You are on page 1of 22

1

BAB 1. PENDAHULUAN Penggunaan steroid topikal dan sistemik telah terbukti menjadi hal yang sangat berguna dalam pengobatan berbagai penyakit, namun penggunaannya bukan tanpa komplikasi. Sebelum memulai terapi dengan steroid sistemik, riwayat penyakit katarak, glaukoma, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, batu ginjal, tukak lambung, dan infeksi saat ini atau kehamilan harus dipastikan, karena keadaan tersebut memiliki peningkatan risiko komplikasi. Sebelum terapi jangka panjang dengan steroid sistemik, pengukuran tekanan darah dan tes tuberkulin kulit dianjurkan untuk dilakukan. Untuk mencegah komplikasi okular akibat penggunaan terapi steroid, pemeriksaan mata rutin harus dilakukan. Pemeriksaan untuk katarak, yang paling sering terjadi sebagai komplikasi penggunaan steroid sistemik terus menerus, dapat dilakukan dengan pemeriksaan slit lamp yang dilakukan tiga atau empat kali setahun untuk pasien pada terapi jangka panjang dan dua kali setahun untuk pasien yang memakai steroid topikal mata intermiten atau steroid sistemik. Glaukoma lebih sering dikaitkan dengan penggunan steroid topikal mata atau steroid periokular dibandingkan dengan steroid sistemik, skrining dianjurkan termasuk dasar pengukuran tekanan intraokular, pengukuran tekanan kemudian rutin diambil setiap beberapa minggu, kemudian setiap beberapa bulan. Infeksi oportunistik mata termasuk bakteri, irus, dan jamur infeksi dan yang paling sering dikaitkan dengan penggunaan steroid topikal mata. ! aluasi ophthalmologic diindikasikan segera jika pasien yang diobati dengan steroid topikal mata mengindikasikan adanya okular discharge, nyeri, fotofobia, atau kemerahan pada mata.",1#

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Steroid $.1.1 %efinisi dan Sifat Steroid adalah suatu hormon yang disintesa dari kolesterol di dalam gonad dan kelenjar adrenal. &entuk dari hormon ini, biasanya adalah lipid, bukan peptida, dan mempunyai carrier khusus berbentuk globulin. 'ormon steroid biasanya bersifat katabolisme. (ortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan dibagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik )*+,'- yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. 'ormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein dan kadar elektrolit darah. (ortikosteroid dibagi menjadi $ kelompok berdasarkan atas akti itas biologis yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid )contohnya kortisol- yang berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. (elompok lain dari kortikosteroid adalah mineralokortikoid )contohnya aldosteron-, yang berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. &eberapa kortikosteroid menunjukkan kedua jenis akti itas tersebut dalam beberapa derajat, dan lainnya hanya mengeluarkan satu jenis efek. .,1/ 'ormon kortikosteroid dihasilkan dari kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang terletak diatas ginjal. 0eaksi pembentukannya dikatalisis oleh en1im golongan sitokrom P.23.%alam bidang farmasi, obat4obatan disintesis sehingga memiliki efek seperti hormon kortikosteroid alami memiliki manfaat yang cukup penting. %eksametason dan turunannya tergolong glukokortikoid, sedangkan prednisone dan turunannya memiliki kerja mineralokotikoid. 5bat4obat golongan kortikosteroid seperti prednisone, de6amethason dan hidrokortison memiliki potensi efek terapi yang cukup ampuh dalam pengobatan berbagai penyakit seperti asma, lupus, rheumatoid arthritis dan berbagai kasus inflamasi lainnya.

,api kortikosteroid juga memiliki berbagai efek samping yang tidak menguntungkan..,1/ $.1.$ 8ekanisme (erja (ortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. 8olekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. 'anya jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor steroid. (ompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi 09* dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik: pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblast hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel4sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik..,1/ $.1.7 !fek (erja (ortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, 1at kimia, mekanik atau alergen. Gejala ini umumnya berupa kemerahan, rasa sakit dan panas, pembengkakan di tempat radang. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi perifer, migrasi leukosit ke tempat radang dan akti itas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Penggunaan klinik kortikosteroid sebagai antiinflamasi merupakan terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebab penyakit tetap ada. Sebebarnya hal inilah yang menyebabkan obat ini banyak digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life sa ing drug, tetapi hal ini juga yang

menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. (arena gejala inflamasi ini sering digunakan sebagai dasar e aluasi terapi inflamasi, maka pada penggunaan glukokortikoid kadang4kadang terjadi masking effect, dari luar penyakit nampaknya sudah sembuh tetapi infeksi di dalam masih terus menjalar. (onsep terbaru memperkirakan bahwa efek imunosupresan dan antiinflamasi yang selama ini dianggap sebagai efek farmakologi kortikosteroid sesungguhnya secara fisiologis pun merupakan mekanisme protektif. &anyak mediator reaksi imun yang terkait dengan reaksi inflamasi sesungguhnya akan menyebabkan kolapsnya sistem kardio askuler bila tidak ada kortikosteroid yang melawannya. 'ipotesis ini ditunjang oleh tingginya produksi kortikosteroid dalam keadaan stress yaitu bisa sampai 13 kali lipat. ;uga ternyata semua efek farmakologi didapat melalui mekanisme kerja di reseptor yang sama dengan yang terjadi secara fisiologis. (ortikosteroid dapat mempengaruhi sel4sel melalui reseptor4respetor glukokortikoidnya dengan mekanisme kerja sebagai berikut < kortikosteroid berdifusi ke dalam sel melewati membran sel dan selanjutnya berikatan dengan reseptor. (ompleks kortikosteroid4reseptor masuk ke dalam nukleus dalam bentuk aktif, dan akan mengikat %9* serta meningkatkan sintesis messenger 09* )m09*-. 8essenger 09* ini akan menimbulkan sintesis protein yang baru. Protein baru ini akan menghambat fungsi sel4sel limfoid dengan penghambatan uptake glukosa. Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalah penghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang. Selain itu kortikosteroid juga menyebabkan berkurangnya akti itas makrofag, baik yang beredar dalam darah )monosit- maupun yang terfiksir dalam jaringan )sel (upffer-. Pengaruh tersebut diperkirakan akibat penghambatan kerja faktor4faktor limfokin yang dilepaskan oleh sel4, sensitif pada makrofag. Penghambatan akumulasi netrofil di tempat radang adalah akibat kerja kortikosteroid mengurangi daya lekat netrofil pada dinding endotel pembuluh darah, bukan akibat penghambatan kemotaksis yang hanya dapat dihambat oleh kortikosteroid pada kadar suprafarmakologik..,1/

$.1.. Indikasi %ari pengalaman klinis dapat diajukan minimal # prinsip terapi yang perlu diperhatikan sebelum obat ini digunakan < 1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus die aluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. $. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. 7. Penggunaan besar. .. &ila pengobatan diperpanjang sampai $ minggu atau lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi, insiden efek samping dan efek letal potensial akan bertambah: dosis eki alen hidrokortisol 133 mg=hari lebih dari $ minggu hampir selalu menimbulkan iatrogenic chusing syndrome. &ila terpaksa pasien harus juga diberi diet tinggi protein dan kalium. 2. (ecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kasual ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti4inflamasinya. #. Penghentian pengobatan tiba4tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis yang besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan untuk jangaka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif. %osis ini ditentukan secara trial and error. Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar dapat diberikan untuk waktu yang singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik..,1/ kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat

$.1.2 Penggunaan (linis (ortikosteroid merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai dalam dunia kedokteran terutama golongan glukokortikoid. Glukokortikoid sintetik digunakan pada pengobatan nyeri sendi, arteritis temporal, dermatitis, reaksi alergi, asma, hepatitis, S>!, inflammatory bowel disease, serta sarcoidosis. Selain sediaan oral. ,erdapat pula sediaan dalam bentuk obat luar untuk pengobatan kulit, mata, dan juga inflammatory bowel disease. (ortikosteroid juga digunakan sebagai terapi penunjang untuk mengobati mual, dikombinasikan dengan antagonis 24',7 )misalnya ondansentron-. &aik kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis dan pengobatan kelainan fungsi adrenal. 'ormon ini juga sering digunakan dalam dosis yang lebih besar untuk pengobatan berbagai kelainan peradangan dan imunologi. Penggunaan glukokortikoid pada pengobatan gangguan fungsi adrenal biasanya dberikan pada keadaan insufisiensi atau hiperfungsi dari adrenokortikal. (eadaan insufisiensi adrenokortikal dapat berupa akut maupun kronis )penyakit *ddison- yang ditandai dengan hiperpigmentasi, lemah, kelelahan, berat badan menurun, hipotensi, dan tidak ada kemampuan untuk memelihara kadar gula darah selama puasa. Untuk keadaan hiperfungsi adrenokortikal misalnya terjadi pada hiperplasia adrenal kongenital, chusing sindrome atau aldosteronisme. (ortisol dan analog sintetiknya berguna dalam pengobatan berbagai kelompok penyakit yang tidak berhubungan dengan kelainan fungsi adrenal. (egunaan kortikosteroid pada kelainan ini merupakan kemampuannya untuk menekan respon peradangan dan respon imun. Pada keadaan yang respons peradangan atau respon imunnya penting untuk mengendalikan proses patologi, terapi dengan kortikosteroid mungkin berbahaya tetapi dibenarkan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki akibat respon peradangan jika digunakan bersama dengan terapi spesifik untuk proses penyakitnya..,1/

