You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black, 2001). Luka yang dialami oleh seseorang tergantung dari penyebab, besar dan luas luka. Luka yang luas dan besar dapat mempengaruhi sistem tubuh seseorang. Luka yang luas dan besar tersebut dapat menyebabkan fungsi kulit sebagai barrier akan mengalami gangguan sehingga pasien akan memiliki kecenderungan untuk mengalami evaporasi atau kehilangan cairan akut yang cepat. Kekurangan cairan yang berlebihan tanpa disertai dengan rehidrasi yang optimal dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh pasien seperti gangguan pada fungsi ginjal, jantung dan organ penting lainnya. Rehidrasi cairan hanya dapat mencegah komplikasi dari kehilangan cairan yang diakibatkan oleh luka. Namun, luka tersebut tidak sembuh dengan optimal tanpa penanganan yang efektif sehingga proses dehidrasi akibat kerusakan barrier kulit masih terjadi. Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan. Metode perawatan luka berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan memberikan dasar pemahaman yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua tujuan manajemen luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi jaringan yang baik dan suplai darah

yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat penyembuhan luka bisa sempurna. Salah satu teknik penyembuhan luka adalah dengan teknik penggunaan tekanan negatif. Salah satu penggunaan tekanan negatif yang terbaru saat ini adalah Regulated Negative Pressure Assisted Wound Therapy yang merupakan pengembangan dari terapi tekanan negatif sebelumnya namun dengan beberapa penambahan pengaturan pada berbagai kondisi dan jenis luka, selain itu menurut Topaz (2012), RNPT untuk luka dengan infeksi anaerob telah dikembangan dengan penambahan suplementas oksigen sehingga dapat menghambat

perkembangan bakteri anaerob yang dikenal dengan nama RO-NPT. Berdasarkan keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis jurnal yang disusun oleh Topaz (2012) yang berjudul Improved Wound Management By Regulated Negative Pressure-Assisted Wound Therapy And Regulated Oxygen- Enriched Negative Pressure Assisted Wound Therapy Through Basic Science Research And Clinical Assessment Saat ini, di RSUP Sanglah Denpasar telah mulai dilakukan perawatan luka dengan metode NPWT yang dilakukan di Ruang Burn Unit sudah dimulai sejak satu tahun terakhit.

B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. 2. Bagaimana mekanisme RNPT dalam menyembuhkan luka Bagaimana mekanisme perawatan inovasi RO-NPT dalam menyembuhkan luka 3. Bagaimana penerapan terapi RNPT dan RO-NPT di Indonesia dan implikasinya dalam dunia keperawatan

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Mengetahui bagaimana penerapan RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka.

2.

Tujuan khusus

a. Mengetahui mekanisme kerja RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka b. Mengetahui peran RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka

D. Sistematika Penulisan Adapun sistematikan penulisan yang digunakan pada makalah ini terdiri dari empat bab yaitu bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III pembahasan dan bab IV simpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Luka 1. Definisi Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus (Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan. 2. Etiologi / Penyebab Luka Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka : Trauma Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia Gigitan binatang atau serangga Tekanan Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena Immunodefisiensi Malignansi Kerusakan jaringan ikat Penyakit metabolik, seperti diabetes Defisiensi nutrisi Kerusakan psikososial Efek obat-obatan

Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dengan multifaktor. 3. Jenis-jenis luka

a. Berdasarkan Kategori 1. Luka Accidental Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril

Gambar 1. Luka bakar 2. Luka Bedah Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan asepsis bedah

Gambar 2. Luka post op skin graft

b. Berdasarkan integritas kulit 1. Luka terbuka Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan perdarahan disertai kerusakan jaringan; risiko infeksi 2. Luka tertutup Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan jaringan lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan c. Berdasarkan Descriptors 1. Aberasi Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur dermatologik untuk pengangkatan jaringan skar 2. Puncture Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit 3. Laserasi Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi; risiko infeksi 4. Kontusio Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul; memar d. Klasifikasi Luka Bedah 1. Luka bersih Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal, , pernafasan atau system genitourinary, risiko infeksi rendah 2. Bersih terkontaminasi Luka melibatkan system gastrointestinal, pernafasan atau system genitourinary, risiko infeksi 3. Kontaminasi Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk; risiko tinggi infeksi 4. Infeksi Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi

4. Klasifikasi luka a. Berdasarkan penyebab 1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan 2) Akut atau kronik

Gambar 3. Luka Kronik b. Kedalaman jaringan yang terlibat 1) Superficial Hanya jaringan epidermis 2) Partial thickness Luka yang meluas sampai ke dalam dermis 3) Full thickness Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan struktur yang dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang.

