You are on page 1of 7

Prevalensi dan l)eterminan Penyakit Rematik di Indonesia

Olwin Nainggolan
Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehata4 DepartemenKesehatan N

Abstrak: Rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan perantaraan per-sendian, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Semua jenis rematik menimbulkan rasq nyeri yang mengganggu. Kemampuan gerak seseorang dapat terganggu oleh adanya penyakit rematik
Penyakit yang lcronis dapat mengakibatkan gangguan gerak, hambotan dalam bekerja maupun

melaksanqkan kegiatan sehari-hqri sehingga dapat menimbulkan frustasi atau gangguan psikososial penderita dan keluarganya. Tujuan analisis ini untuk mengetahui prevalensi serta faktor risiko rematik di Indonesiq. Analisis ini merupakan studi qnalitik dengun menglgunakan dets sekunder dst's Riset Ke,yehat{}n Das#r 1'Fiskesdas 201}7} 1,as2g dilakuk*n i}epru,tewen Ke'sehalsn scrla tisia Sztn,ei Sosisl Ekonomi Atasionsi {}8tt7i dsri B$dan Pztsat Statistik IBPS;. Respcnden berusia !5 tahwe ke atas tlengcn juzedalc keselwrulzan s*ncpel acialale 677.888 orang.

Dilakwkatt aizslisis ffiultil'ariat evztat's rariabei suCalr tiipilik sebeiztxtz-va dengaiz "1,-atzg nrcngguizakan. cnalisi,s regresi lagistik. Hrisil a;zrslisis rne*unjukk*n behtya .tefitafi ,;sriabel indepe:nden, y*ittl ienis tetraffii*, uwvr, rendidik;t4 indeks inass* tu!:uh, :;ta.tus st;si*! ekonarti, klasiiikasi daer*h (urb*n dan rttr*l) se1't{t jefiis pekerjaan. sec.trd siatistik ber}tuhungan l:errxaltns clerg*n rer$ar,ik di I*d<tnesis. Eai* kwnd: lnd{}nesi{t, Riskesdas, rewsiik, u*zwr i5 lehun ke atas,

Maj Kedol*r l*da*. \'olurn: 59, itamor; 12, Besenbrr Zii$g

Prevalensi Hiperterai dan Determinannya di Indonesia

Prevalence and l)eterminant of

Arthritis in Indonesia

OlwinNainggolan
Center of Bionedical and Pharmaceatical Researeh and Develapment, National Institate of Health Reseach and Dewlopment, Ministry of Health

tttejoint ofthe extremrties. This disease cawes pain that may rcsult in disability. Sometimes pattentsfeelftastrated or sufferingfrom other psycholagical problems due to this disease. The purpose ofthis study was to determine the prevalence and risk (Riskesdas) 2007 facnrs of arthritis inlndonesia. Datawas takenfromthe Basic Health Sumey conducted fu tlrc Ministry of Health and the Naional Sosioeconomie Survey (2007) from Central Statisties Agency (BPS). Tterespondentswerel-l5 years of age,*itha total number of 677 888 Abstrad: Arthritis
is a disease that attacks

people-abies,

Miltivariat analysis was done using logistie regression arnlysis. All independent varii.e. genderi age, edueation, body mass index (BMI), socio-economic status, types ofareas

(urban and rural) and occupation showed signiftcant statistical associations with arthritis in Indonesia. Keyworils: age 15 years and olde4 Indonesia, arthritis, Risleesdas

Pendahuluan

Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di sekitarnyaMasyarakat pada umumnya menganggap rematik adalah
penyakit sepele karenatidakmenimbulkankematian.

jika tidak

Padalral, segera ditangani rernatik bisa membuat anggota

berlebihan, dan sebagainya). Yang ketiga adalah asam urat (gout) sekitar6?%. Sementarapenyakitrematoid arnitis (RA) di Indonesia hanya0,lYo (1 di antara 1000-5000 orang), sedangkan di negara-negara Barat sekitar 3olo.a Rematik merupakan salah satu penyebab nyeri sendi,
khususnya sendi-sendi kecil di daerah pergelangan tangan dan jari-jari. Keluhan kaku, nyed dan bengftak akibat penyakit rematik dapat berlangsung terus-menems dan semakin lama semakinbera! tetapi ada kalanyahanya berlangsung selama beberapa hari dan kemudian sembuh dengan pengobatan. Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung

tubuh berfungsi tidak normal, mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit berjalan, bahkan kecacatan seumur hidup- Rasa sakit yang timbul bisa sangat mengganggu dan membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari.t

l,lemrr$ Arthritis Foundotion2006, jumlah penderita


arthritis atau gangguan sendi kronis lain di Amerika Serikat terus meningkat. Pada tahrm 1 990 terdapat 3 8 juta penderita dari sebelumnya 35 juta pada tahun 1985' Data tahun 1998 memperliha&an hampir 43 juta atau I dmi 6 orang diAmerika menderita gangguan sendi, dan pada tahun 2005 jumlah penderita arthritis sudah mencapai 66 juta atau hampir 1 dari 3 orang menderita gangguan sendi. Sebanyak 42,7 juta di antarenya telah terdiagncsis sebagai a*hritjs dan23,2 i&a
sisanya adalah penderita dengan keluhan nyeri sendi kronis-?

kronis, yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulangulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap. Keluhankaku dannyeri sendi pada penyakit rematik
adakalanya disertai oleh perasaan mudah lelah.s Permasalahan pada penelitian ini antara lain berapa prevalensi rematik di Indonesia, besar proporsi rematik di

setiap provinsi yang ada di Indonesia, serta bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan rematik di
InConesia. Tujuan peneXitian ini untuk mengetahui prevalensi

Sedangkm prevalensi rematik di Indonesia menLrut hasii penelitian yang diiakukan oieh Zeng QY et aP mencapai 23,60/owryar3l,3Va. Penyakit rematik itu sebeaarnya terdiri lebih dari 100

(seratusljenis, tetapi bagi orang awam, setiap gejalanyeri,


kaku, bengkak, pegal-pegal, atau kesemutan itu semua sering disebut rematik dan dianggap sama saja. Penyakit rematik

rematik di Indonesia serta rnenilai hubungan antaraberbagai karakteristik {di antaranyajenis kelarnin, umw, pendidikan, indeks massa tubuh {MT). klasifiliasi tempat tinggal (urban ataurural). staius sosial ekonomi, sefapekerjaan) dan rematik tli Indonesia. Angka prevalensi remat'rk serta faktor risikonya dapat digunakan untuk melakukan tindakan preventif melalui upaya penyuluhan pada masyarakat Indonesia.

yang paling banyak ditemukan pada golongan usia lanjnt


di lndonesia adaiah osteoarkitis (OA) i50-60)%. Yang kedua

Metadolqi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah sebuah survei yang didesain secara cro,cr s ectianalyatgbersifat deskriptif.

adaiah kelompok rematik iuar sendi (gangguan pada komponen penuniang sendi, peradangan' peaggunaan

Maj Keilokt Indon' Yolum: 59, Nomorl

12, Ilesemher 2O09

Prevalensi Hipertensi dan Determinann.ya di Indonesia


Desain Riskesdas terutama dimaksudkan untuk menggamPendidikan menengah jika responden mempunyai pendidikan tamat sekolah menengah atas (SMA). Kategori pendidikan tinggi jika responden telah lulus dari perguruan tinggi.
Variabel status sosial ekonomi diperolehdari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2007), yaitujumlah pengeluaran

barkan masalah kesehatan penduduk Indonesia secara


menyelunr[ akurat dan berorientasi pada kepentingan para pengambil keputusan di berbagai tingkat administratif.
Populasi dalam Riskesdas 2007 adalah seluruh rumahtangga

di seluruh

pelosok Indonesia dengan menggunakan

sepenuhnya sampel yang terpilih dari Susenas 2007. Metodologi penghitungan dan cara penarikan sampel unnrk Riskesdas 2007 identik dengan Susenas 20A7, yaitt two stage sampling. Sampel Riskesdas 2007 di tingkatkabupaten/ kotaberasal dari 440 kabupatenlkota (darijumlahkeseluruhan sebanyak 456 kabupaten&ota) yang tersebar di 3 3 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia.

kehrarga dlbagi dengan junlah seluruh anggota rumah tangga. Biro Pusat Statistik @PS) membuat status sosial
ekonomi menjadi lima kategori, yaitu kuintil I,2,3 , 4, dan 5 .