"

$.1.# (ontraindikasi Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. &ila obat akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes mellitus, tukak peptic=duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardio askuler lain patut diperhatikan. %alam hal yang terakhir ini dibutuhkan pertimbangan matang antara resiko dan keuntungan sebelum obat diberikan..,1/ $.1." !fek Samping *da dua penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid. !fek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba4tiba atau pemberian terus4menerus terutama dengan dosis besar. Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba4tiba dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, artralgia, dan malaise. Insufisiensi terjadi akibat kurang berfungsinya kelenjar adrenal yang telah lama tidak memproduksi kortikosteroid endogen karena rendahnya mekanisme umpan balik oleh kortikosteroid eksogen. (omplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami perdarahan atau perforasi, osteoporosis, miopati yang karakteristik, psikosis, habitus pasien +husing )antara lain moon face, buffalo hump, timbunan lemak suprakla ikular, obesitas sentral, ekstremitas kurus, striae, ekimosis, akne, dan hirsutisme-. !fek samping lain yang cukup serius meliputi perkembangan ulkus peptikum dan komplikasinya. Gambaran klinik yang menyertai kelainan lain, terutama infeksi bakteri dan jamur, dapat diselubungi oleh kortikosteroid, dan penderita harus diawasi dengan teliti untuk menghindari kecelakaan serius bila digunakan dosis tinggi. &eberapa penderita mengalami miopati, yang sifatnya

belum diketahui. @rekuensi terjadinya miopati lebih besar pada penderita yang diobati dengan triamnisolon. Penggunaan obat ini maupun metilprednisolon berhubungan dengan timbulnya mual, pusing dan penurunan berat badan pada beberapa penderita. Psikosis juga dapat terjadi, terutama pada penderita yang mendapat dosis besar kortikosteroid. ,etapi jangka lama dapat menimbulkan perkembangan katarak subkapsular posterior. 'al ini ditunjukkan dengan pemeriksaan slitlamp periodik pada penderita. &iasa terjadi peningkatan tekanan intraokular, dan mungkin saja bisa menyebabkan glaukoma. ;uga terjadi hipertensi intrakranial jinak. Pada dosis .2 mg=m$=hari atau lebih, dapat terjadi retardasi pertumbuhan pada anak4anak. ;ika diberikan dalam jumlah lebih besar dari jumlah fisiologi, steroid seperti kortison dan hidrokortison yang mempunyai efek mineralokortikoid selain efek glukokortikoid, dapat menyebabkan retensi natrium dan cairan serta hilangnya kalium. Pada penderita dengan fungsi kardio askuler dan ginjal normal, hal ini dapat menimbulkan alkalosis hipokloremik hipokalemik, dan akhirnya peningkatan tekanan darah. Pada penderita hiponatremia, penyakit ginjal, atau penyakit hati, dapat terjadi edema. Pada penderita penyakit jantung, tingkat retensi natrium yang sedikit saja dapat menyebabkan gagal jantung kongestif..,1/ $.1.? Penanganan !fek Samping Penanganan yang disarankan untuk saat ini pada penderita yang mendapatkan efek samping kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunan konsumsi dosis kortikosteroid secara perlahan A lahan )tapering off-. ;ika timbul diabetes, diobati dengan diet dan insulin. Sering pendertita yang resisten dengan insulin, namun jarang berkembang menjadi ketoasidosis. Pada umumnya penderita yang diobati dengan kortikosteroid seharusnya diberi diet protein tinggi, dan peningkatan pemberian kalium serta rendah natrium seharusnya digunakan apabila diperlukan. ,elah ditemukan beberapa 1at yang dapat menghambat sekresi kortikosteroid, antara lain metirapon dan aminoglutetimid. (etokona1ol, suatu

