You are on page 1of 5

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 4, No.

1, Januari 2005

KAJIAN HASIL PENELITIAN MAHKOTA DEWA


Lucie Widowati Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Abstract Mahkota dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl., is also known as simalakama fruit, a kind of fruit in Indonesian folklore that cause a dilemma, if you eat it your father will die, if you would not eat it your mother will die. In the last 3 years, many people talk about its ability to heal many kind of disease. Several research institution and universities rushed to investigate it, its efficacy as well as its chemical content. A review on the result of mahkota dewa researches to get comprehensive information about the intensity of the researches had been conducted and the possibility of further research need to be done in the future Research result showed its chemical content, such as alkaloid, phenol, tannine, flavonoid, saponin, and sterol/terpene. Toxic compound exist in mahkota dewa fruit is known as lignan, C6H20O6, which structure was already recognized. Pre-clinic a study in animal was done in the form of BSLT toxicity test, oral acute toxicity, and special teratogenic toxicity test. As for farmacology efficacy support some tests have been done, such as test of bioassay to cancer, hepatoprotective test, antioxidant test, antidiabetic test, antihyperuresema test and antihistamine test. BLST test and bioassay tests result showed that mahkota dewa fruit was cytotoxic to HeLa cell (cancer cell of uterus) and leukemia cell L 1210; hepatoprotective due to CCl4 induction; decreasing blood glucose content in NIDDM; antioxidant as scavenger of free radical; decreasing uric acid content due to high purine induction and act as antihistamine. This result could be a scientific support to practice of healing using mahkota dewa, but from the result of toxicity test, attention should be given to its high toxicity of the pit of mahkota dewa. Besides, because of its teratogenic property, the fruit should be forbidden for pregnant woman. Keywords: Research review, Phaleria macrocarpa, mahkota dewa. PENDAHULUAN Penggunaan obat tradisional atau jamu di Indonesia terus meningkat, ditandai dengan bertambah banyaknya industri jamu/farmasi yang memproduksi obat tradisional/jamu. Dilain pihak penggunaan obat tradisional atau jamu di masyarakat masih banyak yang bersifat empirik sehingga menimbulkan keraguan tentang mutu, khasiat dan keamanannya. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff. Boerl.) merupakan tanaman obat berasal dari Papua. Di Jawa Barat, tanaman ini disebut buah simalakama, di Jawa disebut Makutodewo. Seluruh bagian tanaman ini dikatakan dapat digunakan antara lain untuk kanker, lever, diabetes, asam urat, ginjal, penurun kolesterol dll. Makin meluasnya penggunaan tanaman mahkota dewa oleh masyarakat untuk berbagai penyakit dari yang ringan sampai berat, terutama penyakit degeneratif, tanpa dukungan pembuktian ilmiah dan informasi yang seimbang akan menimbulkan masalah. Selain bermanfaat tanaman ini juga dikatakan beracun, jika digunakan melebihi takaran, akan menyebabkan efek negatif yang tidak diharapkan mulai sariawan, pusing, serangan kantuk dan mual-mual. Mengingat situasi ini pemberian informasi secara benar dan berdasarkan bukti penelitian secara profesional perlu dilakukan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan masalah akibat toksisitas atau masyarakat tidak terlalu menaruh harapan. Kebanyakan dari pengguna mencari pertolongan pada pengobat tradisional setelah putus asa, letih dan bosan berobat secara konvensional untuk menyembuhkan penyakitnya. Fenomena ini membangkitkan ketertarikan bagi beberapa peneliti. Peneliti pada beberapa institusi mencoba untuk mencari dan menemukan data ilmiah (evidence base) untuk mendukung klaim manfaat yang dinyatakan oleh para pengobat tradisional. Mulai tahun 2000, penelitian mengenai tanaman ini khususnya buah mahkota dewa banyak dilakukan oleh lembaga penelitian dan institusi perguruan tinggi, dan terlihat masih akan berlanjut. Hal ini mungkin disebabkan potensinya yang dianggap dapat diandalkan bagi perkembangan penemuan obat baru, khususnya untuk kanker dan penyakit degeneratif. Tujuan pengkajian Dilakukan kajian hasil penelitian buah mahkota dewa untuk mendapatkan informasi yang lengkap sejauh mana penelitian telah dilakukan dan bagaimana kemungkinan kelanjutan penelitian yang akan dilakukan, sehingga akan didapatkan hasil uji ilmiah yang menyeluruh dari berbagai lembaga penelitian maupun perguruan tinggi di Indonesia.

