You are on page 1of 50

LAPORAN AKHIR

PROGRAM INSENTIF PENELITI DAN PEREKA VASA LIP I


TAHUN 2010
KAJIAN HIDROKLIMATOLOGI SEBAGAI DASAR
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BENCANA
KEMATIAN MASSAL IKAN 01 DANAU MANINJAU SUMBAR
PENELITI PENGUSUL
Koordinator :
M. Fakhrudin
Anggota:
Hendro Wibowo
Hadiid Agita R
lwan Ridwansyah
Dini Daruati
Abdul Hamid
r Jenis lnsentif : Riset Dasar l
Bidang Fokus : Sumber Daya Alam dan Lingkungan
( PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI J
LEMBAR PENGESAHAN
PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI LIPI
1. Judul Kegiatan/Penelitian
2. Bidang Fokus
3. Peneliti Pengusul
Nama
Jenis Kelamin
4. Surat
Nomor
Tanggal
5. Biaya Total 2010
Kajian Hidroklimatologi
Dasar Pengembangan
Peringatan Dini Bencana
Masal lkan Di Danau
Sumbar
Sebagai
Sistem
Kematian
Maninjau
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Drs. M. Fakhrudin, M.Si
Laki-laki
1 0/SU/SP/Inst-Ristek/IV/1 0
6 Apri12010
Rp.190.000.000,-
Cibinong, 22 November 201 0
Peneliti Pengusul
Mengetahui
M.Si
NIP : 196209211987031002
Kebumian LIPI
---
NIP: 195102101980031003
RINGKASAN
Pada Januari 2009 di Danau Maninjau terjadi bencana kematian massal
ikan, lebih dari 13 ribu ton ikan mati dan menimpa 1.042 KK dengan kerugian
Rp.150 milyar, menyebabkan kridit macet Rp.3,6 milyar dan 3.143 tenaga kerja
terkena dampak. Bencana kematian massal ikan semacam ini sudah sering terjadi
dan biasanya terjadi pada awal tahun. Kerugian ini dapat diperkecil apabila
diketahui proses-proses terjadinya bencana kematian masal ikan dan
diimplementasikan dalam sistem peringatan dini sehingga dapat diantisipasi
langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan
mengkaji morfometri dan hidrometri danau, water balance, dan kondisi cuaca
sebagai dasar untuk mempelajari proses kematian massal ikan.
Hasil pemetaan batimetri Danau Maninjau yang dilakukan pada bulan Oktober
2010 saat ketinggian muka air danau 463.1 m dpal menunjukkan luas permukaan
air danau 9.966 ha, volume air 10,33 milyar m
3
dan panjang garis pantai 52,7 km.
Hasil analisa menunjukkan bahwa Danau Maninjau mempunyai ciri-ciri
morfometrik yang direpresentasikan oleh kedalaman relative sebesar 1 ,508, Shore
line development 1 ,51 km/km
2
Nilai kedalaman relative ini menunjukkan bahwa
kestabilan air danau tergolong rendah (mudah terjadi pengadukan air danau),
sedangkan nilai Shore line development ini menunjukkan bahwa peranan wilayah
tepian danau kurang mendukung produktivitas perairan. Waktu tinggal air di
danau yang mencapai 25 tahun menunjukkan bahwa Danau Maninjau mempunyai
,
tingkat efisiensi yang sangat tinggi dalam perangkapan sedimen atau material
pencemar.
Berdasarkan data cuaca selama 11 tahun terutama intensitas matahari yang
mengenai permukaan air Danau Maninjau paling tinggi terjadi pada bulan
Oktober-November-Desember dan melemah ketika pada bulan Januari-Februari.
Pada saat intensitas matahari semakin kecil ini menyebabkan penurunan
temperature air permukaan danau (berat jenis meningkat) dan diperkuat lagi
dengan kecepatan angin juga meningkat pada bulan Januari-Februari sehingga
kondisi ini berpotensi terjadinya pengadukan air danau dan biasanya kematian
massal ikan terjadi pada awal tahun.
Analisa water balance menunjukkan bahwa komponen air yang masuk danau
Danau Maninjau terdiri dari : air hujan (281 juta m
3
/th), surface run-off (250 juta
m
3
/th) dan recharge air tanah (4.180 juta m
3
/th), sedangkan air yang keluar danau
terdiri dari evaporasi (97 juta m
3
/th), aliran yang keluar melalui Sungai Batang
Antokan dan intake PLTA (4.600 juta m
3
/th). Komponen aliran air tanah yang
masuk ke danau yang paling besar (89 %) dan air ini tidak hanya berasal dari
daerah tangkapan Danau Maninjau, tetapi berasal dari kawasan yang lebih luas
lagi sehingga untuk konservasi air Danau Maninjau harus memperhatikan
kawasan yang menjadi recharge air tanah tersebut.
,
II
DAFTARISI
Hal am an
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
RINGKA.SAN ..................................................................................................... .
PRAKA. T A ... iii
DAFTAR lSI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFT AR GAMBAR ........................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ... ......... ........................ ......... ... ...... ......... ...... ... ..... 1
1.2. Permasalahan ... . . ... ... . . . ... ...... ...... ... ..... ... . ... ...... ... .. .... .... .. ... ...... ... .. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. ..................................................................... 3
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT ............................................................... 9
3.1. Tujuan .......................................................................................... 9
3.2. Manfaat ................................................................................... .. ... 9
BAB IV. METODOLOGI ................................................................................. 10
4.1. Lokasi .......................................................................................... 10
4.2. Pengumpulan Data ....................................................................... 10
4.3. Pengolahan dan Analisa Data ...................................................... 10
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 12
5.1. KARAKTERISTIK MORFOMETRI DAN HIDROGEOLOGI
DANAU ....................................................................................... 12
5 .1.1. Morfometri Dan au .. . . . . .. . . . ... ... . . . . . . ... . . . . . . .. . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . .. 12
5.1.2. Hidrogeologi ..................................................................... 14
-5.2. SISTEM HIDROLOGI DANAU ................................................ 19
5.2.1. Fluktuasi Muka Air Danau ................................................ 19
5.2.2. Aliran Masuk dan Keluar Danau ...................................... 20
5.2.3. Kondisi Daerah Tangkapan Air ........................................ 22
5.2.4. Pola Cuaca di Sekitar Danau ............................................. 28
5.3. ANALISA WATER BALANCE DANAU ................................. 32
5.4. IDENTIFIKASI HIDRODINAMIKA DAN KEMA TIAN
MASSAL IKAN .......................................................................... 38
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 41
DAFT AR PUST AKA. .......................... 42
iv
DAFTAR TABEL
Hal am an
5.1. Luasan dan Persentase Penggunaan Lahan di DTA MAninjau ..................... 27
5.2. Luasan dan Persentase Perubahan Lahan di DTA MAninjau ....................... 28
5.3. Curah Hujan, Evaporasi, Debit Outflow dan Fluktuasi TMA D. Maninjau .. 32
5.4. Jumlah Air yang Masuk dan Keluar D. Maninjau ......................................... 34
5.5. Volume Air Tanah yang Masuk D. Maninjau ............................................... 36
5.6. Prosentase Penggunaan Air PLTA yang Berasal dari Air Danau-Air Tanah 37
v
DAFTAR GAMBAR
Hal am an
Gambar 1. (a) Massa jenis air terhadap suhu: bernilai maksimal pada suhu
3,94C dan penurunannya semakin tajam jika suhu semakin tinggi
(Osborne, 2000). (b) Perbedaan massa jenis antara permukaan
danau (L) dengan aliran masuk ke danau yang lebih dingin 1 ,2,3
atau 4C dari air permukaan. Perbedaan massa jenis sebesar
0,0003 telah cukup untuk menghalangi terjadinya pencampuran
(Reading, 1996) . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . . ... .. . . . . . . . ... . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . .. 4
Gambar 2. Profil suhu pada kedua musim dan peralihannya di danau tropis
(Osborne, 2000) .............................................................................. 4
Gambar 3. Penampang melintang danau yang menunjukkan deretan buih yang
menjadi bukti adanya rotasi Langmuir (olakan berbentuk spiral di
bawah permukaan air) .................................................................... 5
Gambar 4. Profil suhu dan sirkulasi Danau Tanganyika. Epilimnion mencapai
kedalaman 50-80m dan menjadi tempat berlangsungnya sirkulasi
harian yang didominasi oleh dorongan angin. Metalimnion
mencapai kedalaman minimal 200m sebagai tempat
berlangsungnya sirkulasi musiman. Dibawahnya terdapat
Gambar 5.
hipolimnion yang bersifat anoxic (Reading, 1996) ........................ 6
Arus danau akibat perbedaan massa jenis inlet (Pi) dengan massa
jenis air permukaan danau (Pd) Pada Pi >pd, air inlet mengalir ke
kedalaman setimbang dimana massa jenis keduanya sama (a dan
b). Bila Pi Pd (c), air inlet mengalir di permukaan danau. (d)
arus karena nemanasan atau nendimz:inan. (O'Sullivan et al., 2004)
Gambar 5.4. Penampang A-B Aliran Air Tanah DAS Maninjau ......................... 17
Gambar 5.5. Cekungan Air Tanah, Daerah Resapan Air Tanah dan Arah Aliran 18
Gambar 5.6. Fluktuasi Tinggi Muka Air Danau ................................................... 19
Gambar 5.7. Aliran yang Masuk Danau Maninjau (1930- 1974) ....................... 21
Gambar 5.8. Daerah Tangkapan Air Danau Maninjau ......................................... 23
Gambar 5.9. Elevasi Tangkapan Air Danau Maninjau ......................................... 24
VI
Gam bar 5.1 0. Penggunaan Lahan pada DTA Danau Maninjau ............................ 26
Gambar 5.11. Rata-rata Kecepatan Angin disekitar Danau Maninjau .................. 30
Gambar 5.12. Rata-rata lntensitas Matahari disekitar Danau Maninjau ............... 30
Gambar 5.13. Curtah Hujan Bulanan Stasiun PLTA Maninjau (1984- 2000) .... 31
Gambar 5.14. Trend Perubahan Jeluk Hujan Tahunan Stasiun PLTA Maninjau . 31
Gambar 5.15. Grafik Komponen Air Danau Maninjau ......................................... 35
Gambar 5.16. Volume Air yang Masuk dan Keluar Danau Maninjau .................. 36
Gambar 5.17.Perbandingan Jumlah Air untuk PLTA dengan Air Tanah yang
Masuk Danau ........ ......... ........................ .................................... ..... 3 8
vii
1.1. Latar Belakang
BABI
PENDAHULUAN
Danau Maninjau merupakan danau besar (9.737 ha) yang termasuk jenis
vulkano- tektonik dengan kedalaman air maksimum mencapai 185 meter. Danau
ini berada di Kabupaten Agam - Sumatra Barat yang merupakan kebanggaan
masyarakat dan sekaligus mempunyai peran penting bagi kehidupan sehari-hari.
Saat ini Danau Maninjau mempunyai fungsi ekonomi sebagai pembangkit tenaga
listrik yang menghasilkan energi tahunan sebesar 205 GWH, sumber air irigasi,
perikanan baik budidaya ikan dalam keramba apung maupun tangkap, dan sebagai
tujuan pariwisata nasional maupun intemasional. Fungsi ekologi, antara lain
sebagai mengontrol keseimbangan air tanah dan iklim mikro, dan habitat bagi
organisme.
Pada awal Januari 2009 di Danau Maninjau terjadi bencana kematian
massal ikan lebih dari 13 ribu ton, yang menimpa 1.042 KK petani dan tenaga
kerja yang terkena dampak sebanyak 3.143 orang. Kerugian sekitar Rp.150 milyar
dan menyebabkan kridit macet sekitar Rp.3,6 rnilyar pada BRI, BNI, Bank
Nagari, dan Koperasi (Bupati Agam, 2009).
Hasil pengukuran kualitas air danau oleh staf Stasiun Limnologi - Puslit
Limnologi LIPI dengan Water Quality Checker pada saat kejadian bencana
tersebut (Januari 2009) meunjukkan DO pada permukaan air hanya sebesar 1,05

