Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga terselesaikannya Laporan Akhir Pemetaan Terumbu Karang di
Teluk Lampung dengan baik. Laporan ini merupakan lanjutan dan perbaikan dari
Laporan Draf Laporan Akhir yang sudah dibuat sebelumnya.
Laporan Akhir (Final Repport) pelaksanaan pekerjaan Pemetaan Terumbu Karang di
Teluk Lampung ini secara sistematis tersusun menjadi : Bab I Pendahuluan, Bab II
Gambaran Umum Wilayah, Bab III Pendekatan dan Metodologi, Bab IV Pemetaan
Terumbu Karang dan permasalahannya, Bab V Arahan Rencana Pengelolaan Terumbu
Karang Teluk Lampung.
Kami berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan gambaran yang sesungguhnya
tentang kondisi ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung, sehingga hasil kajian ini
dapat dijadikan referensi dan bahan untuk pengambilan keputusan serta kebijakan
pemerintah dalam mengantisipasi fenomena Global Warming yang sudah terjadi. Untuk
kemudian dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan aksi untuk melakukan
pelestarian, rehabilitasi, dan pengawasan terumbu karang di Teluk Lampung.
Demikian maksud dari laporan ini dibuat, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan
terima kasih.
Bandar Lampung, Desember 2007
PT. TARAM
lemetooo 1etombo kotooq ll
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GRAFIK vii
BAB I PENDAHULUAN I-1
1.1 Latar Belakang I-1
1.2 Maksud dan Tujuan I-4
1.3 Sasaran I-4
1.4 Keluaran Kegiatan I-5
1.5 Lingkup dan Lokasi Kegiatan I-5
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II-1
2.1 Provinsi Lampung II-1
2.2 Profil Wilayah Pesisir Lampung II-3
2.3 Teluk Lampung II-5
2.3.1 Iklim II-8
2.3.2 Sungai dan DAS II-8
2.3.3 Geologi II-9
2.3.4 Hidro Oseanografi Teluk Lampung II-11
2.3.4.1 Batimetri Perairan Teluk Lampung II-11
2.3.4.2 Pasang Surut II-12
2.3.4.3 Arus Laut II-14
2.3.4.4 Gelombang II-18
2.3.4.5 Suhu dan Salinitas II-20
2.3.4.6 Pencemaran Laut II-20
2.3.5 Tsunami II-22
2.3.6 Kondisi Biologi Teluk Lampung II-23
2.3.6.1 Mangrove II-23
2.3.6.2 Terumbu Karang II-24
2.3.6.3 Padang Lamun II-24
2.3.6.4 Algae II-25
2.3.6.5 Echinodermata II-25
2.3.6.6 Crustacea II-25
2.3.6.7 Mollusca II-25
2.3.6.8 Ikan II-25
2.3.7 Sosial Kependudukan II-27
2.3.7.1 Kota Bandar Lampung II-28
2.3.7.1 Kabupaten Lampung Selatan II-28
BAB III PENDEKATAN DAN METODELOGI III-1
lemetooo 1etombo kotooq lll
3.1 Metode Pendekatan Studi III-1
3.2 Metode Pengumpulan Data III-4
3.2.1 Metode Manta Tow III-5
3.2.2 Metode Line Intercept Transect (LIT) III-8
3.2.3 Citra satelit Landsat III-12
3.2.4 Faktor-faktor Oseanografi III-14
3.2.5 Sosial Ekonomi dan Budaya III-15
3.3 Analisis Data III-15
3.3.1 Analisis Data Terumbu Karang III-15
3.3.2 Analisis Citra satelit III-15
3.3.3 Analisis Sosial, Ekonomi dan Budaya III-16
3.3.4 Analisis Arahan Pengelolaan dan Pemanfaatan Terumbu
Karang
III-21
BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN
PERMASALAHANNYA
IV-1
4.1 Pemetaan Terumbu Karang Teluk Lampung IV-1
4.1.1 Pulau Tangkil IV-8
4.1.2 Pulau Tegal IV-10
4.1.3 Pulau Maitem IV-13
4.1.4 Pulau Kelagian IV-15
4.1.5 Pulau Puhawang IV-17
4.1.6 Pulau Siuncal IV-20
4.1.7 Pulau Legundi IV-22
4.1.8 Pulau Tiga IV-27
4.1.9 Pulau Condong IV-29
4.1.10 Pulau Pedada IV-31
4.1.11 Pulau Lelangga IV-37
4.1.12 Ketapang IV-41
4.1.13 Pesisir Pantai Kalianda IV-43
4.1.14 Pantai Tanjung Selaki-Pasir Putih IV-46
4.1.15 Lokasi Batu Bara IV-49
4.1.16 Kepulauan Sebuku IV-50
4.1.17 Kepulauan Sebesi IV-53
4.1.18 Pesisir Pantai Bandar Lampung IV-46
4.2 Perubahan Ekosistem Terumbu Karang di Teluk Lampung IV-58
4.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Lampung IV-60
4.4 Permasalahan Terumbu Karang Teluk Lampung IV-64
BAB V ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
TELUK LAMPUNG
V-1
Ftmt|iia Itrtmlt Kiria)
l|IF IlLL
BAB I PENDAHULUAN 1-1
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-1
Tabel 2.1 Amplitudo Komponen Pasut Utama di Perairan Teluk Lampung 2-13
Tabel 2.2 Kisaran Tinggi Muka Laut di Panjang, Teluk Lampung 2-14
Tabel 2.3 Kecepatan dan Arah Arus Musim di Selat Sunda 2-15
Tabel 2.4 Kecepatan dan Arah Angin di Panjang dan Perkiraan Kuat Arus
yang ditimbulkan
2-16
Tabel 2.5 Kecepatan Arus pasang Surut Maksimal di Selat Sunda 2-18
Tabel 2.6 Tinggi Gelombang di Sekitar Perairan Panjang 2-19
Tabel 2.7 Kondisi Gelombang di Sekitar perairan antara Pulau Maitem dan
Pulau Kelagian
2-19
Tabel 2.8 Nilai Parameter Kualitas Air di Teluk Lampung 2-21
Tabel 2.9 Kondisi Kependudukan Kecamatan Pesisir di Kota Bandar
Lampung
2-28
Tabel 2.10 Kondisi Kependudukan di Kecamatan Pesisir Kabupaten
Lampung Selatan
2-29
Tabel 2.11 Jumlah Sekolah di Kecamtan Pesisir Kabupaten Lampung
Selatan
2-30
Tabel 2.12 Jumlah Murid per Tingkat Sekolah di Kecamatan pesisir, Kab
Lam-Sel
2-30
Tabel 2.13 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Pesisir Kab.
Lampung Selatan
2-30
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3-1
Tabel 3.1 Kategori Bentuk Substrat Dasar 3-11
Tabel 3.2 Data Hasil Transek 3-12
Tabel 3.3 Kategori Sensor MSS (Multi Spectrum Scanner) 3-13
Tabel 3.4 Karakteristik Sensor TM (Thematic Mapper) 3-14
BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN
PERMASALAHANNYA
4-1
Tabel 4.1 Persentase Tutupan dan Kondisi Karang dan Beberapa Lokasi
Penyelaman di Teluk Lampung
4-2
Tabel 4.2 Persentase Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir Teluk
Lampung
4-16
Tabel 4.3 Penyebab Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Teluk
Lampung
4-65
Ftmt|iia Itrtmlt Kiria)
0II8 0N88
BAB I PENDAHULUAN 1-1
Gambar 1.1 Foto Ilustrasi Pengeboman Ikan yang dilakukan oleh Nelayan 1-2
Gambar 1.2 Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) 1-3
Gambar 1.3 Komoditi Perikanan Tangkap dan Budidaya yang sangat tergantung
dengan Kelestarian Ekosistem Terumbu Karang di Teluk Lampung
1-5
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-1
Gambar 2.1 Peta Wilayah Propinsi Lampung 2-2
Gambar 2.2 Peta Potensi Abrasi dan Sedimentasi di Perairan Teluk Lampung 2-4
Gambar 2.3 Budidaya Laut dengan Bagan Apung 2-5
Gambar 2.4 Peta Sebaran Habitat dan Daerah Rawan Pengeboman 2-6
Gambar 2.4 Gempa dan Tsunami Teluk lampung dan Pantai Selatan Jawa 2- 23
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3-1
Gambar 3.1 Gambar Diagram Alir Tahapan Kegiatan Pemetaan 3-3
Gambar 3.2 Tekanan yang diberikan Terhadap Ekosistim Terumbu Karang 3-4
Gambar 3.3 Teknik Survey Terumbu Krang dengan Metode Manta Tow 3-5
Gambar 3.4 Terumbu Karang yang Rusak dari Kegiatan Pengeboman 3-6
Gambar 3.5 Estimasi dari Persentase Tutupan Karang 3-7
Gambar 3.6 Manta Board, Papan Pengamatan yang digunakan sebagai Pencatat
Data
3-8
Gambar 3.7 Cara Pencatatan data koloni Karang pada Metode Transek garis 3-10
Gambar 3.8 Teknik Line Interception Transect (LIT) 3-12
BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN PERMASALAHANNYA 4-1
Gambar 4.1 Penambangan Terumbu Karang untuk Bahan Bangunan 4-4
Gambar 4.2 Pulau Tangkil 4-9
Gambar 4.3 Teluk Tegal sering digunakan oleh Kapal-kapal Ikan untuk
Beristirahat
4-10
Gambar 4.4 Kondisi Terumbu Karang yang masih baik di Teluk Tegal 4-11
Gambar 4.5 Bintang Laut Berduri (Acanthaster plancii)yang ada di Perairan
Pulau Tegal
4-12
Gambar 4.6 Pulau Maitem dengan Perairan yang Dangkal Kerap didatangi
Nelayan untuk menangkap ikan
4-13
Gambar 4.7 Beberapa Variant Biota Bintang Laut Berduri (Acanthaster plancii)
4-14
Gambar 4.8 Pulau Kelagian yang Berbukit Dilihat dari Arah Laut 4-15
Gambar 4.9 Karang Lunak Jenis Sinularia flexibilitas Banyak ditemukan di
Kedalaman 7 Meter
4-16
Gambar 4.10 Bangunan Jaring Apung yang Banyak terdapat di Perairan Pulau
Puhawang
4-18
Gambar 4.11 Lokasai Peristirahatan dan Beberapa Kondisi Karang di Pulau
Puhawang Lunik
4-18
Gambar 4.12 Jangkar Perahu Berpotensi Merusak Keutuhan Karang 4-19
Gambar 4.13 Pulau Siuncal di Lihat dari Arah Selat Siuncal 4-20
Gambar 4.14 Pelabuhan Kapal di Pulau Legundi 4-23
Gambar 4.15 Tumpukan Karang untuk Bahan bangunan di Pulau Legundi 4-23
Gambar 4.16 Beberapa Bentuk Tumbuh Karang, Lobster dan Bintang Laut
Ftmt|iia Itrtmlt Kiria)
Berduri 4-24
Gambar 4.17 Pecahan Karang Mati (rubble) akibat Pengeboman 4-25
Gambar 4.18 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Seserot 4-25
Gambar 4.19 Beberapa Spesies Karang yang dibudidayakan untuk Ekspor di
Pulau Unang-unang
4-26
Gambar 4.20 Pulau Tiga dilihat dari Arah Canti Kabupaten Lampung Selatan
4-27
Gambar 4.21 Pembangunan Tanggul Penahan Pantai yang Menggunakan Karang
4-29
Gambar 4.22 Pembangunan Fasilitas Peristirahatan dan Budidaya Laut dengan
Jaring Tancap di Pulau Condong
4-30
Gambar 4.23 Kondisi Perairan Teluk Kucangreang yang terdiri Batuan Cadas,
Karang Mati, Lunak serta Makro Algae
4-32
Gambar 4.24 Pos Penjagaan Kompleks Budidaya di Pulau Balak 4-33
Gambar 4.25 Sponge Jenis Callyspongia aerizusa di Perairan Pulau Lok
4-34
Gambar 4.26 Pulau Lunik 4-35
Gambar 4.27 Pualu Tanjung Putus dilihat dari Arah Laut 4-36
Gambar 4.28 Acropora cytherea, dan beberapa Spesies Karang Lunak di Perairan
Pulau Lelangga Balak
4-38
Gambar 4.29 Pulau Lelangga Lunik di Lihat dari Laut dan Kondisi Terumbu
Karang yang rusak di Perairan Pulau Lelangga Lunik
4-39
Gambar 4.30 Pintu Gerbang Kawasan Militer TNI AL Lili, Laut dan Hamparan
Karang Jari Acropora irregularis
4-42
Gambar 4.31 Makro Algae Halymenia durvillae, Caulerpa racemosa dan
Turbinaria decurrens di Canti
4-45
Gambar 4.32 Aktifitas Wisata di Pantai Pasir Putih, Sampah dan Kondisi Karang
di Dasar Perairan
4-47
Gambar 4.33 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sebuku dan di Pulau Elang
4-51
Gambar 4.34 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sebesi pada Kedalaman 10
Meter
4-54
Gambar 4.35 Pulau Kubur dilihat dari PPI Lempasing, dan Sea Grass Jenis
Enhallus di Dasar Perairan Bandar Lampung
4-57
BAB V ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
TELUK LAMPUNG
V-1
tmt|iia Itrtmlt Kiria)
l|IF CF|lK
BAB I PENDAHULUAN 1-1
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-1
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3-1
BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN
PERMASALAHANNYA
4-1
Grafik 4.1 Persentase Tutupan Karang di Teluk Lampung 4-2
Grafik 4.2 Persentase Tutupan Karang di Pulau Tangkil 4-8
Grafik 4.3 Persentase Tutupan Karang di Teluk Pedada 4-37
Grafik 4.4 Persentase Tutupan Karang di Teluk Lelangga 4-37
Grafik 4.5 Persentase Tutupan Karang di Perairan Ketapang 4-41
Grafik 4.6 Persentase Tutupan Karang di Pantai Kalianda 4-43
Grafik 4.7 Persentase Tutupan Karang di Perairan Tanjung Selaki-
Pasir Putih
4-48
Grafik 4.8 Rata-rata Persentase Tutupan Karang di Kepulauan Sebuku 4-52
Grafik 4.9 Rata-rata Penutupan Karang di Pulau Sebesi 4-55
Grafik 4.10 Tutupan Karang di Pesisir Pantai Bandar Lampung 4-57
Grafik 4.11 Tutupan Karang di Teluk Lampung tahun 1998 4-58
Grafik 4.12 Tutupan Karang Hidup di Teluk Lampung Tahun 1998 dan
Tahun 2007
4-59
BAB V ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU
KARANG
V-1
|at++a ltaaaa |+t+a 1| l|a| |+aaa Bab I - 1
Bab I ||||||||| ||||||||| ||||||||| |||||||||
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan wilayah yang kaya akan
keragaman hayati dan mempunyai potensi sebagai pendukung pengembangan
pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan. Secara ekologis habitat alami
pesisir menjadi pusat kehidupan dan tempat asuhan berbagai jenis biota laut lainnya,
seperti ikan, udang, moluska, echinodermata dan berbagai jenis rumput laut. Banyak
diantara biota tersebut memiliki nilai ekonomi penting dan dapat menjadi tulang
punggung pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat di wilayah pesisir. Hal ini dapat
tercapai dengan cara pengelolaan yang seimbang antara intensitas dan diversitas
pemanfaatan yang didasarkan pada ketersediaan data ilmiah dan kemampuan daya
dukung lingkungan serta kepedulian dari para pihak (stakeholders).