223

Kajian Hasil (Lucie Widowati)

METODE PENGKAJIAN Kajian dilakukan terhadap penelitian fitokimia maupun preklinik yang dilakukan sejak tahun 2000 sampai 2004, mengenai tanaman mahkota dewa terutama bagian buahnya. Hasil penelitian dikumpulkan dari skripsi atau penelitian dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Hasil penkajian Kandungan Kimia Penelitian terhadap kandungan kimia menunjukkan bahwa dari ekstrak heksan, etil asetat dan metanol cangkang biji dan daging buah mahkota dewa diperoleh senyawa flavonoid, fenol, tannin, saponin dan sterol/terpen. Isolasi yang dilakukan memperoleh suatu golongan polifenol yang telah diketahui strukturnya, yaitu lignan yang dianggap bersifat sitotoksik (1). Dari hasil penelitian Widowati dkk. (2), telah dilakukan pemeriksaan kandungan ekstrak etanol, dari fraksi heksan ditemukan adanya saponin dan dalam fraksi etil asetat ditemukan flavonoid dan tanin. Sementara ini, untuk standar kandungan kimia, telah dilakukan penetapan kadar saponin total dari ekstrak, dan ditetapkan kadar nya 20,40 %. Purwantini dkk. (3) menyimpulkan bahwa dalam ekstrak etanol paling sedikit mengandung 2 jenis senyawa alkaloid, namun belum diketahui jenisnya Dari hasil penelitian diatas, masih banyak diperlukan penelitian untuk pengembangan mencari senyawa bioaktif. Perlunya standarisasi dari berbagai daerah tempat tumbuh untuk menentukan keajekan kandungan kimia dengan parameter yang telah ditetapkan oleh Badan POM. Uji preklinik Uji toksisitas dan bioassay kanker Purwantini dkk. (3), menyatakan bahwa uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach (uji BSLT) ekstrak etanol buah mahkota menunjukkan nilai Lethal Concentration (LC50) 30,42 g/ml dan dari ekstrak etanol biji buah mahkota dewa menunjukkan nilai LC50 1,6 x 10-2 g/ml. Kedua ekstrak dikatakan bersifat toksik karena suatu senyawa dikatakan toksik jika mempunyai harga LC50 kurang dari 1000 g/ml. Dari nilai diatas, perlu diperhatikan bahwa ekstrak biji buah mahkota dewa jauh lebih toksik dari ekstrak buah mahkota dewa. Uji ketoksikan yang sama dilakukan Lisdayati (1), terhadap ekstrak n-heksan menghasilkan nilai Inhibitory Concentration (IC50) 11,83 g/ml; ekstrak etil asetat menghasilkan nilai IC50 10,99 g/ml dan ekstrak methanol menghasilkan nilai IC50 2,46 g/ml. Nilai ini dianggap toksik, karena dikatakan harga

