You are on page 1of 6

Artikel Penelitian

Kekuatan Otot dan Mobilitas Usia Lanjut Setelah Latihan Penguatan Isotonik Quadriceps femoris di Rumah

Indah Retno Wardhani,* Siti Annisa Nuhoni,* Tirza Z Tamin,* Edy Rizal Wahyudi,** Aria Kekalih***
*Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta **Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta ***Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Kekuatan otot dan mobilitas menurun seiring pertambahan usia. Latihan penguatan dapat mencegah penurunan kekuatan otot dan mobilitas. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan penguatan otot Quadriceps femoris di rumah pada usia lanjut (usila) dan hubungannya dengan mobilitas fungsional yang diukur dengan tes Timed Up and Go (TUG). Analisis dilakukan terhadap 33 subjek berusia lebih dari 60 tahun. Dilakukan pemeriksaan TUG dan kekuatan otot Quadriceps femoris berdasarkan beban pada pergelangan kaki yang menghasilkan persepsi cukup berat menurut Skala Borg RPE. Latihan dilakukan di rumah tiga kali seminggu, sebanyak 3x10 repetisi. TUG dan kekuatan otot dinilai kembali pada minggu ke-4 dan ke-8. Rerata beban pergelangan kaki sebesar 1,4 (0,4) kg pada awal penelitian. Terjadi peningkatan kekuatan sebanyak 46,61% pada minggu ke-4 menjadi 2,0 (0) kg dan peningkatan 95,91% pada minggu ke-8 menjadi 2,6 (0,6) kg. Nilai TUG pada awal latihan adalah 11,3 (1,4) detik dan setelah 4 minggu didapatkan perbaikan nilai TUG menjadi 10,0 (1,3) detik. Setelah 8 minggu nilai TUG kembali mengalami perbaikan menjadi 9,33 (1,40) detik. Terdapat korelasi sedang (r=-0,354) antara peningkatan kekuatan otot Quadriceps femoris dan perbaikan hasil TUG pada usila. Disimpulkan bahwa latihan penguatan otot Quadricep femoris di rumah dapat meningkatkan kekuatan otot dan mobilitas pasien usila. Kata Kunci: Usia lanjut, TUG, kekuatan otot, quadriceps femoris, latihan penguatan di rumah

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Kekuatan Otot dan Mobilitas Usia Lanjut Setelah Latihan Penguatan Isotonik

Muscle Strength and Mobility in Elderly After Home-based Quadriceps femoris Isotonic Strengthening Exercise Indah Retno Wardhani,* Siti Annisa Nuhoni,* Tirza Z Tamin,* Edy Rizal Wahyudi,** Aria Kekalih***
*Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta **Geriatric Division, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta ***Department of Community Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta

Abstract: Muscle strength and mobility decrease with age. Strengthening exercise can prevent decreased muscle strength and mobility. The purpose of this study is to evaluate the effects of home-based Quadriceps femoris strengthening exercise in elderly subjects and its correlation with functional mobility, measured using Timed Up and Go (TUG) test. Thirty-three subjects aged 60 years and above were analyzed in this study. Quadriceps femoris strength was determined using ankle weights that give a perception of somewhat hard in Borg Scale after 10 repetitions. Exercise was done at home three times a week, in 3x10 repetitions. TUG test and ankle weights was re-examined on 4th and 8th week. Initial quadriceps strength was 1,4 (0,4) kg. After 4 weeks of exercise, there was 46,61% increment to 2,0 (0) kg and after 8 weeks 95,91% increment was recorded with ankle weight of 2,6 (0,6) kg. TUG test at initial was 11,3 (1,4) seconds. After 4 weeks, TUG improved to 10,0 (1,3) seconds and after 8 weeks to 9,33 (1,40) seconds. Modest correlation (r=-0,354) was recorded between Quadriceps femoris strength improvement and TUG improvement. Quadriceps femoris strengthening exercise can improve muscle strength and mobility in elderly. Keywords: elderly, TUG, muscle strength, quadriceps femoris, home based strengthening exercise.