Untuk mendukung revitalisasi di bidang kelautan dan perikanan dan pengembangan
jenis komoditi sumberdaya kelautan maka salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
dengan pemetaan terumbu karang. Sumber daya kelautan dan perikanan perlu
diseimbangkan agar kelestariannya dapat terpelihara dengan baik sehingga dapat
menopang sumber-sumber ekonomi secara lestari, dengan memperbaiki lingkungan
terumbu karang melalui teknologi transpalansi karang, dan upaya pengawasan ekosistem
terumbu berbasis masyarakat.
Wilayah perairan Teluk Lampung meliputi luas wilayah 3.865 km
2
dengan panjang
garis pantai 140 km, dan jumlah pulau-pulau kecil mencapai 51 buah. Kondisi terumbu
karang di wilayah Teluk Lampung kini secara kasat mata sebagian besar sudah
rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan studi dan pemetaan kondisi terumbu
|at++a ltaaaa |+t+a 1| l|a| |+aaa Bab I - 2
karang di Teluk Lampung untuk mengetahui kondisi aktual.
Dewasa ini sebagian besar vegetasi mangrove di Teluk Lampung telah dikonversi
menjadi lahan tambak. Kondisi pesisir sepanjang Teluk Lampung sebagian besar
bergelombang dengan bentangan yang sempit sampai pinggiran pantai yang terjal
dan berbatasan langsung dengan perbukitan. Teluk Lampung selain memiliki potensi
perikanan juga mempunyai potensi kelautan dan jasa-jasa kelautan seperti
perhubungan, wisata, ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun, budidaya
mutiara dan sebagainya.
Kondisi terumbu karang telah mengalami gangguan akibat dari penangkapan ikan yang
menggunakan bahan peledak dan bahan kimia. Hal ini terlihat dari proporsi karang mati
sekitar Rangai telah mencapai 30,4 % di kedalaman 10 meter. Namun demikian proporsi karang
hidup masih di atas 50 % dan kondisi ini hampir sama untuk wilayah Ketapang-Padang
Cermin, Kalianda-Way Muli dan Bakauheni (Bapeda Propinsi Lampung, 2003).
Gambar
1.1
loLo llusLrasl pengeboman lkan yang dllakukan oleh
nelayan. Plngga klnl aksl pengeboman lkan maslh
Ler[adl dl beberapa lokasl 1eluk Lampung yang Lldak
LerpanLau oleh aparaL penegak hukum.
Terumbu karang di Pesisir Teluk Lampung umumnya dari jenis karang tepi dengan
bentangan berkisar 20 meter sampai 120 meter dari bibir pantai sampai kedalaman 17
sampai 20 meter. Ancaman terhadap terumbu karang tidak hanya dari aktivitas
penangkapan oleh nelayan tetapi juga berupa pengambilan batu karang untuk bahan
bangunan dan jalan seperti yang umum dijumpai disetiap pemukiman sepanjang pantai
berkarang.
|at++a ltaaaa |+t+a 1| l|a| |+aaa Bab I - 3
Perubahan kondisi pesisir telah menimbulkan berbagai dampak secara langsung
maupun tidak langsung terhadap masyarakat, seperti menurunnya hasil tangkapan
nelayan, terjadinya abrasi dan banjir. Berdasarkan kajian proyek pesisir (2004) diketahui
beberapa isu penting dalam pengelolaan wilayah pesisir di Lampung Selatan yaitu :
Belum adanya tata ruang wilayah pesisir secara rinci
Banyaknya kawasan sempadan pantai yang dikonversi menjadi peruntukan lain
dengan perencanaan yang kurang tepat
Belum jelas batas-batas peruntukan ruang laut untuk kegiatan penangkapan, budidaya, alur
perhubungan dan penempatan bagan.
Kondisi terumbu karang umumnya rusak akibat penggunaan bahan peledak, pengambilan
karang untuk bahan bangunan, dan penggunaan potassium sianida.
Berkembangnya usaha penangkapan yang bersifat merusak sumberdaya akibat dari
lemahnya pengawasan.
Menurunnya kualitas ekosistem alami wilayah pesisir.
Belum berkembangnya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, baik
keterpaduan perencanaan antar sektor, keterpaduan wilayah, keterpaduan
lingkungan dan sumberdaya.
Gambar
1.2
8lnLang lauL berdurl (Acootbostet ploocll) dl aLas
merupakan hama Lerumbu karang yang sangaL berpoLensl
merusak kolonl Lerumbu karang. 1ampak karang yang
memuLlh dl sebelah klrl karena dl serang oleh predaLor lnl.
|at++a ltaaaa |+t+a 1| l|a| |+aaa Bab I - 4
Terumbu karang merupakan habitat bagi beragam biota laut yang membantu keseimbangan
ekosistem antar jenis melalui rantai pangan. Pengambilan secara berlebihan terhadap
salah satu jenis tertentu akan melumpuhkan penurunan terhadap potensi
sumberdayanya. Khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting
sebagai pelindung pantai dari arus dan ombak sementara itu berbagai jenis ikan
menggunakan terumbu karang sebagai tempat memijah, pembesaran/asuhan dan
tempat menemukan atau mencari makanan.
1.2 Maksud dan Tujuan
a Menyediakan data dan informasi mengenai kondisi terumbu karang di Teluk
Lampung.
b Memberikan arahan upaya pengelolaan dan pemanfaatan habitat terumbu karang.
1.3 Sasaran
a. Tersedianya data dan informasi sumberdaya terumbu karang di Teluk Lampung.
b. Mendukung kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang sehingga terciptanya
kawasan konservasi terumbu karang.
1.4 Keluaran Kegiatan
Keluaran/Output yang diharapkan dari kegiatan Pemetaan Terumbu Karang di Teluk
Lampung ini meliputi :
1. Teridentifikasinya kondisi terumbu karang di Teluk Lampung.
2. Teridentifikasinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi terumbu karang di
Teluk Lampung.
3. Tersedianya peta kondisi terumbu karang di Teluk Lampung.
4. Tersusunnya strategi pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang di Teluk Lampung.
|at++a ltaaaa |+t+a 1| l|a| |+aaa Bab I - 5
Gambar
1.3
8eberapa komodlLl perlkanan Langkap dan budldaya yang
sangaL LerganLung dengan kelesLarlan ekoslsLem Lerumbu
karang dl 1eluk Lampung.
1.5 Lingkup dan Lokasi Kegiatan
a) Ruang Lingkup
Penyusunan rencana kegiatan.
Identifikasi lokasi dan inventarisasi potensi terumbu karang.
Pemetaan ekosistem terumbu karang yang rusak akibat kegiatan penangkapan
ikan yang tidak ramah lingkungan.
Analisis data dan informasi sekunder seperti terjadinya pencemaran laut, tsunami,
hidrooceanografi, kedalaman, pola arus, pasang surut dan sebagainya.
Pelaksanaan kegiatan pemetaan sumberdaya terumbu karang.
Mensosialisasikan kepada masyarakat.
Monitoring dan evaluasi.
Pelaporan dan diskusi.
b) Lokasi Kegiatan
Wilayah kegiatan Pemetaan Terumbu Karang adalah di wilayah Teluk Lampung.
Pemilihan lokasi studi tersebut dimaksudkan bahwa wilayah tersebut merupakan
daerah dengan aktifitas ilegal fishing yang cukup tinggi diduga kerusakan terumbu
karang mencapai lebih dari 70 % sehingga perlu dilestarikan agar sumberdaya
terumbu karang dapat berkelanjutan pemanfaatannya.
Dimana:
F=BilanganFormzahl
K
1
=Amplitudokomponendiurnalyangdisebabkangayatarikbulan
O
1
=Amplitudokomponendiurnalyangdisebabkangayatarikbulandanmatahari
M
2
=Amplitudokomponensemidiurnalyangdisebabkangayatarikbulan
S
2
=Amplitudokomponensemidiurnalyangdisebabkangayatarikmatahari
Tabel2.1AmplitudokomponenpasututamadiperairanTelukLampung(cm)
No Stasiun pengukuran O
1
K
1
M
2
S
2
Nilai F
1 Panjang 9 17 32 14 0.57
2 Bakauheni 7 8 20 11 0.48
3 Tarahan 8 16 36 14 0.48
4 Teluk ratai 9 16 35 14 0.51
5 Pulau meitem 9 15 35 15 0.48
6 Pulau kelagian 11 13 34 13 0.51
Sumber:DishidrosTNIAL(2003)
Dari nilai F antara 0.48-0.57 diketahui bahwa tipe pasut di perairan Teluk Lampung
adalah pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan (mixed tide predominantly
semi diurnal), Artinya terjadi dua kali pasang surut dalam sehari, namun kisaran pasang
surut yang satu jauh lebih kecil dari pada pasang surut yang lain. Tipe pasut di Teluk
Lampung ini tidak berbeda dengan tipe pasut di Selat Sunda, yang keduanya sangat
dipengaruhi oleh kondisi pasut di Samudra Hindia. Dibawah ini grafik pola pasang
surut di Selat Sunda berdasarkan data Dishidros TNI AL dalam Pariwono (1999).
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kisaran muka laut rata-rata di Teluk Lampung
mencapai sekitar 88.02 cm. Kisaran pasut yang besar terjadi pada waktu pasut purnama
(116.25 cm). Pasut purnama adalah pasang yang tertinggi dan surut terendah yang
dialami oleh suatu perairan yang terjadi pada waktu bulan purnama ataupun bulan mati.
Pada saat pasang purnama tinggi muka laut di Teluk Lampung dapat mencapai 150 cm
dengan rata- rata 141.25 cm. Pasut perbani terjadi pada saat bulan separuh (bulan tegak
lurus terhadap posisi matahari dan bumi), dimana kisaran pasutnya paling rendah (rata-
rata 60 cm).