mg/1 (kondisi normal sekitar 7 mg/1) dengan suhu 28 C, dan pH 7,17. Pada
kekedalaman air 3 meter kandungan DO sudah mencapai 0,46 mg/1 dan suhu 27,2
C, pada kolom air inilah yang biasanya digunakan untuk keramba apung, dengan
kandungan oksigen yang sangat rendah ini menyebabkan kematian massal ikan.
Bencana ini terkait dengan apa yang disebut oleh masyarakat setempat
"turbo belerang". Fenomena turbo belerang ini sudah sering terjadi umumnya
pada awal tahun. Suhu air pada suatu danau termasuk Danau Maninjau
mempunyai statiflkasi vertical dan membentuk suatu termoklin. Pada bagian atas
kurang lebih sampai kedalaman 40 meter merupakan lapisan epilimnion yang
mempunyai suhu air relative lebih besar. Lapisan bawahnya kurang lebih 10 - 20
1
meter merupakan lapisan metalimnion, yang merupakan termoklin dan merupakan
pembatas antara lapisan epilimnion dengan lapisan hipolimnion. Lapisan
hipolimnion sendiri merupakan lapisan paling bawah yang kedalamannya mulai
50 - 70 meter sampai dasar atau sekitar 180 meter.
Pada kondisi normal (lapisan air bagian atas lebih panas dari pada lapisan
bawah) terjadi sirkulasi air secara vertikal pada masing-masing lapisan air
dipermukaan ( epilimnion) dan pada lapisan air bagian bawah (hipolimnion). Hal
ini terjadi karena kedua lapisan ini dipisahkan oleh termoklin yang terjadi pada
lapisan air mesolimnion. Pada kasus Danau Maninjau, lapisan dasar diduga
banyak endapan dari sisa-sisa pakan dari keramba jaring apung dan ini dapat
menimbulkan racun bagi ikan. Pada kondisi normal air yang mengandung racun
ini hanya bersirkulasi pada lapisan hipolimnion sehingga ikan-ikan pada keramba
tidak terjangkau oleh air yang mengandung racun tersebut. Tetapi sirkulasi air
secara menyeluruh dapat terjadi sehingga terjadi pengadukan dari dasar danau
sampai permukaan air danau, pada saat itulah dapat menyebabkan kematian ikan
secara massal.
1.2. Permasalahan
Kajian tentang proses-proses yang menyebabkan terjadi gerakan/arus air
yang mengaduk/membalikkan kolom air pada dasar danau ke permukaan danau
masih sangat terbatas, sehingga bencana keairan yang berupa kematian masal ikan
seperti yang terjadi di Danau Maninjau sangat sulit untuk diantisipasi.
,
Menurut Tsanis eta/. ( 2007) hidrodinamika dalam badan air dalam hal ini
danau dipengaruhi oleh geometri danau, aliran masuk dan keluar danau, factor
udara, massa jenis air danau/sungai, dan efek Coriolis. Untuk penelitian tahun
pertama ini ditekankan pada karakteristik morfometri danau, water balance dan
aspek meteorology. Sedangkan aspek statifikasi suhu air danau atau dinamika
massa jenis air danau dalam kaitnnya dengan hidrodinamika yang terjadi pada
Danau Maninjau akan dikaji pada tahun selanjutnya. Hasil akhir dari penelitian ini
diharapkan dapat diketahui secara detail tentang proses terjadinya pengadukan air
danau, sehingga dapat dikembangkan sistem peringatan dini untuk mengantisipati
bencana kematian massal ikan dimasa yang akan datang.
2
BABII
TINJAUAN PUST AKA
Mekanisme transport dan percampuran di dalam badan air atau
hidrodinamika ditentukan oleh geometri badan air. Untuk menentukan mekanisme
hidrodinamika dibalik sirkulasi danau diperlukan pengamatan terhadap beberapa
faktor selain geometri danau, yaitu massajenis air, faktor udara, aliran masuk dan
keluar, efek Corio lis dan hukum kekekalan hidrodinamika (Tsanis et a/., 2007).
Faktor Massa Jenis Air
Massa jenis air (p) merupakan parameter dasar dalam hidrodinamika.
Perbedaan p menciptakan stratifikasi lapisan air (Epilirnnion-Metalirnnion-
Hipolimnion) dan mencegah percampuran secara vertikal. Menurut Ji (2007), p
sangat ditentukan oleh suhu (T, dalam oc), salinitas (S, dalam kg/m
3
), dan
konsentrasi total sedimen tersuspensi (C). Namun menurut Reading (1996) faktor
sedimen tersuspensi menjadi penting pada danau es, sementara faktor salinitas
hanya berperan penting pada danau dengan salinitas tinggi atau memiliki mata air
hidrotermal dalam (deep-water hydrothermal springs).
Laju penurunan nilai massa jenis meningkat seiring meningkatnya suhu
(Gambar 1 ). Hal ini mengakibatkan usaha yang diperlukan untuk mencampurkan
dua lapisan air bersuhu 29 dan 30 lebih besar dari usaha yang diperlukan untuk
mencampurkan dua lapisan air bermassa sama yang memiliki suhu 4 dan
5(Allen et al., 2005). Oleh karena itu, danau di daerah tropis lebih mudah
terstratifikasi dibandingkan danau sub tropis. Di lain pihak, sedikit penurunan
suhu di danau tropis (mengakibatkan kenaikan p yang relatif tinggi) sehingga
dapat menghasilkan arus konveksi yang pada jangka panjang dapat
mengakibatkan percampuran vertikal (Reading, 1996; Allen et al., 2005).
Percampuran pada danau tropis diilustrasikan pada Gambar 2.
3
a) b)
0.0010t
O.ooot
0.0008

0.0007
"e
I I I \ ' O.OOOi f-
" t I Densrty
-a flow.
l 0.000\5 f- pourble
A ! I \ 1
J o.oocu -
15
0.01103 "
I Oenstty
r flows
0 0002
._ unhkefy
. .
" . " I I ... I I \ ' I
- - .. , 1::!: 14 Hllll .:!j).;..:. .Z-4 :."11 JO
0

0000
o 5 10 15 20 2S 30
Tc:l'!:;)!."r;,hll" I C T_,01ure of lake sutfece ILI I"CJ
Gambar 1. (a) Massajenis air terhadap suhu: bernilai maksimal pada suhu 3,94C
dan penurunannya semakin tajam jika suhu semakin tinggi (Osborne, 2000). (b)
Perbedaan massajenis antara permukaan danau (L) dengan aliran masuk ke danau
yang lebih dingin 1,2,3 atau 4C dari air permukaan. Perbedaan massa jenis
sebesar 0,0003 telah cukup untuk menghalangi terjadinya percampuran (Reading,
1996)


I
2030
..,..
Thcumotl.no

Q.
0
0
Tll'Tipotaturc ( C)
0 10 20 30 0
l
Cool
fulll1\llUng
10 20 30
s
!
Str.ltrhc:lton
lormatJOn
0 10 20 30
Gambar 2. Profil suhu pada kedua musim dan peralihannya di danau tropis
(Osborne, 2000).
4
Pada peralihan dari musim panas ke musim penghujan, secara perlahan
terjadi gangguan pada stratiflkasi karena penurunan suhu air permukaan.
Dipadukan dengan olakan yang diinduksi oleh angin, hal ini mengakibatkan
percampuran dalam kolom air (overturn). Kolom air menjadi isotermal, nutrisi
dan oksigen terdistribusi relatif merata di kolom air.
Faktor Udara
Menurut Tsanis et a/. (2007) pada antarmuka udara-air terjadi pertukaran
energi dan materi secara berkelanjutan. Menurut Ji (2007) faktor-faktor utama
dari atmosfer yang memberikan pengaruh pada hidrodinamika adalah angin, suhu
udara, radiasi sinar matahari, dan presipitasi. Selain faktor-faktor tersebut,
kelembapan udara, tutupan awan, dan tekanan udara juga dapat mempengaruhi
suatu sistem air permukaan melalui evaporasi dan perpindahan panas pada
antarmuka udara-air.
Angin biasanya merupakan sumber utama energi di danau besar (Ji, 2008).
Angin menyebabkan terjadinya arus di lapisan atas danau, sementara di lapisan
bawah terjadi aliran untuk menyeimbangkan gerakan akibat angin tersebut (Tsanis
et al, 2007). Pada danau tropis, angin merupakan penyebab utama percampuran
(Reading, 1996).
__ . r..-
/ / - ~ - . - - ~ - - / ~
Gambar 3. Penampang melintang danau yang menunjukkan deretan buih yang
menjadi bukti adanya rotasi Langmuir (olakan berbentuk spiral di
bawah permukaan air).
Partikel dengan daya apung negatif (misalnya : fltoplankton dan zooplankton)
terakumulasi dalam arus upwelling antara kedua rotasi. (Bronmark eta/., 2005)
5
Arus permukaan yang dihasilkan oleh dorongan angin sangat efektif untuk
menyebarkan sedimen tersuspensi, terutama hila p danau tidak berbeda jauh
dengan aliran masuk (Reading, 1996).
c
.;:;
Q

