You are on page 1of 13

1.

DEFINISI LANSIA Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentangkehidupan. Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004). Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997). Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terusmenerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan mengakibatkan perubahan anatomis,fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuantubuh secara keseluruhan.Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagaigejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit menjadi mengendur, timbul keriput, rambutmenjadi beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah,gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perutdan pinggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif sepertisuka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat serta tidak mudah menerimaide baru. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usiatersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun yang preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas sertamenjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia

2. ISU-ISU STRATEGI PROMOSI KESEHATAN Strategi promosi kesehatan menurut WHO ( internasional adalah ) 1) Advokasi; pendekatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi yang berhasil akan menentukan keberhasilan kegiatan promosi kesehatan pada langkah selanjutnya sehingga keberlangsungan program dapat lebih tejamin. 2) Mediasi. kegiatan promosi kesehatan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus melibatkan lintas sector dan lintas program. Mediasi berarti menjembatani pertemuan diantara beberapa sector yang terkait . Karenanya masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut. Sebagai contoh, kegiatan promosi kesehatan terkait kebersihan lingkungan harus melibatkan unsure kimpraswil dan pihak lain yang terkait sampah. 3) Memampukan masyarakat (enable), adalah kegiatan pemberian pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu menjaga dan memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Kemandirian masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan kesehatanya merupakan tujuan dari kegiatan promosi kesehatan.

3. KEGIATAN UNTUK PROMOSI KEGIATAN Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan (food), pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable ecosystem), sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat tersebut. WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:

1. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy).


Promosi kesehatan lebih daripada sekadar perawatan kesehatan. Promosi kesehatan menempatkan kesehatan pada agenda dari pembuat kebijakan di semua

sektor pada semua level, mengarahkan mereka supaya sadar akan konsekuensi kesehatan dari keputusan mereka dan agar mereka menerima tanggung jawab mereka atas kesehatan. Kebijakan promosi kesehatan mengombinasikan pendekatan yang berbeda namun dapat saling mengisi termasuk legislasi, perhitungan fiskal, perpajakan, dan perubahan organisasi. Ini adalah kegiatan yang terkoordinasi yang membawa kepada kesehatan, pendapatan, dan kebijakan sosial yang menghasilkan kesamaan yang lebih besar. Kegiatan terpadu memberikan kontribusi untuk memastikan barang dan jasa yang lebih aman dan lebih sehat, pelayanan jasa publik yang lebih sehat dan lebih bersih, dan lingkungan yang lebih menyenangkan. Kebijakan promosi kesehatan memerlukan identifikasi hambatan untuk diadopsi pada kebijakan publik di luar sektor kesehatan, serta cara menghilangkannya. Hal ini dimaksudkan agar dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan lebih mudah untuk pembuat keputusan.

2. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments)


Masyarakat kita kompleks dan saling berhubungan. Kesehatan tidak dapat dipisahkan dari tujuan-tujuan lain. Kaitan yang tak terpisahkan antara manusia dan lingkungannya menjadikan basis untuk sebuah pendekatan sosio-ekologis bagi kesehatan. Prinsip panduan keseluruhan bagi dunia, bangsa, kawasan, dan komunitas yang serupa, adalah kebutuhan untuk memberi semangat pemeliharaan yang timbalbalik,untuk memelihara satu sama lain, komunitas, dan lingkungan alam kita. Konservasi sumber daya alam di seluruh dunia harus ditekankan sebagai tanggung jawab global. Perubahan pola hidup, pekerjaan, dan waktu luang memiliki dampak

yang signifikan pada kesehatan. Pekerjaan dan waktu luang harus menjadi sumber kesehatan untuk manusia. Cara masyarakat mengatur kerja harus dapat membantu menciptakan masyarakat yang sehat. Promosi kesehatan menciptakan kondisi hidup dan kondisi kerja yang aman, yang menstimulasi, memuaskan, dan menyenangkan. Penjajakan sistematis dampak kesehatan dari lingkungan yang berubah pesat.Terutama di daerah teknologi, daerah kerja, produksi energi dan urbanisasi sangat esensial dan harus diikuti dengan kegiatan untuk memastikan keuntungan yang positif bagi kesehatan masyarakat. Perlindungan alam dan lingkungan yang dibangun

serta konservasi dari sumber daya alam harus ditujukan untuk promosi kesehatan apa saja.

3. Memperkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)


Promosi kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang konkret dan efisien dalam mengatur prioritas, membuat keputusan, merencanakan strategi dan melaksanakannya untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Inti dari proses ini adalah memberdayakan komunitas,kepemilikan mereka dan kontrol akan usaha dan nasib mereka. Pengembangan komunitas menekankan pengadaan sumber daya manusia dan material dalam komunitas untuk mengembangkan kemandirian dan dukungan sosial, dan untuk mengembangkan sistem yang fleksibel untuk memerkuat partisipasi publik dalam masalah kesehatan. Hal ini memerlukan akses yang penuh serta terus menerus akan informasi, memelajari kesempatan untuk kesehatan, sebagaimana penggalangan dukungan.

4. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)


Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk melatih dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka, dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan. Memungkinkan masyarakat untuk belajar melalui kehidupan dalam

menyiapkan diri mereka untuk semua tingkatannya dan untuk menangani penyakit dan kecelakaan sangatlah penting. Hal ini harus difasilitasi dalam sekolah, rumah, tempat kerja, dan semua lingkungan komunitas.

5. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)


Tanggung jawab untuk promosi kesehatan pada pelayanan kesehatan dibagi di antara individu, kelompok komunitas, profesional kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, dan pemerintah. Mereka harus bekerja sama melalui suatu sistem perawatan kesehatan yang berkontribusi untuk pencapaian kesehatan. Peran sektor kesehatan harus bergerak meningkat pada arah promosi kesehatan, di samping tanggung jawabnya dalam

menyediakan pelayanan klinis dan pengobatan. Pelayanan kesehatan harus memegang mandat yang meluas yang merupakan hal sensitif dan ia juga harus menghormati kebutuhan kultural. Mandat ini harus mendukung kebutuhan individu dan komunitas untuk kehidupan yang lebih sehat, dan membuka saluran antara sektor kesehatan dan komponen sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik yang lebih luas. Reorientasi pelayanan kesehatan juga memerlukan perhatian yang kuat untuk penelitian kesehatan sebagaimana perubahan pada pelatihan dan pendidikan profesional. Hal ini harus membawa kepada perubahan sikap dan pengorganisasian pelayanan kesehatan dengan memfokuskan ulang kepada kebutuhan total dari individu sebagai manusia seutuhnya.

6. Bergerak ke masa depan (moving into the future)


Kesehatan diciptakan dan dijalani oleh manusia di antara pengaturan dari kehidupan mereka sehari-hari di mana mereka belajar, bekerja, bermain, dan mencintai. Kesehatan diciptakan dengan memelihara satu sama lain dengan kemampuan untuk membuat keputusan dan membuat kontrol terhadap kondisi kehidupan seseorang, dan dengan memastikan bahwa masyarakat yag didiami seseorang menciptakan kondisi yang memungkinkan pencapaian kesehatan oleh semua anggotanya. Merawat, kebersamaan, dan ekologi adalah isu-isu yang penting dalam mengembangkan strategi untuk promosi kesehatan. Untuk itu, semua yang terlibat harus menjadikan setiap fase perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan promosi kesehatan serta kesetaraan antara pria dan wanita sebagai acuan utama. Dari enam hal di atas, setidaknya dapat disimpulkan dua kata kunci kegiatan promosi kesehatan, yakni advokasi (advocacy) dan pemberdayaan (empowerment). 1) Advokasi Advokasi terhadap kesehatan merupakan sebuah upaya yang dilakukan orangorang di bidang kesehatan, utamanya promosi kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Advokasi ini lebih menyentuh pada level pembuat kebijakan, bagaimana orang-orang yang bergerak di bidang kesehatan bisa memengaruhi para pembuat kebijakan untuk lebih tahu dan memerhatikan kesehatan. Advokasi dapat dilakukan dengan memengaruhi para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa berpihak pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan lingkungan yang dapat mempengaruhi

perilaku sehat dapat terwujud di masyarakat (Kapalawi, 2007). Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah). Melalui advokasi, promosi kesehatan masuk ke wilayah politik.

2) Pemberdayaan Di samping advokasi kesehatan, strategi lain dari promosi kesehatan adalah pemberdayaan masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan lebih kepada untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan. Jadi sifatnya bottom-up (dari bawah ke atas). Partisipasi masyarakat adalah kegiatan pelibatan masyarakat dalam suatu program. Diharapkan dengan tingginya partisipasi dari masyarakat maka suatu program kesehatan dapat lebih tepat sasaran dan memiliki daya ungkit yang lebih besar bagi perubahan perilaku karena dapat menimbulkan suatu nilai di dalam masyarakat bahwa kegiatan-kegiatan kesehatan tersebut itu dari kita dan untuk kita (Kapalawi, 2007). Dengan pemberdayaan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat berperan aktif atau berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Sebagai unsur dasar dalam pemberdayaan, partisipasi masyarakat harus ditumbuhkan. Pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan pada dasarnya tidak berbeda dengan pemberdayaan masyarakat dalam bidang-bidang lainnya.

4. KESEJAHTERAAN LANJUT USIA Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, Lansia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas.[1] Sebagai wujud dari penghargaan terhadap orang lanjut usia, pemerintah membentuk Komnas Lansia (Komisi Nasional Perlindungan Penduduk Lanjut Usia), dan merancang Rencana Aksi Nasional Lanjut Usia di bawah koordinasi kantor. Kesejahteraan sosial mewajibkan pemerintah atau masyarakat harus memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut : 1. Permasalahan umum 1) Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.

2) Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil. 3) Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia. 4) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia. 5) Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia 2. Permasalahan Khusus Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut: 1) Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain. 2) Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya. 3) Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur. 4) Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup. 5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. 6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia.