2.3.4.3 Arus Laut
Arus merupakan perpindahan massa air dari suatu tempat ketempat lain yang
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan
densitas, atau pasang surut. Arus laut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
lainnya, seperti sifat air laut, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, distribusi pantai
dan gerakan rotasi bumi.
Arus yang disebabkan oleh angin pada umumnya bersifat musiman, dimana pada suatu
musim arus mengalir kesuatu arah dengan tetap, dan pada musim berukutnya akan
berubah sesuai dengan perubahan arah angin yang terjadi. Pasang surut dapat
menimbulkan arus yang bersifat harian sesuai dengan kondisi pasang surut di perairan
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui pada bulan J uniAgustus terjadi arus permukaan
yang paling kuat, yaitu 3036 cm/s dengan arah barat laut. Pada bulan-bulan lainnya
arus permukaan yang ditimbulkan oleh angin hanya mencapai sekira 5 cm/s
(maksimum).
Pada tahun 1999 telah dilakukan survei arus di perairan Teluk Lampung oleh Puslitbang
Oseanologi LIPI. Pengukuran arus dilakukan pada bulan J uli, September, November.
Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa kecepatan dan arah arus di perairan
Teluk Lampung cukup bervariasi. Pada bulan J uli kecepatan arus antara 0.5 21.7 cm/s
dengan arah dominan ke tenggara. Bulan November kecepatan arus antara 4.1 43.8
cm/s dengan arah dominan menuju barat daya. Arus pada bulan September tidak
Tabel2.5KecepatanaruspasangsurutmaksimumdiSelatSunda(cm/s).
Bulan Pasang(arah34) Surut(arah214)
Kecepatan arah arus pasang surut di perairan semi tertutup seperti di Teluk Lampung
pada umumnya lebih lemah dibandingkan dengan arus pasut yang terjadi di Selat
Sunda. Sebagai perbandingan, hasil survei Hidro Oseanografi yang dilakukan
Dishidros TNI AL tahun 1987 di perairan Teluk Ratai dan sekitarnya diperoleh bahwa
kekuatan arus pasut pada umumnya lemah, yaitu kurang dari 25 cm/s. kecepatan arus
lebih dari 25 cm/s dapat tejadi disekitar selat antara Pulau Kelagian dan Pulau Maitem.
2.3.4.4 Gelombang
Pada umumnya gelombang di suatu perairan diperoleh secara tidak langsung dari data
angin yang terdapat dikawasan tersebut. Hal ini berdasarkan teori bahwa sebagian besar
gelombang yang terjadi di laut dibentuk oleh energi yang ditimbulkan hembusan angin.
Gelombang ini disebut sebagai gelombang angin yang merupakan fungsi dari tiga
faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration), dan jarak dari
tiupan angin pada perairan terbuka (fetch).
Kondisi gelombang di perairan Panjang dan sekitarnya yang mencerminkan keadaan
gelombang di daerah kepala Teluk Lampung diperoleh dari PT.Pelindo II. Dari
informasi tersebut diketahui bahwa gelombang besar di sekitar perairan Panjang terjadi
pada bulan J uni November. Tinggi gelombang tersebut berkisar antara 50 100 cm
dengan kisaran seperti yang tertera pada tabel 2.6.
Tabel2.6TinggigelombangdisekitarPerairanPanjang
No Bulan TinggiGelombang(cm) Arahrambatan/menujuke)
Tinggi gelombang di pantai bagian barat Teluk Lampung tidak menunjukkan hal yang
berbeda dengan data gelombang di perairan Panjang (pantai bagian timur Teluk
Lampung). Berdasarkan pengamatan Dishidros TNI AL pada J uni 1987 1988 di
sekitar perairan antara Pulau Maitem dan Pulau Kelagian diperoleh kisaran tinggi
gelombang maksimum 40 -90 cm (tabel 2.7).
Tabel2.7KondisigelombangdisekitarperairanantaraPulauMaitemdanPualuKelagian
ArahGelombang Bulan
Dominan Kisaran
Tinggimaks
(cm)
Tinggiratrata
(cm)
Periode
(detik)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
T
TG
TG
BD
BD
STG
TG
TG
STG
STG
SBD
BL
BDLTT
TTGS
TGSBD
BDUTL
BDBBL
TTGS
TTGS
TTGS
TTGS
TGSBD
SBDB
BBLU
50
40
52
60
56
90
70
70
90
80
80
50
1525
2030
1535
2540
2535
4065
2060
2050
3050
4060
4065
1525
89
67
89
89
1011
47
67
67
57
1011
1011
67
Sumber:DishidrosTNIAL(1989)
Keterangan : B=barat, BL=barat laut, U=utara, TG=Tenggara, T=timur, S=selatan, STG=selatan tenggara,
SBD=selatanbaratdaya
Menurut Dishidros TNI AL (1988) gelombang di Teluk Ratai merupakan gelombang
campuran antara gelombang yang disebabkan oleh angin dan alun yang datang dari
Selat Sunda. Gelombang yang merambat masuk Teluk Ratai datang terutama dari arah
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
28.031.5
22.833.5
7.968.22
1.137.55
1.613.37
3.26.2
1040
398123
0700
1034
<0.0010.104
0.0090.054
0.0190.069
0.0130.031
0.0210.044
Alami
Alami(10%)
6.58.5
>3
<3
>4
<40
<40
<1000
<23
0.003
<0.01
<0.01
<0.06
<0.01
Sumber:AtlasLampung(1999).
2.3.5 Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa J epang yaitu tsu=pelabuhan dan nami =gelombang. J adi
tsunami berarti pasang laut terbesar di pelabuhan. Secara singkat tsunami dapat
Presentasi Asistensi
Disetujui/Revisi Tidak
Gambar3.7
Carapencatatandata
kolonikarangpada
metodetransekgaris,
(gambaratas).
Kolonikarangmasif
berukuranbesar
dianggapduadata,CM,
apabilagarismeteran
melewatialgaepersis
diataskolonitersebut
(Englishetal,1994),
(Gambarbawah).
PenyelamandiperairanCanti,
LampungSelatan
NonAcropora
Karangbercabang(coralbranching) CB Bentukbercabang,sepertirantingpohon
Karangmasif(coralmassive) CM Bentuknyasepertibatubesaryangpadat
Karangmerayap(coralencrusting) CE Bentuk merayap hampir seluruh bagian menempel
padasubstrat
KarangSubmasif(coralsubmassive) CS Bentuk kokoh dengan tonjolantonjolan atau kolom
kolomkecil
Karanglembaran(coralfoliose) CF Bentukmenyerupailembarandaun
Karangjamur(coralmushroom) CMR Soliter,bentuksepertijamur
Karangapi(Millepora) CME Semua jenis karang api, dapat dikenali dengan
adanyawarnakuningdiujungkolonidanrasapanas
sepertiterbakarbiladisentuh
Karangbiru(Heliopora) CHL Karang biru, dapat dikenali dengan adanya warna
birupadaskeletonnya.
KarangMati(DeadScleractina)
Karangmati DC Karangyangbarumati,berwarnaputih
Karangmatiyangditutupialga DCA Karang mati yang masih tampak bentuknya, tapi
sudahmulaiditumbuhialgahalus
Alga
Algamakro(macroalgae) MA Algaberukuranbesar
Algarumput(turfalgae) TA Alga berukuran halus, menyerupai rumput rumput
halus
Algakoralin(Corallinealgae) CA Algayangmempunyaistrukturkapur
Halimeda HA AlgadarimargaHalimeda
Kumpulanalga(algaeassemblage) AA Terdirilebihdarisatujenisalga
FaunaLain
Karanglunak(softcorals) SC Karangdengantubuhlunak
Sepon(seponges) SP
Zoanthids ZO Contohnya:Platythoa,Protopalythoa
Lainlain OT Anemon,teripang,gorgonia,kimadanlainlain
Abiotik
Pasir(sand) S
Pecahankarangmati(rubble) R
Lumpur(silt) SI
Celah WA Celahdengankedalamanlebihdari50cm
Batuanvulkanis RCK Batuvulkanik
Sumber :(P3O-LIPI, 1998)
Tabel3.2Datahasiltransek
Transition Categori Taxon
32 CF Montifora foliosa
58 TA
99 CM Porites lutea
132 S
157 MA Caulerpa rasemosa
. . .
. . .
. . .
5000 RCK
Sumber :(P3O-LIPI, 1998)
Gambar
3.8
IlustrasidiatasmenggambarkanteknikLine
InterceptionTransect(LIT)yangdilakukan
olehpengamat.Teknikinidilakukandengan
menarikseutasmeterandiatastutupan
terumbukarangsepanjang100m.
3.2.3 Citra Satelit Landsat
Selain melalui pengumpulan data primer dan sekunder, pengumpulan data juga dilakukan
melalui interpretasi citra satelit. Dalam kegiatan Pemetaan Terumbu Karang di Teluk
Tabel3.3KarakteristikSensorMSS(Butleretal.1998)
PanjangGelombang Kanal4:0.50.6m(hijau)
Kanal5:0.60.7m(merah)
Kanal6:0.70.8m(IRdekat)
Kanal7:0.81.1m(IRdekat)
IFOV 0.086mrad
LebarSapuan 185km
UkuranresolusiPixel 80x80
C. Sensor TM (Thematic Mapper)
Sensor TM digunakan pada Landsat 4 guna memperbaiki resolusi spasial, memisahkan
spektral, menambah ketelitian data radiometrik dan gemetrik. Thematic Mapper
merupakan suatu sensor optik yang beroperasi pada saluran tampak dan infraerah bahkan
saluran spektral. Karakteristik yang dimiliki oleh sensor TM ini dijelaskan pada Tabel 3.4
sebagai berikut :
KaranglunakjenisSinulariaflexibillisbanyakditemukan
dikedalaman7meter(kiriatas).Terumbukarangyang
sehatmenjaditempatberkembangbiaknyaikanikan
(kananatas).
LililautdiantaratutupankarangAcropora(kiribawah).
Penyelamsedangmengamatitutupankarangdaundi
kedalaman7meter(kananbawah).
4.1.5 Puhawang
Pengamatan tutupan terumbu karang di Puhawang di lakukan di dua lokasi yaitu di
Pulau Puhawang (053944,10 LS - 1051227,8 BT) dan di Pulau Puhawang Lunik
(054035.30 LS - 1051424,60 BT).
Pulau Puhawang merupakan pulau besar yang berpenduduk. Pulau ini memiliki
panjang garis pantai 11 km. Di pulau ini pula kegiatan budidaya laut dengan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 18
menggunakan bagan jaring apung dilakukan di perairan sekitar pulau. Di lokasi
pengamatan ini persentase karang hidup sebesar 38.36 % dan karang mati sebesar 11,12
% yang sebagian besar di dominasi oleh karang yang baru mati (death coral). Hal ini
terjadi diduga karena cahaya matahari yang tidak dapat diterima karang karena tertutup
oleh banyaknya bangunan bagan jaring apung yang berada di atas ekosistem karang.
Selain itu, persentase pecahan karang mati (16.02 %) di lokasi pegamatan ini terjadi
karena gesekan jangkar bangunan bagan jaring apung dan jangkar kapal yang sering
merapat di bangunan bagan apung.
Pulau Puhawang Lunik adalah pulau kecil yang terletak di sebelah timur pulau
induknya (P. Puhawang). Pulau kecil ini memiliki panjang garis pantai 1.2 km dan
kini menjadi pulau peristirahatan dengan dibangunnya fasilitas rekreasi oleh seorang
pengusaha. Terumbu karang di perairan pulau ini rusak, dengan persentase penutupan
karang hidup hanya 24 %. Sedangkan tutupan karang mati sebesar 30 % dan pecahan
karang mati (rubble) sebesar 23 %. Komposisi penutupan karang di wilayah Puhawang
dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 19
Gambar
4.10
SalahsatubangunanbaganjaringapungyangbanyakterdapatdiperairanPulau
Puhawang(atas).Kondisitutupankarang(kiribawah)danpecahankarangmati
ditengahkondisiperairanyangkeruhsehinggamenghambatpertumbuhandan
recoverykarang(kananbawah).
Penutupan karang lunak di lokasi pengamatan Pulau Puhawang adalah sebesar 5.1 %
dengan dominasi jenis Nepthea audouin. Sedangkan makro alga di temukan juga di
lokasi pengamatan P. Puhawang (10 %) dan di P. Puhawang lunik sebesar 5 %.
Gambar
4.11
LokasiPeristirahatandanbeberapakondisi
karangdiP.PuhawangLunik.