1
Gambar 4. Profil suhu dan sirkulasi Danau Tanganyika. Epilimnion mencapai
kedalaman 50-80m dan menjadi tempat berlangsungnya sirkulasi harian yang
didominasi oleh dorongan angin. Metalimnion mencapai kedalaman minimal 200
m sebagai tempat berlangsungnya sirkulasi musiman. Di bawahnya terdapat
hipolimnion yang bersifat anoxic (Reading, 1996).
Faktor Aliran Masuk
Aliran masuk air ke danau dapat mempengaruhi sirkulasi pada inlet danau,
khususnya jika volume aliran masuk cukup signifikan terhadap volume air danau.
I
Suhu, komposisi dan kecepatan aliran masuk memiliki peranan dalam distribusi
aliran dan pembentukan pola sirkulasi danau (Tsanis et al, 2007). Aliran
geothermal juga dapat berperan signifikan pada danau-danau dalam yang
memiliki sumber mata air geothermal seperti Danau Malawi (Malawi-Mozambik-
Tanzania), Tanganyika (Burundi-Kongo-Tanzania-Zambia), Kivu (Kongo-
Rwanda), Baikal (Reading, 1996). Bahkan sirkulasi air di lapisan bawah danau
terdalam di dunia, Danau Baikal, dipengaruhi oleh inlet (O'Sullivan et al., 2004)
6
(a) (b)
(c)
(d)
Gambar 5. Arus danau akibat perbedaan massa jenis inlet (pi) dengan massa jenis
air permukaan danau (pd)
Pada Pi >pd, air inlet mengalir ke kedalaman setimbang dimana massa jenis
keduanya sama (a dan b). Bila Pi < Pd (c), air inlet mengalir di permukaan danau.
(d) arus karena pemanasan atau pendinginan. (O'Sullivan eta/., 2004).
Faktor Efek Coriolis dan aliran geostrofik
Efek Coriolis, yang merepresentasikan efek rotasi Bumi pada pergerakan
air, dipandang signifikan pada danau-danu besar seperti Great Lakes dan Teluk
Chesapeake (Ji, 2008). Gaya Coriolis membelokkan pergerakan air ke sebelah
kanan pada belahan bumi Utara dan ke sebelah kiri pada belahan bumi Selatan.
Tingkat keberartian parameter Coriolis pada suatu danau dapat diperkirakan
menggunakan bilangan Kelvin, K, yang didefinisikan sebagai perbandingan
ukuran danau terhadap jari-jari Rossby, R
0
:
Pada danau yang memiliki nilai K dekat atau bahkan lebih besar dari 1,0
rotasi bumi menjadi penting dan efek Coriolis seharusnya dilibatkan dalam model.
Sebaliknya hila nilai K danau tersebut jauh lebih kecil dari 1,0, gaya Coriolis
dapat diabaikan. Nilai K = 0,6 di Danau Okeechobee menunjukkan bahwa gaya
Coriolis bernilai signifikan pada danau tersebut (Ji, 2008)
7
Mengingat posisi Danau Maninjau terletak pada 014' 52.50" LS - 024'
12" LS, dengan panjang maksimum 16,46 km, kedalaman rata-rata 105,02 m
(Fakhrudin eta/., 2001), nilai parameter Coriolis Danau Maninjau adalah -0,008
yang menghasilkan nilai K = 4,11. Hal ini berarti bahwa efek Coriolis harus
dilibatkan dalam model Hidrodinamika Danau Maninjau.
Faktor Kekekalan Hidrodinamika
Pemodelan Hidrodinamika mencari solusi numerik dari hukum kekekalan
hidrodinamika, dengan nilai awal dan nilai batas yang diperoleh dari data primer
maupun data sekunder. Air dipandang sebagai kesatuan dari sekian banyak balok
berukuran l:lx, fly, llz. Pada balok tersebut beketja tiga macam gaya, yaitu gaya
dari pusat balok, gaya tegak lurus terhadap permukaan balok, dan gaya singgung
pada permukaan balok. Termasuk dalam gaya dari pusat balok adalah gaya
gravitasi dan gaya Coriolis (O'Sullivan, 2004).
Hukum kekekalan yang berlaku dalam proses Hidrodinamika adalah
kekekalan massa, kekekalan momentum, dan kekekalan energi. Hukum kekekalan
massa menyatakan bahwa flux air yang masuk ke dalam suatu domain tertentu
harus sama dengan flux air yang keluar dari domain tersebut. Pada sistem danau,
dapat diasumsikan bahwa aliran air tak termampatkan (Tsanis et a/., 2007).
Untuk menyelesaikan pemodelan hidrodinamika Danau Maninjau, data
yang diperlukan meliputi Batimetri, aliran masuk dan keluar danau, data
meteorol9gi, data profil suhu badan air.
8
3.1. Tujuan
BABIII
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek morfometri dan hidrometri
danau, water balance, dan kondisi cuaca sekitar danau dalam kaitannya
dengan pergerakan air danau dan diharapkan dapat sebagai acuan dalam
pengembangkan sistem peringatan dini untuk antisipasi bencana kematian
masal ikan di Danau Maninjau.
3.2. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai acuan dalam pengembangan
sistem peringatan dini untuk antisipasi bencana kematian massal ikan,
khususnya yang terkait dengan factor-faktor yang mempengaruhi
hidrodinamika air Danau Maninjau dari aspek aspek morfometri dan
hidrometri danau, water balance, dan kondisi cuaca.
9
4.1. Lokasi
BABIV
METODOLOGI
Danau Maninjau yang mempunyai luas permukaan air 9.739 ha dan daerah
tangkapan airnya 13.260 ha seluruhnya secara administrasi pemerintahan
terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat
Selatan, dan secara geografis terletak antara 100 08' 53.84" BT- 100 14'
02.39"BT dengan oo 14' 52.50" LS- oo 24' 12.17" LS.
4.2. Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data sekunder antara lain : data curah hujan, data klimatologi, data
debit, data penggunaan lahan, data morfometri danau, data fluktuasi muka air
danau, data geologi dan geomarfologi, dan data kualitas perairan. Sedangkan data
primer antara lain : data batimetri, data hidrometri dan data mata air sekitar danau.
Pengukuran batimetri danau dilakukan dengan menggunakan echosounder
dan GPS pada seluruh danau dengan membagi danau dalam jalur-jalur
pengukuran, sehingga didapatkan koordinat dan kedalaman pada setiap
penampang danau. Data pengukuran ini selain digunakan untuk menyusun Peta
Batimetri, juga digunakan untuk menentukan lokasi-lokasi yang diduga terjadi
aliran ya9-g berasal dari air tanah. Data karakteristik mata air didapatkan dengan
melakukan pengukuran di lapangan dengan GPS.
4.3. Pengolahan dan Analisa Data
Analisa water balance didapatkan dengan membandingkan aliran yang
masuk dan keluar danau dengan cadangan air yang tersimpan dalam danau pada
kurun waktu tertentu. Aliran yang masuk danau terdiri dari: a). curah hujan yang
jatuh di atas danau, yang dihitung berdasarkan tebal hujan dikalikan dengan luas
permukaan danau; b). aliran yang berasal dari Daerah Tangkapan Air Danau, yang
dihitung dengan pendekatan Thorhonwaite - Matter. Aliran yang keluar danau
terdiri dari : a).debit yang keluar dari intake untuk turbin PLN dan yang melalui
10
Sungai Batang Antokan; b). Penguapan dari permukaan danau, yang dihitung
dengan formula Penman. Cadangan air danau dihitung berdasarkan Peta Batimetri
dan dikombinasikan dengan fluktuasi muka air danau.
Pengolahan data hasil pengukuran kedalaman air danau dan
posisi/k:oordinat dilakukan untuk mendapatkan Peta Batimetri dengan
menggunakan bantuan software GIS. Analisa hasil pengukuran kedalaman dengan
echosounder ini juga dapat memberikan indikasi awal tentang adanya aliran air
tanah yang keluar dari dinding danau. Pada sekitar lokasi inilah yang dijadikan
dasar dalam penentuan lokasi pengamatan suhu dan kualitas air pada tahun
berikutnya dilakukan pengukuran lebih detail stratifikasi suhu air danau dan
dikombinasikan dengan karakteristik morfometri danau, serta dibandingkan
dengan lokasi lain, sehingga dapat untuk mengidentifikasi pergerakan air danau.
Analisa keterkaitan antara bencana kematian masal ikan yang biasanya
terjadi pada awal tahun dengan cuaca sekitarnya akan diolah dari seri data : curah
hujan, radiasi matahari, kecepatan angin, dan suhu udara dari pencatatan masa
lampau Stasiun Klimatologi BMKG dan PLN.
Berdasarkan kajian yang detail tentang morfologi dan hidrometri danau,
water balance, proses pergerakan air danau, dan kondisi cuaca seperti yang
diuraikan di atas, maka penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
sistem peringatan dini untuk mengantisipati bencana kematian masal ikan dimasa
yang akan datang di Danau Maninjau.
11
BABV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. KARAKTERISTIK MORFOMETRI DAN IDDROGEOLOGI DANAU
5.1.1. Morfometri Danau
Morfometri danau ini penting untuk diketahui karena memberikan pengaruh
terhadap proses-proses fisik, kimia dan biologi di dalam perairan danau itu sendiri,
seperti kedalaman relatifnya, pengembangan garis pantai, maupun pola dari
cekungannya itu sendiri.
Hasil pemetaan batimetri Danau Maninjau yang dilakukan pada bulan
Oktober 2010 saat ketinggian muka air danau 463.1 mdpal disajikan pada Gambar
5.1. Analisis dari peta tersebut menunjukkan luas permukaan air danau 9.966 ha,
panjang maksimum 16,46 km, Iebar maksimum 7,5 km, kedalaman maksimum 168
meter, kedalaman rata-rata 105 meter, volume air 10,33 milyar m
3
dan panjang garis
pantai 52,7 km. Parameter morfometrik danau hila berdasarkan kedalaman relatif (zr)
dan indeks pengembangan garis pantai yang dihitung berdasarkan rumus dari Wetzel,
1983 menunjukkan bahwa Shore line development (DL) 1,51 km/km
2
dan kedalaman
relative (Zr) 1 ,508.
Berdasarkan tingkat kedalaman relatif Danau Maninjau sebesar 1,508
menunjukkan sifat perairan kurang stabil. Bila dibandingkan dengan Danau Poso di
Sulawesi Tengah yang tingkat kedalaman relatifnya lebih kecil Zr = 1,18% (Lukman,
,
2010) Danau Maninjau lebih stabil dari pada Danau Poso. Menurut Wetzel (1983)
sebagian besar danau memiliki nilai Zr kurang dari dua, yang menunjukkan tingkat
stabilitas yang rendah. Sedangkan danau-danau yang memiliki stabilitas tinggi
umumnya memiliki nilai Zr > 4 , dan merupakan danau dalam dengan luas permukaan
sempit. Danau Maninjau yang memiliki stabilitas rendah, akan mudah sekali
mengalami pengadukan dengan adanya pengaruh dari luar, seperti adanya hembusan
angin yang kuat.
Pengembangan garis pantai (DL) adalah gambaran potensi dan peranan
wilayah tepian dalam hubungannya dengan kesuburan danau, semakin panjang
12
garis pantainya semakin besar nilai DL. Menurut Welch (1952) makin panjang garis
pantai makin besar produktivitas danau. Garis pantai diantaranya akan berkontribusi
terhadap luasan kontak perairan dan daratan, memberikan daerah terlindung, serta
luasan dari wilayah Iitoral danau. Nilai DL Danau Maninjau mencapai 1,51 yang
menunjukkan bahwa peranan wilayah tepian Danau Maninjau kurang mendukung
produktivitas perairannya. Bila dibandingkan dengan beberapa danau nilai DL Danau
Maninjau lebih rendah dibanding nilai Nilai DL Danau Poso sebesar 2,59 dan DL
Danau Semayang (2,78) (Lukman, et al. 1998), tetapi lebih tinggi jika dibandingkan
dengan nilai DL Danau Lindu yang hanya 1,27 (Lukman & Ridwansyah, 2004).
I moot t2101t 121111 .,.... at 1m101 1011 a5elt &MOll .,... .,...,
1
Peta Batlmetri Danau Manlnjau
1
I
i "'yr 1
! ' I,
... 1 0.5 0 i l
..
Elevation
10 0
20. 10
30. -20
-40 . -30
- ..S0--40
- -60-..SO
-70.-60
-80.-70
--90 - ..SO
--100--90 -
i --110--100 i
I
-120 . -110 I
- 130 -120
1 -140 -130 1
j 150 . 140 i
I 160 . 150 I
i ----- :
I U I
I --- !
I
\ I ,_ ..................... ..,..,_ . .. __ I
.... ..,.. ..... ;
- 1 2010 :
tDOit ..... llJWt fHtllf .,.,.. t)liOt u... u.ee. a.. IUMM .,... .... I
Gam bar 5 .1. Peta Batimetri Danau Maninjau Sumatera Barat
13
5.1.2. Hidrogeologi
Danau Maninjau adalah sebuah kaldera besar dengan ukuran 20 km x 8 km
yang merupakan kaldera runtuhan hasil letusan raksasa menghasilkan endapan
pyroklastik 220- 250 Km
3
yang tersebar sejauh 75 km dari pusat erupsi. Kawasan
danau ini merupakan depresi volcano-tektonik mirip dengan genesa dari Danau Toba
di Sumatera Utara. Batuan tertua di areal Gunung Maninjau adalah batuan fillit, batu
gamping, granodiorit, dan diabas yang berumur antara Palaeozoik hingga Tersier.
Singkapan batuan di dasar sungai di sepanjang Lembah Antokan, diperoleh urut-
urutan batuan volkanik Maninjau sebagai berikut: basalt, breksi tufaan, piroksen
andesit, breksi lahar dan tufa batu apung.
PETA GEOLOGI
DAS DANAU MANINJAU
N