IC50 < 10 g/ml termasuk toksik dan dengan ketoksikannya, maka dapat dianggap bersifat sitotoksik terhadap sel kanker. Uji toksistas akut pemberian oral pada tikus putih, dilakukan oleh Reneti, (4). Rebusan daging buah makuto dewo, menghasilkan harga Lethal Dose (LD50) semu lebih besar dari 44,226 g/kg bb. Uji toksisitas akut pada mencit, dilakukan oleh Widowati (2). Data toksisitas menunjukkan harga LD50 infus buah mahkota dewa adalah 67,32 mg/10g bb. mencit ip; LD50 ekstrak etanol 70 % buah mahkota dewa adalah 38, 14 mg/10g bb. mencit ip. Kedua nilai ini, dengan batasan Gleason masih dalam kategori Practically Non Toxic. LD50 infus bji buah mahkota dewa adalah 3,835 mg/10 g bb. ip mencit dan menurut batasan Gleason termasuk kategori Moderately toxic yang artinya bersifat toksik dan tidak aman digunakan. Penelitian lebih lanjut dari hasil uji ketoksikan dengan BLST yang menghasilkan nilai IC50 < 10 g/ml, Lisdayati (1) melakukan uji bioassay in vitro dengan sel leukaemia L 1210. Dosis yang dicoba adalah 12; 10; 5 dan 0 g/ml. Ekstrak n heksan menghasilkan nilai IC50 5,35 g/ml; ekstrak etil asetat menghasilkan nilai IC50 5,76 g/ml dan ekstrak methanol menghasilkan nilai IC50 5,80 g/ml. Dengan nilai IC50 < 10 g/ml, maka dikatakan dapat menghambat pertumbuhan kanker 50% setelah inkubasi 48 jam. Uji bioassay juga dilakukan terhadap sel HeLa (sel kanker rahim) oleh Sumastuti dan Sonlimar (5). Berbagai dosis ekstrak buah/daun dosis 1; 5; 10; 50; 100 dan 200 mg/ml, dibandingkan dengan doksorubisin 0,5; 1; 5; 10; 20 dan 50 mg/ml, menunjukkan bahwa ekstrak air buah mahkota dewa dapat menghambat pertumbuhan sel HeLa setelah inkubasi 24 jam. Ekstrak buah mempunyai potensi penghambatan IC50 sebesar 196,74 mg/ml, IC50 daunnya 812,45 mg/ml, dan IC50 doksorubisin lebih kecil dari 1 mg/ml. Dari hasil ini, terlihat bahwa potensi penghambatan buah lebih besar + 4 kali daripada daunnya. Dari infus kulit batang mahkota dewa, Pusparanti (6) melakukan uji sitotoksik pada sel HeLa dengan menghitung persen kematian sel menggunakan biru tripan (0,5%) dengan didapatkan harga LC50 setelah inkubasi 24 jam. LC50 infus kulit batang makuto dewo adalah 40,12 mg/ml, dan disimpulkan bahan uji ini tidak mempunyai daya sitotoksik terhadap sel HeLa karena nilainya lebih besar dari 1000 g/ml. Dari uji toksisitas akut Widowati (2), dilakukan uji lanjut terhadap pengamatan behavior profiles pada mencit. Hal ini dilakukan untuk melihat arah penelitian selanjutnya yang perlu dilakukan dengan dasar efek farmakodinami yang diamati. Disimpulkan bahwa arah penelitian dapat dilanjutkan pada efek adrenergik, a.l : perangsangan jantung; perangsangan SSP misalnya peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor; efek metabolik misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan

224

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 4, No. 1, Januari 2005

otot; efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin. Gejala lain adalah adanya geliat pada peritoneum, yang menunjukkan adanya rasa iritasi pada perut. Hal ini dapat menjadi perhatian, bahwa ada pengaruh iritasi pada lambung, kemungkinan karena kandungan saponin yang cukup tinggi pada buah mahkota dewa (20,4%). Pada pengamatan selama 3 hari, ketiga dosis yang dicoba tidak menimbulkan kematian. Hal ini juga mendukung keamanan penggunaan buah mahkota dewa. Uji toksisitas khusus (teratogenitas) Selain uji khasiat yang telah dilakukan seperti diatas, seorang peneliti Djunarko (7) ingin melihat pengaruh perasan daging buah mahkota dewa (3,53; 8,82 dan 22,05 g/kg bb) dan infus daging buah mahkota dewa (2,63; 8,82 dan 29,55 g/kg bb) pada masa organogenesis tikus betina hamil, yaitu hari ke 6 15 kehamilan. Pada hari ke 19, dilakukan pembedahan, dan dilakukan pengamatan Biometrika janin, Gros morfologi, sistem skeletal dan histopatologi dari janin . Pemberian perasan dan infus daging buah mahkota dewa pada masa organogenesis menyebabkan efek teratogenik, namun tidak berbanding lurus dengan peningkatan dosis. Disarankan olehh peneliti tsb. agar buah mahkota dewa tidak dikonsumsi oleh wanita hamil, dan disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut pada spesies yang mempunyai kekerabatan dengan manusia, misalnya hewan bukan pengerat (kelinci dan monyet). Uji toksisitas sub kronis dan mutagenis Untuk mengevaluasi toksisitas penggunaan jangka lama sebagaimana penggunaan obat untuk penyakit degeneratif, dan mendeteksi adanya senyawa yang bersifat mutagen, telah dilakukan uji toksisitas sub kronis dan uji mutagenitas dari ekstrak buah mahkota dewa (penelitian sedang berjalan) (8). Hal ini untuk memberikan informasi yang jelas bagi masyarakat tentang keamanan penggunaan mahkota dewa jangka panjang. UJI FARMAKOLOGI Uji efek hipoglikemik Widowati (2) menguji kemampuan menurunkan kadar gula darah dari ekstrak etanol 70 % buah mahkota dewa pada tikus NIDDM induksi aloksan tetrahidrat 125 mg/kg bb. Dari 3 dosis yang dicoba yaiti 110; 330 dan 1100 mg/200 g bb., disimpulkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa dosis 110 mg/200 g bb. sudah dapat menurunkan kadar gula darah sebanding dengan gliklazid 1,4 mg/200 g bb.

