Professional Documents
Culture Documents
P P
P P + P P + P P | Z a Z
Keterangan :
n = Besar sampel minimum
Z
1- a/2
= kepercayaan 95% (1,96) dan tingkat kesalahan () 5%
Z
1
-
= 0, 84 (kekuatan uji sebesar 80 %)
P
1
= 0,3 (Proporsi distribusi hipertensi menurut keteraturan berobat
Menurut Nunik, dkk)
P
2
= P
1
+ 30% (0,3 + 0,3) = 0,6.
P = (P
1
+ P
2
) / 2
N = 42 Orang
Penelitian ini menggunakan uji beda dua proporsi maka jumlah sampel
dikalikan dua, sehingga sampel yang terpilih sebanyak 84 orang. Untuk
menghindari terjadinya non respon, maka sampel yang diambil sebanyak
84 orang ditambah 10% sehingga jumlah sampel penelitian menjadi 92
orang.
D. Teknik pengambilan sampel
Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel
akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat 2008). Teknik
pengambilan sampel menggunakan sistematik sampling dengan cara
pemberian nomor urut ganjil pada pasien yang datang untuk berobat ke
Puskesmas Pamulang. Pemberian nomor ganjil diperoleh dari jumlah pasien
hipertensi yang datang berobat ke Puskesmas dari bulan Januari-Agustus 2009
didapat data terbanyak pada bulan Februari sebanyak 137 orang sehingga
perhitungannya 137 : 92 = 1,48 jadi peneliti membulatkan jadi 1.
E. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada skripsi ini dilakukan dengan beberapa teknik.
Teknik yang peneliti pakai dalam pengumpulan data menggunakan angket
(kuesioner) dan observasi.
1. Angket (kuesioner) pengetahuan yang digunakan berupa pertanyaan
dengan menjawab Benar Salah yang dibuat sesuai tujuan penelitian,
sehingga responden hanya tinggal memilih pada jawaban yang sudah ada
dengan memberikan tanda silang ( X ) pada kolom yang tersedia.
2. Observasi dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan langsung dengan
datang ke rumah responden pada pasien hipertensi dengan melihat nama
obat, dosis obat, jumlah obat, instruksi dokter, dan sisa obat.
3. Penilaian kuesioner tentang pengetahuan menggunakan Skala Guttman.
Apabila skor benar nilainya 1 dan jika salah nilainya 0.
F. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan wawancara langsung oleh peneliti di
Puskesmas dan di tempat pasien hipertensi dengan menggunakan kuesioner
dan lembar observasi yang terstruktur berdasarkan varibel yang meliputi
identitas responden sebanyak 8 pertanyaan, jarak dari rumah ke tempat
pelayanan kesehatan 1 pertanyaan, transportasi 2 pertanyaan, pengetahuan
sebanyak 10 pertanyaan dan kepatuhan minum obat antihipertensi
menggunakan lembar observasi yang terdiri dari identitas pasien (nama, umur,
jenis kelamin, tanggal berobat dan tgl kunjungan responden). Tabel observasi
yang terdiri dari no, nama obat, dosis obat, jumlah obat, instruksi dokter dan
sisa obat. Sedangkan data sekunder di dapatkan dari Puskesmas melalui buku
register pasien hipertensi sebagai data dasar dalam menentukan sasaran pasien
yang diwawancara. Namun seiring peneliti mendapatkan hambatan tidak
lengkapnya alamat pasien dan ketidaksesuaian antara alamat yang ditulis
dengan tempat tinggal pasien
1. Uji validitas dan reliabilitas
Sebelum dipergunakan dalam penelitian dilakukan uji coba instrument
pada tanggal 28 Juli 8 Agustus 2009 pada 30 responden yang diberikan
obat antihipertensi oleh petugas kesehatan dan berobat di Puskesmas
Ciputat. Alasan pemilihan tempat tersebut adalah Puskesmas Ciputat
memiliki karakteristik yang sama dengan Puskesmas Pamulang, lokasi
antara puskemas tidak jauh dan dekat dengan rumah peneliti. Hasil uji
validitas dan reliabilitas instrument pengetahuan diperoleh alpha = 0,265
(r tabel 0,367) dari 10 pertanyaan pengetahuan tidak ada yang valid karena
hasil r hitung < r tabel dan reliabel nilai alpha < 0,7 (Djemari, 2003).
Pertanyaan yang tidak valid dilakukan validitas isi dengan cara:
memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan membuat kalimat yang
singkat dan jelas sesuai dengan isi atau makna pertanyaan, validitas isi
dengan berkonsultasi kepada pembimbing dan membaca
literature/kepustakaan.
2. Tahapan Penelitian
a. Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti meliputi mengajukan
surat permohonan ijin penelitian kepada institusi pendidikan sebagai
landasan permohonan mengadakan penelitian di Puskesmas Pamulang
yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian
b. Selanjutnya penelitian dilanjutkan di Puskesmas, setelah peneliti
memperoleh ijin dari pihak Puskesmas Pamulang.
c. Peneliti melakukan pendekatan pada masing-masing responden yang
memenuhi kriteria sampel dan untuk memperoleh kesediaannya
menjadi responden penelitian.
d. Responden memberikan kesediaannya menjadi subyek penelitian
setelah mendapat penjelasan mengenai tujuan penelitian, keuntungan
penelitian, dan cara pengisian kuesioner.
e. Jika calon responden setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini harus
menandatangani lembar persetujuan (informed consent) dengan tanpa
paksaan. Peneliti akan menunggu responden sampai responden selesai
mengisi lembar kuesioner.
f. Sebelum kuesioner dikumpulkan, responden dipersilahkan untuk
memeriksa kembali apakah lembar kuesioner yang sudah diisi sesuai
dengan petunjuk. Jika ada pertanyaan yang sulit dipahami, maka
peneliti akan menjelaskan kembali maksud pertanyaan tersebut.