antifungal, menghambat steroidogenesis karena menghambat en1im +BP1" )1" alfa hidroksilase-, hal ini dapat berdampak interaksi obat. (etokona1ol belum diketahui manfaat kliniknya untuk menghambat produksi steroid. 8ifepriston menghambat mekanisme umpan balik sehingga meningkatkan *+,' dan kortisol. (arena kemampuannya menghambat kerja kortikosteroid obat ini sedang diteliti kemungkinan kegunaannya untuk kasus hiperkortisisme. Saat ini digunakan hanya bila obat lain tidak berhasil..,1/ 2.2 Penggunaan Steroid pada Mata (ortikosteroid biasanya digunakan untuk mengobati bengkak dan gatal pada mata yang disebabkan karna alergi, trauma, atau infeksi. Inflamasi yang terjadi pada mata dapat diterapi dengan pengobatan topikal dengan injeksi lokal atau sistemik. $.$.1 Glukokortikoid Steroid digunakan secara topikal untuk mencegah atau menekan proses inflamasi yang terjadi pada mata akibat trauma dan u eitis. Pada injeksi subkonjungti a dan injeksi retrobulbar, steroid digunakan untuk terapi kasus seperti ini yang tergolong berat akibat terjadi inflamasi pada mata. ,erapi sistemik steroid digunakan untuk terapi penyakit sistem imun seperti inflamasi pada mata yang berat yang sudah resisten dengan terapi topikal. 8etilprednisolon intra ena menjadi pilihan pada terapi demielinisasi saraf optik yang terinfeksi dan trauma pada saraf optik. Glukokortikoid menginduksi efek sel spesifik dalam limfosit, makrofag, polimorfonuklear leukosit, sel endotel askuler, fibroblast, dan sel4sel lainnya.1,7,/ $.$.$ @armakologi (ortikosteroid ,opikal (ortikosteroid topikal digunakan pada aksi anti inflamasi. *spek dari proses inflamasi seperti hiperemia, infiltrasi seluler, askularisasi dan proliferasi fibroblastik ditekan. Steroid menghambat respons inflamasi untuk merangsang agen4agen mekanis, kimia atau imunologi alami. (ortikosteroid topikal efektif

13

digunakan pada kondisi inflamasi akut pada konjungti a, sklera, kornea, kelopak mata, iris, badan siliar, dan segmen anterior dari bola mata, dan dalam kondisi alergi bola mata. 8ekanisme dari aksi anti inflamasi dipirkan untuk menjadi potensi dari asokonstriksi epinefrin, stabilisasi dari membran lisosom, retardasi pergerakan makrofag, pencegahan dari pelepasan kinin, inhibisi dari limfosit dan fungsi neutrofil, inhibisi dari sintesis prostaglandin dan pada penggunaan jangka panjang menurunkan produksi antibodi. 'ambatan proliferasi fibroblast dapat mencegah terjadinya formasi simblefaron pada trauma kimia dan trauma panas. Pengurangan scar )bekas luka dalam bentuk jaringan ikat- dengan kornea yang lebih jernih setelah pemberian kortikosteroid topikal adalah hasil dari inhibisi proliferasi fibroblast dan askularisasi.1,7,/ $.$.7 Indikasi Pada keadaan inflamasi < kondisi pengobatan dengan menggunakan steroid A responsif inflamasi pada palpebra dan konjungti a bulbar, kelopak mata, kornea, dan segmen anterior bolamata seperti < konjungti itis alergi, keratitis superficial nonspesifik, keratitis superficial punctata, keratitis herpes 1oster, iritis, siklitis, konjungti itis akibat infeksi bakteri ketika penggunaan steroid dengan resiko yang tidak bisa dipisahkan diterima untuk mengurangi terjadinya edema dan inflamasi. 0ime6olone juga diindikasikan jika terjadi inflamasi post operasi yang mengikuti pada operasi bola mata. +edera kornea < juga digunakan pada cedera kornea akibat bahan kimia, radiasi atau trauma panas atau trauma benda asing. 0eaksi penolakan transplantasi < dapat digunakan untuk menekan reaksi penolakan transplantasi setelah keratopati.1,7,/ $.$.. (ontraindikasi (eratitis herpes simpleks superficial akut: penyakit yang disebabkan oleh jamur pada struktur bola mata: aksinasi, arisela dan banyak lagi penyakit yang