5.

Prinsip Dasar Penyembuhan Luka Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan

perubahan lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang normal adalah melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi yang merupakan suatu kerangka untuk memahami prinsip dasar perawatan luka. Melalui pemahaman ini profesional keperawatan dapat mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan dapat membantu perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong para profesional keperawatan untuk mencari cara mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka kronik membutuhkan perawatan yang berpusat pada pasien patient centered, holistik, interdisiplin, cost efektif dan eviden based yang kuat.

Ada beberapa fase penyembuhan luka yakni: 1. Fase inflamasi: berupa hemostasis dan inflamasi 2. Fase proliferatif: terdiri dari epitelialisasi, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, & deposisi kolagen 3. Fase maturasi: kontraksi, pembentukan jaringan parut (scar tissue), remodeling Faktor/ sitokin yang berperan dalam setiap fase penyembuhan luka di atas adalah: Tabel 1. Fase penyembuhan luka serta faktor pertumbuhan yang terlibat Fase Penyembuhan Luka Hemostasis Inflamasi Proliferasi sel Granulasi & matrix repair Epitelialisasi Remodeling / pembentukan scar Growth factors & Sitokin PDGF, IGF-1, EGF, FGF, TGF-beta Seperti di atas, + aktivasi komplemen Proteases (elastase, collagenase) MMPs, TIMPs EGF, TGF-beta FGF, proteases

Umumnya luka yang akut akan melalui seluruh tahapan fase di atas dengan baik, jika dilakukan perawatan luka yang benar. Namun jika perawatan luka dilakukan dengan sembarangan dan menyalahi prinsip-prinsip perawatan luka, maka luka dapat menjadi kronis karena adanya fase penyembuhan yang tidak terlewati dengan sempurna. Penyebab lainnya adalah adanya pernyakit yang mendasari (misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, dll.) sehingga elemen pencetus lukanya tersebut masih selalu ada. Pada luka-luka seperti ini tentunya memerlukan pemahaman perawatan luka yang benar karena jelas luka tersebut lebih sulit untuk sembuh. Fase-fase dalam penyembuhan luka (khususnya pada kulit dan jaringan di bawahnya) umumnya memiliki pola waktu yang serupa seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase Fase Luka Hemostasis Inflamasi Segera (menit) Hari 1-3 Penyembuhan Waktu Sel Terlibat Platelet Neutrofil Makrofag Proliferasi sel Granulasi & matrix repair Hari 3-21 Hari 7-21 Makrofag Limfosit Angiosit Neurosit Fibroblast Epitelialisasi Remodeling/ pembentukan scar Hari 3-21 Hari 21 - beberapa tahun Keratinosit Fibrosit yang

Tentunya dapat disimpulkan dari Tabel 2, bahwa teknik perawatan luka pun harus mengikuti fase-fase dalam penyembuhan luka, khususnya dari segi waktu: waktu penggantian wound dressing, waktu pengangkatan benang, dsb. Jenis dari penyembuhan luka terdiri dari: 1. Primary wound healing: penyembuhan luka primer terjadi saat pinggiran luka (wound edges) yang bersih dan masih vital (tidak iskemik/nekrosis) ditemukan dengan aproksimasi yang baik (biasanya dengan penjahitan) sehingga fase pembentukan jaringan granulasi lebih cepat dan epitelialisasi langsung terjadi dalam beberapa hari (1-3 hari). 2. Secondary wound healing: penyembuhan luka sekunder terjadi pada luka yang cukup dalam/ lebar dan jarak antara ujung-ujung luka terlalu jauh, sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan secara langsung. Seluruh fase penyembuhan luka seperti pada Tabel 2 secara spontan akan dilewati