G. Pengolahan Data
Proses pengolahan data penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) dengan data
yang terdiri atas beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat penting
bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer.
3. Entry Data
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan
kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana.
4. Cleaning Data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada
saat meng-entry data ke komputer.
H. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan mengunakan computer, meliputi :
1. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan secara diskripsi secara deskriftif, yaitu
menampilkan tabel frekuensi tentang faktor predisposisi sebagai variabel
dalam penelitian ini berdasarkan faktor predisposisi; pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi (pendapatan), jenis kelamin, usia dan
pengetahuan, Pemungkin yang meliputi transportasi, dan persepsi jarak.
2. Analisa bivariat
Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen
dan independen yaitu faktor predisposisi; pendidikan, pekerjaan, sosial
ekonomi, jenis kelamin, usia dan pengetahuan, pemungkin yang meliputi
transportasi, dan persepsi jarak di Puskesmas Pamulang kota Tangerang
Selatan. Teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan Chi-Squre dengan
menggunakan derajat kepercayaan 95% dengan 5%, sehingga jika nilai
P (p value) < 0.05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan)
atau menunjukan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen, dan apabila nilai p value > 0,05 berarti hasil perhitungan
statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen
dengan variabel independen.
I. ETIKA PENELITIAN
1. Prinsip-prinsip Etika Penelitian
Penelitian yang dilakukan khususnya jika yang menjadi subyek
penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar
manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya,
sehingga peneliti yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi
kebebasan manusia. Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang harus
dipahami antara lain:
a. Prinsip Manfaat
Prinsip aspek maka segala bentuk manfaat adalah segala bantuk
penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakkan dengan
membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada
manusia, tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi. Penelitian
yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan mempertimbangkan
antara aspek risiko dengan aspek manfaat, bila penelitian yang
dilakukan dapat mengalami dilema etik.
b. Prinsip Menghormati Manusia
Manusia mempunyai hak dan merupakan makhluk yang mulia
yang harus di hormati, karena manusia berhak untuk menentukan
pilihan antara mau dan tidak menjadi subyek penelitian.
c. Prinsip Keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia
dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak
menjaga privasi manusia dan tidak berpihak dalam perlakuan dengan
manusia.
2. Masalah Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika
yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden
tidak bersedia, maka peneliti harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain: partisipasi anak, tujuan dilakukan tindakan, jenis
data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial
masalah yang akan terjadi, kerahasiaan, informasi yang mudah
dihubungi, dan lain-lain.
b. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika kepeJurangtan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
c. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainya. Informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh
peneliti, hanya kelompok data tersusun yang akan dilaporkan pada
hasil riset.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan menyajikan data hasil penelitian faktor predisposisi
(pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi (pendapatan), usia, jenis kelamin,
pengetahuan) dan faktor pemungkin (transportasi dan persepsi jarak) pasien yang
minum obat anthipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan propinsi
Banten tahun 2009, yang berjumlah 92 orang. Penelitian ini dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden. Hasil dari pengumpulan data ini disajikan dalam bentuk
tabel yang terdiri dari hasil univariat dan bivariat, analisis univariat akan dilakukan
untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dengan menggunakan distribusi
frekuensi dengan ukuran presentase sedangkan bivariat akan dilakukan untuk melihat
adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait.
A. Analisis Univariat
1. Faktor predisposisi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mengenai faktor predisposisi
(pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi (pendapatan), usia, jenis kelamin
dan pengetahuan) tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
antihipertensi.
a. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Puskesmas Pamulang KotaTangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n= 92)
No Pendidikan
Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 Dasar 53 57,6
2 Menengah atas 39 42,4
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.1, terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendidikan rendah lebih banyak (57,6%) dibandingkan yang
berpendidikan menengah atas (42,4%).
b. Jenis Pekerjaan
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n= 92)
No Pekerjaan
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Bekerja 36 39,1
2 Tidak Bekerja 56 60,9
Total 92 100
60
Berdasarkan tabel 5.2, terlihat bahwa sebagian besar responden
tidak Bekerja lebih banyak (60,9%) dibandingkan yang bekerja
(39,1%).
c. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi
(Pendapatan) di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n= 92)
No Pendapatan per Bulan
Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 > 1.500.000 18 19,6
2 < 1.500.000 74 80.4
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa sebagian besar responden
memiliki pendapatan kurang dari Rp 1.500.000,- lebih banyak (80,4%)
dibandingkan pendapatan lebih dari Rp 1.500.000,- (19,6%).
d. Usia
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n=92)
No Usia
Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 Tidak Lansia (< 60 tahun) 60 65,2
2 Lansia (> 60 tahun) 32 34,8
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa sebagian besar usia
responden tidak lansia ( < 60 tahun) lebih banyak (65,2%)
dibandingkan dengan usia lansia (34,8%).
e. Jenis Kelamin
Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n = 92)
No Jenis Kelamin Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 Laki-laki 40 43,5
2 Perempuan 52 56,5
Total 92 100
Tabel 5.5, terlihat bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan lebih banyak (56.5%) dibandingkan Laki-laki
(43,5%).
f. Pengetahuan tentang Hipertensi
Tabel .5.6.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Bantentahun 2009 (n = 92)
No Pengetahuan Jumlah Presentase
(n) (%)
1 Kurang 8 8,7
2 Cukup 25 27,2
3 Baik 59 64,1
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.6, terlihat bahwa sebagian besar responden
dengan pengetahuan baik (64,1%).
