You are on page 1of 58

BAB I PENDAHULUAN

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh badan penelitian dan pengembangan kesehatan RI tahun 2007, angka morbiditas pneumonia pada bayi sekitar 2,2 % dan balita 3%, sedangkan mortalitas pada bayi 23,8% dan balita 15,5%. Proporsi Penyebab kematian akibat pneumoni pada umur 7-28 hari sebesar 15,4%, umur 29 hari-11 bulan sebesar 23,8% dan umur 1-4 tahun sebesar 15,5%.32 Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu30-45% per 1000 anak dibawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua. 28,29 Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor risikotersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah(BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri pathogen dinasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industry atau asaprokok). Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis. Di RSUD dr. Soetomo Surabaya,

pneumoniamenduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang dirawat inap berkisar antara 20-35%.28,29 Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia

merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi.(1-4) Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya, etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal, pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis untuk

(bronkopneumonia),dan memudahkan dalam penyebabnya.(1-3,6)

pneumonia menentukan

interstisial.

Pembagian jenis

dibuat

kemungkinan

mikroorganisme

BAB 2 LAPORAN KASUS Identitas pasien : Nama Umur Jenis Kelamin : An. IS : 1 bulan 2 minggu : Laki-laki : Jl. Pantai Arah, Desa Bekoso, Grogot : Dua dari dua bersaudara

Alamat Anak ke Identitas Orang Tua

Nama Ayah Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan Terakhir Ayah perkawinan ke Riwayat kesehatan ayah

: Tn.Dm : 32 tahun : Gerogot : Petani : SMP :1 : Sehat

Nama Ibu Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan Terakhir Ibu perkawinan ke Riwayat kesehatan ibu

: Ny.Tr : 28 tahun : Jl. Pantai Arah, Desa Bekoso, Grogot : IRT : SD :2 : Sehat

Anamnesis Alloanamnesis dilakukan terhadap orangtua pasien pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 15.00 WITA. Pasien masuk RS tanggal 6 Juni 2013 Keluhan utama Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengalami sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dialami terus-menerus, tidak disertai dengan nafas berbunyi dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas serta cuaca. Sesak makin parah bila batuk pasien kambuh, sampai badan pasien membiru. Keluhan batuk ini dialami sejak kurang lebih satu bulan, namun batuk makin memberat kurang lebih dua mingggu. Batuk tersebut mengandung dahak namun pasien tidak bisa mengeluarkannya. Sebelum timbul batuk pasien sempat demam 2 hari. Demam tidak terlalu tinggi, demam tidak diserti keluhan menggigil, mengigau ataupun kejang. Setelah keluhan demam menghilang, keluhan batuk tidak hilang dan makin memberat 2 minggu terakhir dan bila batuknya kambuh dan berlangsung lama pasien sesak. Ibu pasien mengaku bahwa sebelumya pasien sudah sering berobat ke puskesmas dan sempat dirawat di RSUD Grogot 1 hari sebelum dirujuk ke RSUD AWS. Sejak sakit nafsu makan pasien masih baik dan berat badanya pun tidak turun. BAK dan BAB pasien masih dalam batas normal. Riwayat penyakit dahulu : 2 hari setelah lahir pasien sudah sering sakit-sakitan Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit asma serta alergi. Namun kakek pasien pernah didiagnosis menderita TB paru 8 tahun yang lalu dan sempat berobat namun tidak rutin minum obat dan hingga sekarang masih sering batuk Riwayat Kebiasaan Keluarga Ayah pasien merokok, dalam sehari 4-5 kali Riwayat Kehamilan Pemeliharaan Prenatal Periksa di Penyakit kehamilan Obat-obatan yang sering diminum : pernah : Puskesmas : tidak ada : tablet penambah darah dan vitamin.

Riwayat Kelahiran : Lahir di : Rumah menurut penuturan ayah pasien, air ketuban istrinya berwarna kuning. Riwayat ketuban pecah dini disangkal oleh pasien : Bidan : 9 bulan 9 hari : Spontan : tidak pernah :: Ya : Suntik 3 bulan :-

di tolong oleh Berapa bulan dalam kandungan Jenis partus Pemeliharaan postnatal Periksa di Keluarga berencana Memakai sistem Sikap dan kepercayaan Pertumbuhan dan perkembangan anak : Berat badan lahir Panjang badan lahir Miring Tengkurap Tersenyum Duduk Gigi keluar Merangkak Berdiri Berjalan Berbicara dua suku kata Masuk TK Masuk SD Riwayat Makan Minum anak : ASI Dihentikan Alasan Susu sapi/buatan Jenis susu buatan Takaran Frekuensi Buah Bubur susu

: 3000 gram : tidak diukur : belum : belum : belum : belum : belum : belum : belum : belum : belum : belum : belum

: Ya, mulai lahir hingga sekarang ::::::::-

Tim saring Takaran Makanan padat dan lauknya

:::-

Riwayat Imunisasi :
Usia Saat Imunisasi Imunisasi I BCG Polio Campak DPT Hepatitis B II //////// ///////// III /////// //////// ///////// IV /////// ////// /////// ///////