sesuai dengan dalam/luasnya luka dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. 3. Tertiary wound healing: penyembuhan luka tersier terjadi pada luka yang kurang vital/jaringan nekrotik cukup banyak/luka cukup dalam/luka kotor, dan memerlukan tindakan debridemen/nekrotomi terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu (hingga luka cukup vital dan bersih), untuk kemudian melewati fase-fase penyembuhan luka seperti Tabel 2 di atas. PRINSIP-PRINSIP PERAWATAN LUKA Beberapa prinsip perawatan luka secara umum adalah: 1. Debridement: Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik merupakan debris dan dapat menghambat penyembuhan luka sehingga diperlukan tindakan untuk membersihkan luka dari semua materi asing ini. Nekrotomi (pembuangan jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka. Debridemen dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound bed) bersih dan vital. 2. Moist wound bed: Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti basah. Kassa yang direndam dalam larutan seperti NaCl itu basah dan bukan lembab, karena kassa yang basah dapat menjadi kering, sehingga tidak pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah adanya eksudat yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih, growth factors, dan enzim-enzim yang berguna dalam proses penyembuhan luka. Suasana lembab ini harus dipertahankan dengan diikuti pencegahan infeksi dan pembentukan pus. Pemilihan dressing untuk mempertahankan suasana lembab ini akan dibahas pada bab wound dressing. 3. Prevent further injury: Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan antar selnya kurang kuat. Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak membuat luka/kerusakan yang baru pada jaringan di sekitarnya.

Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan lainnya misalnya terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia dll. 4. Nutritional therapy: Nutrisi adalah suatu terapi dan bukan hanya sebagai suplemen/tambahan. Terapi nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka sebab komponen jaringan yang rusak dan harus diganti pada setiap luka memerlukan elemen pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi. 5. Treat underlying disease(s): Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka adalah penyakit yang mendasari luka tersebut, misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, SLE, dll. Jika penyakit yang mendasarinya tidak diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh. 6. Work with the law of nature: Pepatah mengatakan time heals all wounds. Sesungguhnya penyembuhan luka dilakukan oleh tubuh penderita itu sendiri, yang dapat kita lakukan adalah memberikan suasana dan kondisi yang ideal agar luka dapat sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang menghambat penyembuhan luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik sampai keadaan status lokalis luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka tidak dapat sembuh. PERAWATAN LUKA AKUT Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (sampai dengan 8 jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan). Namun luka yang sulit untuk sembuh dan terjadi hingga lebih dari 2 minggu dinamakan luka kronis. Secara umum waktu 8 jam ditentukan sebagai golden period untuk luka. Jaringan tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak mendapatkan asupan oksigen dari darah) selama lebih dari 8 jam akan menjadi nekrosis dan kerusakannya tidak dapat dikembalikan ke keadaan normal (sering disebut irreversible injury). Maka dari itu sebaiknya perawatan luka dimulai secepatnya sejak luka/injury terjadi dan tidak menunggu hingga nekrosis.

Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan pisau yang bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi penyembuhan luka secara primer (primary wound healing). Luka akut yang kotor memerlukan penanganan debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan luka, sesuai dengan prinsip perawatan luka secara umum. Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka terjadi. Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa pendapat mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril, dan flora normal pada luka masih diperlukan untuk melawan kuman patogen. Drosou et al. mengatakan bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine, alkohol, atau peroksida (H2O2) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan pada luka terbuka. Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen luka adalah cairan fisiologis (NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi bersih. Setelah debridemen luka dengan benar, luka kemudian dinilai apakah dapat langsung dilakukan penutupan/penjahitan. Jika luka akut tersebut kotor namun masih dapat ditutup dengan penjahitan, sebaiknya dipasang drain sebagai pencegahan jika terbentuk pus di kemudian hari. Jika luka akut tersebut cukup besar/dalam dan penjahitan sulit dilakukan, maka sebaiknya dipilih jenis perawatan/penyembuhan luka sekunder (perawatan luka terbuka). Sebagai dressing-nya dapat dilihat pada bab mengenai wound dressing. Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian dressing. Waktu 3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang diperlukan bagi luka untuk melewati fase proliferasi dan epitelisasi pada luka akut (Tabel 2) tipe primary healing/repair. Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut bukan lagi dinamakan luka terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound dressing dan pencucian. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air atau NaCl fisiologis untuk mencuci krusta dan kemungkinan adanya kuman yang menempel saat dressing dibuka. Oleh karena itu pasien boleh mandi setelah dressing/balutan dibuka dan luka harus dicuci saat mandi. Setelah itu luka dikeringkan dan dapat langsung ditutup dengan dressing yang baru. Penggunaan antiseptik (betadine, alkohol, dll.) masih tetap kontroversial.