Dari seluruh kabupatenlkota yang masuk dalam


kerangka sampel kabupaten&ota diambil sejumlahblok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Kemungkinan sebuah blok sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah ta benifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada sebuah kabupaten/kota (probability proportion to size).Biladalam sebuahblok sensusterdapat lebih dari 150 rumah tangga maka dalam penarikan sampel pada tingkat ini akan dibentuk sub blok sensus. Dari setiap blok sensus terpilihkemudian dipilih 16 rumahtangga secara acak sederhara (simple random sampling),yang menjadi sampel rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut. Selanjutnya, seluruh anggota rumah tanggadad setiap rumahtanggayangterpilih dari kedua proses penarikan sampel tersebut diambil sebagai sampel individu. Dalam insrumen kuesioner Riskesdas 2007 pertanyaan rematik terdapat pada Blok 84 1 dan 842 kuesioner individu.

Data penyakit sendi rematik diperoleh berdasarkan


pengakuan responden pernah didiagnosis menderita rematikl

Padapenelitian ini status sosial ekonomi diklasifikasi ulang menjadi hanya dua, yaitu kuintil dan 2 masuk kategori "miskin", sedangkankuintil 3 s.d. 5 masuk ke dalamkategori *tidak miskin'. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung menggunakan rumus berat (Kg) dibagi tinegi (n'?) dan dikategorikan ke dalam 4 (empat) lwel, yaitu: Kurus (<18,5); Normal (l 8,5 24,9); beratbadanberlebih Q5 -29,9); dan Obesitas (230). Analisis data dilakukan dengan software pngolah data SPSS versi 15 menggunakan complex sample dan data dianalisis secara univariat, bivaiat dan multivariat. Pada analisis uni\ariat akan diperlihatkan karakteristilg kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat. Bila analisis bivariat menghasilkan rnlu p<A,25 maka variabel tersebut langsung " masuk analisis multivariat. Untuk variabel independen yang hasil bivariatnya menghasilkan nilai p>0,25 namun secara substansi penting, maka variabel tersebut dapat dimasukkan dalammodel multivariat. Hubungan antara rematik dengan variabel independen diukur dengan menggunakan rasio odds (OR) serta 9 5o/o c onfi d e n c e i n te rv a I (9 5o/o CI). Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik bergrrna untuk menentukan besarnya hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dengan mengontrol variabel-variabel yang dianggap sebagai perancu (confounding). Pemilihan dilalnrkan secara hirarki

dengan cara semuavariabel independen dimasukkan ke dalam

encok oleh tenaga kesehatan atau berdasarkan gejala yang dirasakan oleh reqponden. Pertanyaan dalam instrumen Blok

model, kemudian nilai p yang tidak bermakna (p:0,05)


dikeluarkan dari model secaraberurutan, dimulai dari nilai p yang terbesar. Setiap pengeluaran satu variabel dilakukan penilaian terhadap perubahan nilai OR dengan membandingkan OR sebelum dan sesudah variabel tersebut dikeluarkan. Jika terdapat perbedaan ORyang cukup besar (> I 0%o), berarti variabel tersebut tidak dapat dikeluarkan dari model karena akan menggangu estimasi ORvariabel bebas

B41 adalah: "Dalqm 12 bulanterakhir, apakahresponden pernah di di agno si s men de rita penyaki t sendi/rematik/ e ncok o I eh tenaga ke se h atan (dokter/perawat/bi dan) " . Sedangkan pertanyaan pada Blok 842 adalah gejalayatg dirasakan responden: "Dalam 12 bulan terakhir apakah re s onden pernah mende r i t a s aki t/nyeri,4taku,h engkak di sekitar persendian, kaku di persendian ketika bangun tidur atau setelah istirahat lama, yang timbul bukan karena

lain

kecelakaan".
Unit analisis dalam penelitian ini adalah responden yang berumur >15 tahu4 dengan penderita rematik maupun tidak.

IIasil
Kelemahan penelitian ini adalah tidak munbedakan jenis

rematik yang diderita oleh responden padahal seperti


diketahuijenis rematik sangatbanyak macam dan jenisnya. Sehanrsnya dipastikan terlebih dahulu apakah seseor:rng memang benar mendeitandang sendilrematjk atau nyeri
yang disebabkan oleh masalah lain. Sebagai contoh, saat seseorang "mengeluh nyeri di daerah lutut", harus dipastikan apakah nyeri tersebut memang berasal dari sendi lutut ataukah merupakan penjalaran nyeri dari tempat lain. Selain itu, rematik diperoleh hanya berdasatkanpada pengakuan

Seluruh responden dikelompokkan ke dalam 4 (empat)


kategori umur, yaitu kelompok umur 1 5-24 tahun, 25 -39 tahm,

45-54 tahun, 55-64 talnrn dan terakhir 65 tahun ke atas. Pendidikan dibuat menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: pendidikan

rendah, pendidikan sedang dan pendidikan tinggi. Pendidikan rendah jika responden mempunyai pendidikan
mulai dari tidak bersekolal, tidak tamat sekolah dasar, tamat sekolah dasar dan tamat sekolah menengah pertama (SI\tr).