Menurut penuturan ibu pasien, pasien belum pernah diimunisasi Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal : 11 Juni 2013 (pukul 15.00 WITA) Antropometri Berat badan : 3,5 kg Panjang Badan : 50 cm Tanda Vital Nadi : 110 x/menit (reguler,isi cukup, kuat angkat) Frekuensi napas : 35 x/menit Suhu aksiler : 36,7 C Keadaan Umum Kesan sakit : Sakit sedang Kesadaran : compos mentis Status Gizi BB ideal = BB Lahir (gr) +( Usia Sekarang (bulan) X 600 gr ) BB ideal = 3000 + ( 1,5 x 600 ) = 3900 gr Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% = 3,5 kg/ 3,9 kg x 100% = 90 % (gizi normal) Pada anak ini dengan BB : 3,5 kg, PB : 50 cm, dan Umur : 1,5 bulan, maka jika dimasukkan ke kurva z-score untuk anak 0 bulan-5 tahun didapatkan status gizinya adalah gizi normal

Kepala Rambut Mata Hidung

Telinga Mulut Leher

: berwarna hitan : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), Reflek cahaya +/+ : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-), pernapasan cuping hidung (-) : Bersih, Bau (-), sakit (-) : mukosa bibir lembab

pembesaran kelenjar

: (-)

Kulit Lembab dan turgor kulit baik Dada Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (-) retraksi interkostal (-), retraksi subcosta (-) Palpasi : krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Auskultasi : ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Ictus Cordis tidak terlihat : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra : Sulit dievaluasi : S1/S2 tunggal, suara tambahan (-)
8

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Ekstremitas

: cembung : soefl, organomegali (-) : Kembung (+) : Bising usus (+) kesan normal

Akral Hangat, sianosis (-), edema (-), KGB inguinal (-), tidak ada pembengkakan sendi atau tulang Pemeriksaan Neurologis Kesadaran Compos mentis, GCS E4V5M6 Kepala Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-) Leher Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-) Pemeriksaan Reflex: Pemeriksaan Saraf Kranialis Okulomotorius (III) Pergerakan mata kearah superior, medial, inferior Strabismus Refleks pupil terhadap sinar Troklearis (IV) Pergerakan mata torsi superior Trigeminus (V) Membuka mulut Mengunyah Menggigit Kanan Normal (-) (+) Kiri Normal (-) (+)

Normal

Normal

(+) Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

(+) Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Abdusens (VI) Pergerakan mata ke lateral Fasialis (VII) Menutup mata Memperlihatkan gigi

Normal (+) Sulit dievaluasi

Normal (+) Sulit dievaluasi

Sudut bibir Vestibulokoklearis (VIII) Fungsi pendengaran (Subjektif) Vagus (X) Bicara Menelan Assesorius (XI) Memalingkan kepala Hipoglossus (XII) Pergerakan lidah Anggota Gerak Atas Anggota Gerak Atas

(+) (+)

(+) (+)

(+) (+)

(+) (+)

(+) (+)

(+) (+)

Kanan (+) (+) Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Kiri (+) (+) Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Motorik Pergerakan Kekuatan Refleks fisiologis Biseps Triceps

Refleks patologis Tromner Hoffman

(-) (-)

(-) (-)

Anggota Gerak Bawah Anggota Gerak Bawah Kanan (+) (+) Kiri (+) (+)

Motorik Pergerakan Kekuatan Refleks fisiologis Patella Achilles

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

10

Refleks patologis Babinski Chaddock

(-) (-)

(-) (-)

Pemeriksaan Penunjang Hasil Lab Leukosit Hb HCT Trombosit GDS Rontgen Thoraks AP 06/06/ 2013 35.600/mm3 12,7 gr/dl 40,7% 351.000 91

Tanggal 07 Juni 2013 Tampak Konsolidasi pada lobus Crania Dekstra


11

Kesan : Pneumonia Lobaris

Diagnosis Diagnosis Kerja Diagnosis lain Diagnosis komplikasi : Pneumonia Lobaris : : -

Penatalaksanaan : IVFD DS NS 10 tetes/menit Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv O2 nasal kanul 1-2 liter Prognosis Dubia ad bonam

Follow Up : Tanggal 06-06-2013 BB: 3,5 kg Hari ke 0 Perjalanan Penyakit Pemeriksaan Saat di IGD S: Sesak nafas 1 hari sebelum masuk RS, Batuk berdahak (+), demam (-) O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 125 x/menit, RR : 68 x/menit, T: 36,3 C Inspeksi : Retraksi subcosta (+), pernapasan cuping hidung IVFD D5 NS 10 tpm Inj. Ampicilin 3x120 mg/iv Inj. Gentamicin 2x10mg/iv O2 1-2 L/M Pengobatan

12

(+) Auskultasi : Rhonki (+/+), Wheezing (-/) Palpasi : tidak dilakukan Perkusi : tidak dilakukan Pemeriksaan Saat Diruangan Jam 03:00 subuh S: Sesak nafas 1 hari sebelum masuk RS, Batuk berdahak (+), demam (-), Mual-muntah (+), BAB dan BAK dalam batas normal, Nafsu makan (+) O:Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 132 x/menit, RR : 65 x/menit, T: 36,2 C Inspeksi : Retraksi subcosta (+), pernapasan cuping hidung (+), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (+/+), Wheezing (-/-) Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : Soefl, Flat Ekstremitas :Akral Hangat Jam 09:00 pagi S: Sesak (+), Batuk Dahak (+) O: Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 132 x/menit, RR : 68x/menit, T: 36,2 C Inspeksi : Retraksi subcosta (+), Co.dr.Spesialis Anak Terapi Lanjut Observasi / jam Puasa dulu bila KU membaik, perut tidak distended boleh minum

