You are on page 1of 25

Angiofibroma nasofaring belia

Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring

Secara histologik jinak

Secara klinis ganas

Dapat mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitar serta mudah berdarah

Teori jaringan asal

Perlengketan spesifik angiofibroma

Dinding posterolateral atap rongga hidung

Faktor ketidakseimbangan hormon Penyebab kekurangan androgen atau kelebihan estrogen Hubungan erat tumor dengan jenis kelamin dan umur

0,05% dari tumor leher dan kepala Laki-laki usia antara 1719 tahun

Frekuensi 1/50001/60.000

epidemiologi

Tumor tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral koana di atap nasofaring Tumbuh besar dan meluas di bawah mukosa sepanjang atap nasofaring hingga tepi posterior septum Meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior

Masuk ke fissura pterigomaksila

Mendesak dinding posterior sinus maksila

Perluasan ke lateral, tumor melebar ke arah foramen sfenopalatina Perluasan ke anterior, mengisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi kontralateral, memipihkan konka

Meluasa terus, masuk ke fosa intratemporal

Timbul benjolan di pipi dan rasa penuh di wajah

Tumor mendorong salah satu atau kedua bola mata

Wajah tampak seperti wajah kodok

Perluasan ke intrakranial

Atau dari sinus sfenoid masuk ke sinus kavernosus dan fosa hipofise

Dari sinus etmoids masuk ke fosa serebri anterior

Melalui fosa infratemporal dan pterigmaksila masuk ke fosa serebri media

Diagnosis

Gejala klinis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Hidung tersumbat progresif serta epistaksis berulang dan masif

Rinorea kronis dan gangguan penciuman

Gejala klinis Sefalgia hebat menandakan tumor yang meluas ke intrakranial Otalgia atau ketuliasn

Massa tumor berkonsistensi kenyal

Warna bervariasi (abu-abu merah muda)

Rinoskopi posterior

Tumor yang Diliputi selaput lendir terlihat di Berwarna keunguan nasofaring


Tumor yang Warna putih atau meluas keluar abu-abu nasofaring

Usia muda Usia tua

Warna tumor merah muda

kebiruan Karena banyak komponen fibroma


Hipervaskularisai Ulserasi

Mukosa tumor

Penunjang diagnosis

Foto polos AP-L, Walters


CT scan (kontras) MRI arteriografi Hormonal dan histokimia

Holman Miller Perluasan Destruksi tulang Batas tumor

(ke intracranial) Vaskularisasi tumor


(a. maksilaris interna) Gangguan hormonal

Patologi anotomi Perdarahan masif

Stadium Tumor (klasifikasi Session dan Fisch)


Stadium 1 A
terbatas di nares posterior dan atau di nasofaringeal voult

Stadium 1 B
Meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult dengan meluas sedikitnya 1 sinus paranasal

Stadium 2 A
Meluas sedikit ke fossa pterigomaksila

Stadium 2 B
Memenuhi fossa pterigomaksila, (-) mengerosi tulang orbita

Stadium 3 A
Mengerosi dasar tengkorak, meluas sedikit ke intrakranial

Stadium 3 B
Meluas ke intrakranial dengan atau ntapa meluas ke sinus kavernosus

Klasifikasi Fisch

Stadium I Rongga hidung, nasofaring (-) destruksi tulang

Stadium II Fossa pterigomaksila, sinus paranasal (+) destruksi tulang

Stadium III Fossa intratemporal, orbita, dengan atau region paraselar

Stadium IV Sinus kavernosus, chiasma optic, fossa pituitari

Pengobatan

Operasi

transpalatal

Rinotomi lateral Rinotomi sublabial (sublabial mid-facial degloving) Kombinasi kraniotomi frontotemporal Endoskopi transnasal (laser)

embolisasi

Ligasi a. karotis eksterna

Operasi

Anestesi (teknik hipotensi)

Stereotaktik radioterapi

Radioterapi konformal 3 dimensi

Perluasan ke jaringan sekitar, destruksi dasar tengkorak

OPERASI

Radioterapi prabedah Terapi hormonal (flutamid 6 minggu sebelum operasi)

You might also like