAB IV Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran Di Ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

A. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama Umur Jenis kelamin Agama Status perkawinan Alamat : Ny. S : 56 Tahun : Perempuan : Islam : Janda :Kp. Citomo RT 03/05 Penyindangan Cisumpet Garut Ruangan No. Rm Tanggal masuk Tanggal pindah ruangan Tanggal pengkajian : Gelatik : 023263 : 9 Oktober 2013 : 16 Oktober 2013 ( Ruangan Merpati) : 11 Oktober 2013

2. Alasan masuk Catatan Medis : Tanggal 9 Oktober 2013 Sakit +/- 15 tahun, pernah dirawat di RSJ Prov. Jabar. Berobat jalan tidak rutin, +/- 2 minggu nampak gejala : mengamuk, memukul, dan menggigit ibunya, membakar rumah, meresahkan warga,sulit tidur, bicara dan tertawa sendiri, makan dan mandi susah. Pengkajian tanggal 11 Oktober 2013 Klien mengatakan ada yang mengajaknya mengobrol, berdialog dengan Allah, suaranya muncul tengah malam ketika klien tidur.

Masalah keperawatan Pendengaran

: Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

3. Faktor predisposisi 1. Klien mengatakan pernah mengalami sakit seperti ini dimasa lalu, sakitnya +/- 15 tahun, pernah dirawat di RSJ Prov Jabar 5 kali. 2. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil 3. Aniaya : Klien menjadi korban, klien mengatakan pernah dipukuli kepalanya oleh suaminya Masalah keperawatan : respon pasca trauma 4. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami gangguan jiwa Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 5. Klien mengatakan pernah mengalami masa lalu yang tidak

menyenangkan, yaitu klien pernah mengalami KDRT Masalah keperawatan : Respon pasca trauma 4. Faktor presipitasi Ingin menikah dan putus obat. 4 bulan tidak minum antipsikotik

5. Fisik 1) Tanda vital 2) Pengukuran badan : TD : 120/80 mmHg : TB : 155 cm BB : 50 kg 3) Keluhan fisik pada dada : Klien mengatakan sakit pada tangan dan sakit

6. Psikososial 1) Genogram

Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Laki-laki meninggal : Perempuan meninggal : Pasien : garis keturunan : garis perkawinan : tinggal serumah Penjelasan : Klien merupakan anak ke 1 dari 6 bersaudara, klien sudah menikah tapi bercerai mempunyai 8 anak, klien tinggal serumah dengan anak dan orangtuanya

2) Konsep diri a. Citra tubuh : Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya

b. Identitas

:Klien

mengatakan

sudah

pernah

menikah,

tetapi sudah bercerai c. Peran d. Ideal diri e. Harga diri : Klien mengatakan ibu rumah tangga dari 8orang anak : Klien mengatakan ingin sehat : klien merasa malu dan jenuh dengan keadaanya,

karena sudah sering keluar masuk RSJ Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : HDR 3) Hubungan sosial a. Orang terdekat : Adik kandung (dirumah) Klien suka

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : mengikuti kegiatan pengajian dan qasidahan. c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : hambatan Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 4) Spiritual

Tidak

ada

a. Nilai dan keyakinan : Klien mengatakan agama yang diyakininya adalah islam b. Kegiatan ibadah :Selama dirumah klien rajin shalat, shalawatan

dan qasidah. Selama di RSJ klien mengatakan shalat kadang-kadang Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

7. Status Mental 1. Penampilan Pada saat dikaji penampilan klien terlihat rapi dan pakaian sesuai Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 2. Pembicaraan Pada saat dikaji klien mampu mengawali pembicaraan sesuai dengan apa yang ditanyakan, tetapi terkadang inkoheren. Terkadang klien tampak berbicara sendiri Masalah keperawatan : kerusakan komunikasi verbal 3. Aktivitas motorik Pada saat dikaji klien terlihat lesu dan gelisah Masalah keperawatan : intoleransi aktivitas 4. Alam perasaan

Klien mengatakan sedih, karena sering keluar masuk Rumah sakit Masalah keperawatan : keputusasaan 5. Afek Pada saat dikaji afek klien datar, tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan Masalah keperawatan : kerusakan komunikasi 6. Interaksi selama wawancara Pada saat di kaji Klien terlihat kooperatif Masalah keperawatan : tidak ada masalah 7. Persepsi Pada saat dikaji klien mengatakan sedang mendengar suara-suara yang berdialog dengan Allah Masalah keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran 8. Isi pikir Klien mengatakan bisa mengobati orang dengan api yang ada di tangannya Masalah keperawatan : perubahan isi pikir : pikiran magis. 9. Waham Pada saat dikaji klien tidak ada waham Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 10. Proses pikir Pada saat dikaji pembicaraan klien berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan. Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir : sirkumstansial 11. Tingkat kesadaran Pada saat dikaji klien terlihat bingung Masalah keperawatan : kerusakan komunikasi verbal 12. Memori Pada saat dikaji klien mampu mengingat kejadian dimasa lalu dan sekarang Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 13. Tingkat konsentrasi dan berhitung Pada saat dikaji klien mampu berkonsentrasi