13

pernapasan cuping hidung (+), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (+/+), Wheezing (-/) Palpasi : krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) 07-06-2013 Hari ke 1 IVFD DS NS 10 tetes/menit Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv O2 nasal kanul 1-2 liter Periksa : LED, Montoux Test, periksa DL, PLT

S: Sesak nafas (+), Batuk berdahak(+), demam (-), mual muntah (+), nafsu makan (+), BAB dan BAK dalam batas normal O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 138 x/menit, RR : 66 x/menit, T: 36,5 C Inspeksi : Retraksi subcosta (+), pernapasan cuping hidung (+), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (+/+), Wheezing (-/) Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : Soefl, Flat Ekstremitas :Akral Hangat S: Sesak kadang-kadang (+) , Batuk berdahak (+), demam (-), muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal, nafsu makan (+) O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 130 x/menit, RR : 30 x/menit, T: 36,6 C

08-06-2013 Hari ke 2

IVFD DS NS 10 tetes/menit Boleh ASI sedikit-sedikit O2 K/P Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv DMP 1,5 mg 3x1

14

Inspeksi : anemis (-/-), ikt (-/-), Retraksi subcosta (+), pernapasan cuping hidung (+), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (+/+), Wheezing (-/) Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : Soefl, Flat Ekstremitas :Akral Hangat Hasil tgl 7/06/2013 : LED : 5 Lab : Leukosit : 21.400/mm3 HB : 13.1 gr/dl HCT : 36,3 % Trombosit : 495.000/mm3 S: Sesak kadang-kadang (+) , Batuk berdahak (+), demam (-) muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal, nafsu makan (+)

Salbutamol 0,15 mg 3x1 CTM 0,3 mg 3x1

10-06-2013 Hari ke 4

IVFD DS NS 10 tetes/menit O2 K/P Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv

O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 115 x/menit, RR : 30 x/menit, T: 36,3 C Inspeksi : anemis (-/-), ikt (-/-), Retraksi subcosta (-), pernapasan cuping hidung (), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : Kembung (+) Ekstremitas :Akral Hangat

Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv DMP 1,5 mg 3x1 Salbutamol 0,15 mg 3x1 CTM 0,3 mg 3x1 Co. Rehab medic untuk chest fisioterapi Kultur Darah

15

11-06-2013 Hari ke 5

Hasil Montoux Test = 0 cm S: Sesak kadang-kadang bila IVFD DS NS 10 batuk (+) , Batuk berdahak (+), tetes/menit demam (-), muntah (-),BAB dan BAK (+), nafsu makan (+) ASI tiap 2-3 jam, 15 menit kiri, 15 menit kanan O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit O2 K/P sedang Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Tanda Vital : N: 110 x/menit, RR : 33 Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv x/menit, T: 36,7 C Inspeksi : DMP 1,5 mg 3x1 anemis (-/-), ikt (-/-), Retraksi subcosta (-), Salbutamol 0,15 mg 3x1 pernapasan cuping hidung (), sianosis (-) CTM 0,3 mg 3x1 Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : kembung(+) Ekstremitas :Akral Hangat

12-06-2013 Hari ke 6

S: Sesak kadang-kadang bila IVFD DS NS 10 batuk (+) , Batuk berdahak (+), tetes/menit demam (-), muntah (-),BAB dan BAK (+), nafsu makan (+) ASI tiap 2-3 jam, 15 menit kiri, 15 menit kanan O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit O2 K/P sedang Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Tanda Vital : N: 105 x/menit, RR : 31 Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv x/menit, T: 36,0 C Inspeksi : DMP 1,5 mg 3x1 anemis (-/-), ikt (-/-), Retraksi subcosta (-), Salbutamol 0,15 mg 3x1 pernapasan cuping hidung (), sianosis (-) CTM 0,3 mg 3x1 Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

16

Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : soefl, flat Ekstremitas :Akral Hangat

13-06-2013 Hari ke 7

S: Sesak kadang-kadang bila IVFD DS NS 10 batuk (+) , Batuk berdahak (+), tetes/menit demam (-), muntah (-),BAB cair, BAK (+), nafsu makan (+) ASI tiap 2-3 jam, 15 menit kiri, 15 menit kanan O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit Beri minum air hangat sedang setelah menyusui Tanda Vital : N: 110 x/menit, RR : O2 K/P 32x/menit, T: 36,2 C Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Inspeksi : anemis (-/-), ikt (-/-), Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv Retraksi subcosta (-), pernapasan cuping hidung (DMP 1,5 mg 3x1 ), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Salbutamol 0,15 mg 3x1 Palpasi : Krepitasi (-) CTM 0,3 mg 3x1 Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Zinkid 1x tab Abdomen : Kembung (+) Ekstremitas :Akral Hangat