Secara umum kondisi terumbu karang di wilayah Puhawang dapat di ilustrasikan dalam
grafik di bawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 20
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa tutupan karang hidup di wilayah Puhawang
sebesar 31.2 % dan tutupan karang mati 20.6 % dan pecahan karang mati sebesar 19.5
%. Sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan kriteria baku mutu kerusakan karang
adalah bahwa ekosistem terumbu karang di wilayah Puhawang ini berada dalam
kategori sedang.
4.1.6 Pulau Siuncal
Pulau Siuncal adalah salah satu pulau di Teluk Lampung yang berhadapan langsung
dengan Samudera Hindia. Karena letak geografis pulau ini yang terletak tepat di mulut
teluk maka pengaruh perairan Samudera Hindia sangat besar terhadap pulau ini antara
lain adalah arus dan gelombang yang besar terutama di sebelah barat daya dan selatan
pulau.
Gambar 4.12
Jangkar perahu yang digunakan untuk
menambat perahu juga sangat
berpotensi merusak keutuhan karang
(kiri atas). Karang masif, Favia fragum
dan Erythrastrea flabellata (kanan atas).
Karang lunak Nepthea audouindi dasar
perairan (kiri bawah).
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 21
Lokasi penyelaman di Pulau Siuncal adalah di sebelah barat daya pulau (054806 LS-
1051850,90 BT), di Selat Siuncal, sebuah perairan yang dikenal sebagai rumah dari
segala jenis ikan hiu.
Gambar4.13PulauSiuncaldilihatdariarahSelatSiuncal(atas).Kondisitutupankarangdi
SelatSiuncalyangistimewadengankelimpahanikankarangdankimaraksasa(bawah).
Penyelaman di lakukan di kedalaman 5 meter dan pada saat laut pasang, sehingga arus
bergerak menyeret pengamat ke arah utara. Kecerahan air cukup baik (6 meter) dan di
setiap kolom air dapat ditemui ubur-ubur (jelly fish). Lokasi pengamatan ini sangat
berpotensi sebagai tempat olahraga selam, karena keanekaragaman jenis karang keras
dan karang lunak serta ikan karang berwarna-warni yang melimpah. Kesan pertama
pengamat pada saat melakukan penyelaman di lokasi sangat baik dan kesan ini penting
bagi setiap penyelam yang beraktifitas di lokasi ini untuk suatu saat kembali lagi.
Walaupun di lokasi ini menurut masyarakat pulau, frekuensi pengeboman ikan tidak
sering, namun di beberapa tempat masih tertinggal lobang-lobang bekas pengeboman
yang terasa sangat mengganggu pemandangan pada saat menyelam. Menurut
masyarakat di Pulau Siuncal, pengeboman jarang dilakukan di perairan ini dikarenakan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 22
banyaknya ikan hiu, hal ini yang mencegah penyelam kapal bom untuk masuk ke dalam
air untuk memungut ikan hasil pengeboman.
Persentase tutupan karang di lokasi pengamatan sebesar 47.75 %, dengan komposisi
tutupan karang keras Acropora 5.74 % (Acropora foliosa, Acropora aspera, dan
Acropora valida), dan karang keras non Acropora sebesar 42.01 % dengan jenis karang
pembentuknya antara lain Montipora florida, Seriatopora hystrix, Pavona calavus,
Pocillopora eydouxi, Porites lobata dan Porites cylindrica. Berikut di bawah ini di
sajikan grafik tutupan karang di lokasi pengamatan secara lengkap.
Tutupan karang mati di perairan ini di dominasi oleh karang mati (DC) sebesar 5.36 %.
Persentase kerusakan karang tersebut bertambah pula dengan tutupan pecahan karang
mati (rubble) sebesar 9.76 %. Persentase biota lain (other fauna) di perairan ini di
dominasi oleh karang lunak (soft coral) dengan persentase tutupan sebesar (31.87 %).
J enis-jenis karang lunak yang ditemukan di lokasi pengamatan ini antara lain adalah,
Sinularia polydactyla, Sinularia flexibillis, dan Sarcopyton sp.Secara umum ekosistem
terumbu karang di Pulau Siuncal berdasarkan baku mutu kerusakan karang ada dalam
kategori sedang.
4.1.7 Legundi
Pengamatan terumbu karang di wilayah Pulau Legundi di lakukan di 4 (empat) lokasi
yaitu di Pulau Legundi (054769,84 LS - 1051756 BT), Teluk Selesung (0547
23,74 LS - 10517 36,4 BT), Pulau Unang-Unang (054725,95 LS - 1051644,03
BT), dan di Pulau Seserot (054735,77 LS - 1051452,12 BT).
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 23
Pengamatan tutupan karang dilakukan dengan penyelaman di kedalaman 5 meter, dan
kecerahan hingga 4-6 meter. Penyelaman dilakukan pada saat air pasang sehingga arus
bergerak ke arah utara. Dari pengamatan tersebut, diperoleh persentase tutupan karang
di wilayah Legundi yang diilustrasikan pada grafik dibawah ini.
Pulau Legundi adalah sebuah pulau besar di Teluk Lampung yang berpenduduk cukup
banyak, dengan topografi yang berbukit dan memiliki vegetasi tropis yang cukup luas.
Karena tingginya aktifitas penduduk dan kegiatan penangkapan ikan maupun budidaya
laut dengan menggunakan bagan jaring apung, jaring tancap dan lain sebagainya, secara
langsung dan tidak langsung berdampak terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di
perairan Pulau Legundi.
Tutupan karang hidup di lokasi pengamatan ini adalah 10.97 % dengan komposisi
karang bercabang (CB) 9.96 %, dan karang kerak (CE) 1.01 %. Di lokasi pengamatan
ini dasar perairan didominasi oleh karang lunak dengan tutupan sebesar 28.77 %.
Spesies karang lunak yang dominan adalah Sinularia flexibillis. Bukti bahwa di Pulau
ini telah berlangsung tekanan yang hebat terhadap ekosistem terumbu karang adalah
dengan tingginya tutupan pecahan karang mati (rubble) yaitu sebesar 46.84 %.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 24
Gambar 4.14 Pelabuhan kapal di Pulau Legundi selain berfungsi sebagai tempat ditambatkannya kapal
juga sebagai tempat bersandarnya bagan apung yang beroperasi di Teluk Lampung (atas). Salah satu
spesies Karang masif (kiri bawah). Karang lunak keluarga Sinularia dengan tutupan 28.77 % di lokasi
pengamatan P. Legundi (kanan bawah).
Teluk Selesung merupakan teluk kecil di pantai Pulau Legundi. Dari hasil pengamatan
yang dilakukan di kedalaman 7 meter, persentase penutupan karang hidup sebesar 39.71
% yang terdiri dari tutupan karang Acropora 1.89 % dan karang non Acropora 37.82 %.
Tutupan karang mati di lokasi ini sebesar 13 % dan dipertegas dengan tutupan pecahan
karang mati sebesar 40.91 %. Hal ini menunjukkan tingginya tekanan alam dan akibat
dari aktifitas manusia di perairan ini. Pengambilan karang oleh masyarakat untuk bahan
bangunan dan jalan di Pulau Legundi menjadi salah satu penyebab terbesar rusaknya
ekosistem karang di perairan Legundi.
Tutupan karang lunak di Teluk Selesung sebesar 11.13 % dengan spesies dominan
Xenia sp. Selain itu makro alga (MA) memiliki persentase tutupan 1.05 % dan alga
halus (turf algae) sebesar 4.20 %.
Gambar 4.15
Tumpukan karang
untuk bahan bangunan
di Pulau Legundi.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 25
Gambar4.15Beberapabentuktumbuhkarang,lobster(kiriatas)dan
bintanglautbiru(kananbawah).
Pulau Unang-Unang adalah pulau kecil yang sekarang berfungsi sebagai tempat
budidaya karang hias. Keberadaan usaha budidaya karang hias untuk ekspor ini sangat
berpengaruh dalam mengurangi frekuensi tindak pengeboman ikan dan pemotasan
lobster di perairan sekitar pulau. Hingga kini menurut penuturan penduduk pulau,
kegiatan pengeboman ikan masih berlangsung di perairan sekitar Pulau Legundi.
Persentase penutupan karang hidup dipulau ini 36 % dengan komposisi karang acropora
jenis Acropora aspera dan Acropora cylindrica sebesar 10.53 %, karang non acropora
yang di dominasi bentuk tumbuh masif (Goniopora minor dan Porites murrayensis)
sebesar 17.05 %.Tutupan karang mati di perairan pulau ini 10.53 %, dan pecahan
karang mati sebesar 40.32 %. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan pengeboman yang
dilakukan oleh oknum nelayan sering dilakukan di pulau ini di waktu yang lalu.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 26
Gambar 4.16 Pecahan karang mati (rubble) akibat pengeboman (kiri atas). Beberapa bentuk tumbuh
karang (kanan atas). Ikan karang diantara karang lunak (kiri bawah). Budidaya karang hias untuk ekspor
(kanan bawah).
Pulau Seserot adalah salah satu pulau yang menjadi sasaran para pengebom ikan di
wilayah perairan Legundi dengan persentase karang hidup 35.56 % dan karang mati
4.44 %. Yang menonjol di perairan pulau ini adalah persentase pecahan karang mati
sebesar 48.89 %. Karang lunak di perairan ini didominasi oleh spesies Sinularia
ehrenberg, dan karang masif terdiri dari Enchinopora forskaliana dan Porites
murrayensis.
Gambar 4.17 Kondisi terumbu karang di Pulau Seserot.
Secara umum persentase penutupan karang di wilayah perairan Legundi terdiri dari
karang hidup 30.6 %, karang mati 9.5 % dan pecahan karang mati (rubble) 47.5 %.
Secara detail komposisi penutupan karang di perairan legundi ditunjukkan oleh grafik
dibawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 27
Dengan demikian, berdasarkan kriteria baku mutu kerusakan karang yang telah
ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup (2001), penutupan karang di
wilayah ini termasuk dalam kategori sedang.
Gambar 4.18 Beberapa spesies karang yang dibudidayakan untuk ekspor di Pulau Unang-Unang.
Berurutan ; Acropora globiceps, Acropora nobilis, Galaxea fascicularis, Anemon, dan Acropora robusta.
4.1.8 Pulau Tiga
Pulau tiga adalah nama umum yang diberikan masyarakat Lampung Selatan untuk tiga
pulau yang berdampingan membentuk satu garis lurus. Pulau ini terletak tepat di
tengah-tengah antara Canti dan Pulau Sebuku Kabupaten Lampung Selatan. Ketiga
pulau itu adalah Pulau Tiga Lana (054852,38 LS - 1053237,15 BT), Pulau Tiga
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 28
Lok (054859,65 LS - 1053246.30 BT), dan Pulau Tiga Damar (05499.05 LS -
105330.96 BT).
Ketiga pulau kecil dan tidak berpenghuni tersebut dikelilingi tutupan terumbu karang
yang sempit dan curam (crack). Kedalaman laut disekeliling pulau dapat mencapai
hingga 47 meter dari permukaan laut. Posisi ketiga pulau yang saling berdekatan,
berlorong dan bergua di bawah laut menjadi rumah yang tepat bagi populasi ikan hiu.
Secara khusus kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi komunitas penyelam
yang menyukai daerah hiu (shark point).
Gambar 4.19 Pulau Tiga dilihat dari arah Canti Kabupaten Lampung Selatan, pulau besar di belakang
ketiga pulau tersebut adalah Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi (atas). Kontur Pulau Tiga yang berlorong
dan bergua menjadi atraksi wisata khusus penyelaman Shark Point (kiri bawah). Karang daun dan karang
lunak di Pulau Tiga (kanan bawah).
Kondisi ekosistem terumbu karang di ketiga pulau tersebut relatif sama, hal ini dapat
dimengerti karena pulau-pulau tersebut masih terletak di satu hamparan terumbu.
Secara detail persentase tutupan karang di tiap-tiap pulau dapat di tunjukkan dalam
grafik dibawah ini :
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 29
Secara umum rata-rata persentase karang hidup di wilayah perairan Pulau Tiga adalah
20.3 %, karang mati 2 %, dan pecahan karang mati terpantau sebesar 31.3 %.
Sementara itu fauna lain di dominasi oleh karang lunak yang terdiri dari jenis Sinularia
polydactyla dan Sarcophyton sp.
Berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang, maka tutupan karang di perairan
Pulau Tiga termasuk dalam kategori rusak. Secara komposisi rata-rata tutupan karang
di perairan Pulau Tiga ditunjukkan dalam grafik dibawah ini.