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

14. Kemampuan penilain Pada saat dikaji klien tidak mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan klien memilih mandi dulu sebelum makan Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 15. Daya tilik diri Pada saat dikaji klien mengingkari penyakit yang dideritanya Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir

8. Kebutuhan persiapan pulang 1. Makan Klien makan 3 kali sehari, dengan porsi habis, makanan disediakan oleh perawat, klien makan dengan menggunakan tangan kanannya, klien makan tanpa bantuan perawat Masalah keperawatan : tidak ada masalah 2. BAK/BAB Klien BAK dan BAB menggunakan toilet dikamar mandi Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 3. Mandi Klien mandi 2 kali sehari, pagi dan sore, klien mandi menggunakan sabun, klien menggosok gigi, klien jarang keramas, klien tidak menggunting kukunya, kebersihan tubuh kurang walaupun sudah mandi bau badannya tetap ada Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan 4. Berpakaian / berhias Pakaian klien rapi dan sesuai, klien dapet menggunakan pakaian sendiri dan memakai sendal Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 5. Istirahat dan tidur Klien mengatakan banyak tidur siang, klien tidur malam kadang terganggu atau kebangun dari jam 20.00 sampai 05.15 Masalah keperawatan : Gangguan pola tidur

6. Penggunaan obat Klien minum obat dengan baik, obat digunakan sebagai perawatan lanjutan dan sistem pendukung, yaitu Haloperidol 5 mg THF 5 mg : 2 x 1 tablet peroral : 2 x 1 tablet peroral

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 7. Pemeliharan kesehatan Klien mengatakan pernah dirawat di RSJ Prov. Jabar 5 x, klien juga mengatakan orang yang membantu hanya lembaga pelayanan kesehatan Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 8. Kegiatan didalam rumah Klien mengatakan suka menjaga kerapihan rumah, mencuci pakaian, selalu menyulam Masalah keperawatan : Tidak ada masalah 9. Kegiatan diluar rumah Klien mengatakan suka qasidahan dan pengajian Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

9. Mekanisme koping Koping yang digunakan oleh klien yaitu koping maladaptif. Apabila halusinasinya muncul, klien justru tidak bisa menghilangkan halusinasinya, bahkan klien mengikuti suara-suara yang menyuruh tersebut. Masalah keperawatan : perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran

10. Masalah psikososial dan lingkungan Klien mengatakan tidak mengalami masalah Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

11. Aspek medik a. Diagnosa medik : Sp. Residual F.20.5 b. Terapi medik : Haloperidol 5mg 2x1tablet peroral THF 2mg 2x1 tablet peroral

12. Daftar masalah keperawatan a. Perubahan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah 13. Diagnosa keperawatan 1. Analisa No Data Senjang 1. Ds : klien sedang suara-suara mengatakan Gangguan sensori persepsi : Masalah

mendengar halusinasi pendengaran yang

berdialog dengan Allah Do : klien sendiri tampak bicara

2.

Ds : klien mengatakan malu Gangguan konsep diri : Harga berada di RSJ karena diri rendah sudah 5 kali di rawat di RSJ Do : klien tampak sedih

2. Rumusan diagnosa keperawatan Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Perencanaan Keperawatan DX Perencanaan Tujuan Ganggu an sensori persepsi halusina si pendeng aran Klien mampu : - Mengenali halusinasi yang dialaminya - Mengontrol halusinasin ya - Mengikuti program pengobatan secara optimal Kriteria evaluasi Setelah pertemuan 2 Intervensi Rasioanl

kali Sp 1 (12 Oktober klien 2013 ) 1. Bantu mengenal Dengan klien mengenal halusinasi klien dapat menerima dan mengontrol apa yang

dapat menyebutkan : Isi, waktu,

halusinasi: Isi Waktu terjadinya Frekuensi Situasi pencetus Perasaan saat terjadi

frekuensi, situasi, pencetus perasaan Mampu memperagaka n cara dalam mengontrol halusinasi 2.