PERAWATAN LUKA KRONIS Luka kronis adalah luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka kronis melewati seluruh fase penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi dan struktur anatomis yang benar. Luka dapat menjadi kronis jika terdapat hambatan/gangguan pada saat melewati fase-fase penyembuhan, misalnya adanya penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula seperti diabetes, dll.), nutrisi yang kurang, atau akibat perawatan luka yang tidak benar. Gangren diabetikum merupakan salah satu luka kronis yang paling sering dijumpai dan sering berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara baik dan benar yang dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur sesungguhnya dapat mencegah tindakan amputasi yang berlebihan. Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka akut. Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk menghilangkan faktor penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat dilakukan secara bertahap untuk mengurangi kemungkinan further injury pada jaringan sehat disekitar luka. Prinsip moist wound bed pun harus dilakukan dengan pemilihan wound dressing yang tepat. Nutrisi dan pengobatan penyakit yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya pasien memperoleh asupan gizi yang baik untuk mempercepat penyembuhan luka. Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti prinsip-prinsip di atas dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik. WOUND DRESSINGS Wound dressing (balutan) pada luka hingga saat ini masih merupakan subjek yang terus diteliti dan dikembangkan untuk mencari bentuk yang paling ideal pada semua luka. Dressing yang ideal seharusnya memiliki kriteria sebagai berikut: Maintain moist wound bed Controlled bacterial colonization

Negative pressure - absorbent Easy and simple to use Act as bacterial barrier Effective dressing change requirement Promotes healthy granulation tissue formation Promotes epithelialization Inert and safe Reduce & eliminate pain at wound site Not causing pain on dressing removal Cost effective Seaman S, J. Am Podiatric Med Ass, 92(1),24-33,2002 TIPE WOUND DRESSING Ada berbagai macam tipe dari balutan (wound dressing), mulai dari yang konvensional hingga yang advanced. Dressing konvensional yang masih digunakan sampai sekarang adalah kassa (cotton gauze). Advance dressing sangat beragam jenisnya diantaranya hydogel, hydrocolloids, alginate, V.A.C (vacuum assisted closure), bioceramics, dan dengan merk yang beraneka ragam seperti
TM

/:Sofra-tulle/Daryant-tulle/Bactigras,

Cutisorb,

Suprasorb,

Intrasite,

Duoderm, Epiglu, Cerplast, dsb. Apapun pilihan dressingnya, prinsip penanganan luka selalu sama (lihat Bab sebelumnya di atas). Dressing konvensional memerlukan penggantian (change)

5-D TAHAPAN PERAWATAN LUKA SECARA UMUM 1. Describe: Luka akut atau kronis, tetanus-prone atau non-tetanus-prone, luas atau kecil, permukaan atau dalam, terbuka atau tertutup (punctured wound), dengan atau tanpa underlying diseases, dsb. 2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris, pus, jaringan nekrotik, corpus alienum, dan semua hal yang menghambat penyembuhan luka. Jika perlu, lakukan debridement dengan anestesi umum agar pasien tidak kesakitan dan debridement dapat dilakukan dengan sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar luka. Irigasi

cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% atau aqua (H2O). Hindari pemakaian antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang sehat (H2O2, povidone iodine, alkohol, dll). Debridement hendaknya dilakukan bertahap untuk mencegah kerusakan jaringan sehat yang berlebihan. 3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang memenuhi prinsip perawatan luka yakni moist atau lembab, bukan wet atau basah. Jika memungkinkan, pilih dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan negatif pada dasar luka (negative pressure), artinya debris/pus/eksudat di dasar luka diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih tipe wound dressing yang paling ideal dan memenuhi prinsip penanganan luka. 4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya luka tidak diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, CVI, dll), luka tidak akan dapat sembuh dengan sempurna. 5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan luka.

B. Konsep Dasar Penerapan Tekanan Negatif (Negative Pressure Wound Therapy) 1. RNP-T dan RO-NPT RNPT memiliki efek yang multiple dengan penggunaan penyedot, tekanan topical, shearing force dan modifikasi komposisi tekanan atmosfir. Mekanisme kombinasi ini dapat berdampak pada penyembuhan luka dengan dampak fisik, kimia dan kondisi biologi dalam penyembuhan luka. Berikut akan dijelaskan mekanisme RNPT dalam penyembuhan luka. a. Kekuatan vakum atau penghisap Penghisap yang dibuat oleh RNPT memberikan perubahan gradien tekanan antara permukaan luka dengan lingkungan luar. Penghisapan ini akan menyebabkan perkembangan pada luka yang diiringi dengan aliran balik limfatik, penurunan jumlah bakteri, evakuasi eksudat luka, dekompresi jaringan oedema dan menginduksi pembentukan jaringan granulasi. b. Topical pressure Penggunaan dressing pada daerah topikal luka pada RNPT dapat