590

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember

2009

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia

jurrlah keseluruhan responden yang berumur >15 tahun


adalah6'77 888orang.

Tabel 1. Prevalensi Rematik Berdasarkan Diagnosis atau Gejala Menurut Karakteristik Responden (7o)

Angka prevalensi diperoleh berdasarkan pengakuan


responden pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau berdasarkan gejala rematik yang dirasakan oleh responden. Secara keseluruhan prevalensinya cukup tinggi dan ber-

Variabel
N
Jenis Kelamin

:21

Ya

Rematik Tidak (o/o) N:458 At2 (o/o)

Nilai

7393

variasi pada setiap provinsi dengan prevalensi terendah nasional adalah sebesar 32,2yo. Dari Gambar I terlihat prwalensi rematik tertinggi di Indonesiaterdapat di Provinsi JawaBant, yntu 4I,7o, diikuti oleh Provinsi Papua Barat
sebanyak 38,2% dan Nusa Tenggara Timur 38,0%. Frevalensi 17,6Yo dany ang tertinggi 4 1,7 Yo. Angka prevalensi rematik

<0,001
34,O

r Perempuan . Laki-laki r o o o t o
65 + tahun 55 - 64 tahun
45 35 25

30,2

66,0 69,8 <0,00 I

Umur

63,t
56,7

36,9
43,3 52,8 65,5

rematik terendah terdapat di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 20,2yo dan Kepulauan Riau sebanyak l7,6yo.
Terdapat sembilan provirsi, yaitu: Nangroe Aceh Darusalanl Sumatera Ba:at , JawaBarat" Jawa Tengah, Bali, NTI}, NTI,

Pendidikan' r rendah r menengah

15 -

54 tahun 44 tahun 34 tahnn 24 tahun

47,2
34,5 20,8
8,0

797
92,O

<0,001

36,9
19,0 18,9
3

Kalimantan Selatan dan Papua Barat, dengan angka


prevalensi rematik di atas angka nasional. Sedangkanyang berada di bawah angka prwalensi nasional ada 24 provinsi.

63,1 81,0

tinggi
kurus

8l

,l

Indeks Massa Tubuhb

<0,001

Gambar 2 terlihat distribusi proporsi rematik terbanyak terdapat pada provinsi Jawa Barat sebanyak 22,3yo, Jawa Tengah sebanyak I'7,2Vo, dan Provinsi Jawa Timur sebanyak 17,loh. Ahpndistribusi proporsi rematik paling rendah tedap at padaProvirni Papu a Barat, Sulawesi
Barat serta Maliku Utara masing-masing sebanyak 0,3olo.

Dari

normal Klasifikasi daerah

r r o r

t,4

68,6
64,4

berat badan lebih


obes

JO,U

40,o

60,0
69,3 <0,001 64,6 71,9 <0,00
1

30,7 35,4
28,1

r desa r kota

Sosial ekonomi"

. miskin o tidak miskin


tidak kerja
pegawaid

33,4

66,6

I terlihatbahwa prevalensi penderita rematik berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan lakiPada Tiabel

3r,2
34,8 24,5
3 1,5

68,8
<0,001 65,2 79,5

Pekerjaan

laki. Prevalensi rematik responden perempuan adalah 3 4,0yo,


sedangkan prevalensi rematik laki-laki sebanyak 3A,2yo. Setelah dilakukan uji statistik menggunakan X, ditemukan

o . o o o

wiraswasla.

