Professional Documents
Culture Documents
Syahrial
University of Indonesia
Abstract:
Syeikh Yusuf was a religious teacher (ulama) also known as a hero in the struggle for
independence. Because of his great service, he was declared a national hero not only
by the Indonesian government but also by South African government. His thoughts
regarding Islamic mysticism (tasawuf) are reflected in his works. A comprehensive
research is needed on this important figure in order to reveal one part of the
intellectual history of our nation.
Perjuangannya
Masyarakat Banten menerima Yusuf dengan baik karena pengetahuan tasawufnya
yang luas, selain dikenal pernah berguru pada tokoh-tokoh besar. Karena latar belakang
itulah dengan cepat ia mendapat pengakuan dari masyarakat Banten dan diakui sebagai
syeikh atau ahli tarikat (Hamid, 2005: 95).
Paduan yang kuat antara persahabatan dengan raja dan ilmu yang tinggi membuat
Yusuf mendapat kepercayaan untuk menjadi penasihat (mufti) kerajaan. Dia juga
bertugas mengajarkan agama kepada keluarga kerajaan. Sebagai tanda persahabatan,
Sultan Banten kemudian menikahkan putrinya yang bernama Siti Syarifah dengan Syeikh
Yusuf (Lubis, 1996: 25-26).
Menjadi orang penting di lingkungan istana pada akhirnya membuat Yusuf harus
terlibat dalam masalah-masalah politik yang membelit kerajaan. Pada waktu itu tampak
tanda-tanda yang kuat akan terjadinya pembangkangan putra mahkota terhadap raja serta
ada tanda-tanda bahwa hal itu dimanfaatkan pihak Belanda untuk memperlemah Banten
dan kemudian menguasainya.
Awalnya adalah kepergian Pangeran Abdul Qohar, sang putra mahkota, ke Mekah
dan ke Turki untuk menunaikan ibadah haji dan membuka hubungan persahabatan
dengan penguasa di sana. Perjalanan ke dua kota itu berjalan lancar karena jaringan luas
yang dimiliki oleh Yusuf di sana.
Selama Abdul Qohar pergi, Sultan Ageng dengan pertimbangannya sendiri
mengangkat Pangeran Purbaya, putranya yang lain, sebagai sultan. Keputusan ini amat
mengecewakan Abdul Qohar sehingga menyulut konflik dengan ayahnya (Azra, 1990:
224). Konflik ini kemudian berubah menjadi perang terbuka antara ayah dan anak dengan
melibatkan dua pasukan. Dalam perang ini, Abdul Qohar yang kala itu telah dikenal
sebagai Pangeran Haji meminta bantuan Belanda dengan janji jika ia berkuasa kelak
Belanda boleh memonopoli perdagangan di wilayah perairan Banten. Tindakan Pangeran
Haji yang membawa-bawa Belanda ke dalam konflik keluarga inilah yang membuat
Yusuf berpihak kepada sultan. Keberpihakan ini dilandasi perhitungan bahwa Belanda
pasti hanya memanfaatkan masalah ini untuk memperlemah Banten dan kemudian
menaklukkan pusat perdagangan Nusantara itu. Yusuf juga tidak ingin Banten menjadi
Gowa kedua karena masalah yang sama, yang menyebabkan ia tidak mau lagi kembali ke
tanah kelahirannya itu.
Dalam perang ini Yusuf bertindak sebagai panglima. Dia didukung oleh sekitar
5.000 tentara, 1.000 orang di antaranya berasal dari Bugis dan Makasar. Mereka adalah
para pelaut tangguh yang menjadi tulang punggung pertahanan Banten menghadapi
ancaman dari luar di lautan.
Ketika pada akhirnya kesultanan jatuh ke tangan Pangeran Haji, Sultan Ageng
ditangkap dan dipenjarakan. Yusuf bersama pasukannya melanjutkan perang dengan cara
bergerilya di hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Untuk waktu yang lama, pihak Belanda
selalu tidak berhasil menaklukkan Yusuf dan menangkapnya hingga pada tahun 1683
terjadi pertempuran yang dahsyat di Padalarang. Dalam pertempuran yang banyak
memakan korban ini, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Eygel dan van Happel
berhasil menewaskan Pangeran Kidul, orang kepercayaan Yusuf. Dalam perang ini
tertangkap pula istri dan anak perampuan Yusuf (Hamid, 2005: 103-104).
Yusuf yang berhasil meloloskan diri melanjutkan perang dengan gigih. Akan
tetapi, dengan tipu muslihat yang menjebak, Belanda akhirnya berhasil menangkapnya
setelah seorang mata-mata berhasil menyusup ke dalam pasukan Yusuf dan menggiring
pasukannya ke dalam perangkap yang telah disiapkan sehingga mereka terkepung. Dalam
situasi itu, Belanda mengirim anak perempuan Yusuf yang sudah tertangkap sebagai
umpan agar ayahnya keluar dari persembunyian. Siasat ini rupanya berhasil. Yusuf pun
tertangkap pada 14 Desember 1683 (Azra, 1999: 25 dan Hamid, 2005: 106).
Masa Pengasingan
Setelah ditawan, Yusuf bersama keluarganya dibawa ke Cirebon, kemudian ke
Batavia. Sementara itu, anggota pasukannya yang berasal dari Makasar dan Bugis
dipulangkan ke daerah asal mereka. Pada tanggal 12 Desember 1684, dia diasingkan ke
Ceylon, dengan harapan pengaruhnya pada masyarakat Jawa Barat, Bugis, dan Makasar
hilang.