2 1 0 2 4 8Km
-=
.......
l-- UTfRNtGAH
.......... -ca.-oo, ............
................ ,.,........__
. ......
. .......... _..._
--- "" ............... --,......
r ]""' ... ..._._...._ .....
.....
-'"'S.Nf
_ ,...
--
.............
1 Pttao P.:tang Sl.aU 1 250 000
P"'"' Gf'*9
2 50000
..............
Gambar 5.2. Peta Geologi DAS Maninjau (disederhanakan dari Kastowo dkk, 1996)
Tahapan pembentukan Danau Maninjau adalah sebagai berikut (PU, 2003):
a. Tahapan sebelum adanya aktivitas gunungapi. Tahap ini adalah suatu
masa ketika stress tektonik yang meningkat di sepanjang kawasan bagian
barat dari Sumatera dan diikuti oleh pembentukan patahan-patahan. Di abgian
14
barat sepanjang Zona Patahan Besar Sumatera muncul patahan-patahan yang
merencong dan berarah vertical, khususnya di wilayah Maninjau.
b. Tahapan sebelum kaldera terbentuk. Naiknya magma telah melahirkan
sejumlah gunungapi, salah satu diantaranya adalah gunungapi Maninjau.
Gunungapi Maninjau ini dapat mencapai ketinggian 3000 meter. Pipa
kepundannya secara berangsur-angsur berpindah ke arah selatan, yang juga
merupakan pusat-pusat letusan. Melalui cara ini sebuah gunungapi kompleks
terbentuk, gunungapi pertama yang terbentuk di utara mempunyai kerucut
tertinggi dan terbesar, sebagaimana dapat dideduksi dari geomorfologinya.
Melalui cara yang sama aktivitas vulkanik yang ke arah selatan ini juga telah
mengakibatkan lahimya gunungapi kembar yang bertetangga yaitu Gunung
Singgalang (2578 m) dan Gunungapi Tandikat (2437 meter). Gunungapi
Tandikat merupakan gunungapi termuda di sebelah selatan ini, masih aktif
dan letusan terakhimya pada tahun 1914.
c. Endapan Tufa di Sumatera Barat. Endapan tufa merupakan hasil erupsi
celah Sistem Patahan Besar Sumatera. Kaldera Maninjau merupakan hasil dari
tiga letusan utama yang meledakkan sampai hancur inti dari gunungapi sentral
tersebut dan mengubur daerah sekitamya dengan tufa.
d. Pembentukan Kaldera Maninjau dan asal muasal Lembah Antokan.
Setelah magma asam disemburkan, tubuh raksasa Gunungapi Maninjau
terpongkar dari penyangganya dan mulai tenggelam. Gunungapi Maninjau
tersebut berlokasi dekat dengan dapur magmanya. Oleh karena itu, kaldera
Maninjau adalah juga sisa gunungapi Maninjau yang telah mengalami
perubahan amat besar sebagai hasil dari amblasan dan runtuhan. Bersamaan
dengan terjadinya perubahan-perubahan bentuk lain di kedalaman ditambah
dengan rekahan-rekahan yang konsentris yakni kerusakan-kerusakan radial di
bagian barat dari tubuh gunungapi tersebut, serta diikuti oleh pelengkungan
dan perosotan bagian permukaan yang membentuk lobang terobosan Antokan,
maka selanjutnya terjadilah proses pembentukan Lembah Antokan.
15
Analisa a/iran air tanah berdasarkan jenis dan posisi batuan
Berdasarkan Peta Hidrogeologi Indonesia tahun 1990 dengan skala 1:250.000,
dapat diketahui bahwa daerah sekitar Danau Maninjau termasuk dalam satuan
morfologi gunungapi strato, yang tersusun terutama atas litologi, andesit, dan tufa
batuapung. Berdasarkan jenis litologi penyusunnya, maka sistem akuifer daerah ini
dapat dikelompokkan kedalam sistim akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir
dan rekahan. Berdasarkan laporan Permasalahan Danau Maninjau dan Pendekatan
Penyelesaiannya (200 1 ), dinyatakan bahwa peranan aliran air tanah cukup besar
dilihat dari rasio antara luas catchment area dibanding dengan volume danau.
laporan tersebut juga dinyatakan bahwa luas catchment area Danau Maninjau mi
sebesar 13.260 Ha. Wilayah daerah resapan ini secara umum mempunyai bentuk yang
melingkari danau. Dengan melihat pentingnya air permukaan dan air tanah sebagai
pemasok air danau Maninjau, maka pengelolaan daerah tangkapan menjadi kunci
dalam pengelolaan dan pemanfaatan Danau Maninjau.
100 ,.,..
;
Q
J
I"

0
A I I ' "'i' I
- .' J .,_ .I

Q
100 5"crE 100"10'0"E -.oo20"0"'E
PETA HIDROGEOLOGI
DAS MANINJAU
N
w-i-E
5
2 I 0 2 4 Krrl
MM- I
--n

O.M ..
-
. ..
,,_,_.
Pllta 5il*1 : 250.000
a bb. Hklromfor'ftiltik
'IIJP ...... l_UPI
Gambar 5.3. Peta Kondisi Hidrogeologi DAS Maninjau
Gambar 5.3 memperlihatkan peta hidrogeologi DAS Maninjau dan sekitamya yang
memperlihatkan aquifer dengan produktivitas sedang dijumpai pada satuan dataran
16
alluvial yang terletak di bagian utara. Berdasar laporan mengenai "Peta Hidrogeologi
Indonesia- Sumatera Barat" yang dikeluarkan oleh Deptamben (Ditjen GTL, 1990),
pesisir Danau Maninjau termasuk mandala air tanah Pedataran, dengan karakteristik
sebagai berikut:
a. Ketinggian: 460 m sekitar Danau Maninjau.
b. Topografi : Dataran
0
c. Kemiringan lereng : 0 - 5
d. Tataguna Lahan : Pemukiman, persawahan, kebun dan tanaman palawija.
e. Pembentukan air tanah : merupakan daerah akurnulasi air tanah yang
potensial, sistem akuifer melalui ruang antar butir
f. Air tanah bebas : muka air tanah dangkal, umumnya kurang dari 8 m di
bawah muka tanah setempat.
g. Air tanah tertekan : Akuifer dijumpai dari kedalaman 60-270 m di bawah
muka tanah setempat.
h. Mata air : dijumpai pada kontak antara endapan alluvium dengan batuan
yang lebih tua di bawahnya. Debit kurang dari 5 1/ detik.
i. Mutu air tanah: umumnya baik, kecuali beberapa sumur gali mengandung
nitrit 0,1 - 0,5 ppm.
' Aquifer air tanah langka
1250m- ---
11100m------
150m --
580m -
5km
Aquifer air tanah langka
10bn 15km ZObn Z5km Z9.8 bn
Bara 1mur
Gambar 5.4. Penampang A-B aliran air tanah DAS Maninjau
17
Sebagian besar DAS Maninjau merupakan Aquifer dengan kondisi airtanah langka.
Sedangkan di bagian luar dari DAS Maninjau dijumpai aquifer dengan dengan
produktivitas kecil. Gambar 5.4 memperlihatkan penampang melintang Barat-Timur
yang memperlihatkan arah aliran air tanah dari arah timur dan barat DAS Maninjau,
Berdasarkan peta Cekungan Air Tanah (CAT) yang diterbitkan oleh Kementerian
ESDM dimana DAS Maninjau terletak pada CAT Padang-Pariaman atau CAT No. 32
menunjukan arah aliran air tanah berasal dari Timur, Barat, and Baratlaut (Gambar
5.5).
""-.
~
-;M'
OARAH RESAPAN AIR TAHAH
0 . IIANINJAU
N
A
l ~ 4 "'-
-=--
LJ
'
.
-
~
...., h ..... '-""
Gambar 5.5. Cekungan Air Tanah, Daerah resapan air tanah dan arah aliran .
18
5.2. SISTEM IDDROLOGI DANAU
5.2.1. Fluktuasi Muka Air Danau
Berdasarkan data rata-rata bulanan tinggi muka air Danau Maninjau mulai
tahun 1984 - 2001, menunjukkan fluktuasi muka air danau selama delapan belas
tahun mencapai sekitar 3 meter, dengan muka air tertinggi terukur pada akhir tahun
1984 mencapai 464,75 m dpl dan terendah pada bulan Desember 2007 yang mencapai
461,22 m dpl (Gambar 5.6). Muka air danau yang sangat tinggi mencapai 464,75 m
dpl ini disebabkan karena pada waktu itu terjadi hujan deras dengan tebal sebesar 811
mm pada bulan Nopember dan ditambah kondisi pada bulan-bulan sebelumnya curah
hujan sudah besar sehingga tanah jenuh dengan air hujan.
Fluktuasi muka air danau ini yang relative stabil ini terkait dengan
perbandingan luasan DTA yang hanya 1,36 kali luasan perairan danau, air danau
lebih banyak dipengaruhi oleh aliran air tanah. Tetapi kondisi cuaca sekitar danau
terutama curah hujan dan evaporasi juga mempunyai pengaruh yang langsung.
I
:::l
ro
c
464.8
463.6
462.4
I I I I I < I I I I I I I I
I I I I I > I I I I I I I I
----,---- .. ---- .. --- --- ---- .. ----.----.. ---- .. ----.----.,---- .. ---- ... ----.---- .. ---- .. ---
' I I I I I I I I I I I I I
I I I I I I I I I I I I I I
-- ---:---- {---- --- --- -:-----:---- f--- -:---- -:---- {---- -:---- {----
I I I I I I I I I I I I I I
_________ __ ____ [ ___
,
l- Sep84 Jan9
461.2
460 '"""""'i"""""'i""" I "i' "!!!!ll 'i """""'i"""""'i"""""'i "";,,,i,.!,,.i ,,,,!lli!!!l!! "!Iiiii! ' ""'ill!!!!ll"'i"";,;:: i I """'i ""IIIII ,;,, 'i"' J
JJJJJJJJJJJJJJJJJJ
84jasja6ja7jaaja9j9oj91 j92j93j94j9sj96j97j9aj99joojo1
Tahun
Gambar 5.6. Fluktuasi Tinggi Muka Air Danau
lOO
00
>00
00
0
c
..,
0>
.00
:::T
I
lOO
c