68,5
61,0

buruh/petani/nelayan sekolah

39,0
6,2

yang bermakna antara jenis kelamin terhadap rematik (nilai p<0,00 l). Berdasarkan pengelompokan umur, diperoleh bahwa prevalensi penderita rematik kelompok umur 15-24 tahun adalah yang paling kecil sebesar 8,07q sdangkan preta45 40 35 30 2g 20 a5 10 5 o
36
_a

terdapat

93,8

'pendidikan rendah (tidak sekolah, SD), menengah (SMP, SMA), tinggl (Perguruan Tinggi); b berdasarkan IMT (kurus: <8,5; normal: 18,524,9; BB lebih: 25-29,9; obesitas >30); "miskin (ku:rrrtil 1-2); tidak miskin 3-5); dPNS/BUMN/POLRI/TNI/swasta, pedaganglpelayan

jasa;' jumlah

ftuintil

sampel

Gamlrar 1. Prevalensi Radang Sendi/Rematik di Indonesia (7o) (Riskesrlas 2OA7)

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

591

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia

Jawa Earat

Jawafqf'gah
Jawa Timur
FKI Jakarta

17,? L7,1

danprevalensi penderita rematik akan makin merurrunpada kategori pendidikanyang tinggi, yaitu l8,9yo. Analisis statis'tik

dengan aji chi-square menunjukkan ada hubungan yang


bermakna antara tingkat pendidikan dengan penyakit/sendi/ rematik (nilai p<0,00 I ).

l,v

g&nten 5$$le|ra Ulara


Sulawesi...

Prevalensi penderita rematik yang berbadan kurus


sebsar 3I,4Vor sedangkan prwalensi penderita rerxatik yang

Lampufig
SrJfiietra Bar;rt
t{ usa

2,6

berbadan obes tercatat paling tinggi yaitu 40,OoA. Setelah dilala:kan uji statistik ditemukan adatrya hubungan yang bermakna indeks massa fi]buh dengan rcmatik (nilai p<0"00 1 )

?enggara...

7,8 L,9

Surnatra Selatarl
Dt Aceh
Flr.*sa

1q
1,9

Dari klasifikasi tempat tinggal menunjukkan bahwa prevalensi penderita rematik paling tinggi terdapat pada daerah pedesaan (rural). Dari aspek status sosial ekonomi terlihat bahwa kelompok kategoi rsponden miskin mem-

puryai prevalensi rematik paling tinggi yaitu

33,4oh,

Tengara...
Riau

L,8

Kalimantan...
Bali
11

sedangkan distribusi prevalensi rematik tidak miskin 3 1 ,27o. Prevalensi rematik kelompok responden yang bekerja sebagai petani/nelayan/bunrMainnya menempati posisi teratas 3 9,070

Kalimantan...
Dl Yogyakarla

Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel Independen dengan Re-

matik
1.6
1,4

Jaffibi Ka{imantan-.. SulawsiTengah Kalir*antan...


Papua Sulawesi Utara

Variabel
Jenis Kelamin

OR

9So/o

Cl

Nilai

<0,001

0,9

s,8
ft"7

r Perempuan r Laki-laki
65
55 45

t,t9
1

1,18-1,2t
Referens

LImur

<0,001

ft'l
4.7

Bengkulu

5ulawes,...

*,7
fr.4

r r t r ; .

tahun

t9,56
15,00

18,76-2A39
14,40-75,62 9,88-10,63

Ba*gka Belitung

Maluk*
Kepulatlan
Riai"t

0,4 0,3
0,3

Pendidikan" e rendah . menengah

35 25 15 -

64 tahun 54 lahun 44 tahun 34 tahun 24 tahun

t0,25
6,O4

5,83- 6,26
2,94
Referens

3,00
1

,,

<0,001
<n

1,00

2,390,951,01,

2,62
1,05

tinggi
kurus berat badan lebih
obes

I
1,03

Refetens

Gar0ntilfs
Papua Barat Sulawesi Barat

Indeks Massa Tubuhb a,3 0,3 4,3

Maf*ku Utara

normal Klasifikasi desa

r o . r

<0,001
1,05

1,27

t,5a
1

1,23- 1,30 1,46- 1,54


Referens

<0,001

Gambar

2. Distribusi Proporsi Penyakit Rematik di Indonesia (7o)

r desa r kota

I,r2
I
1,04
1

1,15 Referens

1,08-

Sosial ekonomi"

r miskin r tidak miskin kerja pegawaid wiraswasta'


tidak

<0,001

1,01- 1,06
Referens

lensi penderita rematik yang paling banyakterdapatpada kelompok umur lebihdan>65+ tahun ke atas tahun sebesar 63,lyo. Terlihat kecenderungan bahwa prevalensi akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dari uji statistik ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan rematik (nilai p<0,001). Diperoleh prevalensi penderita rematik paling tinggi tefiapat pada responden yang memiliki kategori pendidikan rendah sebanyak 36,97q respondenyang memiliki pendidikan mensngah mempunyai prevalensi penderita rcfilatik lg,Aya