meningkatkan elastisitas luka, meningkatkan aliran darah, aliran kapiler, perfusi jaringan semakin meningkat. c. Shearing force RNPT yang dilakukan secara intermitten dilaporkan dapat meningkatkan penyembuhan luka dan aliran darah pada hewan percobaan dan dapat menstimulasi angiogenesis dan jaringan granulasi. d. Modification of wound atmospheric composition Modifikasi RNPT dilakukan pada keadaan luka yang diduga terinfeksi bakteri anaerob dengan menambahkan suplementasi oksigen pada pemberian RNPT. Untuk lebih jelasnya tentang RNPT dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Indikasi Menurut Topaz (2012), RNPT diperuntukan untuk penyembuhan luka kronik terutama pada luka kaki diabetik. Indikasi dari terapi ini termasuk neuropati, postiradiasi, dan dekubitus. RNPT juga dapat dilakukan pada trauma mayor, kehilangan jaringan yang luas, penatalaksanaan fraktur terbuka, aplikasi bedah termasuk dehisiensi dari luka operasi, infeksi post operasi, dan komplikasi dari gagalnya penutupan dada, kerusakan jaringan akibat luka bakar, baik sebagian maupun kerusakan menyeluruh, dan pada skin graft. Juga pada sindrom kompartemen dan luka trauma yang parah dapat digunakan RNPT. RO-NPT diperuntukan untuk pencegahan infeksi pada luka akibat bakteri anaerob dan sebagai treatmen suplementasi pada luka dengan infeksi bakteri anaerob. Topaz (2012), menyebutkan RO-NPT diperuntukan untuk luka trauma mayor, infeksi pembedahan dan luka kronik . Kontraindikasi : RNPT tidak dilaksanakan pada keadaan sebagai berikut : a. Perdarahan akut tidak terkontrol b. Tidak dikondisikan untuk kontak secara langsung dengan vena, arteri atau organ internal yang kontak secara langsung dengan vacuum.

c. Luka dengan keganasan atau kanker, karena dapat mempercepat pertumbuhan tumor d. Adanya fistula yang belum dieksplorasi e. Tidak diperuntukan untuk luka infeksi bakteri anaerob, sehingga dilakukan terobosan dengan pemberian oksigen (RO-NPT). f. osteomielitis Rekomendasi pemberian tekanan pada RNPT

BAB III PEMBAHASAN


A. Analisis Jurnal (Metode PICOT) 1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 6 kasus dengan gambaran sebagai berikut : a. Kasus I Pasien berumur 35 tahun yang mengalami fraktur terbuka tibia dan fibula. Untuk menurunkan edema, kontaminasi digunakan Top Closure Skin Stretching dan Secure sistem (6b dan 6c) selanjutnya dilakukan penggunaan RNPT untuk menurunkan infeksi dan estetika.

b.

Kasus II Pasien umur 81 tahun yang mengalami luka terbuka pada dada dan putusnya tangan kanan seperti tampak pada gambat a dan b. Setelah dilakukan perawatan RNPT dengan spong diletakan pada lubang di area dada.

c.

Kasus III Pasien umur 36 tahun mengalami luka akibat panas. Pemberian RO-NPT dilakukan untuk mencegah infeksi anaerob pada kasus ini.

d.

Kasus IV Pasien umur 20 tahun dengan luka bakar derajat II akibat bahan kimia dilakukan perawatan RNPT.

e.

Kasus V Pasien wanita umur 71 tahun dengan DM tipe 2 mengalami celulitis dan gangren pada jari kedua. Setelah dilakukan perawatan dengan top closure dan RNPT seperti tampak pada gambar.

f.

Kasus VI

Pasien dengan decubitus seperti tampal pada gambar. Setelah dilakukan perawatan dengan RNPT dan top closure.

2.

Intervensi

Intervensi pada masing-masing kasus yaitu 6 kasus dilakukan sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Peneliti tidak membedakan antara RNPT dan RO-NPT melainkan

mengkombinasikan pemberian oksigen untuk mempercepat penyembuhan pada pasien yang diduga terinfeksi bakteri anaerob.

3.

