You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sindrome gagal nafas pada pasien dewasa (ARDS) adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000). ARDS merupakan kondisi paru yang mengarah ke tingkat oksigen yang rendah dalam darah ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%.1,2 Estimasi yang akurat tentang insidensi ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.1,2 Estimasi insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk per tahun (1996). Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%. Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita mengalami chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar. Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawatuntuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum : Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit ARDS pada pasien dengan gawat darurat.

2. Tujuan Khusus: a. Untuk mengetahui proses timbulnya penyakit ARDS b. Untuk mengetahui cara penanganan secara darurat pada pasien dengan ARDS c. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang ditimbulkan jika tidak ditangani secara segera pada pasien ARDS C. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah asuhan keperawatan terhadap penyakit ARDS ini penulis menggunakan metode: 1. Studi pustaka Mempelajari literature-literatur yang brkaitan dengan ARDS dari bukubuku. 2. Internet Mengumpulkan data-data terbaru tentang penyakit ARDS dan asuhan keperawatan yang dibutuhkan. D. Sistematika Penulisan Penulisan makalah ini disusun secara sistematis dalam 3 bab, yaitu: Bab 1 : Pendahuluan yang berisi: latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan Sistematika penulisan Bab 2 : Tinjauan teoritis yang terdiri dari; konsep dasar medic dan asuhan keperawatan Bab 3: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik 1. Defenisi a. ARDS adalahn suatu sindrom gagal nafas akut akibat kerusakan sawar membran kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan permeabilitas (Idrus.dkk, 2002). b. ARDS adalah istilah untuk mengambarkan kondisi fungsi paru yang mengakibatkan gagal nafas (Darmantyo, 2007). c. ARDS merupakan keadaan gagal nafas mendadak yang tiimbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari

sebelumnya (Arif , 2008). d. ARDS adalah bentuk kegagalan pernafasan parah yang terkait dengan infiltrat paru yang berasal dari beberapa faktor yang mengakibatkan kerusakan selaput kapiler alveoli dengan akumulasi cairan dalam ruang udara di paru paru (Nancy , 2008). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan ARDS adalah penyakit akut dan progresif dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karna terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar . American European Concencus Conference Committee

(AECC) pada tahun 1994 merekomendasikan definisi ARDS, yaitu sekumpulan gejala dan tanda yang terdiri dari empat komponen di bawah ini (dapat dilihat pada tabel 1).

2. Anatomi Sistem Respirasi

Secara garis besar sebagai berikut : Rongga alveolus). a. Alat Pernafasan

urutan saluran pernapasan manusia adalah

hidung - faring - trakea - bronkus - paru-paru

(bronkiolus

dan

1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung di

(cavum nasalis).Rongga dalamnya terdapat

hidung berlapis

selaput

lendir,

kelenjar

minyak (kelenjar

sebasea) dan berfungsi

kelenjar keringat (kelenjar

sudorifera).Selaput

lendir

menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. 2) Faring Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 3 saluran, bagian yaitu depan, saluran saluran

pernapasan (nasofarings) pada

pencernaan (orofarings) pada bagian belakang dan saluran yang berhubungan dengan laring (laringofarings).

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan. 3) Trakea Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring pernapasan. 4) Cabang-cabang Trakea (Bronkus) Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan benda-benda asing yang masuk ke saluran

sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. 5) Paru-paru (Pulmo) Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada 2 bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zatzat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter 1mm, dindingnya makin menipis jika

dibanding dengan bronkus. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi

rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai berbentuk Pada kubus bagian tidak berakhir epitelium bersilia. distal bersilia. pada kantung

kemungkinan Bronkiolus gugus

udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan

b. Mekanisme Respirasi Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

Menurut

tempat

terjadinya

pertukaran

gas,

maka

pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. 1) Pernapasan luar adalah pertukaran gas yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler 2) Pernapasan dalam adalah pertukaran gas yang terjadi antara udara dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. 3. Etiologi a. Sepsis b. Mekanisme paru akibat inhalasi : 1) 2) 3) 4) 5) Inhalasi gas oksigen Contusion paru Aspirasi cairan lambung Inhalasi asap berlebih (pada kebakaran) Koagulasi intravaskular

c. Rudapaksa (Trauma) d. Obat-obatan : Heronin dan salisilat e. Infeksi oleh virus, bakteri dan jamur : Tuberkulosis f. Embolisme mikrovaskular