4.1.9 Kepulauan Condong
Pengamatan tutupan karang di Kepulauan Condong dilakukan di tiga pulau
pembentuknya yaitu Pulau Sulah (Stasiun I : 053245.22 LS - 1052044.12 BT,
Stasiun II : 053248.36 LS - 1052035.98 BT), Pulau Condong Laut (053325.65
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 30
LS - 1052028.87 BT), dan Pulau Condong Darat (053325 LS - 1052054.63
BT). Persentase penutupan karang secara detail dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Kondisi tutupan karang di tiga pulau ini mengalami kerusakan, dan kualitas terumbu
karang di perairan ini jauh menurun dibandingkan dengan 5 hingga 6 tahun yang lalu.
Ini terjadi karena laju pembangunan fasilitas wisata dan peristirahatan milik
perseorangan di ketiga pulau tersebut.
Gambar 4.20 Pembangunan tanggul penahan pantai (kiri) yang menggunakan karang dari perairan di
Pulau Sulah merusak ekosistem terumbu karang di pulau ini (kanan).
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 31
Gambar 4.21 Pembangunan fasilitas peristirahatan dan budidaya laut dengan jaring tancap di Pulau
Condong Laut dan kondisi terumbu karang di Pulau Condong Laut (atas). Pulau Condong Darat yang
dikelola oleh Grup Artha Graha dan kondisi terumbu karang di perairan Pulau Condong Darat (bawah).
Persentase tutupan terumbu karang di Kepulauan Condong rata-rata untuk karang hidup
38.4 %, karang mati 18.6 % dan pecahan karang mati (rubble) sebesar 18.6 % (lihat
grafik rata-rata penutupan karang di Kepulauan Condong di bawah). Dari grafik di
bawah ini dapat diketahui berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang, terumbu
karang di perairan Kepulauan Condong ada dalam kategori sedang.
4.1.10 Teluk Pedada
Teluk Pedada adalah perairan semi tertutup di dalam kawasan perairan Teluk
Lampung. Teluk Pedada termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Pesawaran,
dan perairan ini terletak di ujung barat Teluk Lampung yang berbatasan dengan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 32
Samudera Hindia. Garis pantai di teluk ini penuh dengan lika-liku dan terdapat
beberapa pulau kecil serta gosong karang di dalamnya.
Batimetri Teluk Pedada tergolong miring dimulai dari pantai kearah mulut Teluk
Pedada kedalaman dasar perairan ini bisa mencapai 50 m. Secara umum perairan ini
memiliki kedalaman rata-rata yang tertinggi dibandingkan dengan perairan teluk kecil
lainnya yang ada di wilayah Teluk Lampung.
Grafik 4.22 Grafik persentase tutupan karang di Teluk Pedada
Pengamatan karang di Teluk Pedada dilakukan pada saat laut surut, dengan arus lemah
yang bergerak ke arah tenggara. Pengamatan dilakukan di 8 (delapan) titik
penyelaman yaitu Teluk Kucangreang (054624,06LS - 105132,65BT), Pulau
Balak (054510,10LS - 1051039,70BT), Pulau Lok (054442,90LS-
1051035,20BT), Gosong Pulau Lok (054431,96LS-10510 46,32 BT), Pulau
Lunik (054422,25LS-1051026,57BT), Gosong Lunikan (054426,70LS-
1051016,30BT), Tanjung Putus 1 (054346,94LS-1051240,23BT) dan di
Tanjung Putus 2 (054346,65LS-1051232,83BT).
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 33
Suhu rata-rata di perairan pada saat pengamatan 29C dan salinitas air permukaan
rata-rata 32 permil. Kecerahan air laut pada kedalaman 5 meter disetiap titik
pengamatan rata-rata adalah 5 meter. Secara detail hasil pengamatan persentase
terumbu karang di Teluk Pedada dapat dilihat pada Grafik 4.11 di atas.
Gambar 4.23 Kondisi perairan Teluk Kucangreang yang terdiri dari batuan cadas, karang mati dan
dominasi karang lunak serta makro alga.
Perairan Teluk Kucangreang miskin karang hidup. Dari hasil pengamatan di peroleh
perairan tersebut didominasi oleh karang lunak dari genus Sinularia (24.74%) dan
makro alga dari genus Turbinaria (2.06%) seperti Turbinaria decurrens yang tersebar
di tempat-tempat dimana bisa terkena gelombang secara langsung.
Pulau Balak merupakan daerah survey yang menarik karena di pulau ini terdapat
kegiatan budidaya ikan kerapu dan penangkaran ikan hiu. Selain itu karena aktifitas
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 34
di pulau dan dengan adanya pos penjagaan yang dijaga aparat, secara tidak langsung
melindungi ekosistem terumbu karang disekitar pulau dari kegiatan penangkapan ikan
yang tidak ramah lingkungan.
Persentase tutupan karang hidup di Perairan Pulau Balak termasuk dalam kategori
BAIK (51 %) berdasarkan standar baku mutu kerusakan karang. Namun demikian
masih terdapat pecahan karang mati (rubble) sebesar 10% di sekitar perairan Pulau
Balak.
Pulau Lok adalah pulau kedua terbesar di Teluk Pedada setelah Pulau Balak. Pulau
ini merupakan pulau datar dengan luas 7 ha dan memiliki garis pantai sepanjang
1.3 km. Pulau ini menurut keterangan masyarakat sering menjadi sasaran kegiatan
ilegal fishing terutama pengeboman ikan. Hal ini terlihat dari persentase pecahan
karang mati (rubble) yang sebesar 20.2 %.
Namun demikian tutupan karang hidup di pulau ini masih tergolong sedang (40 %)
dengan komposisi karang acropora yang didominasi oleh spesies Acropora aspera
(11%), dan karang keras non acropora dengan bentuk tumbuh karang daun (17.5%)
Gambar 4.24
Pos Penjagaan kompleks budidaya di
Pulau Balak dan keramba jaring
tancap berisi ikan hiu yang di
tangkarkan.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 35
adalah dari genus Montipora, Pavona cactus dan spesies Agaricia agaricites. Karang
dengan bentuk tumbuh masif sebesar 12.5% yang antara lain terdiri dari Porites
mayeri,Siderastrea siderea, dan Lobophyllia hemprichii.
Karang lunak juga cukup banyak ditemukan di perairan ini (13.8%) yang tersusun dari
genus Sinularia, disamping makro alga (4.5%) dan sponge 1%. Untuk makro alga
spesies yang dominan adalah Padina commersoni.
Gambar 4.25 Sponge jenis Callyspongia aerizusa di perairan Pulau Lok.
Pulau Lunik adalah sebuah pulau kecil di sebelah utara Pulau Lok dengan diameter
50 meter. Komposisi dasar perairan pulau ini sebagian besar terdiri dari pasir. Tetapi
tidak demikian dengan Gosong Lunikan yang memiliki tutupan karang hidup sebesar
49.2 %. Kondisi Pulau Lunik yang miskin dengan terumbu karang berdampak pada
tingkat abrasi pantai yang terjadi di pulau tersebut, sehingga membuat pengelola pulau
tersebut perlu membuat struktur penahan pantai yang hingga kini tampaknya juga
tidak terlalu efektif manfaatnya.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 36
Gambar 4.26 Pulau Lunik (atas), Porites cylindrica dan karang masif Favia lacuna di Gosong Lunikan.
Tanjung Putus terletak di sebelah ujung Timur Laut Teluk Pedada. yang dikatakan
perairan Tanjung Putus sebenarnya adalah sebuah selat sempit diantara daratan
Sumatera dengan Pulau Tanjung Putus. Dinamakan Tanjung Putus karena konon
dahulu kala daerah itu adalah sebuah tanjung yang karena suatu hal terpisahkan dari
daratan utamanya.
Perairan Tanjung Putus ini merupakan salah satu sentra kegiatan budidaya laut dengan
menggunakan jaring apung dan juga sebagai basis wisata penyelaman di Teluk
Lampung. Karena pengawasan dan aktifitas budidaya dan wisata yang hampir tdak
pernah berhenti di wilayah perairan tersebut, tutupan terumbu karang di perairan
tersebut relatif terhindar dari kegiatan pengeboman yang ditandai dengan banyaknya
hamparan peracahan karang mati (rubble). Persentase tutupan karang hidup di
perairan ini termasuk dalam kategori baik (50.64 %) walaupun di beberapa tempat
tetap ditemukan pecahan karang mati (rubble) sebesar 12.15 %, yang diduga
kerusakan karang tersebut disebabkan akibat jangkar bangunan jaring apung dan
jangkar perahu yang beroperasi diperairan tersebut.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 37
Gambar 4.27 Pulau Tanjung Putus dilihat dari arah laut (atas), juvenil ikan hidup diantara terumbu
karang, dan karang masif Montipora turgescens (bawah).
Bentuk tumbuh karang penyusun karang hidup di perairan Tanjung Putus yang
dominan adalah karang daun (foliose) dan karang masif. Karang daun yang
ditemukan di perairan ini antara lain adalah Leptoseris yabei, dan karang masif yang
ditemukan antara lain adalah Montipora turgescens, dan Porites lobata. Karang
jamur (mushroom) juga banyak tersebar di perairan ini yaitu sebesar 3 %.
Dari hasil pengamatan, di peroleh gambaran bahwa Teluk Pedada merupakan salah
satu sentra budidaya laut dan entry point dari kegiatan wisata selam di Teluk
Lampung. Secara umum persentase penutupan karang di perairan ini adalah 33 %
karang hidup, karang mati 15.4% dan pecahan karang mati (rubble) 10.3%.
Perlu mendapat perhatian terhadap tingginya penutupan karang yang rusak (karang
mati dan karang pecah) sebesar 25.7 %, dengan kata lain seperempat dari seluruh
luasan terumbu karang di Teluk Pedada dalam keadaan rusak. Tentunya hal ini
mengisyaratkan bahwa perlu diambil kebijakan pengawasan oleh pemerintah dan
masyarakat untuk mengurangi aktifitas dibidang perikanan secara teknis yang
berpotensi merusak kelestarian ekosistem terumbu karang di teluk ini.
Berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang (Kepmen LH No.4 tahun 2001),
tutupan terumbu karang di wilayah perairan Teluk Pedada termasuk dalam kategori
sedang dengan penutupan karang hidup rata-rata adalah 33 %. Secara detail
persentase tutupan karang di Teluk Pedada dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 38
Grafik 4.4 Tutupan Karang di Teluk Pedada
4.1.11 Kepulauan Lelangga
Kepulauan Lelangga terdiri dari Pulau Lelangga Balak (054345,75LS-
1051346,31BT) dan Pulau Lelangga Lunik (054310,40LS-1051432,10BT).
Hasil pengamatan dan detail tutupan terumbu karang di kepulauan tersebut dapat
dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 4.5 Persentase tutupan karang di Kepulauan Lelangga
Secara umum kondisi karang di Kepulauan Lelangga berdasarkan kriteria baku
kerusakan terumbu karang, termasuk dalam kategori sedang (karang hidup (29.3%).
Karang hidup di perairan ini sebagian besar tersusun dari karang dengan bentuk
tumbuh meja (9.5%), karang jari (6.8%), karang daun (4.5%) dan karang bercabang
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 39
(8%).
Spesies karang dengan bentuk tumbuh meja (tabulate) yang ada di perairan ini antara
lain Acropora cytherea. Bentuk tumbuh jari spesies pembentuknya antara lain adalah
Acropora palifera, dan pembentuk populasi karang bercabang di perairan Lelangga
antara lain adalah Acropora parilis, karang masif adalah Montastrea curta, serta
karang daun Agaricia agaricites.
Gambar 4.28 Acropora cytherea (atas), dan beberapa spesies karang lunak
di perairan Pulau Lelangga Balak.
Yang menarik dari pengamatan di perairan Lelangga adalah kondisi dan status Pulau
Lelangga Lunik. Pulau Lelangga Lunik kini pengelolaannya sudah dikuasai oleh
seorang pengusaha. Di atas pulau itu dibangun beberapa fasilitas rumah
peristirahatan. Namun sayangnya kondisi terumbu karang di perairan ini rusak
terutama di arah pintu masuk ke pulau. Karang hidup di pulau ini praktis hanya di
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 40
temukan di sebelah selatan pulau (24%) dan sisanya adalah karang rusak yang terdiri
dari karang mati (20%), dan pecahan karang mati atau rubble sebesar 16%. Beberapa
karang lunak juga ditemukan di perairan ini sebagai bentuk upaya karang untuk
kembali pulih. Karang lunak (36%) yang ada di perairan ini antara lain adalah
Nepthea audouin, dan beberapa jenis karang lunak dari genus Sinularia.
Gambar
4.29
Pulau Lelangga Lunik di lihat dari laut dan
kondisi terumbu karang yang rusak di perairan
Pulau Lelangga Lunik.