11

disebabkan oleh irus pada kornea dan konjungti a, infeksi mikobakterium pada mata )contoh tuberculosis mata-, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, hipersensiti itas, setelah pemindahan yang tidak utuh pada badan asing superficial kornea. 8edrysone tidak digunakan pada iritis dan u eitis: hasilnya belum di uji coba.1,7,/ $.$.2 Peringatan ;ika seseorang dengan glaukoma, operasi katarak, infeksi mata, dan alergi pada mata perlu diperhatikan lebih teliti lagi. Pengobatan dengan kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk digunakan jika pada pasien terdapat infeksi pada mata yang disebabkan oleh irus )misalnya herpes simpleks-, infeksi mata yang disebabkan oleh jamur, pengeluaran benda asing yang belum terlalu lama dilakukan. 5bat ini dapat menyebabkan penglihatan kabur setelah terapi. Inflamasi yang sedang sampai berat < menggunakan dosis tinggi untuk inflamasi yang sedang sampai berat. Pada kasus4kasus yang sulit dari penyakit segmen anterior pada mata, terapi sistemik dapat diperlukan. (etika struktur bola mata yang lebih dalam lagi dilibatkan, menggunakan terapi sistemik. (erusakan bola mata < penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma, peningkatan tekanan intra okular, kerusakan saraf optik, defek pada ketajaman penglihatan dan lapangan pandang, katarak subkapsular posterior, atau infeksi mata sekunder dari pelepasan benda4benda patogen dari jaringan ikat pada mata. Periksa tekanan bola mata dan lensa terus4 menerus. Pada penyakit yang menyebabkan pengenceran dari sklera atau kornea, dapat terjadi perforasi dengan pengobatan steroid topikal. Infeksi < akut, purulen, infeksi mata yang tidak diobati dapat disembunyikan atau akti itasnya ditingkatkan oleh steroid. Infeksi jamur pada kornea dapat disembuhkan dengan aplikasi pengobatan steroid jangka panjang.1,7,/

2.3 E e! Penggunaan Steroid pada Mata

1$

*da banyak kondisi penyakit mata dimana membutuhkan terapi steroid secara sistemik. Umunya dosis yang digunakan adalah sekitar $3 mg atau lebih pada penggunaan prednisolon. !fek samping sistemik mungkin dapat dijumpai pada penggunaan steroid sistemik yang diindikasikan pada suatu penyakit mata. Idealnya terapi steroid sistemik digunakan secara singkat dan tidak terus menerus disertai syarat apabila terapi steroid topikal atau lokal tidak memberikan hasil yang memuaskan. Penggunaan terapi steroid juga baik itu diindikasikan oleh adanya penyakit mata atau penyakit diluar mata memiliki beberapa efek yang buruk pada mata. *dapun efek penggunaan terapi steroid pada mata antara lain galukoma, katarak dan peningkatan resiko penyakit infeksi.".1# $.7.1 Glaukoma Steroid adalah kelompok obat yang dapat menghasilkan peningkatan ,I5 melalui mekanisme open angle. ,idak semua pasien yang menggunakan steroid akan mengakbatkan glaukoma. @aktor risiko yang mungkin mendukung adalah adanya glakukoma primer sudut terbuka sebelumnya, riwayat keluarga glaukoma, miopia tinggi dan diabetes mellitus. ,elah menunjukkan bahwa 1?47#C dari populasi umum dan .#4/$C pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka, pemeberian kortikosteroid topikal mengakibatkan peningkatan tekanan intra okular. 'al tersebut terjadi biasanya dalam waktu $4. minggu setelah terapi steroid diberikan."

17

,abel 1. +ara pemberian steroid yang akan menginduksi glaukoma#

,abel $. ,abel potensi jenis steroid penyebab glaukoma2 1. %efinisi Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai dengan pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, biasanya disertai oleh peningkatan tekanan intra okular.11 $. Patofisiologi Glaukoma yang diinduksi oleh penggunaan terapi steroid disebabkan oleh adanya reseptor spesifik di trabekular meshwork mata. Suatu en1im yaitu

1.