2. Faktor Pemungkin
a. Transportasi
Tabel 5.7.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Transportasi
di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n =92)
No Transportasi Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 Tersedia 81 88
2 Tidak tersedia 11 12
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.7, terlihat bahwa sebagian besar responden
tersedia alat transportasi (81%) dibandingkan dengan responden yang
tidak tersedia transportasi (12%).
b. Persepsi Jarak Rumah ke Puskesmas
Tabel 5.8.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Jarak
di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten tahun 2009 (n =92)
No
Persepsi Jarak rumah
ke Puskesmas
Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 Jauh 16 17,4
2 Dekat 76 82,6
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.8, terlihat bahwa sebagian besar responden
berpersepsi jarak rumah ke Puskesmas dekat lebih banyak (82,6%)
dibandingkan dengan persepsi jarak rumah ke Puskesmas jauh
(17,4%).
3. Tingkat Kepatuhan
Tabel 5.9.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan di
Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten
tahun 2009 (n= 92)
No Tingkat Kepatuhan
Jumlah
(n)
Presentase
(%)
1 Patuh 77 83,7
2 Tidak Patuh 15 16,3
Total 92 100
Berdasarkan tabel 5.9, terlihat sebagian besar responden patuh
minum obat antihipertensi lebih banyak (83,7%) dibandingkan dengan
yang tidak patuh (16,3%).
B. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kepatuhan yaitu faktor predisposisi (pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi (pendapatan), usia, jenis kelamin dan pengetahuan) dan
faktor pemungkin (transportasi dan persepsi jarak) dengan tingkat kepatuhan
dalam minum obat antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang selatan
Banten 2009, analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi Square,
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Hubungan pendidikan dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.10.
Analisis Hubungan Antara Pendidikan Dengan Tingkat Kepatuhan
Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan Propinsi Banten
Tahun 2009 (n= 92)
Pendidikan
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % n %
Rendah
Menengah
atas
46
31
86,8
79,5
7
8
13,2
20,5
53
39
100
100
0,515
1,696
(0,558 -5,156)
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.10, menunjukan bahwa dari 77 responden
yang patuh minum obat antihipertensi berpendidikan rendah (86,8%) dan
berpendidikan menengah atas (79,5%) sedangkan dari 15 responden yang
tidak patuh minum obat antihipertensi berpendidikan rendah (13,2%) dan
berpendidikan tinggi (20,5%).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,515 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan.
2. Hubungan pekerjaan dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.11.
Analisis Hubungan Antara Pekerjaan DenganTingkat Kepatuhan
Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi Banten Tahun 2009 (n= 92)
Pekerjaan
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % n %
Bekerja 33 91,7 3 8,3 36 100
0,171
3,000
Tidak 44 78,6 12 21,4 56 100
Bekerja (0,783-11.494)
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Pada tabel 5.11, menunjukkan bahwa dari 77 responden patuh
minum obat antihipertensi adalah pekerja (91,7%) sedangkan yang tidak
bekerja (78,6%). Dari 15 responden yang tidak patuh minum obat
antihipertensi terdiri dari pekerja (8,3%) dan tidak bekerja (21,4%)
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,171 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan.
3. Hubungan sosial ekonomi (Pendapaan) dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.12.
Analisis Hubungan Antara Pendapatan DenganTingkat Kepatuhan
Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi BantenTahun 2009 (n= 92)
Pendapatan
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % n %
> 1.500.000 16 88,9 2 11,1 18 100
0,757
1,705
(0,349-8,337)
< 1.500.000 61 82,4 13 17,6 74 100
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.12, menunjukan bahwa dari 77 responden
yang patuh minum obat antihipertensi adalah pendapatan lebih dari
1.500.000 (88,9%) dan pendapatan kurang dari 1.500.000 (82,4%)
sedangkan dari 15 responden yang tidak patuh minum obat
antihipertensi berpendapatan lebih dari 1.500.000 (11,1%) dan
pendapatan kurang dari 1.500.000 (17,6 %).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,757 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara sosial ekonomi (pendapatan) dengan tingkat kepatuhan pasien
dalam minum obat antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota
Tangerang Selatan.