4. Manifestasi Klinis a. Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Penurunan kesadaram mental Takikardi , Takipnea Dispnea dengan kesulitan bernafas. Terdapat retraksi interkosta Sianosis Hipoksemia

7) 8)

Auskultasi paru:ronkhi basah,krekels,stridor,weezing Auskultasi jantung:BJ normal tanpa murmur atau gailop

5. Komplikasi Menurut Hudak dan Gallo (1997), komlikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah: a. Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara) b. Defek difusi sedang c. Hipoksemia selsama latihan d. Toksisitas oksigen e. Sepsis f. Sinusitis

g. Kematian 6. Penatalaksanaan Medis a. Pencegahaan Pada klien dengan ARDS posisi semifowler dilakukan untuk mengurangi regurgitasi asam lambung. Pada klien dengan ARDS yang mendapat makanan melalui pita nasogastrik, penting untuk berpuasa selama 8 jam sebelum operasi yang akan mendapat anestesia umum agar lambung kosong. Selain berpuasa selama 8 jam pemberian antasida dan simetide sebelum operasi pada klien yang akan mendapat anastesia umum dilakukan untuk menurunkan keasamaan lambung sehingga jika terjadi aspirasi , kerusakan paru akan lebih kecil. Setiap keadaan syok harus diatasi secepatnya dan harus selalu memakai filter untuk transfusi darah guna menangulagi sepsis dengan antibiotik yang adekuat, dan jika perlu hilangkan sumber infeksi dengan tindakan operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada klien dengan resiko ARDS selama masa laten, jika klien mengalami sesak nafas, segera dilakukan gas darah arteri (Astrup).

b. Pengobatan Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama, terutama jika ARDS disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler paru cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial dan memperberat edema paru. Cairan yang diberikan harus cukup untuk mempertahanakan sirkulasi yang adekuat ( denyut jantung yang tidak cepat, ekstermitas hangat, dan diuresis yang baik ) tanpa menimbulkan edema atau memperberat edema paru. Jika perlu, dimonitor dengan kateter Swan Ganz dan teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung. Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskuler. Peranan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan pada dosis besar, pemberian metilprednisolon 30 mg/kgBB secara intravena setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada syok sepsis.

7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan fungsi ventilasi a) Frekuensi pernafasan per menit b) Volume tidal 2) Ventilasi semenit 3) Kapasitas vital paksa 4) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik 5) Daya inspirasi maksimum 6) Rasio ruang mati/volume tidal 7) PaCO2, mmHg b. Pemeriksaan status oksigen c. Pemeriksaan status asam-basa d. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari

nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mHg, dan pH < 7,35. e. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2 f. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan g. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien. h. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya. i. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.

B. Konsep Dasar Keperawatan Asuhan Keperawatan pada kasus Gawat Darurat dengan pasien yang mengalami ARDS, berbeda dengan pemberian ASKEP pada Konsep Medikal Bedah. Dalam mengkaji pasien Gawat Darurat dengan kasus ARDS, harus dilakukan dengan sistematis mulai dari: 1. A : Airway ( Jalan Napas) Pengkajian : Adapun hal yang perlu dikaji pada jalan napas yatu : a. Apakah terdapat sputum yang berlebihan b. Terjadi dipsnea c. Inhalasi asap gas d. Infeksi difus paru/contisio paru e. Inhalasi toksin. Diagnosa 1 : Ketidak efektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan secret pulmonal

