You are on page 1of 15

TIDAK MENOMOR-SATUKAN REWARD & PUNISHMENT

SEBAGAI MOTIVATOR

REWARD & PUNISHMENT BUKAN NOMOR SATU


Sistem Penghargaan dan sanksi sangat tergantung pada pihak lain di luar diri kita. Yakni bagaimana sistem itu sendiri, bagaimana atasan kita dalam melaksanakan, bagaimana budaya kita, bagaimana obyektivitas penilaian kinerja, dan lain sebagainya. Jika hal-hal tersebut belum memadai, maka sistem penghargaan dan sanksi hanya akan memproduksi rasa kecewa dan demotivasi. Reward & punishment memang penting. Tapi sebaiknya bukan menjadi satu-satunya motivator kita. Kalau jadi satu-satunya, berarti kita mau kerja kalau ada rewardnya, dan kita mau kerja karena takut kena sanksi. Padahal esensi kita kerja adalah menjalankan kewajiban karena telah menerima hak, bukan karena ada reward &

punishment.

PENGHARGAAN BELUM TENTU TEPAT SASARAN

Kalau kondisinya memungkinkan,

reward & punishment system


memang efektif. Tapi untuk mengantisipasi ketidak-tepatan dalam pelaksanaan sistem tersebut, kesadaran bahwa bekerja adalah pemenuhan kewajiban sangat penting.

Coba perhatikan kalau sistem berjalan tidak adil karena terjadinya KKN dalam pelaksanaan penilaian kinerja.

PENGHARGAAN BELUM TENTU MENCIPTAKAN SUASANA KONDUSIF

Di lapangan justru sering terlihat, bahwa pemberian penghargaan kepada seseorang berakibat banyak orang merasa tidak puas, yg tentunya menyebabkan terjadinya demotivasi. Oleh karena itu yg lebih dulu disosialisasikan adalah bagaimana menyikapi perubahan, sehingga tidak menimbulkan rasa iri di dalam diri kita. Kemudian yg perlu diperbaiki adalah pelaksanaan sistem secara konsisten.

KERJA BAIK OTOMATIS DIIKUTI OLEH PENGHARGAAN

Hasilnya sangat berbeda, jika bekerja baik memang untuk memenuhi kewajiban, sedangkan penghargaan dirasakan sebagai nikmat tambahan. Kepuasan akan semakin terpancar, yakni kepuasan dengan rasa syukur. Seandainya kerja keras yang dilakukan belum mendapatkan penghargaan, tidak membuat kekecewaan. Orang positip berpikir kerja keras adalah kewajiban, sedangkan penghargaan adalah asesorisnya.

PELAKSANAAN SANKSI BELUM TEGAS

Budaya ewuh pakewuh masih kental di dalam kehidupan kita, termasuk dalam menjalankan organisasi. Sanksi seringkali tidak bisa diterapkan dengan tegas, karena banyak faktor yg mempengaruhinya. Bagaimana jadinya kalau sistem sanksi menjadi motivator utama, sedangkan budaya kita seperti ini. Memang logikanya sistem harus dijalankan secara konsisten, kalau belum seharusnya ada upaya ke arah sana.

MOTIVASI KERJA KARENA SANKSI TIDAK AKAN LANGGENG

Tekanan, ancaman, sanksi dan hukuman memang cespleng untuk membangkitkan motivasi kerja. Tapi sayang sekali tidak bisa bertahan lama, begitu rasa takut reda maka motivasi kerja pun surut. Rasa takut, keadaan terjepit, dan suasana darurat, biasanya dapat mengeluarkan secara total potensi yang ada dalam diri manusia. Tapi setelah suasana kembali aman, potensi dan motivasi akan kembali bersembunyi. Permasalahannya, bagaimana dapat mengeluarkan potensi dan motivasi dalam diri kita, tanpa harus menggunakan ancaman, sanksi dan tekanan lainnya.

MELIHAT REWARD & PUNISHMENT SYSTEM SECARA ARIF

Akhirnya bergantung pada kita, bagaimana cara melihat dan menyikapi reward & punishment system sebagai motivator kita. Orang arif akan selalu melihat dan menyikapinya dengan penuh pemikiran positip, bagaimana semuanya dpt membangkitkan semangat kerja.

You might also like