Pekerjaan

o . o o r

<0,001
8,13 3,19 6,98 9,74

7,68- 8,60 3,68- 4,t7 6,58- 7,41


9,20-10,31
Referens

buruh/petanilnelayan

sekolah

95o/o Cl: 95o/o confidence interval 'pendidikan rendah (tidak sekolah, SD), menengah (SMP, SMA), tinggi (Perguruan Tinggi) b trerdasarkan IMT (kurus; <8,5; nonnal: 18,5-24,9; BB lebih : 2529,9; obesilas >30), 'miskin (kuintil 1-2); tidak miskin (kuintil 3-5) d PNS/BUMNIPOLRVTNI/swasta,' wkasvtasta/pedagan{pelayan jasa

592

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Prevalensi Hipertensi dan Determiftannya di Indonesia


sedangkan terendah pada responden yang bersekolah, yaitu 6"zya tinggal di kota dimana tinggal di desa mempunyai risiko yang lebihtinggi dengan ORo"* 1,39. Reqponden yang mempunyai status sosial ekonomi miskin mempunyai risiko rematikyang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang mempunyai status sosial ekonomi tidak miskin dengan OR*.
1,10.

Dari hasil analisis bivariat (tabel 2) di atas terlihat bahwa

persmpuan mempunyai faktor risiko

hampr 1,2 kaLi

dibandinglan denganjeniskelaminlaki-laki terhadap rematik. Kelonpok umur 65+ tahun memiliki risiko tertinggi, yarfri 19,56

kali dibandingkan dengan kelompok umur 15-24 tahun.


Reqponden yang mempunyai pendidikan rendah mempunyai

Petani/buruhlnelayan dan lainnya mempunyai

O&**

risiko rematik yang paling tinggi dengan O\."- 2,50


dibandingkan dengan respcnden yang mempunyai pendidikanlebihtinggi. Berdasarkan perhitungan OR maka kenaikan IMT memperlihatkan adanya kecendemngan peningkatan risiko rematik. Berat badan kurus mempunyai risiko 1,03 kali
dibandingkan dengan yang mempunyai berat badan normal,
berat badan mempunyai

tefiinggtyaitu 9,74 dibandingkan dengan responden yang masih bersekolah. Seluruh variabel independen miliki nilai p
bivariat <0,00 1 sehingga masuk ke dalam analisis multivariat

(label 3).

Diskusi
Flasil akhb analisis multir,ariat tstlrhatbahwa prr:empiuan mempunyai risiko rematik 1, 15 kali dibandingkan laki-laki. Menurut beberapa literatur menyebutkan bahwa perempuan mempurryai faktor risiko yang lebih tinggi dan rematik dapat berkembang secara lebih cepat pada kaum wanita dibandingkan denganjenis kelamin laki-laki. Mengapa perempuan lebihbanyak terkena rematik, disebutkan belum diketahui secara pasti, namun diduga karena adanya kaitannya deng;an faktor genetik.al2

isiko

L,27

tah,

dan berat badan obes

mempunyai risiko 1,50 kali dibandingkan dengan beratbadan normal. Terlihat adanya perbedaan risiko terjadinya rematik pada responden yangtinggal di desa dengan responden yang
Tabel 3. Hasil Akhir Analisis

Multivariat Penyakit Rematik


OR
1,15
1

Variabel
Jenis Kelamin

95olo

CI

Nilai

Risiko rematik paling tinggiterdapat pada kelompok


umur 65+ tahun lebih dengan risiko 14,42 kali {95s/{113 ,7815,09) dibandingkan dengan kelompok umur 15-24 tahun. Rematik adalah salah satu jenis penyakit yang bisa dipicu

r o

1,13-1,1't <0,001
Referens

Perempuan

Laki-laki

Umur

<0,001

Pendidikan' t rendah . menengah

r 65 + tahun r 55 64 tahun o 45 - 54 tahun o 35 - 44 tahun c 25 - 34 takut r 15 - 24 tahtrn

t4,42
11,45 8,00 4,95 2,54
I 2,O2 1,29
1

13,78-15,09

t0,95-11,96
7,68-8,33

oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian Eilang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi
te{adinya gesekan antara tulang dan di datam sendi terdapat
cairan yang berfrurgsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang sudah berusia lanjut lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan hrlang mulai mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.TJo Responden dengan pendidikan rendah mempunyai risiko rematik dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan

4,76-5,r5
2,45-2,64
Referens

<0,001
1,92-2,13

. tinggi r r r r

1,22-1,36
Referens

Indeks Massa Tubuhb

<0,001
0,97
1,10

kuruc berat badan lebih


obes

0,95-1,00

LA7-r,r4
1,28-1,35 Referens <0,00

responden yang mempunyai pendidikan lebih tinggi.


I

L,3t

normal Klasifikasi daerah

I
1,14

r desa r kota r o r o o r r

I
1,05 I

1,10-1, I 8 Referens

Responden dengan tingkat pendidikan menengah juga mempunyai risiko rematik lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang mempunyai pendidikan tinggi. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih baik tentu akan

Sosial ekonomi"

<0,001 t,02-L,a'7
Referens

miskin tidak miskin tidak kerja


pegawain

mempunyai pengetahuan yang lebih baik dan dapat menyerap semua informasi untuk perbaikan kualitas
hidupnya.

Pekerjaan
2,12
1,69 2,AA

t nn_t ,){
1,58-1,81 1,88-2,13

<0,001

wiraswasta"

buruh/petani/nelayan sekolah

2,24

2,tg-2,38
Referens

95% CI: 95o/o confidence interval " pendidikan rendah (tidak sekolalr, SD), menengah (SMP, SMA), tinggi (Perguruan Tinggi) b berdasarkan IMT (kurus; <8,5; normal: 78,5-24,9; BB lebih: 2529,9; obesitx 230),'' miskin (kuintil 1-2); tidak miskin (kuintil 3-5) d PNS/BIIMNIPOLRI/TNVswas1a, " wiraswasta/p edaganglpelayan jer;a

Kenaikan IMT diikuti dengan meningkatnya risiko te4adiny a rematik. Berat badan kurus kelihata nnya ttdak mempunyai perbedaan risiko dengan berat badan normal dengan OR*,- 0,97 sedangkanberat badan obes mempunyai OR*,- 1,31 dibandingkan dengan berat badan normal. Penyakit sendi atau rematik bukanlah jenis penyakit yang muncul seketika. Prosesnya melalui beberapa tahap dan bila sudah terkena biasanya menjadi kronis. Radang sendi bisa bermula dari tubuh yang kegemukan. Berat badan yang
berlebih memberikan beban yang besar pada tulang sehingga

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomorl 12, Desember 2009

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia

mempengaruhi kesehatan sendi. Cedera otot maupun sendi yarug dialaffi sewakhr berolahraga atau akibat aktivitas fisik yang terlalu berat, bisa pula menyebabkan rematik. Karena itu, sebelum berolahraga sangat dianjurkan melakukan pemanasan yang bertujuan melenturkan otot dan sendi sehingga cedera dapat dihindarkan. Rematik pada panggul, lutut, dan tangan sering dihubungkan denganpeningkatan beratbadan. Obesitas menrpakan penyebab yang mengawali rematik, bukan sebaliknya bahwa obesitas disebabkan immobilitas akibat rasa sakit karena rematik. Pembebanan lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan dukungan struktural lain. Setiap penambahan bent Yz kg, tekanan tatal pada satu lutut
meningkat
sebe

Ini

dapat menirnbulkan reaksi peradangan pada tempat

pelekatan otot itu di tulangbelikat.tl

Iftsimpulan
Prevalensi rematik di Indonesia adalah sebsar3Z,2Yo denganprevalensi tertinggibeft]rut-turut terdapat di Provinsi Jawa Barat, Papua Barat sertaNusa Tenggara Timur dengan distribusi proporsi remalik tertesar terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan JawaTimur. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih berisiko dibandingkanlaki-laki. Semakinbertambahusi4 risikorematik juga semakin meningkat. Responden yang berpendidikan rendah mempunyai risiko dua kali dibanding dengan responden yang berpendidrkan tinggl. Obesitas hubungan bermakna dengan rematik; dengalrisiko 1,31 kali dibanding dengan responden yang mempunyai berat badan normal. Responden yang bertempat tinggal di daerah pedesaan mempunyai risiko lebih tinggi l, 14 kali dibandingkan dengan responden yang bertempat tinggal didaerah perkotaan. Reqponden dengan status sosial ekonomi miskin mempurryai risiko rematik lebih tinggi dibandingkan dengan reponden