Uji hepatoprotektor Wijayanti (9) membuktikan bahwa air perasan daging buah mahkota dewa memberikan efek hepatoprotektif dengan dosis tengah (ED50) 1625 mg/kg bb. pada mencit yang diberikan selama 6 hari, pada hari ke 7 diberi larutan CCl4 dengan dosis 3,92 ml/kg bb. Linawati dkk (10) melakukan uji hepatoprotektif infus daging buah mahkota dewa pada mencit jantan yang terinduksi karbontetraklorida (CCl4). Infus daging buah mahkota dewa diberikan selama 6 hari dosis 2,51; 4,66; 12,74 dan 28,66 g/kg bb, serta diberi CCL4 dosis hepatotoksik 3,92 ml/kg bb pada hari ke7. Sebagai kontrol negatif, adalah kelompok tikus dengan pemberian akuades 25 g/kg bb; kelompok CCl4 yang diberi dosis hepatotoksik dan kelompok infus buah mahkota dewa 28,66 kg/kg bb selama 6 hari. Setelah 48 jam ditentukan aktivitas GPT dan diambil hatinya untuk pemeriksaan histopatologi. Semua dosis percobaan menunjukkan efek hepatoprotektif, dengan nilai ED50 3,76 g/kg bb. Uji hepatoprotektor mahkota dewa dilakukan pula pada tikus putih yang diinduksi CCl4 oleh Nastuti (11). Dosis yang diberikan adalah 0,378 g/200g bb; 1,134 g/200g bb. dan 3,402 g/200g bb. Sebagai kontrol negatif adalah kelompok dengan pemberian akuades, dan sebagai kontrol positif adalah kelompok dengan pemberian Curcuma rhizoma 15,12 mg/200g bb. Semua perlaukan diberikan selama 8 hari berturut-turut dan 2 jam setelah pemberian terskhir, diberikan CCl4 0,55 mg/g bb. Pengukuran SGOT dan SGPT serta histopatologi hati dilakukan setelah 24 jam. Efek paling baik ditunjukkan pada dosis 3,402 g/200g bb sebanding dengan hepatoprotektor Curcuma rhizoma. Uji antioksidan Handayani (12), melakukan uji antioksidan pada tikus yang diinduksi CCl4, dilakukan dengan mengukur kadar malondialdehid (MDA) dan superoksid dismutase (SOD). Dosis yang diberikan adalah 0,378 g/200g bb. ; 1,134 g/200g bb. dan 3,402 g/200g bb. Sebagai kontrol negatif adalah kelompok dengan pemberian akuades, dan sebagai kontrol positif adalah Vitamin E 7,56 mg/200g bb. Semua perlakuan diberikan selama 8 hari berturutturut dan 2 jam setelah pemberian terakhir, diberikan CCl4 0,55 mg/g bb. Infus buah mahkota dewa meningkatkan kadar SOD pada dosis 3,402 g/200g bb. dan menurunkan kadar MDA pada dosis 1,134 g/200g bb. dan 3,402 g/200g bb. Uji antioksidan lain dilakukan oleh Jamilah dan Kardono (13), terhadap fraksi dari ekstrak etanol secara in vitro. Ekstrak methanol menginhibisi terjadinya peroksidasi sebesar 73,6 %; ekstrak kloroform meningkatkan efek scavenger superoksid sebesar 65-75% pada dosis 1 mg dan ekstrak heksan meningkatkan efek scavenger hydrogen peroksidase 30-40 % pada dosis 400 g. Bioassay dilakukan dengan menggunakan scavenger radikal bebas DPPH.