Secara umum tutupan karang yang rusak di perairan lelangga lebih besar
dibandingkan dengan karang hidup (36.5%), yang terdiri dari karang mati 23.5% dan
rubble 13%. Rata-rata persentase tutupan karang di Kepuluan Lelangga disajikan
dalam grafik dibawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 41
4.1.12 Ketapang
Ketapang adalah pantai di wilayah perairan Teluk Ratai Kecamatan Padang Cermin,
Kabupaten Pesawaran. Teluk Ratai merupakan teluk di kawasan Teluk Lampung
yang menjadi pusat pertahan dan keamanan nasional. Di teluk ini dibangun dan
Kerusakankarangyangparahdi
PulauLelanggaLunik,Kabupaten
Pesawaran.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 42
dikembangkan Pangkalan Utama Armada Laut/Maritim TNI Angkatan Laut Bagian
Barat Teluk Ratai. Selain terdapat Dermaga Armada Barat, Pangkalan Maritim dan
Brigade Infanteri Marinir juga di pusatkan di kawasan ini. Dijadikannya Teluk Ratai
sebagai basis militer berdampak pada kelestarian ekosistem terumbu karang di
perairan ini. Hal ini tercermin dari kondisi tutupan terumbu karang di perairan
Ketapang. Tutupan karang hidup di perairan ini adalah 59%. Karang rusak 18%
yang terdiri dari karang mati 13% dan rubble 5%. Pecahan karang mati (rubble) yang
sedikit mengindikasikan bahwa di wilayah ini kegiatan pengeboman ikan dan kegiatan
ilegal fishing lainnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi perairan
lainnya di Teluk Lampung.
Grafik 4.6 Grafik Persentase tutupan karang di perairan Ketapang.
Pengamatan terumbu karang di perairan ini dilakukan pada saat laut surut, arus sedang
ke arah selatan. Suhu permukaan pada saat pengamatan 30C dan salinitas air laut 31
pemil. Kecerahan air laut pada kedalaman 5 meter adalah 6 meter, kondisi ini cukup
memudahkan proses pengambilan data primer dengan menggunakan metode Line
Intercept Transect yang menarik garis lurus di daerah Reef Flat sepanjang 50 meter.
Kondisi kecerahan tersebut juga sangat memudahkan pengambilan dokumentasi
bawah laut di perairan ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 43
Gambar
4.29
Pintu gerbang kawasan militer TNI AL
(atas), lili laut dan hamparan karang jari
Acropora irregularis (bawah).
Karang hidup di perairan Ketapang di dominasi oleh karang non acropora dengan
bentuk tumbuh karang daun (foliose) sebanyak 40% seperti spesies Leptoseris
amitoriensis. Karang bercabang sebanyak 29% seperti Montipora gaimardi, Acropora
brueggemanni, Anacropora pillai dan lain-lain.
Beberapa spesies karang jari (coral digitate) penyusun ekosistem terumbu di perairan
ini antara lain adalah Acropora irregularis, Montipora angulata. Dan karang lunak
(5%) di perairan ini sebagian besar terdiri dari genus Sinularia.
4.1.13 Pesisir Pantai Kalianda
Pengamatan ekosistem terumbu karang di pesisir pantai Kabupaten Lampung Selatan
sangat penting untuk mengetahui perbandingan kondisi tutupan karang diantara pantai
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 44
Kabupaten Pesawaran, Kota Bandar Lampung dan dengan Kabupaten Lampung
Selatan itu sendiri.
Pengamatan karang di pantai Kalianda Kabupaten Lampung Selatan di lakukan di 4
(empat) stasiun yaitu; Pantai Canti (054801,30LS-1053458,2BT), Pantai
Kaliandak (054439.61LS-1053510.60BT), Merak Belantung 1
(054029.86LS-1053232.95BT), Merak Belantung 2 (054131.45LS-
1053159.03BT). Persentase tutupan karang di lokasi pengamatan tersebut dapat
dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 4.7 Persentase tutupan karang di Pantai Kalianda.
Kondisi ekosistem terumbu karang di Pantai Kalianda berdasarkan kriteria baku
kerusakan karang termasuk dalam kategori rusak. Hal ini terlihat dilapangan bahwa
kelompok terumbu karang yang masih hidup didasar perairan cukup sulit ditemukan.
Sebagai contoh di Canti tutupan karang hidup 15.8%, Pantai Kalianda 12%, dan rata-
rata tutupan karang hidup di Merak Belantung 9.5%.
Secara umum kondisi penutupan terumbu karang di wilayah pesisir pantai Kalianda
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 45
dapat di ilustrasikan dengan grafik kue dibawah ini.
Pada grafik kue di atas dapat dilihat penutupan karang hidup hanya 11.7% (kategori
rusak), dan karang rusak 16.15% yang terdiri dari karang mati 7.75% dan rubble
8.4%.
Yang unik dari pengamatan di pesisir Kalianda adalah tingginya persentase penutupan
alga di perairan ini yaitu sebesar 39.75%. Kondisi ini hampir merata di setiap lokasi
pengamatan, seperti di Canti tutupan alga sebesar 11%, pantai Kalianda 42%, dan
rata-rata tutupan alga di Merak Belantung sebesar 53%. Persentase tutupan alga yang
cukup tinggi ini disebabkan karena kondisi habitat yang tepat cocok untuk
pertumbuhan alga yaitu kondisi perairan pantai yang relatif tenang hingga berarus
sedang, serta substrat perairan yang berpasir (29.75%). Kondisi perairan yang di
tumbuhi alga biasanya menjadi indikator bahwa di perairan tersebut representatif
untuk pengembangan budidaya rumput laut, yang dapat menjadi alternatif usaha bagi
masyarakat pesisir Kabupaten Lampung Selatan.
Beberapa jenis makro alga yang teridentifikasi di sepanjang lokasi pengamatan antara
lain adalah ; Caulerpa racemosa, Turbinaria decurrens, Padina commersoni,
Actinotrichia fragilis, Sargassum duplicatum, dan Halymenia durvillaei.
Makro alga yang ditemukan dominan di pantai Canti adalah dari jenis Caulerpa
racemosa yaitu 11% dari area pengamatan di Canti, makro alga di Pantai Kalianda
didominasi oleh spesies Actinotichia fragilis (34%) dan Sargassum sp (8%), serta
makro alga di Merak Belantung didominasi oleh genus Sargassum (50%).
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 46
Gambar 4.30 Makro algae Halymenia durvillaei di Canti (kiri atas), Caulerpa racemosa dan
Turbinaria decurrens di Canti (kanan atas), Actinotichia fragilis (merah) dan Titanophora
pulchra (orange) di Kalianda (kanan bawah), dan Sargassumsp. Di Merak Belantung (kiri
bawah).
Makro alga dari jenis Titanophora pulchra yang berwarna orange adalah makro alga
yang jarang ditemui. Menurut Puslitbang Oseanologi LIPI (1996), makro alga jenis
Titanophora sp baru terlihat di perairan Sulawesi dan itupun hanya satu sampel saja
yang ditemukan.
4.1.14 Pantai Tanjung Selaki-Pasir Putih
Pantai Tanjung Selaki dan Pasir Putih adalah dua pantai di pesisir Kabupaten
Lampung Selatan yang menjadi sentra kegiatan wisata. Kegiatan-kegiatan wisata
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 47
bahari yang dilakukan di kedua pantai tersebut sebagian besar adalah wisata keluarga
dan berperahu. Pantai Pasir Putih berhadapan langsung dengan Pulau Condong Darat,
salah satu dari tiga pulau di Kepulauan Condong. Seperti diketahui Pulau Condong
adalah Pulau wisata dan Pasir Putih menjadi salah satu pintu masuk ke Pulau Condong
tersebut.
Bersebelahan dengan Pantai Pasir Putih, terdapat tempat pendaratan ikan di Rangai,
sehingga semua aktifitas perikanan dan wisata di sekitar Pantai Pasir Putih tersebut
cukup memberikan tekanan yang berat terhadap kelestarian terumbu karang di
perairan tersebut. Hal ini terlihat dari persentase tutupan karang hidup di Pasir Putih
yang sebesar 25% dan pecahan karang sebesar 31%. Persentase tutupan karang di
Pantai Pasir Putih dan Tanjung Selaki dapat di lihat pada grafik dibawah ini.
Tekanan yang diterima oleh ekosistem terumbu karang di Tanjung Selaki relatif sama
dengan apa yang terjadi di Pantai Pasir Putih. Kegiatan wisata cukup padat di akhir
minggu dan kegiatan penangkapan ikan dengan bagan apung di perairan sekitar
Tanjung Selaki sedikit banyak memberikan dampak pada karang yang tercermin pada
keberadaan karang hidup di perairan ini. Persentase tutupan karang hidup diperairan
ini sebesar 36.14% dan menurut kriteria baku kerusakan karang kondisi ini tegolong
sedang.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 48
Gambar 4.31 Aktifitas wisata di pantai Pasir Putih, sampah, dan kondisi karang di dasar perairan.
Karang hidup di perairan Pasir Putih sebagian besar terbentuk dari karang masif
dengan spesies penyusunnya antara lain Diploria labyrinthiformis. Selain itu di
perairan tersebut juga terekam tutupan alga sebesar 17% yang tersusun oleh alga dari
spesies Caulerpa racemosa, Sargassum sp., dan Actinotichia fragilis.
Di perairan Tanjung Selaki diketahui spesies karang dominan yang membentuk
tutupan karang hidup di perairan tersebut adalah karang dengan bentuk tumbuh
bercabang (36.14%) dengan spesies antara lain Acropora prolifera dan Acropora
palifera. Makro alga juga banyak ditemukan diperairan ini dengan tutupan sebesar
49.57%.
Kondisi tutupan karang di perairan Tanjung Selaki secara umum dapat dilihat pada
grafik persentase tutupan karang di bawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 49
Grafik 4.8 Persentase tutupan karang di perairan Tanjung Selaki-Pasir Putih.
Dari grafik diatas diperoleh gambaran bahwa tutupan karang di perairan Pantai
Tanjung Selaki dan Pasir Putih termasuk dalam kategori sedang (30.6%). Dan
pecahan karang mati (rubble) sebesar 22.6%. Hamparan pecahan karang ini diduga
kuat diakibatkan oleh kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak yang hingga
kini masih sering terjadi, dan karena kegiatan wisata yang tidak mengindahkan
lingkungan serta jangkar kapal /perahu/bagan apung yang sering beroperasi di lokasi
pengamatan.
4.1.15 Lokasi Batu Bara
Penamaan Lokasi Batu Bara pada laporan ini sebenarnya hanya untuk memberi inisial
titik koordinat (053148.90LS-1052114.37BT) tempat dimana pengamatan dan
penyelaman dilakukan. Lokasi pengamatan tersebut adalah di pantai dimana terminal
Bagan apung yang beroperasi
di Perairan Tanjung Selaki.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 50
bongkar muat batubara tarahan berada. Pengamatan dilakukan ditempat ini bertujuan
untuk melihat dampak kegiatan bongkar muat batubara terhadap kondisi terumbu
karang yang ada di perairan tersebut.
Persentase tutupan karang hidup di perairan tersebut yaitu sebesar 28%, dalam artian
kondisi karang diperairan masih dalam kategori sedang walaupun mendekati rusak.
Namun yang menarik di lokasi ini adalah tutupan silt atau lumpur maupun substrat
halus yang menutupi dasar perairan. Tutupan substrat halus tersebut berwarna coklat
hingga hitam terhampar seluas 41%. Di lokasi ini juga ditemukan hamparan karang
mati yang meliputi 20% dari luas garis pengamatan. Karang mati ini diduga terjadi
karena resapan cahaya matahari yang kurang karena keruhnya air laut di sekitar
perairan. Pada saat penyelaman dilakukan kecerahan air laut kurang dari 4 meter,
walaupun pada saat itu air sedang dalam keadaan surut.
Grafik 4.9 Persentase tutupan karang di lokasi Batubara.
4.1.16 Pulauan Sebuku
Pengamatan terumbu karang di Pulau Sebuku dilakukan di dua lokasi penyelaman
yaitu Pulau Sebuku (055048.40LS-1053145BT) dan Pulau Sebuku Kecil yang
biasa di sebut Pulau Elang (055240.11LS-1053229.67BT). Pulau Sebuku
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 51
merupakan salah satu pulau besar selain Pulau Sebesi di kawasan perairan Teluk
Lampung. Pulau Sebuku adalah pulau yang berpenghuni dan aktifitas kegiatan
penangkapan ikan cukup tinggi. Persentase tutupan karang di setiap lokasi
pengamatan dapat dilihat dalam grafik dibawah ini.
Kondisi karang di Pulau Sebuku termasuk dalam kategori rusak. Hal ini tercermin
dari persentase karang hidup di Pulau Sebuku yang hanya 23.93%. Demikian pula
dengan Pulau Elang yang tutupan karang hidupnya 12%.