5. DUKUNGAN TERHADAP ORANG YANG TERLIBAT MERAWAT LANSIA 1) Dukungan Keluarga Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial sebagai koping keluarga (Friedman, 1985: Stez et al, 1986 dalam Friedman, 1998). Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan penting guna membantu keluarga yang sedang mengalami kondisi tertentu yang berkaitan dengan masalah yang akan muncul dalam keluarga. Dukungan sosial keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosialnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Dukungan keluarga dalam kapasitas perkembangan keluarga adalah bertujuan untuk mengatur dan mengatasi adanya periode krisis dan adanya kondisi stres kronik dalam keluarga (Kaakinen et al., 2010). Selanjutnya Kaakinen menyatakan bahwa kondisi ini dapat berkontribusi dan mempengaruhi kesejahteraan anggota keluarga. Hasil penelitian MaZumdar (2004) pada lansia yang tinggal dengan anak-anaknya menyatakan bahwa 71,5% lansia dengan kondisi kesehatan yang baik. Peningkatan kesehatan dan kesejahteraan lansia yang tinggal dengan keluarga dipengaruhi dukungan yang kuat dari keluarga. Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan akan berbeda dalam tahap-tahap siklus kehidupan manusia. Dalam setiap tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi denga berbagai hal dan akibatnya adalah meningkatnya kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari penyakit, dan untuk kalangan kaum tua atau lansia dapat meningkatkan fungsi kognitif, fungsi fisik dan menunjang kesehatan emosi (Ryan & Austin, 1989 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Lam dan Boey (2004) menyatakan bahwa 24,7% lansia mengalami gangguan kesehatan mental dan 29,7% mengalami depresi. Kondisi yang dialami oleh lansia berhubungan dengan kondisi lansia meliputi lingkungan tempat tinggal lansia, ketersediaan pemberi bantuan atau pemberi pelayanan pada lansia dan kurangnya dukungan keluarga pada lansia. Menurut Caplan (1976 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003) bahwa keluarga memiliki fungsi pendukung. Fungsi dukungan tersebut meliputi dukungan informasional dimana keluarga berfungsi sebagai pencari dan dan menyampaikan informasi, dukungan emosional dimana keluarga berfungsi membantu dalam

penguasaan emosional, dukungan kongkrit yang berupa dukungan langsung termasuk bantuan finansial, dukungan untuk perawatan anak, perawatan fisik lansia, berbelanja dan melakukan tugas rumah tangga dan dukungan penghargaan dimana keluarga memberikan umpan balik pada anggota keluarga. Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosial (Kaakinen et al., 2010).

2) Dukungan sosial Didefinisikan sebagai pertukaran informasi pada tingkat interpersonal yang memberikan dukungan emosional, dukungan harga diri, dukungan jaringan, dukungan penilaian dan dukungan atruistic. Dukungan sosial yang dievaluasi oleh individu dan manfaat supportif saat dievaluasi oleh individu atau keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Secara umum dapat diterima bahwa orang yang hidup dalam lingkungan yang bersifat supportif, kondisinya jauh lebih baik daripada yang tidak memiliki keuntungan ini. Secara lebih spesifik dinyatakan bahwa dukungan sosial dianggap dapat melemahkan kesehatan mental individu dan keluarga (Friedman, 1998).

DAFTAR PUSTAKA

Iqi, Iqbal. 2008. Promosi Kesehatan, dalam http://iqbal-iqi.blogspot.com, diakses tanggal 15 Oktober 2008 Kapalawi, Irwandi. 2007. Tantangan Bidang Promosi Kesehatan Dewasa Ini, dalam Irwandykapalawi.wordpress.com, diakses tanggal 25 September 2008 Tawi, Mirzal. 2008. Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan, diambil dari http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/pemberdayaan-masyarakat-dalampromkes, diakses tanggal 15 Oktober 2008 Taylor, Shelley E. 2003. Health Psychology, 5th edition, New York: McGraw Hill. WHO. 1986. The Ottawa Charter for Health Promotion, Geneva: WHO, dari http://www.who.int/health promotion/conferences/previous/ottawa/en/, diakses tanggal 25 September 2008. WHO. 1998. Health Promotion Glossary, Geneva: WHO

MAKALAH ISU-ISU STRATEGI DAN KEGIATAN UNTUK PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA SERTA DUKUNGAN TERHADAP ORANG YANG TERLIBAT MERAWAT LANSIA Dalam Melengkapi Tugas Komunitas II Dosen : Adianto W.Sandy. S.Kep

Di Susun Oleh : 1. FEBNI CHRISTARINA 2011.C.03A.0169 2. OGA TANGKAS LASSA 2011.C.03A.0190

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN 2013

MAKALAH ISU-ISU STRATEGI DAN KEGIATAN UNTUK PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA SERTA DUKUNGAN TERHADAP ORANG YANG TERLIBAT MERAWAT LANSIA Dalam Melengkapi Tugas Komunitas II Dosen : Adianto W.Sandy. S.Kep

Di Susun Oleh : 1. MARIA LAETARE 2011.C.03A.0183 2. MEILA 2011.C.03A.0185

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN 2013

You might also like