Namun, ada satu hal yang tampaknya di luar perhitungan Belanda. Mereka tidak
memperhitungkan bahwa Ceylon pada waktu itu merupakan tempat singgah kapal-kapal
yang akan ke Timur Tengah atau sebaliknya. Kapal-kapal ini mengangkut banyak jemaah
haji dari berbagai daerah di Nusantara dan singgah di sana dalam waktu relatif lama
sehingga jemaah haji memiliki waktu yang panjang untuk tinggal. Kenyataan ini
dimanfaatkan oleh Yusuf untuk tetap memelihara pengaruhnya di Nusantara. Banyaknya
jemaah haji yang belajar ilmu tasawuf kepadanya membuat Yusuf tetap memiliki akses
yang amat luas untuk memelihara jaringan dengan pengikutnya dalam melawan Belanda.
Dengan cara ini, beberapa sumber mencatat terjadinya pemberontakan di berbagai daerah
di Nusantara, seperti Lampung, Sumatra Barat, dan Aceh. Pemberontakan ini dilancarkan
para pengikut Yusuf di dalam negeri yang mendapat “bimbingan” dari para haji yang
pernah singgah di Ceylon.
Rangkaian pemberontakan itu menyadarkan Belanda bahwa tindakan mereka
membuang Yusuf ke Ceylon salah. Tokoh ini perlu dibuang ke suatu tempat yang tidak
memungkinkannya berhubungan dengan siapa pun di Nusantara. Kebetulan sekali pada
waktu itu Belanda memiliki tanah jajahan baru yang sedang dibangun untuk dijadikan
tempat singgah bagi kapal-kapal dagang Belanda yang akan ke Timur Jauh atau
sebaliknya. Tanah yang mereka rebut dari Portugis adalah Tanjung Harapan (Cape of
Good Hope). Ke tempat inilah Yusuf kemudian diangkut bersama anak istri dan 48
pengikutnya dengan menggunakan kapal Voetboeg dan tiba di sana pada tahun 1693
(Jaffer, 1996: 19).
Yusuf tinggal di Tanjung Harapan selama lima tahun. Karena usianya yang sudah
tua, ia habiskan waktu untuk mengajarkan Islam dan tarikat kepada masyarakat setempat.
Selain itu, hal yang amat penting juga adalah usaha Yusuf untuk mendampingi para
budak agar mereka terhindar dari sikap putus asa. Para budak yang berasal dari berbagai
wilayah di Nusantara ini mendapat didikan dalam bidang keagamaan sehingga dapat
tetap sabar. Para budak inilah yang kelak menjadi cikal bakal masyarakat Melayu di
Afrika Selatan sekarang.
Pada tanggal 23 Mei 1699, Syeikh Yusuf meninggal dan dimakamkan di daerah
Faure, satu jam perjalanan dengan mobil dari kota Cape Town. Daerah tempat ia
dimakamkan dikenal orang sebagai Kampung Makasar. Makamnya kini dikeramatkan
oleh masyarakat setempat karena dianggap sebagai orang suci.
1. Albarakah Alsaylaniyah
2. Bidayat Almubtadi
3. Daf Albala
4. Fath Kaifiyat Alzikr
5. Alfawaih AlYusufiyah fi Bayan Tahqiq Assufiyyah
6. Hasyiyah dalam Kitab Alanbah fi l-Rab La illah illa Allah
7. Habi Alwarid li Saadati l-Murid
8. Hazihi Fawaid Lazimah Zikr La illah illa Allah
9. Kafiyat Annafy wa Alisbat bi Alhadits Alqudsi
10. Matalib Alsalikin
11. Muqaddimat Alfawaid Allati ma la budha min Alaqaid
12. Alnafahat alsaylaniyah
13. Qurrat Alain
14. Risalah Gayat Alikhtisar wa Nihayat Alintizar
15. Safinat Alnajat
16. Sirr Alasrar
17. Surat Syeikh Yusuf kepada Sultan Wazir Goa Karaeng Karungrung Abdullah
18. Tahsil Alinayah wa l-Hidayah
19. Taj Alasrar fi Tahqiq Masyarib Alarifin
20. Tuhfat Alabrar li Ahl Alasrar
21. Tuhfat Altalib Almubtadi wa Minhat Alsalik Almuhtadi
22. Alwasiyyat Almunjiyat an Madarrat Alhijab
23. Zubdat Alasrar fi Tahqiq Bad Masyarib Alakhyar.
Acuan
Azra, Azyumardi. 1999. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII (Cetakan V). Bandung: Mizan.
Hamid, Abu. 2005. Syeikh Yusuf: Seorang Ulama dan Pejuang (Cetakan II). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Islam, M. Adib Misbahul Islam. 2005. Sirru Al-Asrar Suntingan Teks dan Telaah Isi.
Tesis. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Belum diterbitkan.
Jaffer, Mansoor (ed.). 2001. Guide to The Kramats of The Western Cape. Cape Mazaar
(Kramat) Society.
Lubis, Nabilah. 1996. Syeikh Yusuf al-Taj al-Makasari: Menyingkap Intisari Segala
Rahasia. Bandung: Mizan.
Musa, Abd. Rahman. 1997. Corak Tasawuf Syeikh Yusuf. Disertasi. IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.