14-06-2013 Hari ke 8

S: Sesak kadang-kadang bila batuk (+) , Batuk berdahak (+), demam (-), muntah (-),BAB cair > 5x, BAK (+), nafsu makan (+) O : Kesadaran composmentis Keadaan Umum Sakit sedang Tanda Vital : N: 112 x/menit, RR : 30x/menit, T: 36,0 C Inspeksi :

IVFD DS NS 10 tetes/menit ASI tiap 2-3 jam, 15 menit kiri, 15 menit kanan Beri minum air hangat setelah menyusui

O2 K/P

17

anemis (-/-), ikt (-/-), Retraksi subcosta (-), pernapasan cuping hidung (), sianosis (-) Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Palpasi : krepitasi (-) Perkusi : Dekstra (Redup), Sinistra (sonor) Abdomen : Kembung (+) Ekstremitas :Akral Hangat

Inj.Ampicilin 3 x 120 mg/iv Inj.Gentamicin 2 x 10 mg/iv DMP 1,5 mg 3x1 Salbutamol 0,15 mg 3x1 CTM 0,3 mg 3x1 Interlac 1,5 tetes Mucos 3x0,3 ml

18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pneumonia Definisi Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, protozoa). Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada.1 Epidemiologi Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak- anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.2 Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun-ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur pada umur 112 bulan sebanyak 337 orang. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan

19

bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara

berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang 4 Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri gram-positif,

Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus. Dugaan bakteri penyebab pneumonia.1 penyebab tanpa komplikasi Streptococcus pneumoniae Haemophyllus. influenza Streptococcus group A Flora mulut Staphylococcus aureus + + +++ ++ ++ + +++ +++ + ++ ++ ++ + ++++ Efusi pleura ++ + Abses paru +++ Sepsis

20

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur. Usia Lahir-20 hari Etiologi yang sering Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenes Etiologi yang jarang Bakteria An aerobic organism Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus Bateria Bordetella pertusis Haemophillus influenza type B and non typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum Virus Cytomegalovirus

3 minggu- 3 Bakteria Bulan Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus 1,2 and 3 Adenovirus

21

4 bulan-5 tahun Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles virus 5 tahun- remaja Bakteria Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumonia

Bacteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcu s aureus Virus Varicella zoster virus

Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureus Virus Adenoviru s Epstein barr virus Influenza virus Parainflue nza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus

22

Anatomi Thorax

Dikutip dari kepustakaan 13 Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di rongga thorax.Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul,yang menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cmdi atas clavicula, facies costalis yang konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur mediastinum lain. Sekitar pertengahanpermukaan kiri, terdapat hillus pulmonis, suatu lekukan dimana bronchus, pembuluhdarah masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonis.(9)

23

Dikutip dari kepustakaan 4. Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas, tengah, dan bawah di kanan,dan atas dan bawah kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung tipis, pleura. Pleura visceralis terdapat tepat di atas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalismelapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling meluncur satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi. (10)

Dikutip dari kepustakaan 9.

Dikutip dari kepustakaan 11.

Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Cabang utama bronkus kanandan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus

segmentalis.Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampaiakhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatugelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dangas membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saatinspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi.
(9,12)

Fissura interlobaris yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini terletak diantara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissure obliq yangdimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis midclavicula

24

danmemanjang lateral atas ke iga kelima di garis aksillaris media, berakhir pada dadaposterior pada prosessus spinosus T3. Lobus bawah kanan terletak di bawah fissureobliq kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissure obliq kanan. Lobusbawah kiri terletak di bawah fissure obliq kiri, lobus atas kiri terletak di atas fissureobliq kiri. Fissura horizontal hanya ada di bagian kanan dan memisahkan lobus ataskanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi sternumke iga kelima pada garis aksillaris media. (10)

Gambar 1.1 Dikutip dari kepustakaan 9. Patofisiologi 2,5 Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : Inokulasi langsung Penyebaran melalui pembuluh darah Inhalasi bahan aerosol Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm

25

melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia. Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas 2,5: 1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler

26

dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya) Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi) Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium akhir (resolusi) Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal. Klasifikasi A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi 2,5 1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) 2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) 3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host 4. Pneumonia aspirasi

27

B. Berdasarkan lokasi infeksi 2,5 1. Pneumonia lobaris Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikut sertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris. 2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis) Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 3. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. C. Klasifikasi Berdasarkan Usia 28 1. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur < 2 bulan i. Pneumonia : adanya sesak napas atau nafas cepat yaitu frekuensi

pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, harus dirawat dan diberi antibiotik

28

ii. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa, tanpa napas cepat (tidak perlu dirawat, pengobatan simptomatis 2. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan < 5 tahun i. Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah (harus dirawat atau diberi antibiotic) ii. Pneumonia, bila tidak ada sesak namun disertai nafas cepat, usia 2 bulan 1 tahun >50 kali per menit, untuk usia >1-5 tahun >40 kali per menit. iii. Bukan pneumonia, batuk pilek biasa tanpa napas cepat atau sesak napas, dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah (tidak perlu dirawat atau antibiotic, hanya pengobatan simptomatis) Manifestasi Klinis Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri dada demam,dan sesak nafas. Sebagian besar gambaran klinis pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.28 Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomic dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasive, etiologi non infeksi yang relative lebih sering, dan factor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbedabeda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia. 28 Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya infeksi, secara umum28 : - Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, kehulan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadangkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner - gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

29

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. 28 Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi dan kadangkadang menyebar ke leher dan perut.7 Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus aureus. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat pada kasus infeksi karena Streptococcus pneumoniae atau khususnya ditemukan

Haemophillus influenza. Sedangkan epiglotitis dan meningitis dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza. 28

Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.
10,14

Penggunaan BPS

(Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak usia 1 bulan 5 tahun dengan pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah netrofil absolut, jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bakterial sehingga akan dapat membantu klinisi dalam penentuan pemberian antibiotika.17 Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau ascending dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif.