4. Hubungan usia dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.13.
Analisis Hubungan Antara Usia DenganTingkat Kepatuhan
Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi Banten Tahun 2009 (n= 92)
Usia
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % n %
Lansia 23 71,9 9 28,1 32 100
0,05
3,522
(1,124 11,039)
Tidak
Lansia
54 90,0 6 10,0 60 100
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.13, menunjukan bahwa dari 77 responden
yang patuh minum obat antihipertensi adalah berusia 60 tahun (lansia)
(71,9%) dan berusia 60 tahun (tidak lansia) sebanyak (90,0%)
sedangkan dari 15 responden yang tidak patuh minum obat
antihipertensi berusia 60 (28,1%) tahun dan responden yang berusia
60 tahun (10,0%).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,05 ( = 0,05), dengan
demikian p value sama dengan alpha sehingga Ho ditolak. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi. Dari
hasil analisa diperoleh nilai OR 3,522 (95% CI: 1,124-11,167), artinya
usia lansia mempunyai peluang untuk tidak patuh 3,5 kali dibandingkan
usia tidak lansia.
5. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.14
Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Tingkat
Kepatuhan Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi Banten Tahun 2009 (n= 92)
Jenis
Kelamin
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % N %
Laki-laki 32 80,0 8 20,0 40 100
1.000
0,622
(0,205 1,890) perempuan 45 86,5 7 13,5 52 100
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.14, menunjukan bahwa dari 77 responden
yang patuh minum obat antihipertensi berjenis kelamin laki-laki (80,0%)
dan berjenis kelamin perempuan (86,5%) sedangkan dari 15 responden
tidak patuh minum obat antihipertensi berjenis kelamin laki-laki (20,0%)
dan berjenis kelamin perempuan (13,5%).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 1.000 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dengan alpha sehingga Ho
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan pasien dalam
minum obat antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang
Selatan.
6. Hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.15.
Analisis Hubungan Antara Pengetahuan DenganTingkat
Kepatuhan Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi Banten Tahun 2009 (n= 92)
Pengetahuan
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % n %
Kurang 8 8,7 0 0 8 8,7
0,773
0,831
(0,237-2.913)
cukup 21 22,8 4 4,3 25 27,1
Baik 48 52,2 11 12 59 64,2
total 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.15, menunjukan bahwa dari 77 responden
yang patuh minum obat antihipertensi memiliki pengetahuan kurang
(8,7%), memiliki pengetahuan cukup (22,8%) dan memiliki pengetahuan
baik (52,2%) sedangkan dari 15 responden yang tidak patuh minum obat
antihipertensi memiliki tingkat pengetahuan kurang (0%), memiliki
pengetahuan cukup (4,3%), dan memiliki pengetahuan baik (12%).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,773 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dengan alpha sehingga Ho
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam
minum obat antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang
Selatan.
7. Hubungan transportasi dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.16.
Analisis Hubungan Antara Transportsi Dengan Tingkat
Kepatuhan Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi Banten Tahun 2009 (n= 92)
Trans
portasi
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % n %
Ada 69 85,2 12 14,8 81 100
0,378
2.156
(0,500 9,300)
Tidak ada 8 72,7 3 27,3 11 100
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.16, menunjukan bahwa dari 77 responden
yang patuh minum obat antihipertensi tersedia alat transportasi (85,2%)
dan tidak tersedia alat transportasi (72,7%%) sedangkan dari 15
responden yang tidak patuh minum obat antihipertensi tersedia alat
transportasi (14,8%), dan tidak tersedia alat transportasi (27,3%).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,378 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dengan alpha sehingga Ho
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara transportasi dengan tingkat kepatuhan pasien dalam
minum obat antihipertensi di Puskesmas Pamulang kabupaten
Tangerang.
8. Hubungan persepsi jarak dengan tingkat kepatuhan
Tabel 5.17.
Analisis Hubungan Antara Persepsi Jarak Dengan Tingkat
Kepatuhan Di Puskesmas Pamulang Kota Tanngerang Selatan
Propinsi Banten Tahun 2009 (n= 92)
Jarak
Patuh
Tidak
Patuh
Total P.
Value
OR
(95% CI)
n % n % N %
Jauh 15 93,8 1 6,2 16 100
0,409
3,387
(0,412 27,817)
Dekat 62 81,6 14 18,4 76 100
Jumlah 77 83,7 15 16,3 92 100
Berdasarkan tabel 5.17, menunjukan bahwa dari 77 responden yang
patuh minum obat antihipertensi adalah persepsi jarak jauh (93,8%) dan
persepsi jarak dekat (81,6%%) sedangkan dari 15 responden yang tidak
patuh untuk minum obat antihipertensi mempersepsikan jarak jauh (6,2%),
dan mempersepsikan jarak dekat (18,4%).
Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,409 ( = 0,05),
dengan demikian p value lebih besar dengan alpha sehingga Ho diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara jarak dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada uraian dibawah ini, penulis akan menjelaskan beberapa variabel meliputi
pembahasan hasil penelitian tentang hubungan faktor predisposisi, dan faktor
pemungkin pada tingkat kepatuhan pasien dengan minum obat antihipertensi di
Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan proponsi Banten tahun 2009.
A. Faktor predisposisi
1. Pendidikan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden
berpendidikan rendah 57,6% dan berpendidikan menengah atas 42,4%.