nr l-[%kg. Penarbahar I kg meningkatkan


sebesar 50o2.e,11

risiko terjadinya OA sebesar IAVo. Bagl orang yang obes,


setiap penurunan berat walau hanya 5 kg akan mengurangi

fakor risiko OA di kemudian hari

Ada perbedaan risiko antara reqponden yang tinggal di daerah pedesaan dengan daerah perkotaan. Responden yang tinggal di desa mempunyai risiko yang lebih tinggi dengan OR_._ 1, 14 dibandingkan denganresponden yang tinggal tutM di daerah perkotaan. Kemungkinan bahwa responden yang tinggal di daerah pedesaan mempunyai akses yang terbatas terhadap informasi dan pelayananbagaimana cara mencegah

yang mempunyai status sosial ekonomi tidak miskin.


Pekerjaan mempunyai berhubungan bermakna dengan
rernatik

maupunmengobati rematik, sehinggamerekamembiarkan

keluhan yang dirasakan. Berbeda dengan penduduk perkotaan, akses informasi maupun akses pelayanan
kesehatanyang lebih mudab bila mereka mempunyai keluhan akan segera mendapatpengobatan secara lebih awal sehingga penyakit mereka tidak memburuk.

DaftarPustaka
t

2. 3. 4. 5.
6.

Peningkatan kualitas hidup penderita rcmatrk. 20A8 fdiunduh tanggal 1 0 april 20091 htlo. / I www.antara.co.id/ arcl 2008 / 5 /27 / The facts about arthritis. North Carolina: Arthritis Foundation;
.

Responden yang mempunyai status sosial ekonomi

miskin mempunyai risiko rematik sedikit lebih tinggi


dibandingkan dengan responden yang mempunyai status
sosial ekonomi tidak miskin dengan (OR*-= 1,05). Dengan kemampuan ekonomi yang lebih baik tentunya penduduk yang mengalami keluhan rernatik tidak akan menemui kendala

2006. At6si nyeri rematik. April 2A08 fdiunduh tanggal 10 April 20091 http ://www.republika.co.id/koran/6 I /7 592 - I 6k. Muchid A. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit arthiritis rematik. Izkafiz: Direkloral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes; 2006. Brooke MP. Rheumalology. Med J Australia. 1994; 160:374377.

untuk mendapat pengobatan dari dokter. Pekerjaan bunrl/pet anil nelay an dan lairmya mempunyai risiko rematik dua kali dibandingkan dengan respon denyang masih bersekolah. Rematik sering berkaitan dengan profesi seseorang.T Contohnya seperti buruh pelabuhan yang sering memikul beban berat tidak jarang terserang rasa pegal di daerah beban pikulan. Selain itu, seorang karyawan yang tidak pernah memikul atau bekerja keras juga dapat merasa pegal di daerah beban pikulan. Hal ini bisajuga terjadi jika karyawantersebut selalu bekerja dengansikap badan yang salah. Sikap duduk dan sikap menulis atau mengetik yang salah yang dilakukan berulang kali dalam waktu bertahuntahun dapat menjadikan otot tulangbelikat menjadi tegang.

Hansen KE, Elliot ME. Osteoarthritis pharmacotherapy: A pathophysiological approach. New York: Mcgraw-Hill; 2005. 7. Drisckell C. What you need to know about artfuitis. Boston: American Physical Therapy Association; 2006. 8. Osteoarthritis: New insights Part l: The disease and its risk factors. Ann Intemal Med. 2000;133(8):635. 9. Symmons D, Mathers C, Pfleger. The glcbal burden of rheumtoid arthritis in year 2000. April 2006 [diunduh tanggal 17 Marel 20A91 dari http://www.who.intl. 10. Ansell BM, Heberden O. Chronic arthritis in childhood. Ann Rheumatic Dis. 197 8;37 (2):107 -120. 11. Silman AJ, Hochberg MC. Epidemiology of rheumatid disease. Oxford: Oxford University Press; 1993. t2. Dugowson CE. Incidence of RA in woman. Artlvitis and Rheumatism.l989.32 (suppl) 880, 563.

@"u

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

You might also like