0>
)0
:::l
)0
3
::3
-
lO
0
19
Fluktuasi muka air danau berpengaruh terhadap luasan dan dinamika wilayah
litoralnya serta daerah tepiannya yang merupakan atau wilayah rivarian. Wilayah-
wilayah tersebut memiliki peran besar terhadap kondisi ekologis perairan danau,
terkait tingkat kesuburannya maupun keragaman hayatinya yang tinggi. Menurut
Baumgartner et a/., (2008), fluktuasi muka air tidak hanya memberikan dinamika
tambahan di wilayah littoral tetapi juga merubah lokasi gradien vertikal dan
mempengaruhi kualitasnya. Sedangkan menurut Wantzen et a/., (2008) perubahan
permanen akibat fluktuasi muka air berpengaruh terhadap pola keragaman hayati di
wilayah transisi perairan daratannya, dan wilayah ini memiliki potensi keragaman
biota yang tinggi.
Berdasarkan fluktuasi muka air Danau Maninjau yang mencapai sekitar 3
meter dan profil bathimetri danau serta kecendrungan pola tofografi di daratannya,
maka wilayah sisi utara (daerah yang landai) Danau Maninjau memiliki wilayah
littoral dan wilayah transisi perairan daratannya yang dominan dan memiliki peran
penting terhadap ekosistem danau. Namun demikian, kondisi saat ini, wilayah
tersebut telah menjadi lokasi pertanian (sawah) dan ini akan mempengaruhi kondisi
ekologi.
5.2.2. Aliran Masuk dan Keluar Danau
Pada Danau Maninjau sejak tahun 1983 digunakan untuk pembangkit tenaga
listrik yaDE produksinya rata-rata pertahun sebesar 205 GWH, dengan membangun
bendungan pada Sungai Atokan, yang dasar sungainya pada ketinggian 462 m.
Bendungan ini menaikkan tinggi muka air danau dari ketinggian 462 m dari
permukaan air laut menjadi 464 m.
Aliran yang masuk Danau Maninjau yang dicatat antara tahun 1930 - 1941
dan tahun 1967 - 1974 menunjukkan fluktuasi dari tahun ketahun, jika dirata-rata
sebesar 13,37 m
3
/dt (Gambar 5.7). Pada periode tahun 1958 sampai 1974 terjadi
kecenderungan penurunan debit yang cukup besar, yaitu berturut-turut sebesar 11
m
3
/dt, 9 m
3
/dt, 9 m
3
/dt, 8 m
3
/dt, 7 m
3
/dt, 7 m
3
/dt, dan 6 m
3
/dt, penurunan ini perlu
dicari penyebabnya apakah memang terjadi perubahan iklim secara global atau
20
bersifat lokal, hal ini diperlukan untuk mempredeksi perilaku iklim dimasa yang akan
datang dalam kaitannya dengan konservasi Danau Maninjau.
40 I : . . I
I I
--- -- ---- ---- ----.----- --------
j
-
....
30 - -- - --
"0
...._
(")
I I I I I I
-- - -,-----,... --- -- - ---- .,. - .,... r-- -
I I I I I I
I I I I I I
1 I I I I I
I I I I I I
I I I I I
E
-
::J
ctS
20
c
ctS
0

0
I I I I I
J,1 9 -9r ar 1!7f6
------- --- t: ---(--t----j---
1 I[ !I j !I i
:A II : : :
' ' '
' ' '
;:;::::
10
c
0 p"""'"i"""""'i""""" 'i """"'"i ""'"""i"""""'i """""'i"""""'' """""'l"""""'i """""'i """""'i "'""""l
11111111111
l""""" 'i""""l!!i """""'i """"!i"""""'i """""
1
JJJJJJJJJJJJJJJJJJJJ
3ol31 l32l33l34l3s l36l37l3sl39l4ol41 l67l6s l69l7ol71 ln l73l74
Tahun
Gambar 5.7. Aliran yang masuk Danau Maninjau (1930- 1974)
Berdasarkan data aliran masuk dan keluar Danau Maninjau yang dicatat
antara tahun 1983 - 200 I menunjukan bahwa pada umumnya aliran keluar lebih kecil
dari pada aliran keluar, pada akhir tahun 1988 tetjadi aliran masuk yang sangat besar
hal ini oleh hujan yang jatuh pada bulan Nopember sangat tinggi yaitu
sebesar 1088 mm. Aliran keluar danau ini digunakan untuk pembangkitan tenaga
listrik yang melalui bangunan pengambilan air PLTA pada ketinggian antara 457,15
sampai 453,75 m dari permukaan air laut atau pada kedalaman dari puncak bendung
antara 6,85 - 10,25 m. Jika dihitung debit rata-rata air yang melalaui saluran
pengambilan air untuk PLTA antara tahun 1983 -2001 sebesar 13,39 m3/dt, hal ini
menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan debit rata-rata yang melalui Sungai
Antoka sebelum dibangun PL TA (1930 - 1974) terjadi peningkatan debit aliran keluar
yang relatifkecil, yaitu dari 13,37 m3/dt menjadi 13,39 m3/dt.
21
Berdasarkan debit keluaran air danau rata-rata sebesar 13,39 m3/dt dan
volume danau 10,22 milyar m
3
, maka Danau Maninjau mempunyai waktu tinggal air
di danau (retention time) sekitar 25 tahun. Waktu tinggal air di Danau Maninjau ini
jauh lebih lama dibandingkan dengan masa simpan air Danau Po so 7,2 tahun dan
Danau Lindu (2,26 tahun). Waktu tinggal air di danau ini memberikan peranan yang
cukup signifikan proses yang terjadi di danau, diantaranya efisiensi perangkapan
sedimen dan hara.
5.2.3. Kondisi Daerah Tangkapan Air
Daerah tangkapan danau terdiri dari beberapa unsur, yaitu : unsur abiotik
(tanah, air, dan iklim), biotik (flora dan fauna) dan manusia. Unsur-unsur tersebut
saling berinteraksi satu sama lainnya dan saling ketergantungan. Menurut Seyhan
(1976) DAS dapat dipandang sebagai suatu satuan hidrologi, yang mempunyai arti
bahwa DAS dapat berfungsi untuk mengalihragamkan masukan (input) yang berupa
hujan menjadi luaran (output) seperti air dan sedimen. Hasil luaran suatu daerah
tangkapan danau dipengaruhi oleh masukan dan proses yang terjadi di daerah
tersebut. Proses yang terjadi terkait dengan karakteristik daerah tangkapan danau
yang meliputi : sifat-sifat tanah, topografi, tataguna lahan, kondisi permukaan tanah
(surface storage dan surface detention), geomorfologi dan morfometri. Aktivitas
manusia dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam daerah tersebut,
baik yang,berdampak negatif maupun yang positip.
Danau Maninjau merupakan satu kesatuan sistem dengan daerah
tangkapannya (Gambar 5.8). Berdasarkan peta rupa bumi skala 1 : 50.000 yang
dikeluarkan Jantop TNI - AD tahun 1984 daerah tangkapan danau berada pada
ketinggian antara 464 - 1250 m dari permukaan air laut, sebagian besar mempunyai
lereng yang curam. Sebagai contoh pada sisi sebelah selatan perbedaan ketinggian
antara permukaan danau dengan puncak pegunungan (batas daerah tangkapan air
danau) sekitar 796 m tetapi jarak diagonalnya hanya 1,5 km atau mempunyai lereng
sebesar 63 %, lahan ini sebaiknya diklasifikasikan kedalam lahan yang mempunyai
potensi erosi yang tinggi dan menurut aturan Dep. Kehutanan harus dihutankan.
22
Untuk lahan-lahan yang mempunyai lereng yang besar cara pengolahan lahan
disarankan dengan penterasan atau pengolahannya sejajar kontur. Teras berfungsi
untuk memperpendek lereng dan sekaligus memperkecil lereng, air hujan mempunyai
kesempatan lebih lama untuk meresap ke dalam tanah atau memperkecil aliran
permukaan sehingga menekan erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (rill
erosion). Sedangkan vegetasi akan mempunyai dampak yang memperkecil erosi
karena vegetasi berfungsi sebagai intersepsi air hujan sehingga mengurangi energi
dari curah hujan dan memperkecil aliran permukaan, mengurangi kecepatan aliran
permukaan, memperkuat agregrat dan porositas tanah karena adanya perakaran dan
serasah, dan meningkatkan aktivitas biologi di tanah (Schwab,G.O, Frevert,R.K,
Edminster,T.W., and Barnes. K.K., 1966).
PETA SUBDAS
OAS
TAIJliN 2010
$
? M
l f't!t.tb
aubda Da"au rnankt)au
SUBOAS
--
--.....