Pendahuluan Kekuatan otot akan menurun seiring dengan pertambahan usia.1,2 Penurunan kekuatan otot anggota gerak bawah berhubungan dengan gangguan pola jalan (gait), jatuh, fraktur panggul dan ketergantungan karena gangguan ambulasi.3-5 Kelemahan otot, khususnya kekuatan otot Quadriceps femoris, merupakan faktor risiko jatuh pada usia diatas 50 tahun.5-9 Studi oleh Runnels et al.10 menunjukkan bahwa penurunan kekuatan otot Quadriceps femoris lebih cepat terjadi pada kelompok usia lebih dari 59 tahun. Latihan penguatan dapat mencegah penurunan kekuatan otot dan mempertahankan massa otot. Latihan penguatan juga mampu mencegah penurunan massa tulang, meningkatkan metabolisme, dan dalam jangka panjang menurunkan tekanan darah.11 Mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh, disarankan untuk melakukan latihan penguatan pada kelompok usia lanjut (usila). Pada kelompok usila, latihan penguatan ditargetkan pada otot-otot besar tungkai bawah, termasuk otot Quadriceps femoris, yang merupakan prediktor jatuh dan penentu kemampuan fungsional aktivitas kegiatan sehari-hari. Agar dapat diterima kelompok usila bentuk latihan penguatan harus cukup menyenangkan, mudah dilakukan,
4

murah, tidak menggunakan peralatan mahal dan rumit, serta mampu laksana tanpa supervisi ketat. Program latihan di rumah memungkinkan individu untuk latihan secara mandiri di lingkungan yang nyaman tanpa harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Selain itu program ini sangat bermanfaat bagi kelompok usila yang tidak dapat pergi ke pusat latihan. Identifikasi dan intervensi rehabilitasi medik untuk kekuatan otot usila, khususnya otot kuadrisep sangat penting untuk mencegah penurunan kekuatan otot sehingga diharapkan menurunkan prevalensi jatuh. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran latihan penguatan otot Quadriceps femoris di rumah pada kelompok usila dan hubungannya dengan mobilitas fungsional. Metode Penelitian ini adalah studi intervensi pra dan pasca perlakuan. Penelitian dilakukan di Paguyuban Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) Bungur dan Senen, Jakarta Pusat, poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM, dan kelompok usila di kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pelaksanaan dilakukan pada bulan Januari-Maret 2010 setelah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian FKUI.
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Kekuatan Otot dan Mobilitas Usia Lanjut Setelah Latihan Penguatan Isotonik Subjek penelitian adalah kelompok usila berusia diatas 60 tahun yang tercatat di PUSAKA XXXIX Bungur-Senen, warga di Kelurahan Kebon Jeruk serta pasien poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM. Subjek dipilih secara konsekutif yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Kriteria penerimaan adalah usia diatas 60 tahun, kondisi medis stabil, tidak menderita penyakit progresif seperti kanker, mandiri secara fisik, mampu berjalan setidaknya 6 meter tanpa alat bantu, bersedia mengikuti program penelitian secara sukarela dengan mengisi formulir persetujuan, tidak sedang mendapat tindakan rehabilitasi medik pada saat penelitian dilakukan (minimal dalam dua minggu), tidak rutin mengikuti program latihan fisik atau olahraga terstruktur selama minimal tiga kali per minggu, serta nilai waktu uji awal tes Timed Up and Go (TUG) dibawah 30 detik. Kriteria penolakan adalah gangguan neuromuskular berupa gangguan saraf pusat, gangguan saraf tepi, penderita artritis pada sendi lutut yang sedang aktif, atau mengalami keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut, infark miokard akut dalam 3 bulan terakhir, gangguan visus yang belum dikoreksi, gangguan pendengaran berat, gangguan keseimbangan yang dinilai dari hasil tes Romberg positif, gangguan intelektual berupa gangguan memori atau kognitif yang membuat subjek penelitian sulit atau tidak dapat memahami, tidak dapat mengingat edukasi maupun penjelasan yang diberikan oleh peneliti (diperiksa dengan MMSE) serta bila subjek penelitian menolak untuk ikut serta dalam penelitian. Pasien dikeluarkan dari penelitian bila tidak menjalankan latihan penguatan lebih dari 3 kali berturut-turut (selama lebih dari seminggu). Didapatkan 41 subjek dan 8 dikeluarkan dari penelitian sehingga hanya 33 subjek yang dianalis. Pada populasi terjangkau dilakukan seleksi subjek sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Kepada tiap subjek diberikan penjelasan mengenai program penelitian. Subjek yang bersedia mengikuti program penelitian menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian. Peneliti mengisi formulir data dasar yang meliputi nama, umur, alamat, nomor telepon, tingkat pendidikan terakhir. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data awal berupa berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan fungsi kognitif, dan riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir. Selanjutnya dilakukan penilaian waktu bangkit dari duduk dan berjalan dengan tes TUG dan pengukuran kekuatan otot kuadrisep femoris. Penentuan beban latihan dilakukan menggunakan beban pada pergelangan kaki dan diangkat sebanyak 10 kali yang memberikan persepsi skala RPE Borg sebesar 12-13 (cukup berat). Latihan penguatan kuadrisep dilakukan menggunakan beban pada tungkai bawah yang diikat pada proksimal maleolus seperti yang telah digunakan oleh Tamin12 dengan beban pemberat dari besi yang dimasukkan ke dalam bahan kain busa. Beban ini dapat diatur dari 0,5-5 kg atau lebih
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