10

Intervensi : a. Kaji kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan memanggil namanya. R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien, apakah masih dalam tahap unrespon, pain, voice, dan alert. b. Lakukan panggilan untuk pertolongan darurat R/ bantuan segera dapat membantu mempercepat pertolongan. c. Beri posisi terlentang pada permukaan rata yang keras, kedua lengan pasien disamping tubuhnya. R/ mengantisipasi trauma servikal, posisi yang tepat dan lingkungan yang nyaman dapat penolong dan korban dalam melakukan tindakan. d. Buka jalan napas dengan tekhnik tengadahkan kepala, topang dagu untuk membuka jalan napas, jari tengah, jari manis dan

kelengking bias digunakan untuk menopang dagu sedangkan jari telunjuk (teknik menyilangkan jari) untuk mengeluarkan benda asing yang ada dalam mulut. R/ memastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas sehingga pasien dapat bernapas dengan baik. e. Beri O2 atau pasang ventilator R/ membantu memenuhi kebutuhan O2 pasien f. Lakukan suction bila perlu . R/ pengisapan di lakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat agen mukolitik R/ agen mukolitik menurukan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan

Evaluasi : a. Tampak Tidak ada sumbatan(secret) pada jalan napas. b. Pasien mampu mempertahankan kepatenan jalan napas.

11

2. B: Breathing (Pernapasan) Pengkajian : Adapun yang perlu dikaji pada pola pernapasan yaitu : a. Pernapasan : cepat, mendengkur, dangkal b. Bunyi napas : pada awal normal, ronkhi, dan dapat terjadi bronchial c. Perkusi dada : bunyi pekak diatas area konsilidasi d. Pucat e. Penurunan mental, bingung f. Peningkatan fremitus ( getar, vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi ) Diagnosa 2 : Gangguan perukaran gas b/d penumpukan cairan di alveoli. Intervensi : a. Kaji fungsi pernapasan ( bunyi napas, kecepatan, dan penggunaan otot bantu napas) R/ penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi secret b. Kaji tingkat kesadaran takikardi, takipnea R/ merupakan tanda utama distress pernapasan dan hipoksemia c. Lakukan pemberian terapi oksigen 3-5 liter sesuai keadaan pasien R/ akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh

d. .Berikan posisi semi fowler R/ posisi semi fowler memungkinkan ekskursi maksimal toraks e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat kortikosteroid R/ kortikosteroid erguna pada keterlibatan luas dengan hipoksia.

Evaluasi : a. Tampak Pasien sesak berkurang

12

b. Tampak irama pernapasan pasien mulai kembali teratur. c. Tampak pasien tidak lagi menggunakan otot bantu pernapasan d. Terdengar tidak adanya suara tambahan. 3. C: Circulation (Sirkulasi) Pengkajian : Adapun hal yang perlu dikaji pada peredaran darah yaitu: a. TD : dapat normal atau meningkat pada awal ( berlanjut menjadi hipoksia ) : hipotensi terjadi pada tahap lanjut ( syok ) b. Frekuensi jantung ; takikardi, biasanya ada c. Kulit dan membran mukosa : pucat, dingin, sianosis biasanya terjadi karena adanya gangguan/masalah pada organ paru, maka akan terjadi penurunan balik vena. Yang kemudian akan menyebabkan penurunan curah jantung maka akan mengakibatkan sianosis, hipoksemia dan pucat. Penumpukan CO2 menyebabkan O2,penurunan asidosis repiratorik CO2 dengan dan pH,peningkatan dalam darah yang tanda HCO3. penurunan Hal ini

mempengaruhi juga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Diagnosa 3 : Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d gangguan pertukaran gas.