hyaluronidase yang sensiti e dengan glycosaminoglycans secara normal berada di sistem pengaliran aDuos humor. Glycosaminoglycans dalam bentuk polimer menyebabkan suatu edema oleh karena adanya hydrasi. Steroid menyetabilkan membran lisosom dari goniosit yang berperan dalam pembentukan edema tersebut sehingga mengakibatkan peningkatan bentuk polimer dari glycosamoglycans yang mana akan menyebabkan peningkatan resistensi aliran aDuos humor. 'al tersebut akan meningkatkan tekanan intra okular. Penggunaan steroid )glukortikoidmeningkatkan ekspresi dari kolagen, elastin dan fibronectin dalam trabekular meshwork sehingga akan memperparah keadaan edema.2,#,1$,17 7. Gejala klinis Gejala klinis yang dapat ditemukan pada glaukoma yang disebabkan oleh pemakaian steroid biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intra okular yang terjadi secara perlahan. Umur pasien biasanya dapat menetukan gejala yang muncul. &iasanya pada bayi, gejala yang mucul mirip dengan gejala dari glaukoma kongenital, antara lain epifora, fotofobia, blefarospasme, kornea yang keruh, peningkatan tekanan intra okular dan optic disk cupping. 9amun yang membedakan antara glaukoma kongenital dengan glaukoma oleh karena terapi steroid adalah sudut bilik mata depan yang normal pada glaukoma karena terapi steroid. Pada remaja dan dewasa gejala glaukoma karena steroid mirip dengan glaukoma sudut terbuka yang disertai dengan adanya penurunan aliran aDuos humor. Gejala yang muncul antara lain peningkatan tekanan intra okular, nyeri yang tidak terlalu, optic disk cupping dan penurunan penglihatan lapang pandang mata. Glaukoma sudut terbuka merupakan kelainan denga neuropati optik kronik yang progresif secara perlahan yang ditandai dengan atrofi dan gaung papil saraf optik yang khas disertai gambaran hilangnya lapang pandangan yang khas pula dimana ,I5 tinggi merupakan faktor resiko utamanya. 2,#,1$,17

12

Gambar 1. Gambaran optic disk pada pasien glaukoma17 .. %iagnosis banding %iagnosis banding dari glaukoma dari karena steroid antara lain glaukoma u eitis, krisis glaukoma, glaukoma dengan tekanan intra okular yang normal dan glaukoma ju enil. 2. ,erapi ,ekanan intra okular yang meningkat oleh karena penggunaan terapi steroid biasanya akan muncul beberapa minggu setelah penggunaan steroid. %alam beberapa kasus, tekanan intra okular akan turun dengan sendirinya sejalan dengan penghentian penggunaan steroid. ,erapi paling efektif untuk mengatasai glaukoma karena penggunaan steroid adalah dengan menghentikan pemakaian steroid dan memberikan obat anti glaukoma sampai tekanan intra okular menjadi normal kembali. ;ika pasien tidak dapat menghentikan pemakaian steroid oleh karena penyakit yang mendasarinya, pemakaian steroid potensi rendah mungkin dapat dilakukan. Potensi steroid yang rendah memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk meningkatkan tekanan intra okular, namun kemampuan anti inflamasinya tidak sebaik steroid potensi

1#

tinggi. Penggunaan non4steroid untuk anti inflamasi bisa menjadi solusi alternatif, karena tidak memiliki potensi untuk meningkatkan tekanan intra okular dalam pemakaiannya. *pabila terapi medikamentosa tidak efektif dalam mengatasi peningkatan tekanan intra okular, terapi pembedahan dan laser dapat dilakukan. ,erapi tersebut antara lain laser trabekuloplasti dan trabekulotomi. 2,#,1$,17 $.7.$ (atarak 1. %efinisi (atarak adalah setiap kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dengan karakteristik terdapat agregat4agregat protein yang akan mengahamburkan berkas cahaya dan mengurangi transaparasinya.1. $. Patofisiologi Patofisiologi terjadinya katarak akibat penggunaan steroid masih belum pasti dan banyak pendapat untuk menjelaskannya. 8enurut +otlier, terbentuknya katarak akibat terapi kortikosteroid ini karena reaksi spesifik dengan asam amino dari lensa sehingga menyebabkan agregasi protein dan kekeruhan lensa. (atarak subkapsular posterior khas terbentuk pada katarak akibat kortikosteroid, hal ini disebabkan oleh migrasi abnormal dari sel epitel lensa. *kti asi reseptor glukokortikoid pada sel epitel lensa yang berakibat proliferasi sel, penurunan apoptosis, dan menghambat diferensiasi sel. a. Gangguan metabolik (ortikosteroid mempengaruhi metabolisme selular dengan mengubah akti itas en1imAen1im. Penelitian menunjukkan Adenosin Triphospate )*,P- dan le el dinukleotid pada lensa menurun setelah $. jam paparan deksametason. 'al ini menyebabkan gangguan dari penyediaan kebutuhan energi seperti sintesis protein, transpor ion, dan mekanisme pertahanan oleh antioksidan sedangkan bentuk fosfat kompeks lainnya seperti glukosa meningkat. (ortikosteroid yang mempengaruhi sel normal sangat kompleks, kortikosteroid yang larut lemak menyebar secara pasif melalui membran