_.__
---
--
--
--
--
....
Gambar 5.8. Daerah Tangkapan Air Danau Maninjau
23
PETA ELEVASI
DA!> l\IA.'iJNJAl'
TAII U'i 2010
@
2 1 2
MM I
l 4':ud

--

Metw dp(
""'"""'
...........
1 USGS
.. , sooooa.--
LM> ...ICirOifltoe"Ma!Jll

..
Gambar 5.9. Elevasi Tangkapan Air Danau Maninjau
Danau Maninjau mempunyai luas daerah tangkapan air sebesar 13. 260 ha,
bila dibandingkan dengan luas permukaan aimya (9. 737,50 ha) relatif kecil, padahal
air danau mempunyai volume yang sangat besar, yaitu 10.226.001.629,2 m
3
, hal ini
juga dicerminkan oleh apa yang disebut dengan volume quotient (AoAsfVw) dan area
quotient (AoAsiAw) (Ryding,S.O. and Rast.W, 1989) yang masing-masing sebesar
0,013 (k.rq
2
/10
6
m
3
) dan 1,38, yang mempunyai arti bahwa peranan aliran air tanah
(groundwater) cukup besar dalam mensuplai air danau. Pada umumnya batas basin
air tanah tidak selalu sama dengan batas basin danau, aliran air tanah dapat berasal
dari daerah aliran sungai diluar Danau Maninjau, kalau ini yang terjadi maka
kestabilan air danau sangat dipengaruhi oleh selain kondisi daerah aliran sungai
danau, juga oleh kondisi daerah aliran sungai di luar (sekitar) danau khususnya
penggunaan lahan.
Bila berdasarkan perbandingan antara luas perairan danau (A) dengan luas
daerah tangkapan aimya (DTA) dibandingkan dengan beberapa danau yang sejenis di
Sulawesi Tengah Danau Poso dan Danau Lindu (Lukman, 2010), maka Danau
24
Maninjau mempunyai rasio A : DTA = 1 : 1,36 yang lebih kecil dari Danau Poso
DTA: A = 3,4: 1, apalagi Danau Lindu yang memiliki rasio antara DTA :A = 15,9
: 1. Hal ini menunjukkan luas DTA Danau Maninjau mempunyai proporsi yang
relative kecil dari luasan perairan danau. Luasan DTA terutama akan berpengaruh
terhadap debit aliran yang masuk ke danau dan pada akhimya pada debit aliran yang
keluar danau. Disamping itu luasan DTA juga akan memberikan peran terhadap
tingkat sedimentasi di danau.
Penggunaan lahan di daerah tangkapan air danau mempunyai pengaruh
khususnya terhadap kualitas air danau, misalnya penggunaan pupuk dan pestisida
untuk tanaman padi sawah, dan sampah domestik yang berasal dari daerah
pemukiman. Menurut pengamatan di lapangan daerah dipinggiran danau mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kondisi air danau, karena pada
umurnnya sampah domestik di daerah tersebut dibuang langsung ke perairan danau,
hal ini perlu mendapat perhatian.
Dimasa yang akan datang kajian tentang beban nutrien yang berasal dari
daerah tangkapan air danau dengan berbagai macam penggunaan lahan sangat
diperlukan, guna untuk mengantisipasi perkembangan kota Maninjau yang
dicanangkan untuk obyek pariwisata.
Berdasarkan data penggunaan lahan Citra Landsat tahun 2010 yang sudah
diinterpertasi (Gam bar 5.1 0) menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk hutan
masih meJllpunyai areal yang sangat luas, kemudian areal padi sawah, ladang!kebun
dan pemukiman. Perubahan penggunaan lahan khususnya pada areal hutan menjadi
areal non hutan perlu diperketat, mengingat hutan di daerah ini mempunyai topografi
yang tergolong sangat curam, ditambah faktor tanah yang peka terhadap erosi, hal ini
dapat meningkatkan sedimentasi diperairan danau.
25
""--

;. I 0 2 4Kir!
MM I
I .-:nda
l 'tP'I" bill Zft i O
--
. .......

.....
.......-
_ _) ............ 1,4 ...
--
..........

2 ....,., 50000
a lab tWrolntormank
\{P
Gambar 5.10. Penggunaan Laban pada DTA Danau Maninjau
Penggunaan laban di Danau Maninjau didapat dari hasil klasifikasi Citra
Landsat7+ETM pada dua seri data, yaitu Landsat Tahun 2002 dan Tabun 2010.
Klasifikasi dilakukan secara manual karena keterbatasan citra landsat yang diperoleb.
Pengolabap citra dilakukan dengan aplikasi Ermapper 5.5, sedangkan pemisahan
masing-masing kelas penggunaan laban dengan menggunakan Arcview 3.1. Hasil
klasifikasi diperlibatkan pada Table 5 .1.
Luas DTA Maninjau 23.729 ba termasuk luas perairan danau dengan luas
9.782 ha atau 41.2%, pengunaan laban di DTA Maninjau terdiri dari 7 kelas laban
pada tahun 2002, sedangkan pada tahun 2010 terdiri dari 8 kelas lahan, hal ini
sebabkan penambaban lahan terbuka akibat longsor pada tahun 2010. Luas
penggunaan lahan butan pada tabun 2002 mencapai 5.871 ha atau 24,7% dari total
luas DTA atau 42% tanpa memperhitungkan perairan danau. Sedangkan pada tahun
2010 luas butan berkurang menjadi 5511 ha atau 23.2%.
26
Tabel5.1. Luasan dan persentase penggunaan lahan di DTA Maninjau
2002 2010
land use luas (m2) Persentase luas (m2) Persentase
Dan au 9782.6 41.2 9782.6 41.2
Hutan 5871.0 24.7 5507.1 23.2
Lahan terbuka 0.0 0.0 81.1 0.3
Pemukiman 250.5 1.1 286.7 1.2
Kebun campur 653.3 2.8 301.4 1.3
Sawah 2685.2 11.3 2998.0 12.6
Ladang 1240.0 5.2 1435.7 6.1
Semak Belukar 3246.7 13.7 3336.6 14.1
Jumlah 23729.3 100.0 23729.3 100
Ana/isis Perubahan lahan
Analisis perubahan pengunaan lahan di DTA Maninjau menggunakan data
penggunaan lahan hasil klasifikasi citra landsat tahun 2002 dan 2010 dengan melihat
kecepatan perubahan dan distribusi perubahan yang terjadi. Hasil analisis
memperlihatkan diantara tahun 2002 sampai 2010 perubahan lahan terluas terjadi
pada berkurangnya tutupan hutan atau deforestasi sebesar 363,9 ha walaupun secara
persentase berkurangnya hutan hanya 6% dari luas hutan tahun 2002, sedangkan
perubahan lahan perkebunan berkurang sekitar 351,9 ha atau 53% dari luas
perkebunan berubahan ke penggunaan lain. Luas pemukiman di DTA maninjau
selama kurun waktu 2002 sampai 2010 terjadi penambahan seluas 36,2 ha atau
bertambah 14,4% dari total luas sebelumnya. Tabel 5.2. Memperlihatkan luasan
perubahan lahan yang terjadi di DTA Maninjau.
27
Tabel 5.2. Luasan dan persentase perubahan lahan di DT A Maninjau
Penggunaanlahan LU2002 LU2010 Perubahan Persentase
Danau 9782.6 9782.6 0.0 0.00
Hutan 5871.0 5507.1 -363.9 -6.20
Lahan terbuka 0.0 81.1 81.1 -
Pemukiman 250.5 286.7 36.2 14.45
Perkebunan 653.3 301.4 -351.9 -53.86
Sa wah 2685.2 2998.0 312.8 11.65
Ladang 1240.0 1435.7 195.7 15.78
Semak Belukar 3246.7 3336.6 90.0 2.77
Tutupan hutan berubah menjadi lahan terbuka (26,3 ha), Perkebunan (81,8
ha), sawah (84, 1 ha), ladang (14,2 ha) dan semak belukar (157,7 ha). Hasil cross
table antara kedua serie peta penggunaan lahan juga memperlihatkan lokasi
perubahan pada peta, selain itu dilakukan juga observasi dilapangan yang
menghasilkan perubahan hutan menjadi lahan terbuka dikarenakan kejadian longsor
pada awal tahun 2010, Alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lain
menunjukan deforstrasi terjadi disekitar daerah Bayur.
Pertumbuhan pemukiman terjadi sejalan dengan pertumbuhan penduduk
dimana pertumbuhan penduduk di kecamatan Tanjungraya berdasarkan data statistic
sekitar 350 jiwa per tahun atau 1 ,5%. Pertumbuhan pemukiman yang terjadi berasal
dari penggunaan lahan sawah (18,2 ha), ladang (5,1) dan semak belukar (13 ha).
Pertumbuhan pemukiman ini bila dibandingkan didaerah lain di Pulau Jawa akan
,
terlihat kecil, hal ini dikarenakan kebiasaan adat minang untuk merantau ke daerah
lain (Marginof, 2006).
5.2.4. Pola Cuaca Di sekitar Danau
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (dalam Soekardi
Wisnubroto dkk, 1983) yang menggunakan kriteria bulan basah (curah hujan lebih
besar 100 mm), bulan kering (curah hujan lebih kecil 60 mm), dan bulan lembab
(curah hujan antara 60 mm sampai 100 mm), berdasarkan kriteria tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata bulan basah 10,41/th, bulan kering 0,47/th dan bulan
28
lembab 0,41/th. Kemudian dihitung nilai Q yang menunjukkan angka sebesar 0,045
berarti daerah kajian tergolong A, yaitu daerah yang sangat basah. Jika berdasarkan
klasifikasi menurut Mohr (dalam Soekardi Wisnubroto dkk, 1983) daerah kajian
termasuk Golongan I, yaitu daerah basah.
Unsur iklim yang dicatat pada Stasiun Tanjung Alai - Maninjau dengan
periode pengamatan 1992 - 2001 menunjukkan bahwa kelembabab relatif relatif
konstan dari bulan kebulan atau berkisar antara 93 sampai 96 %. Penguapan yang
diukur dengan Pan tipe A menunjukkan kisaran antara 99 mrn sampai 122 mm,
penguapan terendah terjadi pada bulan Februari.
Rata-rata bulanan kecepatan angin di sekitar Danau Maninjau berkisar antara
20 - 160 km!hari. Dalam setahun terjadi dua puncak yaitu pada bulan Februari
sebesar 111,6 km/hari dan bulan Oktober sebesar 161,5 km/hari (Gambar 5.11).
Kecepatan angin merupakan factor yang berpengaruh dalam pengadukan air danau
dan proses aerasi permukaan air danau.
Gambar 5.12 menunjukkan rata-rata bulanan intensitas matahari di sekitar
Danau Maninjau. Pada bulan Oktober, November dan Desember merupakan bulan
yang mempunyai intensitas matahari yang tinggi, tetapi ketika bulan Januari dan
Februari intensitas matahari tersebut menurun bahkan dapat dikatakan merupakan
intensitas yang tergolong paling lemah selama setahun. Pada saat inilah diduga sering
terjadi pengadukan air danau, lapisan air bagian bawah bergerak ke bagian yang lebih
atas, karel)a lapisan bagian atas relative din gin (berat jenis lebih besar).
29
-
...
t'G