Gejalanya berupa respiratory distress yaitu merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi

30

prematur, gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai gambaran RDS (Respiratory Distress Syndrome). 7 Diagnosis Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: Demam dan menggigil akibat proses peradangan Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas Sesak, berkeringat, nyeri dada Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. (8,15) 2. Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 3. Pemeriksaan Radiologi Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agenpenyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena

31

itu pada dasarnyasemua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis.(16,18) American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA

(posteroanterior)dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihatadanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama sepertigambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleheksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secaratersebar maka disebut bronchopneumoniae.(16,19) Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain: (16-19) a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.Tidak atelektasis. d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yangakan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air bronchogram sign positif (+) (4,19,20) tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada

32

Dikutip dari kepustakaan 23.

I. Pneumonia Lobaris Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Dikutip dari kepustakaan 19 Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi didaerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secarasentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+). (19)

33

PNEUMONIA LOBARIS

Dikutip dari kepustakaan 19. Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen padalobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Streptococus Pneumonia (19,21)

Dikutip dari kepustakaan 19 Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi denganmemperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak airbrochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground glassdi tepi perselubungan dan paru normal.(19) High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran poladan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti Xray.Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau
34

dipastikan

pneumonia.

Akan

tetapi,

CT-scan

merupakan

pilihan

yang

direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan pada fotokonvensional.(19) II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah. (4,19,21) Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) (19) Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

Dikutip dari kepustakaan 19.

35

PNEUMONIA LOBULARIS (BRONKOPNEUMONIA)

Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa. (19)

Dikutip dari kepustakaan 19. Gambaran CT-scan thorax memprlihatkan adanya nodul sentrilobular (panah lurus), perselubungan di daerah lobus yang disertai dengan gambaran ground-glass opacity (panahlengkung). Kadang-kadang, pneumonia dapat meluasmenjadi pneumonia necrosis (necrotizing pneumonia). Tampak adanya perselubungandi lobus paru kanan atas dan lobus paru kiribawah. Tampak bulging fissure sign di lobusparu kanan atas. (19)

36

Dikutip dari kepustakaan 19. 4. Pemeriksaan Laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative. (1,8) 5. Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kumanyang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinanmerupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utamapra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8) Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaanfisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini (2) : a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak / purulenc c. Suhu tubuh > 38 C (aksila) / riwayat demam d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkialdan ronki e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC- Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut (5,15) :

37

a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38C , sekret purulendan leukositosis (5,15) Diagnosis Banding 1. Efusi Pleura Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavumpleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Padapemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopaq dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral/hilus dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. (16) ANTARA EFUSI PLEURA DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 22. Dikutip dari kepustakaan 18. Persamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relative radiopaq)(16) Perbedaan :

38

Pada

efusi

pleura,

cairan

terakumulasi

di

dalam

cavum

pleura

sehinggagambaran khasnya tampak sinus costophrenicus tumpul karena sifat daricairan selalu mencari daerah yang terendah, sedangkan pada pneumonia tidak. Pada pneumonia khas dapat ditemukan air bronchogram sign, jika proses perselubungannya telah mengisi sampai 1 lobus parenkim paru Yang paling khas, bahwa pada efusi terdapat tanda-tanda pendesakan ke arahhemithorax yang sehat, hal ini terjadi akibat akumulasi yang terus menerusdari suatu rongga. Sedangkan pada pneumonia tidak terjadi penurunan ataupenambahan volume paru (16,18,22) 2. Atelektasis Berarti alveoli mengempis (kolaps). Hal ini dapat terjadi pada satu tempat yang terlokaslisir di paru, pada seluruh lobus, atau pada seluruh paru.Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran napas dan berkurangnyasurfaktan pada cairan yang melapisi alveoli. Karena mengalamihambatan/obstruksi, sehingga aerasi paru dapat berkurang. Pada gambaranradiologisnya akan memberikan bayangan densitas yang lebih tinggi. (16) ANTARA ATELEKTASIS DAN PNEUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip dari kepustakaan 18 Persamaan ; Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitastinggi (relative radiopaq) (16) Perbedaan :

39

Karena atelektasis merupakan kondisi dimana paru mengalami kolaps,sehingga pada gambaran radiologisnya akan tampak tanda-tanda penarikan kearah hemithorax yang sakit, sedangkan pada pneumonia tidak. (16,18) 3. TB Paru Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkel ini menyebabkan reaksi jaringan yang aneh dalam paru, antara lain (1) daerah yang terinfeksi diserang oleh makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi oleh jaringan fibrotik untuk membentuk yang idsebut tuberkel. Proses pembentukan dinding ini membantu membatasi penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh karenaitu ia merupakan bagian dari proses protektif melawan infeksi. Tetapi hampir3% dari seluruh penderita tuberculosis, jika tidak diobati, maka tidak akan terbentuk proses pembatasan ini sehingga akan menyebar ke seluruh lapanganparu, menyebabkan kerusakan jaringan dan pembentukan kavitas abses yangbesar. Sehingga gambaran radiologi yang khas yang sering ditemukan dimasyarakat dapat berupa TBC paru aktif, TBC paru lama aktif, dan TBC paru lama tenang. Gambaran bercak berawan serta cavitas pada TBC paru biasanya menempati lapangan atas paru.
(4,14,16,18)