1"

sel ke target sel. %i dalam sel akan terikat oleh reseptor yang terdiri atas satu atau dua molekul protein spesifik dan protein lain yang penting agar kortikosteroid dapat terikat dengan reseptor dan Deoxiribonuclei Acid )%9*-. (ortikosteroid juga memiliki pengaruh pada pertumbuhan sel dan sintesis Deoxiribonuclei Acid )%9*- dan Ribonuclei Acid )09*-. Pengaruh tersebut diamati pada mata misalnya seperti pada pertumbuhan sel endotel retina mengalami hambatan, sedangkan sel lain mengalami rangsangan. Pengaruh kortikosteroid terhadap sel epitel lensa tidak begitu jelas karena banyaknya ariasi penelitian obser asi. b. (egagalan osmotik (egagalan osmotik karena adanya celah akuol dan pembengkakan sel diperkirakan menjadi penyebab adanya hidrasi lensa akibat kortikosteroid. Pada umumnya lensa mempertahankan keseimbangan ion yang berada di intrasel dan ekstrasel. *danya Sodium potasium adenosin triphophatase dan 9aE ( E *,P4ase memberikan keseimbangan ion dalam intrasel berupa kadar (E yang tinggi dan rendah 9aE, sedangkan dalam ekstrasel berupa kadar 9aE yang tinggi dan (E rendah. (eseimbangan ion ini penting dalam memelihara kejernihan lensa, apabila terdapat gangguan pada keseimbangan ion akan mempengaruhi terbentuknya katarak. (eterangan umum lain mengenai terjadinya katarak adalah karena adanya stress baik berupa oksidatif, osmotik, dan metabolik menyebabkan rentan terhadap berbagai 1at oksidatif.

1?

Gambar $. Proses kegagalan osmotik akibat pengaruh kortikosteroid13 c. 5ksidasi Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya ikatan disulfida, pigmentasi, dan perubahan oksidatif untuk menghasilkan agregasi protein yang tidak larut dan menghamburkan cahaya. >ensa sendiri memiliki mekanisme pertahanan terhadap stress oksidatif berupa glutation reduktase dan pembuangan askorbat. d. Pembentukan 8olekul Protein Penambahan molekul protein pada lensa juga memiliki keterlibatan dalam pembentukan katarak. 'al ini terkait pada beberapa penyakit seperti diabetes, gagal ginjal, dan degenerasi. ,ambahan protein pada lensa mempengaruhi kekeruhan pada lensa yang disebabkan pengaruh kortikoteroid terhadap struktur normal protein. Pembentukan ikatan disulfid molekuler seperti interaksi hidrofobik non4spesifik menyebabkan pembentukan agregasi molekul ukuran besar yang tidak larut dan menghasilkan hamburan cahaya. e. !fek reseptor kortikosteroid terhadap growth factor 0eseptor kortikosteroid berupa kompleks protein dalam sitosol yang mengikat steroid dan mentranslokasikan ke nukleus. 0eseptor radikal bebas. &eberapa penelitian menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan glutation, antioksidan , dan asam

1/

kortikosteroid okular dapat ditemukan retina, iris, corpus siliaris, jalur humor aDuous, dan sklera tetapi beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya reseptor kortikosteroid pada lensa. Pembentukan katarak terkait reseptor kortikosteroid diperkirakan karena pengaruhnya terhadap Growth Factors )G@-. Growth factor yang terdapat pada humor aDuous menginduksi proliferasi dan migrasi dari sel epitel anterior menuju ke arah ekuator dan berdiferensiasi menjadi serat lamelar terdesak oleh sel4sel baru.$2 Perubahan le el G@ pada humour aDuous akibat kortikosteroid menyebabkan gangguan diferensiasi sel epitel menjadi serat lamelar yang terus bermigrasi sepanjang kapsul lensa menuju ke posterior lensa dan membentuk kumpulan sel4sel yang tidak teratur sehingga menghamburkan cahaya. Salah satu gambaran katarak akibat kortikosteroid adalah terkumpulnya sel epitel tidak teratur di bawah kapsul posterior atau disebut subkapsular posterior. 'al ini menunjukkan adanya penyimpangan tingkah laku sel yang berpengaruh terhadap terbentuknya katarak karena seharusnya sel4sel tersebut berada di anterior lensa. 8enurut 8c* oy dan +hamberlain , Fibroblast Growth Factor ! )@G@- mempengaruhi pertumbuhan sel epitel lensa. Pada umumnya @G@ kadarnya meningkat dari anterior lensa ke posterior. Perbedaan ini memberikan pengaruh pada sel, pada anterior lensa yang memiliki kadar rendah merangsang proliferasi sel dan migrasi ke arah ekuator, sedangkan pada daerah ekuator lensa yang memiliki kadar tinggi merangsang diferensiasi menjadi serat. f. Perubahan Sel *bnormal Perubahan tingkah laku sel terhadap terbentuknya katarak terjadi apabila pada daerah ekuator, @G@ tidak cukup tinggi untuk menyebabkan diferensiasi sel atau terjadi hambatan diferensiasi oleh sitokin. Sel yang tidak beraturan ini tetap migrasi melewati daerah ekuator menuju ke kutub posterior lensa menjadi katarak subkapsular posterior.?,13,12,1",1?,$3