=-
c
c,
c
t'G
c

i'


m


100 j: .:-:;:: .. 1 .. :-:.:: .. ::-.::.1-o:.::-.::.f:.-o:.::-.:1::.-o:.::-l .. ::.-o:. .
:
'0 -------- -------- -------- ....... J .. ----:J::_-----J------r-----
1 --- ------ - -J r--

i' JG a:.
'5 '5 (JF ::<:!'
q}' q}' #'
0 Qe
i..'
ib-
)'li .1?
Gambar 5.11. Rata-rata Kecepatan Angin di sekitar Danau Maninjau
400 0
350.0
300.0
250.0
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
,----
Intensitas (cal/cm2/hari)
r-
r-
,..- - r-
r-
, $

r- r-
-
,..-
r- r-
6- ;_<. ..s:.<- _ _c.<.
.., <$! ,NJ"
!)> ...... ..
''" 0 o- "'"'
"
Gambar 5.12. Rata-rata Intensitas Matahari di sekitar Danau Maninjau
Berdasarkan data curah hujan dari Stasiun Maninjau mulai tahun 1984 - 2000
menunjukkan bahwa pola hujan bulanan dapat dikatakan relatif merata sepanjang
tahun, seperti terlihat pada Gambar 5.13, kecuali bulan Nopember merupakan bulan
yang curah hujannya tertinggi dan bulan Juni merupakan bulan dengan curah hujan
yang terkecil. Jika dirata-rata curah hujan bulanan sebesar 299 mm.
30
Curah hujan tahunan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan
jumlah hujan tahunan (Gambar 5.14), pada tahun 1984 curah hujan lebih besar dari
5000 mm tetapi pada tahun 2000 curah hujan tahunan berkurang kurang 1ebih 50 %,
kecenderungan penurunan curah hujan ini perlu diwaspadahi karena akan
berpengaruh terhadap kelestarian danau, apakah untuk keperluan PLT A, wisata,
ekologi maupun untuk fungsi yang lain. Untuk itu perlu kajian yang lebih mendalam
mengenai fenomena curah hujan tersebut, apakah bersifat lokal atau regional
sehingga dapat dilakukan langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
600
500
E
400
_
c:
<0
"5" 300
:I:
~
200 ::I
(.)
100
0 ~ _ /
Jan Feb Mar Apr May .AJn Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Gambar 5.13. Curah Hujan Bulanan Stasiun PLTA Maninjau (1984- 2000)
6,000
,
e s.ooo
E
-;;- 4,000
Ill
c
.E 3,000
J!
; 2,000
"5'
..c
""'
1,000
:s
"i
..,
0
~
....
=----
-
........ ~ ,.--
,.--
r--- r.;_
""""
!'""" !'""" !'"""
,.--
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ '------ '------ L..... '------
L __
'------ '------ '------ L..
~ ~ ~ ~ ~ ~ g m ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 8 o
m m m m m m m m m m m m m m m m o o
N N
Gambar 5.14. Trend perubahanjeluk hujan tahunan Stasiun PLTA Maninjau
31
5.3. ANALISA WATER BALANCE DANAU
Water balance Danau Maninjau yang dimaksud adalah gambaran mengenai
komonen-komponen yang menyusun air danau, baik air yang masuk ke danau
maupun yang keluar danau pada periode waktu tertentu. Komponen air yang masuk
ke danau berasal dari : air hujan yang jatuh di atas danau (luas Danau Maninjau
9.737,5 ha), air permukaan yang masuk melalui pinggiran danau atau melalui sungai-
sungai yang terdapat di daerah tangkapan Danau Maninjau (luas 13.260 ha), dan yang
berasal dari air tanah (ground water discharge). Sedangkan komponen air yang ke
luar danau adalah penguapan dari permukaan air danau, aliran yang melalui intake
PLTA, aliran yang melalui Sungai Batang Antokan, dan aliran yang masuk ke sistem
air tanah.
Untuk analisis water balance D. Maninjau digunakan data selama 10 tahun
(1992- 2001) yang berasal dari PLTA Maninjau-Bukittinggi dan Data Klimatologi
Stasiun Maninjau Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air (P3SA)
Padang yang disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Curah hujan, Evaporasi, debit outflow dan fluktuasi tma D.Maninjau
Tahun CHbln Eo Pan bln Q bln (m
5
/dt) Komulatif
(mm) (mm) penurunan/kenaikan tma
danau thn (m)
1992 239 122 14.24 -0.63
1993 276 119 11.14 -1.60
1994 I 212 118 9.86 0.20
1995 303 104 11.44 0.45
1996 243 115 13.77 0.11
1997 147 114 9.57 -1.82
1998 295 95 7.11 2.53
1999 253 105 14.65 -0.25
2000 235 112 13.38 0.35
2001 207 109 16.42 -0.75
32
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa curah hujan bulanan terbesar
pada tahun 1995 sebesar 303 mm dan terkecil pada tahun 1997 sebesar 147 mm.
Evaporasi yang diukur dengan menggunakan Pan tipe A menunjukkan bahwa pada
evaporasi terkecil terjadi pada saat terjadi hujan yang besar (295 mm), hal ini diduga
jumlah hari hujan juga relatif ban yak pada saat terjadi hujan besar sehingga evaporasi
berkurang. Pada saat curah hujan kecil (147 mm) berakibat pada komulatif
penurunan tinggi muka air danau yang besar (1,82 meter), tetapi sebaliknya jika
terjadi hujan besar (295 mm) meningkatkan kenaikan muka air danau (2,53 meter),
hal ini dikarenakan debit pengambilan melalui intake PL T A relatif konstan.
Berdasarkan data pada Tabel 5.3 dilakukan penghitungan untuk masmg-
masing komponen, yaitu : curah hujan dikonversi dengan luas Danau Maninjau;
evaporasi dari Pan dikonversi dengan koefisien Pan tipe A untuk danau (koefisien =
0,75) dan luas danau; perubahan storage dikonversi dengan fluktuasi tinggi muka air
danau; dan limpasan yang berasal dari daerah tangkapan danau diestimasi
berdasarkan curah hujan dan evapotranspirasi (evaporasi dari Pan yang dikoreksi
dengan koefisien tanaman) (Tabel 5.4). Estimasi limpasan ini didasarkan pada asumsi
bahwa besamya limpasan sama dengan curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan
danau Maninjau dikurangi oleh evapotranspirasi, pertimbangannya adalah bahwa
sungai-sungainya relatif pendek dan kecil, dan kedalaman danau jauh lebih dalam
(kedalaman danau rata-rata1 05 meter), sehingga air relatif cepat sampai ke danau.
33
Tabel5.4. Jumlah air yang masuk dan keluar D. Maninjau
Tahun Hujan Limpasan Evaporasi air Air keluar danau !:!. Storage
Guta m
3
) DTDGuta m
3
) danau Guta m
3
) Guta m
3
)
Guta m
3
)
1992 279.17 234.37 107.06 5387.61 -5042.47
1993 322.80 297.25 104.51 4215.42 -3855.68
1994 247.72 197.11 102.97 3730.39 -3369.06
1995 353.57 357.16 91.29 4329.58 -3666.32
1996 283.85 249.51 100.62 5210.06 -4766.61
1997 171.67 97.16 100.33 3622.22 -3630.95
1998 344.22 355.59 83.09 2691.91 -1828.83
1999 295.05 276.94 91.68 5542.14 -5086.18
2000 274.01 239.93 97.82 5062.79 -4612.59
2001 241.68 199.38 95.27 6214.39 -5941.63
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa komponen air Danau Maninjau
yang paling besar adalah air yang keluar danau, baik yang keluar dari Sungai Batang
Antokan maupun yang keluar melalui intake PL TA. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 5.15.
34
7000
cCH Danau RoDAS
6000 DEo Danau DQ Danau
5000
.!
:5 4000