tergantung dari hasil uji kemampuan angkat beban pasien.13 Subjek duduk tegak di kursi, panggul fleksi 90o dan lutut fleksi 90o. Subjek mengekstensikan lutut dan mengangkat beban sebanyak tiga set dengan masing-masing 10 repetisi. Beban diangkat dengan kecepatan dua detik untuk naik dan empat detik untuk turun. Latihan penguatan dilakukan selama delapan minggu. Pengawasan dilakukan oleh anggota keluarga atau pengasuh pasien untuk memastikan frekuensi latihan minimal tiga kali seminggu tercapai. Peneliti juga memantau dengan menghubungi melalui telepon. Diberikan brosur berupa gambar gerakan latihan yang harus dilakukan di rumah dan evaluasi dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8 latihan. Status ambulasi pada usila dinilai sebagai skor mobilitas fungsional dengan tes TUG. Penggunaan tes TUG di klinik digunakan sebagai pemeriksaan untuk mengukur mobilitas, keseimbangan dan pergerakan pada usila. Pemeriksaan TUG meliputi komponen keseimbangan statis duduk di kursi, keseimbangan dinamis bangkit dari kursi, jalan sepanjang 3 meter dan kembali lagi duduk ke kursi.14,15 Hasil Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Pada awal penelitian didapatkan besar beban rata-rata 1,4 (+ 0,4) kg. Setelah 4 minggu dilakukan latihan, beban ditingkatkan, didapatkan rata-rata peningkatan sebesar 46,62% dengan rata-rata beban 2 kg (+ 0 kg). Pada minggu kedelapan, didapatkan peningkatan kekuatan sebesar 95,91% dengan rata-rata beban menjadi 2,6 (+ 0,6) kg (lihat tabel 2). Mobilitas fungsional pada kelompok usila yang menjadi subyek penelitian ini digambarkan dengan hasil tes TUG. Didapatkan waktu untuk rerata awal tes TUG sebesar 11,3 (+ 1,4) detik. Pada evaluasi minggu ke-4 didapatkan perbaikan
Tabel 1. Sebaran Frekuensi Karakterintik Subjek Penelitian Karakteristik Asal rekruitmen Kebun Jeruk Poli RM RSCM Pusaka Usia (Rata-rata + SD) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA PT Toilet Duduk Jongkok Indeks Massa Tubuh Kurang Normal Overweight Obesitas Kepatuhan latihan Patuh Kurang MMSE (Rata-rata+SD) N = 33 16 7 10 64,79(+2.79) 8 25 1 6 5 16 5 13 20 3 14 5 11 24 9 27,55 (+3,18) % 48,5 21,2 30,3 24,2 75,8 3,0 18,2 15,2 48,5 15,2 39,4 60,6 9,1 42,4 15,2 33,3 72,7 27,3