$3

7. Gejala klinis (atarak yang terjadi akibat penggunaan steroid adalah katarak jenis subkapsular posterior. (atarak subkapsular posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral. %i awal perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan gangguan penglihatan dekat karena adanya keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala umum lain yang dapat ditemui adalah adanya F glareG dan penurunan penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang. ?,13,12,1",1?,$3

Gambar 7. 5pasitas subkapsular lensa akibat steroid$ .. %iagnosis banding %iagnosis banding pada katarak akibat penggunaan steroid adalah katarak senilis yang biasanya terjadi pada usia tua, katarak traumatika dan katarak ju enil. *namnesis serta pemeriksaan yang khas perlu dilakukakan untuk memastikan katarak akibat penggunaan steroid. ?,13,12,1",1?,$3 2. ,erapi ,erapi yang dapat dilakukan untuk katarak akibat penggunaan steroid adalah dengan menghentikan penggunaan steroid untuk mencegah progresifitas dari katarak. Setelah penghentian penggunaan steroid dapat dilakukan pembedahan ekstrakapsular pasien. ?,13,12,1",1?,$3 katarak dan berupa fakoemulsi. pembedahan Penanaman intrakapsular, lensa intra pembedahan okular dapat

dipertimbangkan setelah dilakukan pembedahan katarak untuk memperbaiki isus

$1

BAB 3. KESIMPULAN (ortikosteriod adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan dibagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik )*+,'- yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis atau atas angiotensin II. (ortikosteroid dibagi menjadi $ kelompok besar berdasarkan atas akti itas biologis yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid )mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga bersifat anti inflamasi-. (elompok lain yaitu mineralokortikoid )mengatur kadar elektrolit dan air-. !fek kortikosteroid secara umum yaitu kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, 1at kimia, mekanik, atau alergen. Penggunaan klinik kortikosteroid sebagai anti inflamasi merupakan terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebab penyakit tetap ada. Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalah penghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang juga menyebabkan berkurangnya akti itas makrofag. *kibatnya terjadi penghambatan kerja faktor4faktor limfokin yang dilepaskan oleh sel4, sensitif pada makrofag. Pada mata, kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengobati bengkak dan gatal pada mata yang disebabkan karena alergi, trauma, atau infeksi. (ontraindikasi penggunaan kortikosteroid pada mata, yaitu pada pasien dengan keratitis herpes simpleks superfisial akut, penyakit yang disebabkan oleh jamur pada struktur bola mata, aksinasi, arisela dan banyak lagi penyakit yang disebabkan oleh irus pada kornea dan konjungti a, infeksi mikobakterium pada mata, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, hipersensiti itas, setelah pemindahan yang tidak utuh pada badan asing superficial kornea. Secara khusus, efek samping penggunaan kortikosteroid pada mata paling sering terjadi pada pemberian dalam jangka waktu lama yaitu glaukoma dan katarak. Pada glaukoma, terjadi peningkatan tekanan intra okuler yang disertai dengan kerusakan saraf optik. ;enis glaukoma yang biasa terjadi yaitu glaukoma

$$

sudut terbuka. Secara teori, kortikosteroid menginduksi protein )miosilin- yang berada di daerah trabekulum sehingga menyebabkan terjadinya edema di daerah tersebut. !dema tersebut yang menginduksi terjadinya glaukoma sudut terbuka. !fek samping yang lain yaitu kortikosteroid bisa menyebabkan terjadinya katarak. ;enis katarak yang bisa terjadi yaitu katarak posterior sub kapsular. &iasanya pada penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama bisa menyebabkan katarak posterior sub kapsular. Patofisiologi terjadinya katarak akibat pemberian kortikosteroid dalam jangka waktu lama belum bisa dipastikan dengan jelas. 9amun yang pasti jenis kortikosteroid yang bisa menyebabkan terjadinya katarak yaitu jenis glukokortikoid. Ini semua berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, dan berhubungan dengan anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid.

You might also like