You are on page 1of 8

Pembesaran limpa dinyatakan dengan Schuffner.

Garis Schuffner : garis yang menghubungkan titikpada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4)dan garis ini diteruskan sampai (spina iliaka anterior superior) SIAS kanan yangmerupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.

Sirosis hepatis PENGERTIAN Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). ETIOLOGI Ada 3 tipe sirosis hepatis :

Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Patogenesis Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu : 1. 2. 3. Mekanis Immunologis Kombinasi keduanya

Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan pembentukan jaringan ikat. Mekanis Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi. Teori Imunologis

Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis :

Hepatitis kronik tipe B Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.

PATOFISIOSLOGI Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadangkadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. TANDA DAN GEJALA Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru

kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( Lab , USG CT Scan) Pemeriksaan Laboratorium 1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. 2. Kenaikan kadar enzim transaminase SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) magnetic resonance imaging (MRI). Diagnosis

Sebelum memutuskan seseorang menderita sirosis hepatis, dokter biasanya akan melakukan tes darah dan CT Scan. Tes tersebut dilakukan untuk melihat tingkatan gangguan hati yang terdapat pada tubuh pasien. Guna memastikan sirosis hepatis positif atau tidak, dokter akan melakukan pembedahan guna melihat kondisi jaringan hati. Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Dengan pemeriksaan histipatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai pembesaran hati. Pemeriksaan Fisik

a. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak mirip labalaba (*spider nevi).

b. Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), c. perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), d. rambut ketiak dan kemaluan yang jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis),
dan pembesaran payudara pada laki-laki.

e. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema f.

pretibial) gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik. g. Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. h. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar(splenomegali), i. pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya sistem kolateral, wasir (hemoroid), j. Penekanan pembuluh darah vena esofagus atau cardia (varices esofagus)yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). k. Kalau pendarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah kanker hati primer (hepatoma).

Treatment / pengobatan Berbeda tingkatan berbeda pula pengobatan yang dilakukan bagi penderita sirosis hepatis. Seorang penderita sirosis hepatis ringan masih dapat melakukan pengobatan seperti mengonsumsi obat-obatan penawar hepatitis B dan C. Selain itu penderita sirosis hepatis ringan harus dapat meninggalkan kebiasaan merokok guna mempercepat penyembuhan. Sedangkan bagi penderita sirosis hepatis parah, pemberian antibiotik, serta rangkaian tes darah serta CT scan hingga transplantasi hati. Transplantasi dilakukan jika hati sudah dinyatakan tidak berfungsi kembali. Melakukan transplantasi merupakan keputusan yang sulit karena membutuhkan pendonor dan mengeluarkan biaya yang mahal. Selain itu, tidak selamanya hati dari hasil donor cocok bagi pasien penerima donor. Pengobatan tergantung dari derajat kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat mengkompensasi kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol penyakitnya secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang tinggi kalori dan protein disertai lemak secukupnya. Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan. Pada ensefaopati pemasukan protein harus dikurangi. Lakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian kalium pada hipokalemia, pemberian antibiotik pada infeksi, dan lain-lain. apabila timbul asites lanjut maka penderita perlu istirahat di tempat tidur. Konsumsi garam perlu dikurangi hingga kira-kira 0.5 g per hari dengan botol cairan yang masuk 1.5 1 per hari. Penderita diberi obat diureti distal yaitu Spronolakton 425 g per hari, yang dapat dinaikkan sampai dosis total 800 mg perhari. Bila

perlu, penderita diberikan obat diuretik loop yaitu Furosemid dan dilakukan koreksi kadar albumin di dalam darah. Pada pendarahan varises esofagus penderita memerlukan perawatan di rumah sakit. Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan progresif pada penderita penyakit hati kronis dan umumnya disertai sirosis hati dengan asites maka perlu perawatan segera di rumah sakit. Keadaan ini ditandai dengan kadar urea yang tinggi di dalam darah (azotemia) dan air kencing yang keluar sangat sedikit (oliguria).