225

Kajian Hasil (Lucie Widowati)

Uji antihiperuresemia Pengaruh perasan daging buah mahkota dewa terhadap kadar asam urat, dilakukan oleh Hasturani (14). Penelitian dilakukan pada ayam jantan jenis Lohman Brown umur 2-4 bulan yang diinduksi dengan diet purin tinggi (jus hati ayam, daun melinjo dan pakan ayam BR2) selama 7 hari. Pembagian kelompok adalah yang diberi diet purin tinggi; kelompok yang diberi purin tinggi dan alopurinol 10 mg/kg bb. dan kelompok yang diberi diet tinggi purin dan perasan daging buah mahkota dewa 1,35; 4,57; 15,43; 52,09 dan 175,81 g/kg bb. Pada jam ke 0, 2, 4, 6 dan 24 dilakukan pengambilan darah melalui vena bagian dalam sayap ayam, dan dilakukan pengukuran kadar asam urat dengan metode enzimatik FSTBHBA. Semua dosis yang dicoba dinyatakan mempunyai efek antihiperuresemia, dan dosis tengah efektif ditemukan 13,16 g/kg bb. Dengan cara yang sama, Alisata (15) melakukan uji infus daging buah mahkota dewa terhadap kadar asam urat ayam yang diinduksi diet tinggi purin. Dinyatakan infus buah mahkota dewa juga mempunyai efek antihiperuresemia dengan dosis tengah efektif (ED50) 23,91 g/kg bb. Uji antihistamin Dengan alasan bahwa buah mahkota dewa sering digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi eksem, gatal-gatal, penyakit kulit yang diperkirakan dengan adanya alergi, maka Sumastuti (16) melakukan uji efek antihistamin ekstrak air daun dan buah mahkota dewa pada ileum marmot terpisah. Efek antihistamin dibandingkan dengan difenhidramin HCl. Pemberian 0,5 ml ekstrak daun dan buah mahkota dewa konsentrasi 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 % dapat mengurangi kontraksi ileum marmot terpisah akibat pemberian histamin Sementara itu, beberapa Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dilaporkan akan melanjutkan penelitian terhadap buah mahkota dewa, dengan berbagai khasiat dalam mengembangkan fitofarmaka maupun menuju ke arah pengembangan obat modern. KESIMPULAN Dari hasil uji toksisitas BLST buah mahkota dewa termasuk kategori toksik, sehingga dapat dianggap bersifat sitotoksik untuk sel kanker. Penelitian preklinik menyimpulkan bahwa dengan data toksisitas akut oral, buah mahkota dewa masih aman digunakan, namun biji buah mahkota dewa tidak disarankan untuk penggunaan oral karena toksik. Buah mahkota dewa terbukti mempunyai khasiat hepatoprotektor, bersifat antioksidan, menurunkan kadar gula darah,

antihiperuresemia an antihistamin pada hewan coba. Selain masih menduga bahwa kandungan yang terdapat dalam buah mahkota dewa adalah alkaloid, tannin, saponin, flavonoid dan polifenol, namun sudah ada usaha mendapatkan standar kandungan kimia berupa pengukuran kadar saponin. Juga telah ditemukan senyawa toksik dalam mahkota dewa, yaitu adanya senyawa lignan (suatu polifenol). SARAN Dengan hasil penelitian yang telah, sedang dan akan dilakukan terhadap buah mahkota dewa dengan pengembangannya ke arah sediaan fitofarmaka ataupun pengembangan lebih lanjut ke arah penemuan lead compound, maka akan didapatkan hasil uji ilmiah yang menyeluruh dari berbagai lembaga penelitian maupun perguruan tinggi di Indonesia. Sebagai usaha penyelesaian seluruh kajian, maka diperlukan: a. Penelitian kultivasi dan pasca panen untuk menghasilkan simplisia/bahan baku yang terstandar b. Pengembangan metoda ekstraksi yang tepat, serta diperolehnya kandungan senyawa aktif untuk masingmasing khasiat. c. Pengembangan ke arah formulasi, untuk dapat dilanjutkan ke uji klinik. d. Penelitian kemanfaatan dan keamanan dari sisi epidemiologis, dengan observasi penggunaan ramuan yang mengandung mahkota dewa oleh pengobat tradisional. Tentunya diperlukan adanya koordinasi antar instansi agar tidak terjadi tumpang tindih penelitian yang sama dengan akibat penghamburan dana, sehingga dana penelitian dapat dianggarkan bagi kelengkapan penelitian lebih lanjut yang menyeluruh. DAFTAR RUJUKAN 1. Lisdayati, 2002. Brine shrimp lethality test (BSLT), Bioasai antikanker in vitro dengan sel Leukemia L 1210, dan isolasi serta penentuan struktur molekul senyawa kimia dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Tesis S2 Dept. Farmasi UI. 2. Widowati, L. dkk. , 2003. Uji keamanan buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) dan khasiat antidiabetesnya , (Tahap I: Uji toksisitas akut dan khasiat menurunkan kadar glukosa darah). Laporan Penelitian, Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional. 3. Purwantini, I. dkk., 2002. Uji toksisitas ekstrak etanol: buah, biji, daun makutadewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap Artemia salina Leach dan profil kromatogram lapis tipis ekstrak aktif . Majalah Farmasi Indonesia 13 (2), 101-106. 4. Renety, Y. (2001). Toksisitas akut oral rebusan daging buah makuto dewo (Phaleria macrocarpa