Bila dihubungkan dengan kepatuhan dalam minum obat antihipertensi
menunjukan bahwa pada umumnya responden pendidikan dasar 86,8%
akan lebih patuh dibandingkan responden yang berpendidikan menengah
ke atas 79,5%. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Slamet tahun 1999,
menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan
seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan
sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan
berpendidikan tinggi, maka wawasan pengetahuan semakin bertambah
dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan
sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat
pelayanan kesehatan yang lebih baik. Pendidikan merupakan faktor yang
74
mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin mudah pula mereka menerima informasi
yang pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.
sebaliknya jika pendidikan rendah maka akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi, dan
nilai-nilai yang baru di perkenalkan.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tingkat
kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilda tahun 2007 dengan sampel
yang diteliti berjumlah 94 orang menunjukan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan rendah dan menengah atas dengan kepatuhan
dalam melaksanakan diit hipertensi P valuenya = 1,000. Penelitian yang
dilakukan oleh Yuliarti (2007) memperkuat bahwa tingkat pendidikan
dengan hipertensi tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
hipertensi pada usia lanjut dengan nilai p=1,000. Hal ini disebabkan tidak
selamanya pasien yang berpendidikan dasar tingkat pengetahuannya
tentang penyakit hipertensi rendah dan juga tidak semuanya pasien yang
berpendidikan menengah keatas tingkat pengetahuannya tentang penyakit
hipertensi tinggi. Faktor informasi yang diperoleh dari penyuluhan atau
media dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tanpa latar belakang
pendidikan hal ini sesuai dengan teori Azrul dalam Effendi, 1998
menyatakan sering terpapar informasi baik berupa leflet, atau penyuluhan
kesehatan seseorang dapat meningkatkan pengetahuan sehingga tahu,
mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan. Dengan demikian dapat mempengaruhi
hasil penelitian sehingga tidak berhubungan.
2. Pekerjaan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden
tidak bekerja 60,9% dan yang bekerja 39,1%. Namun bila dilihat
hubungan pekerjaan dengan kepatuhan dalam minum obat antihipertensi,
bahwa responden yang bekerja 91,7% lebih patuh dibandingkan yang
tidak bekerja 78,6%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan Shea (1997) dalam Kyngas (1999) bahwa pasien yang tidak
bekerja kepatuhannya lebih buruk dari yang bekerja.
Berdasarkan dari hasil uji statistik Chi square didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan tingkat
kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi. Hal ini di karenakan
bahwa pekerjaan bukan penghalang seseorang untuk datang dan
memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Jefri tahun 2002 dengan sampel diteliti berjumlah 310 orang
menujukan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
hipertensi pada lansia dengan p value 0,720 dan penelitian yang dilakukan
oleh Yuliarti (2007) yang menyatakan tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan hipertensi pada usia lanjut dengan nilai p=1,000.
Menurut Notoatmodjo, 2005 menyatakan ada beberapa aspek sosial
yang mempengaruhi status kesehatan seseorang, antara lain adalah:
umur, jenis kelamin, pekerjaan dan sosial ekonomi. Artinya keempat
aspek sosial tersebut dapat mempengaruhi status kesehatan responden
salah satunya adalah kepatuhan minum obat antihipertensi.
3. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Hasil penelitian menunjukan responden sebagian besar memiliki
pendapatan <1.500.000,- 80,4% dan yang memiliki pendapatan
>1.500.000,- sebanyak 19,6%. Bila dilihat hubungan pendapatan dengan
kepatuhan minum obat antihipertensi, bahwa responden yang memiliki
pendapatan >1.500.000,- 88,9% lebih banyak patuh dibandingkan dengan
pendapatan <1.500.000,- 82,4%. Hasil Penelitian ini sesuai dengan
pendapat Cavalcante (1995), didapatkan sebagian besar individu dengan
hipertensi, ternyata memiliki pendapatan keluarga yang rendah.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi (pendapatan)
dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi. Hal
ini sejalan dengan penelitian Yuliarti tahun 2007 dengan sampel diteliti
berjumlah 104 orang menujukan tidak ada hubungan yang signifikan
antara penghasilan keluarga dengan hipertensi pada lansia dengan p value
0, 286. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Pujiyanto (2007) di Puskesmas Beji Kota Depok yang menyatakan faktor
sosio ekonomi mempengaruhi kepatuhan minum obat antihpertensi. Hal
ini disebabkan hubungan status sosio ekonomi yang rendah terhadap
ketidakpatuhan dilaporkan dalam beberapa penelitian. Penurunan
kepatuhan akibat sosial ekonomi dikarenakan Seseorang yang status
ekonomi rendah memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sebelum
dan selama pengobatan di klinik sedangakan dengan sosial ekonomi
tinggi tidak perlu menunggu lama dalam pengobatan (Hellenbrandt, 1983
dikutip dari Wahyu, 2003)
Adanya perbedaan hasil pada kedua penelitian ini, mungkin
dikarenakan perbedaan metode penelitian (peneliti menggunakan metode
cross-sectional sedangkan Pujiyanto menggunakan metode kualitatif
dengan jumlah informan 8 orang yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang berusia lansia dan tidak lansia (< 60 tahun); tempat dan
waktu penelitian yang berbeda
4. Usia
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden
berusia < 60 tahun 65,2% dan yang usia > 60 tahun 34,8%. Namun bila
dilihat hubungan usia dengan kepatuhan dalam minum obat
antihipertensi, bahwa responden yang berusia < 60 tahun 90,0% lebih
patuh dibandingkan yang usia > 60 tahun 71,9%.
Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin banyak
permasalahan yang di alaminya terutama terkait kondisi kesehatannya hal
ini di sebabkan terjadinya kemunduran fungsi seluruh tubuh secara
progresif. Lansia yang tidak dapat beradaptasi dengan kemundurannya
tersebut akan frustasi dan akan muncul sikap penolakan dengan kondisi
yang dialaminya bila kondisi ini berlanjut maka lansia akan bersikap
tidak peduli dengan kondisinya dan tidak patuh dengan anjuran kesehatan
terkait dengan minum obat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Misnadiarly
(2006) bahwa umur tua atau lansia mempunyai peluang untuk tidak patuh
sehubungan dengan fungsi organ dan daya ingat dan penelitian yang
dilakukan oleh Van Der Wal Jaarisma dan Van Veldhuisen (2005)
menyatakan bahwa faktor usia terkait dengan kepatuhan dan penelitian
yang dilakukan oleh
Dari hasil uji statistik Chi Square didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara usia dengan tingkat kepatuhan pasien
dalam minum obat antihipertensi. Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Hilda tahun 2007 dengan sampel yang diteliti
berjumlah 94 orang menunjukan tidak ada hubungan antara usia dengan
status kepatuhan diit hipertensi pada lansia p value = 0,357 dan penelitian
yang dilakukan oleh Yuliarti tahun 2007 dengan jumlah sampel 104 orang,
menunjukan tidak ada hubungan antara usia dengan hipertensi pada usia
lanjut p value = 1.000.
5. Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukan bahwa terlihat bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak 56.5%. dibandingkan
Laki-laki 43,5%. Bila dihubungkan dengan kepatuhan minum obat
antihipertensi menunjukan responden perempuan yang banyak patuh lebih
banyak 86,5% dibandingkan dengan responden laki-laki 80,0%. Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dimana kondisi
kejadian hipertensi biasaanya lebih banyak laki-laki memilki gaya hidup
yang cenderung meningkat tekanan darah, namun perempuan dewasa
mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari pada laki-laki hal
ini umumnya disebabkan karena perempuan mengalami kehamilan dan
menggunakan alat kontrasepsi hormonal (Karyadi, 2002).
Dari hasil uji statistik Chi square bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara usia dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
antihipertensi. Hasil penelitian ini sesuai dengan Hilda tahun 2007, yang
menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhaan
diit pada lansia dengan sampel yang diteliti berjumlah 94 orang dengan
nilai P value 0,245. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yuliarti tahun 2007 yang menyatakan ada hubungan antara jenis
kelamin dengan hipertensi pada usia lanjut dengan sampel berjumlah 104
orang dengan P value 0,018 dalam penelitian ini didapatkan bahwa laki-
laki lebih banyak menderita hipertensi dan berpeluang 3,9 kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dibandingkan perempuan. Hal ini dapat
dikaitkan dengan ketersediaan waktu dan kesempatan bagi perempuan
untuk datang berobat ke Puskesmas lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Selain itu wanita akan lebih taat untuk minum obat sesuai petunjuk yang
diberikan mengingat ketersediaan waktu di rumah lebih banyak di
bandingkan laki-laki. Pernyataan di atas diperkuat dan dibenarkan dengan
penelitian yang dilakukan dari Shea et. Al (1992) dalam Kyngas (1999)
bahwa kepatuhan pasien laki-laki lebih buruk dibandingkan perempuan.
6. Pengetahuan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengetahuan tentang penyakit
hipertensi responden pada umumnya baik 64,1%, pengetahuan cukup
27,2%, dan pengetahuan kurang 8,7%. Bila dihubungkan dengan
kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi terlihat sebagaian
besar responden berpengetahuan kurang 0% akan lebih patuh
dibandingkan yang pengetahuan baik 52,2%. Berdasarkan hasil
uji statistik Chi square didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam
minum obat antihipertensi. Hasil penenlitian tersebut tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan Safrudin di Jakarta Timur tahun 2009
dengan sampel yang diteliti berjumlah 42 orang yang menunjukan ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan lansia
hipertensi melanjutkan pengobatan hipertensi dengan p value 0.049.
begitu juga pendapat dari Ansry (1997) yang menyatakan dalam
penelitiannya bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan
adalah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dialami.
Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini karena kepatuhan pasien
dalam pengobatan atau minum obat bukan hanya refleksi dari pengetahuan
saja tetapi faktor lain, seperti sikap, keyakinan, kehendak dan motivasi.
Pengetahuan merupakan domain yang paling mudah untuk dirubah pada
seseorang melalui pendidikan kesehatan. Namun belum tentu seseorang
yang berpengetahuan yang baik akan melaksanakan apa yang dianjurkan,
hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan
sosial budaya.
B. Faktor Pemungkin
1. Transportasi
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian responden menyatakan
tersedia alat transportasi untuk ke Puskesmas 88% dan sebagian kecil
menyatakan tidak tersedia alat transportasi 12%. Bila dilihat kepatuhan
pasien dalam minum obat antihipertensi memperlihatkan bahwa pasien
yang tersedia alat transportasi 85,2% lebih patuh dibandingkan pasien
yang menyatakan tidak tersedia alat transportasi 72,7%. Hal ini
disebabkan mudahnya mendapat alat transportasi didaerah perkotaan dan
seluruh Puskesmas pada umumnya dilalui oleh angkutan umum.