Gejalanya biasanya Demam > 2 minggu, batuk > 3 minggu, berat

badan menurun, nafsu makanmenurun, malaise, diare persisten yang tidak membaik dengan pengobatan baku diare. Dan biasanya terdapat kontak. Diagnosis TB pada anak ditegakkan dengan skor TB. ANTARA TBC PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip dari kepustakaan 18

40

Persamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu relatif radiopaq.(16)

Perbedaan : Pada TBC paru khas tampak bercak berawan pada lapangan paru atas, danadanya garis-garis fibrotik dan kasifikasi jika sudah masuk dalam masapenyembuhan Sedangkan pada pneumonia, lokasi bisa di mana saja, mengenai 1 lobus (pneumonia lobaris) dan terdapat air broncogram sign. (16,18) 4. Bronkiolitis Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafascupung hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar

wheezing,ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batasnormal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolic.

5. Tumor paru Tumor paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyaiawitan yang khas. Tumor paru seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Namun secara radiologik, gambaran tumor paru inisangat khas menyerupai nodul yang berbentuk koin (coin lesion).

PemeriksaanTomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaianpada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat memberigambaran perselubungan yang inhomogen pada massa sifat ganas atauhomogen pada massa jinak, tepi massa tidak teratur/spikul pada massa ganas,dan batas rata pada massa jinak. (3,4,16)

41

ANTARA TUMOR PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 4 Persamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen

berdensitastinggi (relatif radiopaq) (16) Perbedaan : Batas dari bayangan dari massa tumor tampak tegas, sedangkan bayangan pada pneumonia tampat tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 lobus yang disebutdengan pneumonia lobaris Tanda air brochogram sign tidak akan ditemukan pada gambaran radiologitumor paru. Untuk memastikan lebih jauh lagi maka pada klinis tumor paru tidak harus adariwayat demam, sedangkan pada pneumonia harus ditemukan riwayat demam. (4,8,16) Penatalaksanaan 2,5 Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah. Penderita yang tidak dirawat di RS 1. Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres 2. Minum banyak 3. Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran 4. Antibiotika

42

Kriteria Rawat inap Bayi Saturasi Oksigen 92%, sianosis Frekuensi Nafas > 60 x/menit Disstres pernafasan, apnue intermitten atau grunting Tidak mau makan atau minum Keluarga tidak bisa merawat dirumah Terdapat tanda dehidrasi Keluarga tidak bisa merawat dirumah Anak Saturasi Oksigen 92%, sianosis Frekuensi Nafas > 50 x/menit Disstres pernafasan, grunting

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 : Penatalaksanaan Umum


Pemberian Oksigen Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:

Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.

Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan.

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk
43

meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. Pilihan Penggunaan Antibiotika pada Pneumonia Umur Dugaan Kuman Penyebab Pilihan antibiotik Rawat inap < 3 bln
-

Rawat jalan

Enterobacteriace (Escherichia Colli, Klebsiella, Enterobacter) Streptococcus pneumoniae Streptococcus group B Staphylococcus aureus Clamydia trachomatis

3 bln 5 thn

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus Haemophyllus influenza

Kloksasilin iv dan aminoglikosid a (gentamisin, netromisin, amikasin) iv/im atau - Ampisilin iv dan aminoglikosid a atau - Sefalosporin gen 3 iv (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidim, cefuroksim) atau - Meropenem iv dan aminoglikosid a iv/im Ampisilin iv dan kloramfenikol iv atau Ampisilin dan Kloksasilin iv atau - Sefalosporin gen 3 iv (sefotaksim,se ftriakson , Seftazidim, cefuroksim) atau - Meropenem iv dan aminoglikosid a iv/im
-

Amoksisilin atau Kloksasilin atau Amoksisilin asam klavulanik atau Eritromisin atau Klaritromisin atau Azitromisin atau Sefalosporin oral (sefixim, sefaklor)

44

> 5 thn

Streptococcus pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Clamydia pneumonia


-

- Ampisilin iv atau - Eritromisin po

atau
- Klaritromisin

po
-

atau
- Azitromisin

po po
-

atau
- Kotrimoksasol

atau
- Sefalosporin

gen

3 iv

Amoksisilin atau Eritromisin po atau Klaritromisin po atau Azitromisin po atau Kotrimoksasol po atau Sefalosporin oral (sefixim, sefaklor) Keterangan S. Pnemonia

Pilihan Antibiotik Intravena pada pnemonia Antibiotik Dosis Frekuensi Penisilin G 50.000 Tiap 4 jam unit/kgBB/x Dosis tunggal maksimal 4.000.000 unit Ampisilin 100 mg/kgBB/hari Tiap 6 jam Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari Tiap 6 jam Ceftriaxone 50 mg/kgBB/x 1x/hari Dosis tunggal maksimal 2 gram Cefurexine 50 mg/kgBB/x Tiap 8 jam Dosis tunggal maksimal 2 gram Clindamysin 10 mg/kgBB/x Tiap 6 jam Dosis tunggal maksimal 1,2 gram