Kekuatan Otot dan Mobilitas Usia Lanjut Setelah Latihan Penguatan Isotonik waktu tes TUG lebih cepat 10,21% dengan rata-rata menjadi 10,0 (+ 1,3) detik. Pada evaluasi minggu ke-8 didapatkan perbaikan lagi sebesar 16,57% dari nilai awal dengan ratarata 9,33 (+ 1,40) detik. Dinilai korelasi antara persentase peningkatan kekuatan otot kuadrisep femoris dengan hasil tes TUG. Didapatkan korelasi bahwa dengan semakin bertambahnya kekuatan otot kuadrisep femoris, maka terjadi perbaikan kecepatan tes TUG (semakin cepat). Kenaikan beban setelah 8 minggu dengan perbaikan kecepatan TUG setelah 8 minggu melalui uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi cukup bermakna, dengan tingkat korelasi sedang1 (p=0,043 dengan r=0,354). Selama penelitian tidak didapatkan efek samping serius. Keluhan yang terjadi pada subjek pada penelitian ini adalah rasa pegal yang dilaporkan pada empat orang. Sebanyak
Tabel 2. Kekuatan Otot Kuadrisep Femoris dengan Beban Pergelangan Kaki Sebelum dan Sesudah Latihan Standard Deviasi Median

Gambar 1. Korelasi antara Peningkatan Kekuatan Otot Kuadrisep Femoris dan Perbaikan Kecepatan Tes TUG

Mean

MiniMaksimum m u m 1,0 2,5 1 3 1,5 4,0 20,00 100,00 33,33 200,00

Beban Awal 1,4 Beban minggu ke-4 2 Beban minggu ke-8 2,6 Persen kenaikan 46,62 beban minggu ke-4 Persen kenaikan 95,91 beban minggu ke-8

0,4 0 0,6 24,63 44,19

1,5 2 2,5 33,33 100,00

satu orang subyek mengeluhkan pegal pada otot paha karena latihan dilakukan setiap hari (tidak sesuai prosedur yang diajarkan). Keluhan berkurang setelah frekuensi latihan dilakukan sebanyak tiga kali seminggu. Satu subyek mengeluh pegal karena mencoba beban melebihi yang dianjurkan. Keluhan rasa pegal cukup ringan, tidak membutuhkan obatobatan khusus. Umumnya keluhan hilang dengan menggunakan koyo atau dipijat. Pada akhir penelitian seluruh subyek mengatakan merasakan manfaat latihan dan merasa lebih baik serta ingin meneruskan latihan secara teratur. Diskusi Penilaian besar kekuatan otot dipengaruhi oleh jenis kontraksi, metode pengukuran, dan alat yang digunakan. Tamin TZ12 mendapatkan rata-rata besar kekuatan isotonik otot kuadrisep femoris dengan beban pergelangan kaki yang juga digunakan pada penelitian ini adalah 1,22 (0,40) kg. Angka tersebut berlaku pada kelompok disabilitas intelektual usia 10-30 tahun yang mengalami obesitas dan diukur dengan metode 10 RM. Besar peningkatan kekuatan otot yang didapatkan pada penelitian ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Reyes,17

Tabel 3. Hasil Tes Timed Up and Go Sebelum dan Setelah Latihan Penguatan Isotonik Otot Kuadrisep femoris Standard Deviasi Median

Mean

Mini mum 8,4 6,5 6,46 -34,64 -38,93

Maksimum 14,0 13,6 13,45 8,25 18,19

TUG 11,3 TUGT minggu 4 10,0 TUGT minggu 8 9,33 Persen perbaikan -10,21 TUG 4 minggu Persen kenaikan -16,57 TUG 8 minggu

1,4 1,3 1,40 10,44 13,09

11,3 10,3 9,46 -9,24 -18,00

Tabel 4. Korelasi antara Frekuensi Latihan, Persentase Peningkatan Beban minggu ke-8, dan Persentase Perbaikan TUG Frekuensi % peningkatan % perbaikan latihan beban awal-8 mg TUG Spearmens rho frekuensi latihan Correlation Coefficient Sig (2-tailed) N Correlatioan Coefficient Sig (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N 1.000 33 -,383* ,028 33 -,043 ,813 33 -,383* ,028 33 1.000 33 -,354* ,043 33 -,043 ,813 33 -,354* ,043 33 1.000 33