226

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 4, No. 1, Januari 2005

(Scheff.) Boerl.) pada mencit. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 5. Sumastuti dan Sonlimar M., 2002. Efek sitotoksik ekstrak buah dan daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) terhadap sel hela. Medika- No. 12 Tahun XXVIII, Desember; 773-777. 6. Pusparanti, E. dan Setyaningsih, D., 2003. Daya sitotoksik infus kulit batang makuto dewo (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada sel HeLa. Risalah Penelitian Farmasi Masa Mendatang Berbasis Diversitas Hayati Indonesia, Fakultas Farmasi Sanata Darma. 7. Djunarko, I., 2003. Teratogenitas Perasan dan Infusa daging buah segar makuto dewo (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada tikus putih. Jurnal Farmasi Sains & Komunitas,Vol. 1 No. 2, 2003:79-88. 8. Widowati, L., 2004. Uji keamanan buah macrocarpa mahkota dewa (Phaleria (Scheff.) Boerl.) dan khasiat antidiabetesnya. Tahap II : Uji toksisitas sub kronis dan mutagenitas . Penelitian pada Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional. 9. Wijayanti, I., 2002. Efek hepatoprotektif air perasan daging buah makuto dewo (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada mencit jantan terinduksi CCl4. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 10. Linawati, Y., (2003). Efek hepatoprotektif infus daging buah makuto dewo (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada mencit jantan terinduksi CCL4. Risalah Penelitian Farmasi Masa Mendatang Berbasis Diversitas

Hayati Indonesia, Fakultas Farmasi Sanata Darma. 11. Nastuti, R., 2003. Pengaruh infus buah Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap kadar GPT, GOT plasma dan gambaran histopatologi hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. 12. Handayani, S., 2003. Pengaruh infus buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap kadar malondialdehid plasma dan superoksid dismutase sel darah merah pada tikus putih yang diinduksi karbon tetraklorida. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. 13. Jamilah dan Kardono, B.S., 2004. Antioxidant activity of mahkota dewa fruit, Pahleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Seminar Nasional XXV TOI, BPTO Tawangmangu. 14. Hasturani, E., Wijoyo, Y., Donatus, I.A., 2003. Pengaruh air perasan daging buah makuto dewo (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap kadar asam urat serum darah ayan hiperuresemia terinduksi hati. Risalah Penelitian Farmasi Masa Mendatang Berbasis Diversitas Hayati Indonesia, Fakultas Farmasi Sanata Darma. 15. Alisata, B.,. Wijoyo, Y., Donatus I.A., 2003 Pengaruh infus daging buah makuto dewo (Pahaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap kadar asam urat serum darah ayam jantan hiperuresemia terinduksi hati. Risalah Penelitian Farmasi Masa Mendatang Berbasis Diversitas Hayati Indonesia, Fakultas Farmasi Sanata Darma. 16. Sumastuti, 2001. Efek antihistamin ekstrak daun dan buah makuta dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada ileum marmot terpisah. Laporan penelitian, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran UGM.

227

You might also like