S. Pnemonia, H. Influenza S. Pnemonia, H. Influenza Streptococus grop A, S.Aureus, S.Pnemonia (alternative anak alergi beta lactam, lebih jarang menimbulkan phlebitis pada eritromisin) S. Pnemonia, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia

Eritromisin

10 mg/kgBB/x Dosis tunggal maksimal 1 gram

Tiap 6 jam

Penanganan terhadap komplikasi 1. Efusi pleura14,26


45

Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokus.Jika efusi minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka pemberian antibiotika tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu dilakukan pungsi cairan pleura (pleura tap) untuk diagnostik (pemeriksaan makroskopik, pengecatan gram, jumlah sel, kultur). Penentuan antibiotika selanjutnya dapat didasarkan dari hasil kultur. Indikasi pemasangan pleural drain: Perjalanan klinis berlangsung progresif Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik Distres nafas berat Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift) Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura 2. Abses paru26 Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi juga terdapat kemungkinan infeksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian antibiotika parenteral diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan pemberian oral antibiotik sampai lama terapi mencapai minimal 4 minggu.

3. Empiema/piopneumotoraks Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aureu, Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae dan Streptococcus group A. Selain itu terdapat juga kemungkinan infeksi kuman anaerob. Selain pemberian antibiotika yang optimal sesuai dugaan kuman penyebab, diindikasikan juga pemasangan pleural drain. Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi infeksi dan komplikasi, mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan waktu perawatan. 4. Sepsis Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh

46

Staphyllococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan antibiotika yang sesuai dan terapi suportif lainnya. 5. Gagal nafas Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan ventilasi mekanik. Pencegahan Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting

dalam pencegahan pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis dan varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia. Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat juga dicegah dengan pemberian imunisasi Hib. Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal heptavalen telah dilisensikan penggunaannya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype Streptococcus pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive pneumococcal disease.2,8,28 Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalen

secara rutin di United States ternyata mampu menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus pneumoniae sebesar 84% dan sebesar 67% untuk bakteremia secara keseluruhan pada populasi anak 3 bulan-3tahun.29 The American Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi influenzae untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan pada usia tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap komplikasi influenzae termasuk diantaranya adalah pneumonia, AAP juga merekomendasikan vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi memungkinkan.8 Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian

47

umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA 30

48

BAB IV PEMBAHASAN

Anamnesis Teori Kasus

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk Anak Laki-laki semua jenis pneumonia. Gejala-gejala Usia 1 bulan 2 minggu meliputi: BB : 3,5 kg Demam dan menggigil akibat proses 1. Sesak napas peradangan 2. Batuk Berdahak 1 bulan Batuk yang sering produktif dan 3. Demam 2 hari tapi tidak purulen walaupun dapat juga non produktif Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas Sesak, berkeringat, nyeri dada Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan serius. Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. hipoksia apabila infeksinya menggigil, tidak mengigau dan tidak kejang. Muncul sebelum ada batuk

49

Etiologi Teori Kasus

Mikroorganisme penyebab pneumonia Anak Laki-laki menurut umur 3 minggu- 3 bulan : Penyebab paling sering : Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia Trachomatis Virus Respiratory syncytial virus virus Parainfluenza 1,2,3 virus influenza Adenovirus Penyebab jarang : Bacteria Haemophillus type B Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Bordetella pertussis Ureaplasma urealyticum Virus Virus Sitomegalo Pnemonia lobaris ini paling sering Pneumonia Lobaris influenza Usia 1 bulan 2 minggu

disebabkan oleh Streptococus Pneumonia

50

Pemeriksaan Fisik Teori Kasus

Pneumonia pada balita : Takipnea 2-12 Tanda-tanda vital berupa 132 napas x/menit, : 65

bulan : >50 x/menit, Retraksi subcostal nadi: (chest indrawing), Napas cuping hidung, Frekuensi Ronki, Sianosis Pnemonia pada bayi : Takipnea < 2 36,2 C

x/menit, Suhu aksiler :

bulan : > 60 x/menit, Pernafasan cuping Kepala dan leher : tidak hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ditemukan kelainan ke dalam, Ronki, suara pernafasan Pemeriksaan Thorax :

menurun Dalam keadaan yang sangat berat

dijumpai : tidak dapat menyusu atau minum dan makan, atau memuntahkan semua, kejang, letargia atau tidak sadar, sianosis, distress pernafasan berat Pemeriksaan fisik paru : retraksi

supraclavicula,

supsternal,

intercosta,

perkusi pekak, suara nafas melemah, ronki.

Pemeriksaan Penunjang Teori Pem. Lab: Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi Kasus Pemeriksaan darah lengkap Leukosit : 35.600/ mm3, Hb: 12,7 g/dl; Hct : : 40,7%, 351.000,

virus/mikooplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia menunjukkan depresi

Trombosit GDS 91

51

imunitas,

misalnya

neutropenia

pada

infeksi kuman gram negative.