% peningkatan beban awal-8 mg % perbaikan TUG

*Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) 6 Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Kekuatan Otot dan Mobilitas Usia Lanjut Setelah Latihan Penguatan Isotonik yaitu kecepatan peningkatan kekuatan otot dengan latihan maksimum adalah sekitar 12% tiap minggunya (96% dalam 8 minggu), meningkat secara linear hingga 75% batas kekuatan. Di atas 75% batas kekuatan, kecepatan peningkatan kekuatan otot akan berkurang secara progresif, sampai dengan mencapai batas kekuatan. Kurva ini sama untuk setiap otot, usia dan jenis kelamin. Widjanantie18 mendapatkan kekuatan isometrik otot kuadriseps kelompok umur 50-65 tahun dengan NK Table sebesar 9,73 (+3,58) kg pada kuadrisep kanan dan 11,16 (+3,95) kg pada otot kuadrisep kiri yang dinilai menggunakan tensiometer kabel. Persentase peningkatan kekuatan isometrik otot kuadrisep femoris sebesar 21,95% setelah 4 minggu latihan dan 36,74% setelah 6 minggu. Tulaar ABM18 juga mendapatkan peningkatan otot kuadrisep pada latihan isometrik yang tidak jauh berbeda. Besar peningkatan kekuatan otot dipengaruhi oleh jenis latihan, intensitas latihan, alat yang digunakan, dan usia. Latihan isometrik, isotonik atau isokinetik akan menghasilkan peningkatan kekuatan otot yang berbeda. Pada penelitian ini teknik pengukuran yang digunakan yaitu dengan kontraksi isotonik menggunakan beban pergelangan kaki (ankle weight). Dikatakan bahwa peningkatan kekuatan akan maksimal pada kontraksi isometrik. Tetapi dengan kontraksi isotonik, kekuatan otot meningkat pada seluruh lingkup gerak sendi, sedangkan pada kontraksi isometrik, peningkatan kekuatan otot terjadi pada sudut yang dilatih. Persentase peningkatan kekuatan otot yang didapat pada penelitian ini lebih besar daripada hasil yang diperoleh Widjanantie,18 yaitu 46,62% setelah 4 minggu latihan dan 95,91% setelah 8 minggu. Hasil yang lebih berbeda ini dikarenakan karena adanya perbedaan teknik pengukuran dan jenis latihan. Selain itu, dikarenakan otot yang belum terlatih pada awal latihan. Sesuai konsep batas kekuatan otot (limiting strength) oleh Muller dan Rohmert yang dikutip oleh Reyes17 bahwa semakin tidak terlatih otot pada awal latihan akan semakin besar peningkatan kekuatan yang didapatkan. Frontera1 mendapatkan pada pria dewasa non-atlet, latihan penguatan isotonik dengan squat selama 10 minggu menunjukkan peningkatan 4-5% peningkatan ekstensor panggul dan lutut. Frontera seperti dikutip oleh Wilmore19 meneliti pada kelompok pria usia lanjut (usia 60-72 tahun) menunjukkan peningkatan kekuatan dengan latihan isotonik 80% dari 1 RM (intensitas tinggi) selama 12 minggu terjadi peningkatan kekuatan ekstensor lutut sebesar 107%. Hagerman2 dan Hikida20 juga meneliti latihan penguatan pada pria usia lanjut (rerata usia 63+(0,7) tahun) dengan intensitas tinggi (80% dari 1 RM) dan mendapatkan peningkatan 50,7% untuk ekstensi tungkai. Hakkinen19,20 meneliti pada wanita usia lanjut (rerata usia 64 tahun), dengan latihan penguatan selama 21 minggu terjadi peningkatan 29% kekuatan otot kuadrisep yang dinilai dari 1 RM. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa intensitas beban pergelangan kaki sebagai stimulus latihan penguatan otot kuadrisep femoris cukup adekuat pada usia lanjut. Dari intensitas yang dinilai berdasarkan Skala Borg dengan bantuan karikatur, didapatkan beban pergelangan kaki berkisar antara 13 kg. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian latihan penguatan dengan intensitas ringan sedang sudah dapat meningkatkan kekuatan otot secara bermakna pada usia lanjut. Selain intensitas, frekuensi latihan yang juga harus adekuat untuk terjadinya peningkatan kekuatan. Hal ini terlihat dari korelasi antara frekuensi latihan dan persentase peningkatan kekuatan otot kuadrisep femoris. Hal ini tidak termasuk dalam tujuan penelitian, namun dari data yang didapat dilakukan uji korelasi Spearman dan didapatkan korelasi yang signifikan dengan r=0,05. Semakin sering latihan dilakukan maka persentase peningkatan kekuatan otot akan semakin besar. Peningkatan kekuatan otot yang cukup besar ini disebabkan perubahan anatomis, yaitu peningkatan jumlah miofibril, peningkatan ukuran miofibril, peningkatan jumlah total protein kontraktil khususnya kontraktil miosin, peningkatan kepadatan pembuluh kapiler dan peningkatan kualitas jaringan penghubung, tendon dan ligamen. Selain itu, peningkatan kekuatan otot juga disebabkan perubahan biokimia otot yaitu peningkatan konsentrasi kreatin, peningkatan konsentrasi kreatin fosfat dan ATP dan peningkatan glikogen; serta perubahan sistem saraf sulit diidentifikasi secara akurat. Namun, penelitian lain mengungkapkan adanya adaptasi sistim saraf yang menyangkut sinkronisasi dan rekurtmen unit motorik. Penyebab peningkatan kekuatan otot pada 8 minggu pertama latihan terutama disebabkan adaptasi sistem saraf ini.19 Pada penelitian ini dilakukan pengukuran mobilitas fungsional dengan tes TUG sebelum dan sesudah melakukan latihan penguatan isotonik otot kuadrisep femoris. Karakteristik hasil yang didapat adalah adanya peningkatan secara bermakna. Podsialo dkk menemukan bahwa orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan mampu melakukan tes TUG kurang dari 10 detik. Pada awal penelitian ini, rerata nilai TUG lebih dari 10 detik, yaitu 11,3 (1,4) detik. Ini menunjukkan mulai terdapatnya gangguan keseimbangan ringan pada subjek yang diteliti. Wijayalaksmi21 mendapatkan pada 42 usila umur 70,2 (6,l4) tahun di Jakarta rerata nilai TUG senilai 10,7 (2,1) detik. Winaktu20 melakukan studi pada 34 usila dengan rerata umur 68,9+(6,4) tahun didapatkan nilai TUG 10,3 (2,1) detik dan setelah 8 minggu latihan SKJ sebanyak 3 kali seminggu terjadi perubahan nilai TUG menjadi 8,2 (1,4) detik. Hasil TUG yang didapat pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapat dari penelitian sebelumnya. Semua subyek penelitian mandiri (Indeks Barthel 20), ambulasi di komunitas tanpa alat bantu, dan mampu menyelesaikan TUG dengan waktu kurang dari 20 detik. Satu data dari subjek yang jatuh, mengalami gangguan mobilitas, dan drop-out (data tidak diikutkan dalam analisis)