'iii
Gl
3000
0
>
2000
1000
0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Gambar 5.15. Grafik komponen air Danau Maninjau
Jika berdasarkan perbandingan jumlah air yang masuk dan keluar danau
menunjukkan bahwa air yang masuk jauh Jebih kecil hila dibandingkan dengan air
yang ke luar danau, hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pemasukan air yang
berasal dari air tanah. Untuk Jebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Gambar
5.16. Dari tabel terlihat bahwa air tanah yang masuk ke dalam danau pertahun
berkisar antara 1828.83 sampai 5941.63 juta m
3
, jumlah yang sangat besar ini dan
ditambah dengan Danau Maninjau yang dalam (maksimum kedalaman 165 meter)
mengindikasikan bahwa air tanah ini berasal dari kawasan yang luas dan di luar
,
daerah tangkapan Danau Maninjau.
35
Tabel 5.5. Volume air tanah yang masuk D. Maninj au
Tahun Input Output Discharge air tanah
Guta m
3
) Guta m
3
) Guta m
3
)
1992 513.54 5494.67 -5042.47
1993 620.05 4319.93 -3855.68
1994 444.83 3833.36 -3369.06
1995 710.73 4420.87 -3666.32
1996 533.36 5310.68 -4766.61
1997 268.83 3722.55 -3630.95
1998 699.81 2775.00 -1828.83
1999 571.98 5633.82 -5086.18
2000 513.94 5160.61 -4612.59
2001 441.06 6309.66 -5941.63
7000
6000
...
~ 5000
'
.....
f'-r-,'/
~ / '\ I
J!
:5 4000 ~ ..
..
I
....
'iii
.......,
(I) 3000
E
:I
~ n p u t Outa m3)
~ 2000
- Output Outa m3)
1000
.....
....... .....
..
....... ~
.......
0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Gambar 5.16. Volume air yang masuk dan keluar D.Maninjau
36
Penggunaan air untuk PLTA pada sepuluh tahun terakhir (1 992- 2001) yang
diambil melalui intake berkisar antara 2691.91 sampai 62l.t.39 j uta m
3
adalah
sebagian besar berasal dari air tanah yang ada di Danau Maninjau. atau berkisar
antara 68 - 100 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Gambar
5.17. Hal ini menunjukkan bahwa kelestarian PLTA Maninjau sangat dipengaruhi
oleh konservasi daerah atau kawasan yang berfungsi sebagai recharge air tanah -
Danau Maninjau, seperti telah diuraikan tersebut di atas yang merupakan kawasan di
luar daerah tangkapan danau Maninjau. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan
khususnya mengenai recharge area air tanah-danau Maninjau dan bagaimana usaha-
usaha untuk mengkonservasinya.
Tabel 5 .6. Prosentase penggunaan air PL T A yang berasal dari air danau-air tanah
Tahun Intake PLTA Discharge air tanah Prosentase
Guta m
3
) Quta m
3
) (%)
1992 5387.61 5042.47 94
1993 4215.42 3855.68 91
1994 3730.39 3369.06 90
1995 4329.58 3666.32 85
1996 5210.06 4766.61 91
1997 3622.22 3630.95 100
I 1998
2691.91 1828.83 68
1999 5542.14 5086.18 92
2000 5062.79 4612.59 91
2001 6214.39 5941.63 96
37
7000 . - - - - - - - - - - - ~ - - - - - - - - - - - - r - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
CQ PLTA
6000 +---------------1
c:;
E 5000
J!
:5 4000
...
;
~ 3000
:I
~ 2000
1000
0 I I k. :11 I I J ft ' tJI I I iJ I I "' ' I I I I I I g J I I ' ,I I I a; ' I I I I I I I ' I i
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Gambar 5.17. Perbandinganjumlah air untuk PLTA dengan air tanah yg masuk danau
5.4. IDENTIFIKASI IDDRODINAMIKA DAN KEMATIAN MASSAL IKAN
Percampuran badan air atau hidrodinamika dalam danau ditentukan oleh
morfometri danau, massa jenis air, aliran masuk dan keluar danau, dan factor cuaca
serta efek Coriolis. Berdasarkan factor-faktor tersebut maka factor massa jenis air,
dan cuaca yang cepat berubah setiap saat. Sedangkan factor aliran dan masuk danau
termasuk factor yang dipengaruhi oleh curah hujan, tetapi karena aliran yang keluar
danau digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dan dikendalikan dengan bendung
dan ditambah lagi dengan volume danau yang sangat besar (1 0,33 milyar m
3
) bila
I
dibandingkan dengan aliran keluar danau sekitar 13,39 m3/dt, maka fluktuasinya
relative kecil.
Bila berdasarkan sifat morfometri Danau Maninjau yang dicerminkan oleh
kedalaman relative (Zr) sebesar 1,508. Hal ini menunjukkan bahwa luasan permukaan
danau bila terkena angin kencang akan berpotensi mengaduk lapisan air danau
(kedalaman danau relative kecil tapi luas permukaan air danau besar) sehingga
lapisan air danau tidak stabil, air danau mudah teraduk bagian bawah dapat teraduk
dengan bagian atasnya.
38
Massa jenis air (p) merupakan parameter dasar dalam hi inamika
perbedaan massa jenis air ini mengakibatkan terjadinya strarifikasi lapisan air
(Epilimnion-Metalimnion-Hipolimnion) dan menghambat percampuran air secara
vertikal. Menurut Ji (2007), massa jenis air ditentukan oleh suhu. salinitas, dan
konsentrasi total sedimen tersuspensi. Namun menurut Reading (1996) faktor
sedimen tersuspensi menjadi penting pada danau es, sementara faktor salinitas hanya
berperan penting pada danau dengan salinitas tinggi atau memiliki mata air
hidrotermal dalam. Pada kasus Danau Maninjau factor salinitas sangat kecil pengaruh
nya terhadap berat jenis, karena air Danau Maninjau mempunyai kadar garam yang
sangat kecil dan bahkan mendekati nol sepanjang tahun.
Hasil analisa komponen air yang masuk ke dalam Danau Maninjau sebagian
besar (sekitar 90%) berasal dari aliran air tanah, pada hal air tanah dapat dikatakan
kandungan sedimen sangat kecil sekali. Sedangkan aliran surface runoff yang berasal
dari daerah tangkapan aimya juga mempunyai kandungan sedimen kecil, mengingat
sebagian besar lahannya masih hijau dan luas DTA hanya sekitar 1,36 kali luas
perairan Danau Maninjau. Berdasarkan kondisi kadar garam dan sedimen yang
terdapat pada air Danau Maninjau maka massa jenis air hanya dipengaruhi oleh
temperatur air. Data temperatur air danau sepanjang tahun belum tersedia, maka perlu
dilakukan monitoring untuk mengetahui sampai seberapa besar perilaku perubahan
temperature air danau secara vertical. Tapi diduga factor yang menjadi pemicu
perubahan tpmperature air danau adalah sinar matahari.
Laju penurunan nilai massa jenis meningkat seiring meningkatnya suhu.
Menurut Allen et al. (2005) usaha yang diperlukan untuk mencampurkan dua lapisan
air bersuhu 29 dan 30 C lebih besar dari usaha yang diperlukan untuk
mencampurkan dua lapisan air bermassa sama yang memiliki suhu 4 dan 5 C. Oleh
karena itu, danau di daerah tropis lebih mudah terstratifikasi dibandingkan danau sub
tropis. Dilain pihak, sedikit penurunan suhu di danau tropis (mengakibatkan kenaikan
p yang relatif tinggi) sehingga dapat menghasilkan arus konveksi yang pada jangka
panjang dapat mengakibatkan percampuran air danau secara vertikal.
39
Pada saat kematian massal ikan di Danau Maninjau yang terjadi biasanya
pada awal tahun (Januari - Februari), data intensitas sinar matahari sepanjang tahun
menunjukkan bahwa pada bulan Januari-Februari merupakan bulan dengan intensitas
matahari tergolong kecil, berarti suhu udara di atas permukaan air danau menjadi
kecil dan hila ini berlangsung cukup lama maka akan menurunkan suhu air danau
terutama pada permukaan (yang bersinggungan dengan udara). Seperti diuraikan di
atas bahwa sensitifitas pengadukan air danau di daerah tropis sangat tinggi walaupun
dengan perubahan suhu air yang kecil. Proses pengadukan ini diperkuat lagi dengan
kecepatan angin yang terjadi di sekitar Danau Maninjau pada bulan Januari -
Februari merupakan puncak kedua tertinggi sepanjang tahun. Faktor angin ini
semakin nyata mengingat secara morfometrik Danau Maninjau mempunya1
kedalaman relative yang tergolong kecil (mudah terjadi pengadukan air).
Proses pengadukan air ini sebenarnya merupakan fenomena alami yang
diduga terjadi di beberapa danau dalam yang pada umumnya memiliki stratifikasi
suhu. Pada kasus Danau Maninjau penumpukan sisa pakan dan sisa metabolisme
ikan di dasar danau yang menyebabkan kondisi air dasar danau menjadi anoksix dan
menstuliasi proses anaerobik yang menhasilkan berbagai senyawa racun, seperti nitrit
dan asam sulfida. Hal ini diperkuat lagi bahwa Danau Maninjau mempunyai waktu
tinggal air di danau yang sangat lama mencapai lebih dari 25 tahun. Pada saat terjadi
pengadukan kolom air anoksik beserta kandungan senyawa racunnya ini terangkat ke
atas dan terpapar masuk ke dalam jaring-jaring apung. Padahal kondisi ikan di jaring
apung yang relatif padat menyebabkan kebutuhan oksigen yang tinggi, sementara
karena terkurung dalam jaring, ikan-ikan tersebut tidak dapat menghindari datangnya
air anoksik dari bawah. Populasi ikan di luar jaring apung diduga mampu berenang
menghindari area pengadukan air sehingga terhindar dari malapetaka air anoksik tadi.
40
BABVI
KESIMPULAN DAN SARAN
~ Danau Maninjau mempunyai ciri-ciri morfometrik yang direpresentasikan
oleh kedalaman relative 1 ,508 menunjukkan bahwa kestabilan air tergolong
rendah (mudah terjadi pengadukan air danau) dan Shore line development
1,51 km!km
2
menunjukkan menunjukkan bahwa peranan wilayah tepian danau
kurang mendukung produktivitas perairan, serta waktu tinggal air di danau
yang mencapai 25 tahun menunjukkan tingkat efisiensi yang sangat tinggi
dalam perangkapan sedimen atau material pencemar. Untuk itu disarankan
meminimalkan erosi tanah di DTA dan mengendalikan pencemaran.
~ Kondisi cuaca terutama intensitas matahari yang mengenai permukaan air
Danau Maninjau paling lemah terjadi pada bulan Januari-Februari, hal ini
menyebabkan penurunan temperature air permukaan danau (berat jenis
meningkat) dan diperkuat lagi dengan kecepatan angin juga meningkat pada
bulan Januari-Februari sehingga kondisi ini berpotensi terjadinya pengadukan
air danau. Kejadian kematian massal ikan biasanya terjadi pada awal tahun.
~ Air Danau Maninjau terdiri dari komponen-komponen air yang masuk danau,
yaitu : air hujan (281 juta m
3
/th), run-off (250 juta m
3
/th) dan recharge air
tanah (4.180 juta m
3
/th), sedangkan air yang keluar danau terdiri dari
evaporasi (97 juta m
3
/th), aliran yang keluar melalui Sungai Batang Antokan
dan i n t ~ k PLTA (4.600 juta m
3
/th). Recharge air tanah merupakan masukan
ke danau yang paling besar ( 89 %) dan air ini tidak hanya berasal dari daerah
tangkapan Danau Maninjau, tetapi berasal dari kawasan yang lebih luas lagi
sehingga untuk konservasi air Danau Maninjau harus memperhatikan kawasan
yang menjadi recharge air tanah tersebut.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1991. Rencana Umum Tata Ruang lbukota Kec. Tanj ung Raya.
Pemda Kabupaten Daerah Tingkat II Agam.
Anonymous, 1984. Peta rupa bumi lembar Lebukbasung Sumatera Barat, Jantop
TNI -AD. Jakarta.
Anonymous, Data Produksi, beban puncak, Unit Operasi, Curah hujan, Inflow dan
Outflow PLTA Maninjau, PT (persero) KITLUR SUMBAGSEL Sektor
Bukittinggi Unit PLTA Maninjau.
Anonymous, 2003, Penyusunan Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau, Laporan
Akhir, Direktorat Jenderal Penataan Ruang-Kemetrian Pekerjaan Umum.
Doorenbos, J and Pruitt, W.O. 1981. Guidelines for Predicting Crop Water
Requirements. Food and Agriculture Organization of the United Nations,
Via Delle Terme di Caracalla, Rome, Italy.
Fakhrudin, M., H. Wibowo, L. Subehi, dan I. Ridwansyah 2002. Karakterisasi
Hidrologi Danau Maninjau Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional
Limnologi 2002. Pusat Penelitian Limnologi- LIPI, 65 -75.
Lukman & I. Ridwansyah. 2003. Kondisi Daerah Tangkapan dan Ciri Morfometri
Danau Lindu Sulawesi Tengah. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia,
No. 35: 11 -20
Lukman, M. Fakhrudin, Gunawan, dan I. Ridwansyah 1998. Ciri Morfometri dan
Pola Genangan Danau Semayang. Laporan Rehabilitasi Lingkungan
Danau Semayang. PEP- LIPI, 15-23.
Lukman, 2010. Kondisi Fisik Perairan Danau Poso Sulawesi Tengah, Limnotek.
Marganof, 2007, Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau
Sumatera Barat, Thesis, Sekolah Pasca Sarjana-IPB.
Puslit Limnologi, 2001. Permasalahan Danau Maninjau dan Pendekatan
Penyelesaiannya. Kerjasama Antara Proyek Pengembangan dan
Peningkatan Kemampuan Teknologi dengan Puslit Limnologi LIPI,
Cibinong-Bogor.
Ryding,S.0. and Rast.W, 1989. The Control of Eutrophication of Lakes and
Reservoirs. UNESCO Paris and The Parthenon Publishing Group.
Schwab,G.O, Frevert,R.K, Edminster,T.W., and Barnes. K.K. 1966. Soil and
Water Conservation Engineering. John Wiley & Sons. New York. USA.
Soekardi Wisnubroto, Siti Lela Aminah, dan Mulyono Nitisapto. 1983. Asas-asas
Meteorologi Pertanian. Ghalia Indonesia, Y ogyakarta.
Seyhan, E. 1976. Prediction of Sediment Yielt and Sources. Geografisch Instituut
der Rijksuniversiteit te Utrecht.
U.S.Soil Conservation Service. 1972. Hydrology. National Engineering
Handbook. Section 4, Washington D.C. dalam : Sitanala Arsyad. 1989.
Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor.
Ward,A.D. and Elliot,W.J.1995. Environmental Hydrology. Lewis Publishers.
New York. USA.
Welch, P. S. 1952. Limnology. Me Graw-Hill Book Company, Inc. 538 pp.
Wetzel, R. G. 1983. Limnology. W. B. Saunders College Publ., Philadelphia.
743 pp.
42

You might also like