Kultur darah : Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah penanganan dugaan sangat kasus membantu pada

pneumonia stafilokokus

dengan dan

penyebab

pneumokokus yang tidak menunjukkan respon baik terhadap penanganan awal.

Foto rontgen Teori Kasus Kasus Pnemonia lobaris : konsolidasi Tampak Konsolidasi pada lobus pada 1 lobus parenkim paru Crania dekstra

52

Penatalaksanaan Teori Penatalaksanaan Umum


Kasus Kasus : Bb : 3,5 kg untuk O2 1-2 liter IVFD D5 NS 10 tpm Injeksi Gentamisin 2 x 10 mg Injeksi Ampicillin 3 x 120 mg

Pemberian Oksigen Pemasangan infuse

rehidrasi dan koreksi elektrolit

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan

jalan nafas

Obat penurunan panas hanya DMP 1,5 mg 3x1 diberikan bila suhu > 400C, Salbutamol 0,15 mg 3x1 takikardi atau kelainan jantung. CTM 0,3 mg 3x1 Bila nyeri pleura hebat dapat Interlac 1,5 tetes diberikan obat anti nyeri. Mucos 3x0,3 ml

Penatalaksanaan : Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah sangat membantu pada penanganan kasus pneumonia dengan dugaan penyebab stafilokokus dan pneumokokus yang tidak menunjukkan respon baik awal.

Zinkid 1 x tab

terhadap Streptokokus

penanganan dan

pneumokokus

merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh ampisilin, sebagai

sedangkan

hemofilus

kuman gram negatif dapat dicakup

53

oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini

pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi.

Terapi Antibiotik Teori < 3 bulan, dugaan penyebab :


-

Kasus Kasus Anak laki-laki usia 1 bulan 2 minggu : Pnemonia Lobaris Injeksi Gentamisin 2 x 10 mg Injeksi Ampicillin 3 x 120 mg (Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan Pneumonia) oleh Streptococus

Enterobacteriace (Escherichia Colli, Klebsiella, Enterobacter)

Streptococcus pneumoniae Streptococcus group B Staphylococcus aureus Clamydia trachomatis

Antobiotik : Kloksasilin iv dan aminoglikosida (gentamisin, netromisin, amikasin) iv/im atau - Ampisilin iv dan aminoglikosida atau - Sefalosporin gen 3 iv (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidim, cefuroksim) atau Meropenem iv dan
-

aminoglikosida iv/im

54

BAB 5 KESIMPULAN Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini maka didiagnosis Pnemonia lobaris Pada pasien ini dilakukan rontgen thoraks AP/Lateral yang mana dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia lobaris

Penatalaksanaan yang didapatkan pada pasien ini memenuhi standar terapi


yang sesuai dengan literatur.

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosisdan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6 3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal804-806 4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: PenerbitEGC. 2010; hal 28, 335 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. PedomanDiagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5 6. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. PenerbitEGC. 2007; hal 136-142 7. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2008;Chapter 251 8. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower RespiratoryTract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment inInfectious Disease. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc.2001; Part 10 9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20, 23-4 10. Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis. In: Effendi, Harjanto., Hartanto,Huriawati. Buku Ajar Diagnostik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995; hal 155-7 11. Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and Illness.Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3 12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell

PublishersCompany. 2002; page 15, 17 13. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York. ThiemeMedical Publishers. 2006; page 69,78 14. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In: Setiawan,Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4

15. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis andTreatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology 16. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar.

RadiologiDiagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101 17. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. RadiologiAnak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. BalaiPenerbit FK UI. 2009: hal 400-1 18. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7 19. Muller, Nestar L.,
st

Franquet

Tomas.,

Kyung

Soo,

Lee.

Imaging

of

PulmonaryInfections 1

edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part

BacterialPneumonia, page 21-8 20. Muller, Nestar L., Franquet 1st edition. Tomas., Kyung Soo, Lee. & Imaging of

PulmonaryInfections

Lippincott

Williams

Wilkins.

2007;

PartImmunocompromised Host, page 161-2 21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of

ChestRadiology. Sceond Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1 22. Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radilogy Atlas. Webexe. 2003: PartChest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign) 23. Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in ClinicalRadiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50 24. Tsue J., Betty, Lyu E, Peter. Chest Radiography. In: Atlas of the Oral andMaxillofacial Surgery Clinics. USA. WBS. 2002; Part Viral and

BacterialPneumonia 25. Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging.NewYork. Cambridge University Press. 2006; 23-4 26. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available fromwww.medscape.comupdated May 25, 2011 27. Vinay, Kumar., Ramzi S, Cotran., Stanley, L, Robbins. TextBook of Pathology.In: Hartanto, huriawati., Darmaniah, Nurwany., Wulandari, Nanda. Buku AjarPatologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007; hal 537-9, 540 28. Said, Mardjais. Pneumonia. In: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB.2013. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. H.350-65. 29. Feldman, William. 2000. Evidence-Based Pediatrics, Pneumonia and Bronchiolitis . University of Toronto: Canada.
57

30. Mahardhyka, Dwara Lio. 2011. Bronkopneumoni. (Online) (diaksestanggal 22 April 2012,http://www.scribd.com/doc/61296775/Bronkopneumoni) 31. RSUP NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 32. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI 2008.

58

You might also like