Komplikasi Sirosis Hati Posted by Sirosis Hati Sirosis hati yang merupakan penyakit kronis yang menyerang organ hati yang membuat organ hati mengalami pengecilan, pengerasan dan pembengkakan hati/liver. Sirosis hati merupakan penyakit kronis yang mengancam jiwa manusia, diketahui dari beberapa sumber informasi yang dihimpun bahwa penyakit akibat sirosis hati ini menyebabkan kematian hingga mencapai 25.000 jiwa dari seluruh total populasi manusia di dunia, dan setiap tahunnya terus bertambah. Penyakit sirosis hati juga dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi penyakit lainnya di seputar organ hati akibat sirosis hati, diantaranya : 1. Edema dan ascites Terjadi ketika sirosis hati menjadi parah yang kemudian mengirim gejala dari komplikasi penyakit ini ke organ ginjal untuk menahan garam dan air di dalam tubuh. Awalnya kelebihan garam dan air diakumulasi dalam jaringan dibawah kulit karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi atau penjumlahan kandungan air dan garam inilah yang kemudian disebut dengan Edema. Ketika sirosis semakin memburuk keadaan akibat kelebihan garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin meningkat dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Peningkatan dan tertahannya garam dan air disebut dengan Ascites yang menyebabkan pembengkakan perut, ketidaknyamanan perut dan berat badan yang semakin meningkat. 2. Spontaneous bacterial periotonitis (SBP) Cairan yang mengandung air dan garam dan tertahan di dalam rongga perut yang disebut dengan ascites yang merupakan tempat yang sempurna untuk pertumbuhan dan perkembang biakan bakteri-bakteri. Secara normal, rongga perut juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis ini, cairan yang mengumpul dan kelebihan jumlah cairan normal yang dimiliki rongga perut tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Kelebihan cairan yang masuk ke dalam rongga perut kemudian masuk ke dalam usus dan kedalam ascites yang kemudian menyebabkan infeksi disebut dengan spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Spontaneous bacterial peritonitis atau SBP merupakan suatu komplikasi dari sirosis yang dapat mengancam jiwa seseorang yang terdiagnosa memiliki penyakit sirosis hati. Seseorang yang menderita komplikasi SBP dari sirosis umumnya tidak menunjukkan gejala, tidak seperti gejala pada sirosis umumnya yang dapat membuat tubuh demam, keidnginan, sakit perut, dan kelembutan perut, diare dan memburuknya ascites. 3. Perdarahan dari varises-varises kerongkongan (esophageal varices) Pada sirosis hati terdapat jaringan parut yang dapat menghalangi jalannya adarah yang akan kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika terjadi penekanan dalam vena portal meningkat, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui venavena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkan vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices. Semakin tinggi tekanan yang terjadi maka varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mengalami perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung. Perdarahan dari varices-varices kerongkongan ini menunjukkan gejala seperti :