Comparison

Komparison dalam penelitian ini, dilihat dari kasus tidak ada pembanding. Tapi dilihat dari telaah literatur dan perkembangan perawatan luka, penggunaan RNPT merupakan pengembangan dari NPWT dimana dalam penelitian ini disinggung bahwa penggunaan RNPT merupakan pengembangan dari kegagalan efektivitas penggunaan NPWT akibat tekanan yang tidak diperhitungkan secara optimal. Dimana pada penelitian ini, FDA menunjukkan bahwa pada penggunaan NPWT menunjukkan dalam kuurn 2 tahun pada tahun 2009 terjadi 6 kematian dan 77 mengalami komplikasi.
4. Outcome

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan RNPT dan ROPT sesuai dengan indikasi dan dengan modifikasi dari beberapa komponen RNPT dapat meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dan nilai estetik yang lebih baik. Selain itu juga dapat dianjurkan penggunaan tekanan yang efektif dan lama penggantian balutan untuk tiap kasus yang dapat dilihat pada bab 2.

5.

Time

Dalam penelitian ini waktu penelitian tidak ditampilkan, namun dalam penelitian ini menggunakan case finding dan studi kasus dengan kasus yang berbeda secara prospektif.

B.

Pelaksanaan NPWT di RSUP Sanglah Denpasar

Saat ini pelaksanaan NPWT telah dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar sejak bulan April 2013. Pelaksanaan NPWT dilakukan dengan metode kontinus dengan vacum yang digunakan berasal dari suction central yang terdapat di ruangan yang telah dimodifikasi dengan rerata dasa isap sekitar 75 mmHg. Jenis luka yang dilakukan NPWT ini adalah luka dengan skin graft, luka kronis dan luka ,....... dalam pelaksanaan perawatan luka dengan metode NPWT ini dilakukan secara kontinus pada semua jenis luka dengan penggantian pembalutan atau dressing 2-3 hari sekali. Adapun contoh pelaksanaan NPWT pada luka skin graft fullthickness adalah sebagai berikut :

Dilihat dari jurnal penatalaksanaan NPWT berdasarkan evidence base yang dikemukakan oleh ....... untuk perawatan luka dengan skin graft dilakukan penatalaksanaan luka NPWT dengan sistem continous selama 2 hari dan selanjutnya diganti dengan mode intermiten dengan ..

C.

Aplikasi Keperawatan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen perawatan baru terutama luka kronik dan luka yang kemungkinan harus dilakukan perawatan lama dapat ditingkatkan penyembuhannya dengan menggunakan terapi tekanan negatif

teregulasi dan penambahan terapi oksigen. Disini peran perawat dapat berupa educator yaitu memberikan pendidikan kepada pasien yang mengalami luka kronis, atau luka yang sulit sembuh untuk memanfaatkan RNPT. Peran perawat sebagai client advocate dapat dilakukan dengan memberikan rekomendasi penggunaan RNPT dan RO-NPT untuk meningkatkan penyembuhan luka pada pasien dengan luka kronik. Sebagai care giver perawat juga dapat memberikan terapi RNPT dan RONPT namun setelah mendapatkan pelatihan dan sertifikasi pelaksana dan memahami proses penyembuhan luka dan penatalaksanaan dari RNPT (terutama indikasi, kotraindikasi dan dosis pemberian tekanan negative).

Penelitian lain yang terkait dengan NPWT ..

BAB IV PENUTUP A. Simpulan Penggunaan RNPT dan RO-NPT sesuai indikasi dapat meningkatkan penyembuhan pada luka kronik dan luka yang lama sembuh sehingga penggunaan RNPT dan RONPT merupakan salah satu pilihan perawatan luka modern yang efektif.

B. Saran Disarankan agar RNPT dan RO-NPT agar dapat digunakan untuk pasien dengan luka kronik dan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji tingkat efektivitas dan efisiensinya dalam perawatan luka namun dengan protocol yang jelas dan tepat khususnya dalam penggunaan tekanan negative dan kombinasi dengan dressing yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA Guy, 2012, Using Negative Pressure Therapy In Wound Healing, Nursing Times; Sep 4-Sep 10, 2012; 108, 36; ProQuest Medical Library pg. 16. TOPAZ, 2012, Review Article : Improved Wound Management By Regulated Negative Pressure Assisted Wound Therapy And Regulated, OxygenEnriched Negative Pressure-Assisted Wound Therapy Through Basic Science Research And Clinical Assessment, Indian Journal of Plastic Surgery May-August 2012 Vol 45 Issue 2

You might also like