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Kekuatan Otot dan Mobilitas Usia Lanjut Setelah Latihan Penguatan Isotonik menunjukkan TUG awal 14 detik dan TUG minggu ke-8 (setelah jatuh, ada rasa takut jatuh) menjadi 19,8 detik. ShumwayCook et al.12 menentukan batas nilai 14 detik untuk membedakan kelompok jatuh dan kelompok non-jatuh. Akan tetapi waktu tes TUG antara 20-30 detik tidak berarti menyingkirkan risiko. Hasil ini menunjukkan bahwa TUG bisa digunakan untuk tes penapis untuk menyingkirkan kemungkinan risiko tinggi untuk jatuh.22 Untuk kegiatan bangkit dari duduk dan berjalan, dalam tes TUG diperlukan hubungan biomekanik antar sendi tubuh yang baik, kekuatan otot penopang postur, fleksibilitas tulang belakang dan panggul, lingkup gerak sendi panggul dan anggota gerak bawah, dan kontrol postural sistem keseimbangan yang terkait dalam koordinasi neuromus-kuloskeletal. Oleh karena itu, banyak hal yang mempengaruhi TUG selain kekuatan otot. Meta-analisis oleh Latham23 mengenai latihan penguatan progresif belum menunjukkan hasil yang signifikan antara TUG. Akan tetapi hasil dari Sousa dan Sampaio mendapatkan perubahan bermakna nilai TUG kelompok latihan dibandingkan kelompok kontrol pada populasi usila dengan rerata umur 73 (6) tahun. Westhoff juga mendapatkan perbaikan nilai TUG setelah intervensi latihan penguatan. Pada penelitian ini didapatkan korelasi sedang (r =-0,354) antara perubahan kekuatan otot kuadrisep dan perbaikan waktu TUG. Hal tersebut menunjukkan pentingnya mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot, khususnya otot kuadrisep femoris, untuk mempertahankan fungsi mobilitas yang ditunjukkan oleh tes TUG. Kesimpulan Peningkatan kekuatan otot kuadriseps femoris memperbaiki waktu TUG pada usia lanjut. Daftar Pustaka
1. Frontera WR, Hughes VA, Fielding RA, Fiatarone MA, Evans WJ, Roubenoff R. Aging of skeletal muscle: a 12-year longitudinal study. J Appl Physiol. 2000;88:1321-6. Larsson L. Morphological and functional characteristics of the ageing skeletal muscle in man. Acta Physiol Scand. 1978;457:136. Wolfson L, Judge J, Whipple R, King M. Strength is a major factor in balance, gait, and the occurrence of falls. J Gerontol Biol Sci. 1995;50A:B64-7. PloutzSnyder LL, Manini TM, Ploutz-Snyder RJ, Wolf DA. Functionally relevant tresholds of quadriceps femoris strength. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2002;57:B144-52. American Geriatrics Society, British Geriatrics Society, American Academy of Orthopedic Surgeons Panel on Falls Prevention. Guideline for the prevention of falls in older persons. J Am Geriatr Soc. 2001;49:664-72. 6. 7. Runge M, Rehfeld G, Resnicek E. Balance training and exercise in geriatric patients. J Musculoskel Neuron Interact. 2000;1:61-5. Liu-Ambrose T, Eng KT, Khan KK, Carter MD, McKay HA. Older women with osteoporosis have increased postural sway and weaker quadriceps strength than counterparts with normal bone mass: overlooked determinants of fracture risk? J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2003;58:M862-6. Oya Y, Nakamura M, Tabata E, Morizono R, Mori S, Kimuro Y, et al. Fall risk assessment and knee extensor muscle activity in older people. Phys Ther J. 1996. Chu LW, Chi I, Chiu AYY. Incidence and predictors of falls in Chinese elderly. Ann Acad Med Singapore. 2005;34:60-72. Runnels ED, Bemben DA, Anderson MA, Bemben MG. Influence of age on isometric, isotonic, and isokinetic force production characteristics in men. J Geriatr Phys Ther. 2005;28:74-84. Kisner C, Colby LA. Resistance Exercise. Dalam: Therapeutic exercise foundations and techniques. Edisi ke-4. Philadelphia: FA Davis; 2002.h.124-40. Tamin TZ. Model dan efektivitas latihan endurans untuk peningkatan kebugaran penyandang disabilitas intelektual dengan obesitas [disertasi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. Cotton RT, Ekeroth C, Yancy H, penyunting. Exercise for older adults. ACE guidelines for fitness professionals. Human Kinetics. 1998.h.116-8. Podsiadlo D, Richardson S. The timed up and go: a test of basic functional mobility for frail elderly persons. J Am Geriatr Soc. 1991;39:142-8. Wall JC, Bell C, Campbell S, Davis J. The timed get-up-and-go test revisited: Measurement of the component tasks. J Rehabil Res Dev. 2000; 37:109-14. Riffenburgh RH. Statistics in medicine. Edisi kedua. Elsevier Academic Press; 2006.h.454. Reyes TM, Reyes OBL. Therapeutic exercie I. Volume five of Philippine physical therapy textbook series. Manila: UST Printing Office. 1979.h.91. Widjanantie SC. Pengukuran fungsi lutut dengan timed up and go test dan stair climbing test pada latihan isometrik kuadrisep femoris pasien osteoartirits lutut [tesis]. Jakarta: Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Wilmore JH, Costill DL, Kenney L. Physiology of sport and exercise. Human Kinetics. Baltimore. 2008. Bassey E, Fiatarone M, ONeil E, Kelly M, Evans W, Lipsitz L. Leg extensor power and functional performance in very old men and women. Clin Sci. 1992;74:321-7. Wijayalaksmi P. Korelasi antara konsentrasi vitamin D dan mobilitas fungsional dasar pada perempuan usia lanjut [tesis]. Jakarta: Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. Jette AM, Lachman M, Giorgetti MM, et al. Exercise Its never to late: the strong-for-life program. Am J Publ Health. 1999;89:66-72. Latham NK, Bennet DA, Stretton CM, Anderson CS. Systematic review of progressive resistance strength training in older adults. Journal of Gerontology: Medical Sciences. 2004;59A:48.

8.

9. 10.

11.

12.

13.

14.

15.

16. 17.

18.

19. 20.

2.

21.

3.

22.

4.

23.

5.

RW/KN

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

You might also like