Menurut penuturan nelayan dari Pulau Sebuku, di perairan sekitar pulau sering terjadi
pengeboman ikan terutama di Pulau Elang. Dampak dari kegiatan ilegal fishing ini
tampak pada persentase karang mati di Pulau Elang yang hingga mencapai 72%.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 52
Gambar 4.32 Kondisi terumbu karang di Pulau Sebuku (atas), dan di Pulau Elang (bawah).
Beberapa spesies karang yang ditemukan di Pulau Sebuku antara lain adalah karang
dengan bentuk bercabang seperti Acropora cylindrica, karang dengan bentuk tumbuh
meja yaitu Acropora japonica dan Montipora efflorescens, serta karang dengan
bentuk tumbuh masif seperti Astreopora myriophthalma.
Di perairan Pulau Sebuku juga terdapat hamparan karang lunak yang hidup diatas
karang mati sebagai bentuk awal dari akan pulihnya ekosistem karang. Persentase
karang lunak (soft coral) di perairan ini adalah 2.66%. Selain karang lunak, tutupan
makro alga juga menghiasi hamparan karang mati dengan besaran tutupan 1.27%.
Spesies karang lunak yang ada di perairan Pulau Sebuku antara lain adalah Xenia sp
dan genus Sinularia. Sementara spesies makro alga yang dominan ada di dasar
perairan ini adalah alga Halimeda sp.
Tutupan karang di Pulau Elang sungguh memprihatinkan. Karang hidup yang terukur
di perairan ini hanya 12% yang meliputi karang masif 7% dan karang kerak 5%.
Sementara hamparan karang mati mencapai 72% yang meliputi karang yang baru mati
(dead coral) 29%, dan karang mati yang tertutup alga (Dead Coral Algae) mencapai
tingkat tutupan sebesar 43%.
Secara umum, tutupan karang di perairan kepulauan Sebuku dapat di gambarkan
dalam grafik kue dibawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 53
Grafik 4.10 Grafik Rata-rata persentase tutupan karang di Pulau Sebuku
Karang hidup diperairan kepulauan ini rata-rata hanya 18% sehingga kondisi
ekosistem terumbu karang ada dalam kategori rusak berdasarkan kriteria baku
kerusakan karang dari Kepmen Lingkungan Hidup No.4 tahun 2001.
4.1.17 Kepulauan Sebesi
Pengamatan terumbu karang di Kepulauan Sebesi dilakukan di 2 (dua) lokasi
penyelaman yaitu di sebelah utara Pulau Sebesi pada koordinat 055511.26LS-
105303.18BT, dan di Pulau Umang-umang pada koordinat 055533.99LS-
Perahupenumpang,sebagaisatusatunyaalat
transportasidariCantikeKepulauanSebesidanSebuku.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 54
1053157.11BT.
Pulau sebesi merupakan pulau besar yang berpenduduk cukup banyak dalam sebuah
desa. Dahulu penduduk pulau ini hidup makmur dengan mangandalkan hasil
perkebunan kelapa, namun sejak krisis ekonomi komoditi kelapa tidak lagi dominan
dan kini banyak kebun kelapa di pulau ini dikonversi menjadi kebun coklat.
Garis pantai Pulau Sebesi mencapai 21 km dengan topografi pulau hingga 800
meter. Kondisi perairan pada saat pengamatan dilakukan adalah pada saat surut dan
arus bergerak keras ke arah utara. Selain itu penyelaman dilakukan pada saat gunung
anak Krakatau dalam keadaan siaga II. Persentase tutupan karang di setiap lokasi
pengamatan di tampilkan dalam grafik dibawah ini.
Persentase tutupan karang hidup di Pulau Sebesi adalah 21%, dan karang mati sebesar
4%, serta tutupan pecahan karan mati mencapai 26%. Dengan demikian kondisi
terumbu karang di Pulau Sebesi dalam ada dalam kategori rusak.
Pulau Umang-Umang merupakan pulau kecil di sebelah timur Pulau Sebesi dan pulau
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 55
ini kini dijadikan daerah perlindungan laut (DPL) yang dikelola oleh masyarakat
pulau. Kondisi tutupan terumbu karang di pulau ini jauh lebih baik daripada kondisi
karang di pulau induknya. Tutupan karang hidup di pulau ini mencapai 47%, dengan
komposisi karang keras dari keluarga Acropora sebesar 21.60%, dan kelompok non
acropora sebesar 37.40%. Selain itu tutupan alga mencapai 10%, dan hamparan
karang lunak yang menghiasi dasar perairan mencapai 15%.
Gambar
4.33
Kondisi terumbu karang di Pulau
Sebesi pada kedalaman 10 meter
(atas), Pulau Umang-umang dan
Kima Raksasa (Tridacna gigas)
yang banyak terdapat di perairan
DPL pulau ini (bawah).
Dari pengamatan terumbu karang di kedua lokasi penyelaman tersebut diperoleh
gambaran persentase tutupan karang di Pulau Sebesi adalah seperti yang diilustrasikan
pada grafik dibawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 56
Grafik 4.11 Grafik rata-rata Penutupan karang di Pulau Sebesi.
Persentase tutupan karang hidup di Pulau Sebesi adalah 34% sehingga berdasarkan
kriteria baku kerusakan karang ekosistem terumbu karang di kepulauan ini termasuk
dalam kategori sedang.
Pada grafik di atas tergambar pula persentase kerusakan karang yang mencapai 25%
yang terdiri dari karang mati 8% dan pecahan karang mati sebesar 17%. Bila di Pulau
Sebesi tersebut tidak ada upaya untuk mengamankan sebagian dari wilayah
perairannya untuk menjadi daerah perlindungan laut (DPL), maka dapat diestimasi
bahwa persentase karang hidup di perairan sebesi akan jauh lebih rendah dari yang
terhitung sekarang.
4.1.18 Pesisir Pantai Bandar Lampung
Pesisir pantai Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang terpada dengan
penduduk dan aktifitas perekonomiannya. Sebagai ibukota Propinsi Lampung seluruh
aktifitas kegiatan manusia mulai dari pusat pemerintahan, pelabuhan perikanan dan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 57
pelabuhan peti kemas, pusat wisata hingga ke industri seluruhnya ikut memberikan
tekanan yang tinggi terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir
kotamadya ini.
Tekanan aktifitas kegiatan manusia tersebut tercermin dari hilangnya kelestarian
ekosistem terumbu karang diperairan. Pada saat pengamatan karang yang dilakukan
di tiga lokasi penyelaman yang meliputi Pantai Puri Gading (05289.21LS-
1051527.69BT), Gudang Lelang (052718.45LS-1051614.20BT), dan Pulau
Kubur (052914.30LS-1051529.80BT), tidak ditemukan tutupan karang hidup,
bahkan tutupan karang mati sangat jarang (poor) dan sudah tertutup endapan (silt)
sehingga dapat diabaikan keberadaannya. Dibawah ini disajikan grafik penutupan
karang per lokasi pengamatan di pesisir pantai Bandar Lampung.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 58
Gambar 4.34 Pulau Kubur dilihat dari PPI Lempasing, dan sea grass jenis Enhallus acoroides
di dasar perairan Bandar Lampung.
Secara umum kondisi ekosistem terumbu karang di pesisir pantai Bandar Lampung di
lokasi pengamatan adalah rusak dengan tutupan karang hidup 0%. Dasar laut di
kawasan perairan tersebut didominasi oleh hamparan pasir (73.9%) dan lumpur (7%).
Selain itu hanya ditemukan fauna lain yang masih hidup dari kelopok sea grass seperti
Enhallus acoroides. Dengan demikian kondisi karang di perairan tersebut dapat
digambarkan dalam grafik dibawah ini.
Grafik 4.12 Grafik tutupan karang di pesisir pantai Bandar Lampung.
4.2 Perubahan Ekosistem Terumbu Karang di Teluk Lampung tahun 1998 dan
tahun 2007
Pada tahun 1998, kondisi ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung pernah
dilakukan penelitian karang di beberapa pulau melalui kegiatan Coastal Resources
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 59
Management Project Lampung. Pengukuran tutupan terumbu karang di lakukan di 6
(enam lokasi) yaitu ; Pulau Tangkil, Pulau Tegal, Pulau Condong Darat, Pulau
Kelagian, Pulau Puhawang dan Pulau Dua.
Rata-rata tutupan karang hidup di lokasi pengamatan tersebut pada tahun 1998 adalah
65.5%, dan tutupan rata-rata karang mati adalah 14.73%. Sehingga berdasarkan
kriteria baku kerusakan karang, kondisi terumbu karang di beberapa lokasi di Teluk
Lampung pada tahun 1998 termasuk dalam kategori BAIK. Berikut disajikan dalam
bentuk grafik persentase tutupan karang di Teluk Lampung pada tahun 1998.
Grafik 4.13 Grafik tutupan karang di Teluk Lampung tahun 1998.
Dibandingkan dengan kondisi tutupan karang di Teluk Lampung tahun 1998 tersebut,
kondisi ekosistem karang Teluk Lampung pada beberapa lokasi yang sama saat ini
(tahun 2007) sangat menurun selama kurun waktu 8 tahun ini dengan laju penurunan
tutupan karang hidup sebesar 3% pertahun.
Perubahan dan perbandingan persentase tutupan karang hidup di beberapa lokasi di
Teluk Lampung antara tahun 1998 dengan tahun 2007, disajikan dalam grafik
dibawah ini.
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 60
Grafik 4.14 Grafik tutupan karang hidup di Teluk Lampung pada beberapa lokasi tahun 1998
dan tahun 2007.
Dari grafik yang menunjukkan perbandingan kondisi tutupan karang di atas, diperoleh
gambaran bahwa hampir seluruh lokasi pengamatan karang mengalami penurunan
tutupan karang, kecuali di Pulau Kelagian. Hal ini terjadi karena dipilihnya Pulau
Kelagian sebagai daerah latihan perang yang dikelola oleh TNI AL, sehingga aktifitas
TNI AL sekitar perairan ini mengurangi aksi pengeboman ikan yang dilakukan oleh
oknum nelayan.
4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Lampung
Wilayah pesisir merupakan salah satu sistem ekologi yang paling produktif, beragam
dan kompleks. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring
Jangkar
kapal/perahu
turutandildala
kerusakan
karangdiTeluk
Lampung
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 61
diantara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk sehingga
memberikan tekanan yang semakin berat terhadap ekosistem di wilayah ini.
Secara spasial dan ekologis, wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas
(daratan) dan laut. Hal ini karena wilayah pesisir merupakan merupakan daerah
pertemuan antara daratan dan laut. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka
pengelolaan kawasan pesisir tidak lepas dari pengelolaan yang dilakukan di kawasan
darat dan laut. Berbagai dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan pesisir
merupakan akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang
dilakukan di lahan atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri,
pemukiman dan sebagainya.
Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri, pertanian dan
rumah tangga, serta sedimentasi tidak dapat dilakukan hanya di kawasan pesisir saja,
tetapi harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan
wilayah pesisir harus diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah
Aliran Sungai (DAS) menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan.
Keterkaitan antar ekosistem pesisir dan laut harus selalu diperhatikan, misalnya
ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
Salah satu sumberdaya alam di perairan Teluk Lampung yang rentan terhadap
kerusakan adalah terumbu karang. Terumbu karang dengan segala kehidupan yang ada
didalamnya merupakan salah satu kekayaan yang dapat menunjang produksi
perikanan, bahan baku farmasi, obyek wisata bahari, bahan hiasan dan aquarium ikan
laut, bahan bangunan, tempat pemijahan ikan, tempat mencari ikan, tempat asuhan dan
pembesaran dan pelindung pantai dari hempasan ombak.
Kerusakan ekosistem terumbu karang umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia.
Kerusakan ini akan menyebabkan berkurangnya atau menghilangkan fungsi dan
manfaat terumbu karang bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Untuk
mengembalikan terumbu karang yang rusak maka diperlukan upaya pengelolaan
terumbu karang yang diantaranya rehabilitasi terumbu karang.