Dari hasil uji statistik Chi squre didapatkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara transportasi dengan tingkat kepatuhan
pasien dalam minum obat antihipertensi. Hal ini tidak sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Green dan Andersen dalam teori yang
menyatakan bahwa transportasi termasuk faktor pendukung untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan, tersedianya sarana transportasi akan
memberi kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini
menimbulkan bahwa adanya kemauan memanfaatkan pelayanan
kesehatan karena faktor kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang
ditujukan oleh adanya rasa sakit baik secara fisik maupun psikis yang
dirasakan untuk upaya penyembuhan. Rapport (1982) dalam Ismawati
berpendapat bahwa pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh kebutuhan, pemanfaatanm yang didapat bila
memanfaatkan pelayanan kesehatan serta akses keterjangkauan terhadap
pelayanan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Lucky aziza,
dkk tahun 1999 transportasi tidak berpengaruh dengan keteraturan
berobat pada pasien yang dibiayai ansuransi kesehatan dengan jumlah
sampel 326 orang. Hal ini tidak sependapat dengan Philipus tahun 1997
yang dikutip dari wahyu tahun 2003 bahwa transportasi merupakan salah
satu faktor yang berhubungan antara keteraturan berobat.
2. Persepsi Jarak
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian responden berpersepsi
jarak dekat 82,6% dari rumah ke Puskesmas dan sebagian kecil
berpersepsi jarak jauh 17,4% dari rumah ke Puskesmas. Bila dilihat dari
kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi menunjukan bahwa
sebagian besar responden yang patuh minum obat antihipertensi adalah
berpersepsi jarak jauh 93,8% dibandingkan dengan persepsi jarak dekat
81,6% dari rumah ke Puskesmas.
Dari hasil uji statistik Chi square bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara persepsi jarak dengan tingkat kepatuhan pasien dalam
minum obat antihipertensi. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Gani
tahun 1981 yang dikutip dari wahyu tahun 2002 `yang menyatakan bahwa
jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan merupakan
faktor penghambat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dan Anto
Raharjo tahun 1997 yang menyatakan bahwa semakin jauh jarak rumah
kepala keluarga ke tempat pelayanan kesehatan formal semakin sedikit
penggunaan pelayanan kesehatan. Suatu kemudahan mengakses suatu
fasilitas pelayanan kesehatan memungkinan seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan. hal Ini dapat dijelaskan dari persepsi
sehat dan sakit, dimana pada seseorang merasa sakit dia akan akan
mencari pengobatan sampai ketempat yang dianggap dapat memberikan
kesembuhan atas sakitnya. Perilaku ini hampir berlaku pada setiap
individu. (Notoatmodjo, 1993)
C. Keterbatasan Penelitian
1. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain cross sectional.
Keunggulan rancangan penelitian ini ialah mudah dilaksanakan karena
ekonomis dari segi waktu, hasil yang diperoleh dengan cepat. Adapun
keterebatasan atau kelemahan cros sectional dibutuhkan subjek
penelitian yang besar.
2. Instrumen penelitian: belum ada standar instrumen yang terkait dengan
pengetahuan, sehingga kuesioner yang dibuat peneliti memungkinkan
banyak ditemukan kelemahan.
3. Dari 15 responden yang tidak patuh minum obat antihipertensi
dikarenakan takut terhadap efek samping obat, lupa untuk minum obat,
takut ketergantungan dengan obat, dan responden lebih memilih obat
tradisional dari pada obat dari puskesmas sehingga peneliti tidak dapat
mengontrol dan tidak melihat langsung responden meminum obat.
Peneliti mengukur tingkat kepatuhan berdasarkan lembar observasi.
4. Tempat tinggal responden yang tidak menetap, khususnya untuk
penduduk pendatang di wilayah kecamatan Pamulang dan alamat yang
diberikan pada Puskesmas tidak jelas atau tidak lengkap sehingga hal ini
peneliti menemui kesulitan untuk menemui responden untuk dating
kerumahnya.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Faktor predisposisi diperoleh data terbanyak yaitu pendidikan rendah
(57,6%), tidak bekerja (60,9%), pendapatan < 1.500.00,- (80,4%), berusia
< 60 tahun (tidak lansia), dan berjenis kelamin Perempuan (56,5%).
2. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik mengenai
hipertensi (64,1%).
3. Berdasarkan faktor pemungkin responden tersedia alat transportasi (88%)
dan persepsi jarak dekat dari rumah ke Puskesmas (82,6%).
4. Responden yang patuh minum obat antihipertensi lebih banyak (83,7%)
dibandingkan dengan yang tidak patuh (16,3%).
5. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien
minum obat antihipertensi P. Value sebesar 0,515
6. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pasien
minum obat antihipertensi dengan P. Value sebesar 0,171
7. Tidak ada hubungan antara sosial ekonomi (pendapatan) dengan tingkat
kepatuhan pasien minum obat antihipertensi dengan P. Value sebesar
0,757
8. Ada hubungan antara usia dengan tingkat kepatuhan pasien minum obat
antihipertensi dengan P. Value sebesar 0,052
9. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan
pasien minum obat antihipertensi dengan P. Value sebesar 0,578
86
10. Tidak ada hubungan antara Pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien
minum obat antihipertensi P. Value sebesar 1.000
11. Tidak ada hubungan antara transportasi dengan tingkat kepatuhan pasien
minum obat antihipertensi dengan P. Value sebesar 0,539
12. Tidak ada hubungan antara jarak dengan tingkat kepatuhan pasien minum
obat antihipertensi dengan P. Value sebesar 0,409.