diajarkan oleh klien

halusinasi Latih mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik. Tahapan tindakannya : Jelaskan cara menghardik Peragakan cara menghardik Minta klien

memperagak an ulang Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku klien Masukan dalam jadwal harian klien Setelah pertemuan mampu : - Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Memperagaka n bercakapcakap dengan oarang lain Setelah pertemuan Sp 3 (tgl ...) ... klien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan membuat jadwal kegiatan 1. Evaluasi kegiatan yang cara ... Sp 2 (tgl ... ) klien Dengan

1. Evaluasi kegitan melatih yang lalu (sp 1) berbicara

2. Latih berbicara dengan atau cakap bercakap- orang lain

dengan diharapkan

orang lain saat klien dapat halusinasi muncul mengatasi halusinasiny sendiri

3. Masukan dalam a jadwal klien

jika timbul kembali

lalu (sp 1 dan sp 2) 2. Latih kegiatan

agar halusinasi tidak muncul.

Tahapannya :

sehari-hari dan mampu memperagaka n

- Jelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi - Diskusikan aktifitas yang biasa di

lakukan oleh klien - Latih klien

melakukan aktifitas - Susun jadwal aktifitas sehari-hari sesuia dengan aktifitas yang telah dilatih. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap perilaku klien positif Setelah pertemuan Sp 4 (tgl ... ) ... klien mampu : 1. Evaluasi yang

Menyebutk an kegiatan yang sudah dilakukan klien

kegiatan

yang

lalu (sp 1, sp 2, sp 3) 2. Tanyakan program pengobatan 3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada

Menyebutk an manfaat dari program pengobatan

gangguan jiwa 4. Jelaskan akibat bila digunakan sesuai program 5. Jelaskan akibat bila putus obat 6. Jelaskan cara tidak

mendapatkan obat 7. Jelaskan pengobatan 5B 8. Latih pasien

minum obat 10. Masukan dalam jadwal klien harian

C. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI N O 1. DX TGL/ JAM 12-102013 IMPLEMENTASI Membantu mengenal dengan cara : - Isi TGL/ JAM klien 12-10halusinasi 2013 10.30 EVALUASI S : Klien mengatakan suka mendengar suarasuara yang mengajak mengobrol berdialog dengan Allah, suara-suara itu menyuruh giat beribadah, harus shalat dan shalawatan. Suara-suara itu datang ketika malam saat klien sedang tidur. Klien suka mendengar suarasuara itu kadang 1 atau 2 kali, ketika suara itu datang klien mengikuti suara-suara tersebut O : Klien kadang tampak berbicara sendiri A: - Klien mampu mengenal halusinasi - Klien belum mampu memperagaka n cara menghardik P: Ulangi intervensi di SP 1 S : Klien

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi 10.00 pendengara n

Waktu terjadinya Frekuensi Situasi pencetus Perasaan saat

terjadi halusinasi Membantu pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik : - Menjelaskan cara menghardik Memperagakan cara menghardik Meminta klien

memperagakan ulang Memantau penerapan cara ini, beri penguatan

perilaku klien Memasukan dalam jadwal harian klien

2.

Gangguan

14-10-

Membantu

klien 14-10-

sensori 2013 persepsi : Halusinasi 09.00 pendengara n

mengontrol 2013 halusinasinya dengan cara menghardik : 09.30 - Menjelaskan cara menghardik Memperagakan cara menghardik Meminta klien

mengatakan tidur tidak nyenyak karena ada yang mengganggu, suara-suara itu muncul lagi waktu klien tidur malam O : Klien terlihat berbicara sendiri A : klien belum mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik P : Ulangi intervensi di SP 1 S : Klien mengatakan masih suka mendengar suarasuara yang mengajak ngobrol dengan allah, suara itu menyuruh ibadah harus shalat dan salawatan, suara itu datangnya malam ketika klien sedang tidur. Ketika suara itu datang klien melakukan cara mengusir suara yang telah diajarkan O : Klien terlihat mampu memperagakan cara yang telah dijelaskan oleh perawat A:

memperagakan ulang Memantau penerapan cara ini, beri penguatan

perilaku klien

3.

Gangguan 16-10sensori 2013 persepsi : Halusinasi 15.30 pendengara n

Membantu klien 16-102013 mengontrol halusinasinya dengan 16.00 cara menghardik : - Menjelaskan cara menghardik Memperagakan cara menghardik Meminta klien

memperagakan ulang Memantau penerapan cara ini, beri penguatan

perilaku klien

- Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik P: lanjutkan intervensi ke SP 2

You might also like