Keberhasilan pengelolaan terumbu karang ditentukan oleh banyak faktor. Salah
satunya adalah partisipasi masyarakat setempat. Tanpa adanya upaya pemeliharaan
dan perlidungan terumbu karang secara terus menerus, maka upaya rehabilitasi
terumbu karang kecil kemungkinannya akan berhasil. Untuk itu hal yang perlu
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 62
diperhatikan adalah bagaimana mengembangkan partisipasinya masyarakat agar
telibat aktif serta persepsi masyarakat terhadap pengelolaan wilayah pesisir.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebanyak 110 orang di Teluk
Lampung, persepsi masyarakat terhadap lingkungan pesisirnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Lampung
No Pertanyaan Kuisioner Persentase Responden (%)
1 Kegiatan manusia di laut akan
mempengaruhi jumlah ikan di laut
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
0
25.5
6.4
2.7
5.5
57.3
2.7
2 Hutan mangrove tidak dilindungi,
maka kita tidak dapat menangkap
ikan kecil-kecil
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
0
26.4
1.8
4.5
2.7
56.4
8.2
3 Kita harus peduli dan menjaga tanah
dan laut, bila tidak tanah dan laut
tidak akan menyediakan makanan
bagi kita
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
1.8
6.4
0.9
0.9
0.9
70.9
18.2
4 Membuang sampah ke pantai, akan
dibawa arus ke laut dan tidak akan
menimbulkan kerusakan di laut
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
4.5
48.2
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 63
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
0.9
0.9
0.9
36.4
8.2
5 Kita tidak perlu kuatir mengenai
lingkungan udara dan laut, karena
Tuhan akan merawat dan
menjaganya
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
5.5
41.8
2.7
1.8
0
40.9
7.3
6 Apabila ada kerjasama dari
masyarakat maka sumberdaya alam
di sekitar desa kita dapat dijaga dan
dilindungi
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
0.9
0
0.9
0.9
2.7
82.7
11.8
7 Menangkap ikan akan lebih mudah
bila karang tempat hidup ikan di
angkat dan diambil habis
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
1.8
74.5
4.5
0.9
0
13.6
4.5
8 Perkebunan di perbukitan di
belakang desa dapat mempengaruhi
kehidupan ikan
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
0
46.4
0.9
5.5
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 64
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
2.7
42.7
1.8
9 Karena begitu banyak ikan di laut,
maka berapapun yag ditangkap, ikan
akan tetap tersedia cukup bagi
kebutuhan kita
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
0
13.6
8.2
0
0.9
69.1
8.2
10 Kawasan laut yang dimanfaatkan
oleh desa ini terbatas
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Agak tidak setuju
Tidak tahu
Agak setuju
Setuju
Setuju sekali
2.7
31.8
0
4.5
0
56.4
4.5
Masyarakat yang menyatakan setuju (57,3%/63 orang) bahwa kegiatan manusia dilaut
mempengaruhi jumlah ikan di laut. Sedangkan persepsi terhadap hutan bakau bahwa
masyarakat yang setuju (56,4%/62 orang) dan tidak setuju (26,4 %/29 orang) jika
hutan bakau tidak dilindungi maka tidak dapat menangkap ikan-ikan kecil lagi.
Masyarakat setuju membuang sampah ke sungai sebanyak (36,4%/40 orang) dan tidak
(48,2%/53 orang), ini berarti bahwa banyak masyarakat mempunyai kebiasaan suka
membuang sampah ke sungai. Kerjasama dalam menjaga sumberdaya alam sangat
penting, masyarakat yang setuju (82,7%/91 orang), ini berarti tanggung jawab
menjaga lingkungan laut adalah tanggung jawab bersama. Persepsi masyarakat
terhadap kemudahan menangkap ikan pada karang yang diangkat dan diambil habis
sebayak (74,5 %/82 orang) tidak setuju, ini berarti masyarakat secara pengalaman
sehari-hari mengetahui bahwa karang merupakan habitat ikan karang. Pandangan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 65
bahwa sumberdaya ikan sangat terbatas sebanyak (69,1%/76 orang) setuju dan hanya
(13,6%/ 15 orang) tidak setuju. Tentang kawasan laut yang dimanfaatkan mempunyai
keterbatasan, sebanyak (56,4%/62 orang) setuju dan (31,8%/35 orang) tidak setuju.
4.4 Permasalahan Terumbu Karang Teluk Lampung
Ekosistem terumbu karang dapat mengalami degradasi/kerusakan oleh aktifitas
manusia. Aktifitas tersebut seperti yang diungkapkan oleh Berwick (1983) dalam
Dahuri et al (1996) adalah: penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak,
penangkapan ikan dengan alat yang merusak dan eksploitasi yang berlebihan,
pembuangan limbah panas, pengundulan hutan di lahan atas, pengerukan di sekitar
terumbu karang, kepariwisataan, pencemaran oleh limbah manusia dari hotel tanpa
hotel tanpa pengolahan, kerusakan fisik terumbu karang oleh jangkar kapal, kegiatan
penyelaman yang tidak peduli terhadap nilai kelestarian terumbu karang, serta
penangkapan ikan hias dengan menggunakan kalsium sianida (KCN). Sedangkan
pengaruh faktor alam misalnya akibat badai dan pemangsaan predator (Acanthaster
plancii) juga akibat perubahan suhu air laut yang menyebabkan karang mati dan
menjadi putih (bleaching).
Berdasarkan wawancara dengan masyarakat dan hasil survey lapangan bahwa
kerusakan terumbu karang Teluk Lampung di sebabkan oleh:
1. Kegiatan Pemboman dan pemutasan karang untuk mencari ikan karang
Pemboman karang terjadi diantara Pulau Legundi, Pulau Siuncal, dan pulau
kecil lainya. Bekas-bekas bom dapat dilihat dari banyaknya patahan karang
dan lubang bekas bom serta setelah terjadi pemboman terjadi perubahan
ekosistem mikro terumbu karang dengan danya rubbles dan sea anemone
(karang lunak) yang melimpah. Ini menandakan terjadinya recovery karang
tetapi eksositem baru ini tidak akan mendukung keberadaan ikan-ikan karang
untuk kembali. Dampak racun (potas) menghilangkan semua jenis karang dan
ikan karang dalam bentuk dewasa dan juvenil maupun telurnya.
2. Penambangan karang untuk bahan bangunan, jalan dan perhiasan
Dampak penambangan karang adalah kestabilan pantai berkurang dan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung
Bab IV - 66
bertambahnya erosi/abrasi pantai sehingga menimbulkan masalah sosial seperti
kerusakan bangunan pantai, pantai, rumah, dan infrastruktur penting lainya.
Penambangan karang di untuk pondasi bangunan terjadi disepanjang pantai
Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil. Kerajinan karang banyak
diperdagangkan di Kalianda.
3. Sedimentasi akibat penebangan hutan dan pembukaan pertambakan.
Sedimentasi terjadi pada wilayah dekat pantai dan diwilayah muara sungai.
Dampak yang ditimbulkan matinya karang karena endapan lumpur, susah
melakukan repirasi, perairan keruh dan zooxantelae pada karang tidak bisa
bisa melakukan fotosintesa. Sepanjang pesisir Teluk Lampung terjadi alih
konversi lahan menjadi tambak udang dan penebangan mangrove.
4. Perusakan karang akibat pembuangan jangkar kapal di pulau- pulau kecil
karena kurangnya pelampung tambat (mooring buoy) dan dermaga. Kerusakan
karang akibat jangkar seperti patahnya karang bercabang, tercabutnya karang
meja dan hancur karang lunak.
Tabel 4.3 Penyebab Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Teluk Lampung
No PenyebabUtamaKerusakan Akibatyangditimbulkan
1 Kegiatan Pemboman dan pemutasan
karanguntukmencariikankarang
Kerusakanhabitat,karangpatah,membuang
lubang, karang kena potas memutih, dan
berkurangnyakeanekaragamanhayati
2 Penambangan karang untuk bahan
bangunan,jalandanperhiasan
Kestabilan pantai berkurang dan
bertambahnyaerosi/abrasipantai
3 Sedimentasi akibat penebangan
hutandanpembukaanpertambakan
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 7
Tabel5.2:MatrikFaktorInternalPengelolaanTerumbuKarangTelukLampung
Faktor Internal Bobot Ranking Skor Komentar
Kode
Kekuatan
K1 Memiliki hamparan terumbu
karang yang luas sebagai habitat
sumberdaya perikanan
0,30 4 1,20 Terumbu karang di
pantai dan pulau-
pulau kecil
K2 Beberapa lokasi mempunyai nilai
estetika yang tinggi sebagai
pengembangan wisata bahari
0,20 3 0,60 Banyak pulau
kecil potensi
diving dan
snorkling
K3 Adanya daerah perlindungan laut
(sekitar perairan Pulau Sebesi dan
Dan Pulau Legundi) sebagi contoh
perlindungan ekosistem karang
0,10 2 0,20 Pulau Sebesi dan
Pulau Legundi
Kelemahan
L1 Rendahnya pengetahuan
masyarakat lokal mengenai
manfaat ekosistem terumbu karang
0,30 4 1,20 Kesadaran
menyelamatan
terumbu karang
masih kurang
L2 Sulitnya pengawasan dan
lemahnya penegakkan hukum bila
terjadi eksploitasi terumbu karang
0,30 4 1,20 Kurang sarana
kapal pengawas
dan personil
L3 Belum adanya Perda untuk
melarang penambangan karang
dan perusakan karang
0,10 2 0,20 Perlu dibuat Perda
pelestarian
terumbu karang
Tabel5.3:MatrikFaktorEksternalPengelolaanTerumbuKarangTelukLampung
Faktor Eksternal Bobot Ranking Skor Komentar
Kode
Peluang
P1 Peluang Investasi Budidaya ikan
karang
0,30 3 0,90 Potensi pada
perairan karang di
teluk dan pulau
kecil
P2 Peluang Investasi wisata bahari 0,30 3 0,90 Pulau-pulau kecil
P3 Rehabilitasi karang dengan
kegiatan transplantasi
0,10 2 0,20
Ancaman
A1 Kegiatan pemboman dan
penggunaan racun (potas) untuk
menangkap ikan
0,30 4 1,20 Pemboman masih
terjadi
A2 Penambangan karang untuk
bahan bangunan
0,30 3 0,90 Untuk bangunan
penahan gelombang
dan pondasi rumah
A3 Kerusakan ekosistem karang
akibat kegiatan pembangunan
(sedimentasi dan pencemaran
laut)
0,20 2 0,40 Terjadi di dekat
pantai dan
pencemaran laut
pada daerah padat
industri
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 8
Tabel5.4.:MatrikAnalisisSWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
KEKUATAN (K)
K1.Memiliki hamparan terumbu
karang yang luas sebagai
habitat sumberdaya
perikanan
K2.Beberapa lokasi mempunyai
nilai estetika yang tinggi
sebagai pengembangan
wisata bahari
K3. Adanya daerah perlindungan
laut (sekitar perairan Pulau
Sebesi dan Dan Pulau
Legundi) sebagi contoh
perlindungan ekosistem
karang
KELEMAHAN (L)
L1.Rendahnya pengetahuan
masyarakat lokal mengenai
manfaat ekosistem terumbu
karang
L2.Sulitnya pengawasan dan
lemahnya penegakkan
hukum bila terjadi
eksploitasi terumbu karang
L3.Belum adanya Perda untuk
melarang penambangan
karang dan perusakan
karang
masyarakat
PELUANG (P)
P1.Peluang Investasi Budidaya
ikan karang
P2.Peluang Investasi wisata bahari
P3.Rehabilitasi karang dengan
kegiatan transplantasi
STRATEGI KP
KP1.Pengembangan mata
pencaharian alternatif
budidaya ikan karang
KP2.Pengembangan mata
pencaharian alternatif wisata
bahari berbasis masyarakat
KP3.Pengembangan program
rehabilitasi karang dengan
transplantasi
STRATEGI LP
LP1.Meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang manfaat
ekosistem karang
LP2.Memperkuat sistem
keamanan laut untuk menjaga
ekosistem terumbu karang
LP3.Koordinasi terpadu antar
lintas sektoral dalam
pelestarian terumbu karang
ANCAMAN (A)
A1.Kegiatan pemboman dan
penggunaan racun (potas)
untuk menangkap ikan
A2.Penambangan karang untuk
bahan bangunan
A3.Kerusakan ekosistem karang
akibat kegiatan pembangunan
(sedimentasi dan pencemaran
laut)
STRATEGI KA
KA1.Pengembangan teknologi
penangkap ikan yang ramah
lingkungan
KA2.Pelarangan penambangan
karang untuk bahan
bangunan
KA3.Pengembangan dan
pengawasan Daerah
Perlindungan Laut (DPL)
STRATEGI LA
LA1.Peningkatan kesadaran
masyarakat untuk melestarikan
terumbu karang
LA2.Pelibatan masyarakat secara
aktif untuk menjaga dan
melestarikan ekosistem
terumbu karang
LA3.Pembuatan Perda/Peraturan
lainnya untuk melindungi
ekosistem terumbu karang
Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 9
Tabel5.5:AlternatifPemilihanStrategiuntukPengelolaanTerumbuKarangTelukLampung