Intervensi: a. Kaji adanya sianosis R/ sianosis merupakan tanda awal dan nyata terjadi sianosis b. Beri posisi semifowler R/ meningkatkan aliran darah balik vena c. Kaji pola napas pasien : auskultasi inspirasi dan ekspirasi R/ untuk mengetahui lamanya proses pertukaran gas di dalam paru d. jika tidak tampak adanya ekspansi dada dan tidak teraba arteri karotis segera berikan teknik RJP

13

R/ membantu usaha pernapasan pasien e. Lakukan pemasangan inkubasi untuk respiratori R/ kegagalan pernapasan akan diminimalkan dengan pemasangan respiratori

Evaluasi : a. Tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal b. Kulit dan menbran mukosa lembab c. Tidak ada tanda-tanda sianosis d. Bunyi dada : sonor

4. D: Disability (Kesadaran) Pada pasien ARDS, biasanya akan mengalami penurunan kesadaran. Ini mungkin diakibatkan transport oksigen ke otak yang kurang/tidak mencukupi (menurunya curah jantung hipotensi). Yang akhirnya darah akan sulit mencapai jarinagn otak. Pada pasien ARDS kesdaran memang mungkin akan menurun tetapi GCSnya masih sekitar 12-14. Sehingga kita lebih memprioritaskan pernapasan dan pemompaan jantungnya. Karena apabila pernapsan dan pemompaan jantungnya sudah tertangani dengan baik maka secara otomatis kesadarnnya akan membaik(GCS 15).

5. E: Exposure (Pengkajian Secara Menyeluruh) Setelah kita mengkaji secara menyeluruh dan sistematis mulai dari airway, breathing, circulation, dan disability, sekarang kita mengkaji secara menyeluruh untuk melihat apakah ada organ lain yang mengalami gangguan. Sehingga kita dapat cepat memberikan perawatan yang lebih intensif. Dan untuk pasien dengan ARDS ini yang menjadi inti permasalahannya adalah breathing dan circulationnya

14

dimana akibat adanya gangguan pertukaran gas, CO2 menumpuk dalam darah (hiperkapnea). Diagnose 4 : Gangguan perukaran gas b/d penumpukan cairan di alveoli, alveolar hipoventilasi. Intervensi : a. Kaji pernapasan pasien dengan mendekatkan telinga diatas mulut/ hidung pasien sambil memepertahankan pembukaan jalan napas. R/ mengetahui ada tidaknya pernapasan. b. Kaji ventilasi dan perfusi pasien R/ ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang jelas akibat akibat

kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam paru-paru. c. Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya dada pasien R/ mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru. d. Auskultasi udara yang keluar waktu ekspirasi, merasakan adanya aliran udara. R/ mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak. e. Baringkan pasien dalam posisi semi-fowler atau fowler tinggi R/ posisi semi-fowler dan fowler tinggi memungkinkan ekskursi maksimal toraks. f. Beri O2 atau pasang ventilator R/ pasien dengan ADRS membuthkan pemantauan yang ketat karena kondisi dapat berubah dengan cepat dalam hal ini perlu ditekankan ventilasi yang adekuat.

15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terdiri dari empat komponen yaitu: gagal napas akut, perbandingan antara PaO2/FiO2 <300 mmHg, terdapat gambaran infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan gambaran edema paru pada foto toraks dan tidak ada hipertensi atrium kiri serta tekanan kapiler wedge paru <18 mmHg. Berbagai penyakit lain atau kelainan, baik intra pulmoner maupun ekstrapulmoner, dapat menyebabkan terjadi kelainan ini. Untuk dapat memberikan terapi yang tepat pada penderita ARDS pemahaman mengenai patofisiologinya adalah sangat penting.

B. Saran Untuk menangani kasus gawat darurat dengan masalah ARDS, hal yang perlu dilakukan adalah : 1. Tekankan tindakan pertolongan untuk mengatasi masalah pernapasan yang dialami. 2. Kita perlu memperhatikan linkungan sekitar demi keamanan dan kenyaman penolong dan korban. 3. Prioritaskan ke-3 hal penting yaitu system kardi, pulmoner, dan serebral yang mana jika tidak ditangani segera dalam waktu 4-6 menit maka akan menyebabkan kematian biologis. 4. Jangan cepat menyerah apabila tindakannya yang kita berikan belum mencapai hasil yang kita inginkan. Tetap monitor dan berikan tindakan untuk membantu menyelamatkan nyawa korban. 5. Jangan lupa proteksi diri untuk menghindari penularan penyakit

16

You might also like