- Muntah darah (muntah yang berupa darah merah yang bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau disebabkan oleh efek dari asam pada darah). - Warna feces/kotoran yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika kotoran atau sisa makanan yang akan dibuang tercampur bakteri kemudian merubah warna dan tekstur feces menjadi hitam dan ter yang diolah terlebih dahulu dalam usus yang disebut dengan melena. - Sering pingsan atau kepeningan orthostatic yang disebabkan tekanan darah yang semakin menurun atau tekanan darah rendah, hal ini akan terjadi ketika duduk atau dalam suatu posisi berbaring terlalu lama. Perdarahan yang terjadi bukan hanya di kerongkongan, namun juga dapat terjadi di usus besar/kolon, sehingga perdarahan juga dapat terjadi dari varces-varices yang terbentuk di dalam usus. 4. Hepatic encephalopahty Hepatic encephalopahty yang merupakan suatu kondisi dimana tubuh ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu. Gejala dari hepatic encephalophaty ini cukup unik, seperti : a. Sering tidur di siang hari dan terjaga di malam hari (kebalikan dari pola tidur yang normal) b. Mudah marah c. Penurunan kemampuan berkonsentrasi atau kefokusan yang semakin menurun terutama melakukan suatu perhitungan-perhitungan d. Kehilangan memori atau kemampuan daya ingat e. Terlihat seperti orang yang kebingungan karena tingkat kesadaran yang semakin tertekan. Gejala demikian dapat menyebabkan seseorang yang mengalami komplikasi pada hepatic encephalopathy ini dapat menyebabkan koma dan mengancam pada kematian. 5. Hepatorenal syndrome Hepatorenal syndrome atau sindrom kerusakan pada ginjal. Sindrom ini mengakibatkan penurunan komplikasi yang serius diimana fungsi dari organ ginjal semakin berkurang. Hepatorenal syndrome diartikan sebagai kegagalan yang sangat serius dan fatal pada penurunan fungsi organ ginjal dalam membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah urin yang cukup banyak. Ginjal yang diketahui memiliki tugas dan fungsinya sebagai penahan garam. Jika pada seseorang yang menderita penyakit hati disertai oleh komplikasi demikian, maka yang harus dibenahi atau diperbaiki adalah fungsi kerja organ hati dalam keadaan baik , maka ginjal akan bekerja normal kembali. Komplikasi akibat penyakit sirosis yang merambah pada terganggunya fungsi kerja organ ginjal ini diakibatkan oleh peningkatan unsur-unsur beracun dalam darah ketika organ hati tidak lagi berfungsi dengan baik. 6. Kanker hati (hepatocellular carcinoma) Sirosis yang merupakan penyebab dari timbulnya berbagai komplikasi penyakit gangguan hati ini dapat meningkatkan resiko pda timbulnya kanker hati yang awal mulanya kan terbentuk tumor di dalam hati. 7 Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder. Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.

8. Ulkus peptikum Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

Prevention / Pencegahan dan penyuluhan Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

Menghindari konsumsi minuman beralkohol Tetap perhatikan jadwal imunisasi/vaksinasi Lakukan diet sodium rendah

Berikut ini ada beberpa cara sederhana dalam menanggani penyakit sirosis hati, sebagai berikut : 1. Dalam masa pengobatan, diet cocok diterapkan oleh penderita sirosis hati. Diet dilakukan dalam dua tahapan terapi. Pada tahap ini, penderita sirosis hati hanya bisa minum-minuman, seperti teh, sirup, dan sari buah. Penderita sirosis hati juga boleh mengkonsumsi makanan yang halus atau mudah ditelan, tetapi harus dibawah pengawasan dokter atau ahli gizi. Lamanya melakukan diet dilakukan tergantung pada tahapan gejala sirosis hati.

Dibawah ini ada contoh tabel menu makanan untuk penderita sirosis hati setelah mengalami koma hepatikum :

2. Tahap ini dilakukan pada saat precoma telah teratasi. Precoma adalah masa menjelang terjadinya koma radang hati. Makanan yang mengandung protein dapat diberikan, tetapi dalam jumlah terbatas. Konsumsi makanan yang

mengandung protein dilakukan secara bertahap 20-60 gram protein/hari. Makanan yang diberikan berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti, macam-macam sari buah yang manis, sirup, dan teh manis. Makanan cair diberikan sekitar 2 liter/hari. 3. Pemilihan makanan bagi penderita sirosis hati

Dalam memilih menu makanan bagi penderita sirosis hati, sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut ini : a. Hindari konsumsi makanan yang dapat menimbulkan penimbunan gas dalam lambung seperti ubi, singkong, kacang merah, kol, sawi, lobak, nangka dan durian.

b. Hindari konsumsi makanan yang telah diawetkan, seperti hamburger, sosis, ikan asin dan kornet. Usahakan selalu mengkonsumsi makanan segar.

c. Pilih bahan makanan yang kandungan lemaknya tidak banyak seperti daging yang tidak berlemak, ikan segar, atau ayam tanpa kulit.

d. Pilih sayuran rendah serat, seperti bayam, wortel, bit, labu siam, kacang panjang muda, buncis muda, dan daun kangkung.

e. Hindari konsumsi bumbu-bumbu masakan jangan terlalu banyak dan gunakan bumbu masakan dalam batas normal, seperti salam, lengkuas, kunyit, bawang merah, bawang putih, dan ketumbar asal tidak terlalu banyak.

f. Hindari bahan makanan yang terlalu berlemak seperti daging, usus, otak, sumsum atau sanatn kental.

You might also like