B. SARAN
1. Puskesmas Pamulang
a. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi
perlu adanya pengawasan minum obat harus dilakukan khususnya
untuk pasien lansia karena pada lansia adanya penurunan fungsi organ
terutama pada daya ingat sehingga dikuatirkan pasien lupa untuk
minum obat.
b. Perlunya kegiatan kunjungan rumah bagi perawat Puskesmas untuk
pengobatan tindak lanjut pasien hipertensi, khususnya pasien-pasien
yang terkena stroke.
2. Profesi Keperawatan
Sebaiknya meningkatkan kemampuan tenaga perawat komunitas
melalui pendidikan dan pelatihan sehingga dapat melaksanakan peran
perawat secara optimal khususnya dalam pencegahan hipertensi sehingga
dapat meningkatkan angka harapan hidup pada pasien hipertensi.
3. Saran Untuk Peneliti Lain
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti merasa
masih banyak kekurangan untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor-
faktor yang Berhubungan antara tingkat kepatuhan pasien minum Obat
antihipertensi pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian
lanjutan dengan metode yang berbeda dengan menambahkan variabel
dukungan keluarga, sikap, interaksi obat atau dengan pendekatan
kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan dan Praktik ).
Jakarta: Rieneka Cipta. 1998.
Asnawi, s. Teori motivasi dalam pendekatan psikologi dan organisasi. Jakarta:
Studian press, 2002
Caplan NM. clinical hypertension, 8 Ed. Lippincott: williamas dan Wilkins, 1997.
Cavalcante, JWS, et al. Prevalence and sociocultural and economic aspects of
hypertension in a health center of the nort hern area a manau. Arq-bras-
cardio, 1995
Cameron, H. Patient compliance recognition of factor involved and suggestion
for promoting compliance with therapeutic regimen, journal of advance
nursing, 1999
Data Puskesmas. tidak dipublikasikan, tahun 2009.
Depkes RI. Laporan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi Jawa barat
tahun 2007. Jakarta: CV Metronusa prima, 2008.
------------. Laporan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007.
Jakarta: CV Metronusa prima, 2008.
------------. Laporan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi Banten
tahun 2007. Jakarta: CV Metronusa prima, 2008.
------------. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana Hipertensi. Jakarta:
Direktorat P2PL, 2008.
------------. Pharmaceutical Care untuk penyakit hipertensi. Jakarta: Direktorat
jendral bina kefarmasi dan alat kesehatan, 2008.
------------. Pedoman peningkatan kinerja perawat di Puskesmas panduan bagi
kabupaten/Kota. Jakarta: Direktorat keperwatan dan teknisian medik, 2006.
------------. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi.
Jakarta: Direktorat P2PL, 2006.
------------. Survai kesehatan rumah tangga volume 2. Jakarta: Badan penelitian
dan pengembangan kesehatan Depkes RI, 2004
Depdiknas. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka, 2000.
Feninda. faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi tidak terkendali pada
pasien hipertensi ringan dan sedang yang berobat di poli ginjal-hipertensi
tahun 2000, tesis Pasca FKM UI, Jakarta, 2002.
Green, Lawrance W. perencanaan pendidikan kesehatan: sebuah pendekatan
pendidikan, diterjemahkan oleh Maudy, dkk, FKM-UI.
Green, Lawrance W, Kreuter, Marshall. Health program planning an educational
and ecological approach. New York: The McGraw Hill Companies, 1998.
Hitchcock, J.E. Schubert, P.E., & Thomas, S.A, Community Health Nursing:
Caring in Action, New York : Delmar Publishers, 1999.
Hull, Alison. Penyakit jantung, hipertensi dan nutrsi. Bumi Aksara. Jakarta, 1996.
Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Isgiyanto Awal. (2009).Teknik Pengambilan Sampel. Jogjakarta, Mitra Cedikia
Offeset, 2009.
Ismawati. factor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan rawat
jalan di RSU batang Jawa tengah, tesis FKM UI, 1998.
ITB-WHO. Pengendalian Hipertensi-laporan komisi pakar WHO. Bandung;
Penerbit ITB: 1-28, 61-90, 2001.
Jurnal penelitian: Nunik K, dkk. Kepatuhan pasien berobat hipertensi
Hypertension Patiens Therapy Obidience di depok, 2005
Jurnal penelitian: Pujianto, faktor sosio ekonomi yang mempengaruhi kepatuhan
minum obat Antihipertensi di Kota depok, 2009
Kartikawati, anggi. Prevalensi dan determinan hipertensi pada pasien
Puskesmas di Jakarta utara, Program studi epidemiologi, FKM UI, 2007
Karyadi. Hidup bersama penyakit hipertensi, asam urat dan penyakit
jantung.Jakarta: Intisari Mediatama, 2005
86
Kazier. B, Erb.G, and Blais. K. Profesional Nursing Practic Concepts and
Perspectives, California, Addison Wesley Longman, 1997
Mansjoer, A. kapta selekta kedokteran jilid I1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius, 2005
Muzaham, Fauzi. Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia press, 1995
Niven, Neil. Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat dan professional
kesehatan lain. Jakarta: EGC, 2002
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta, 2003
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Nugraha, Wahyudi. Keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta: EGC, 2000
Nursalam, A dkk. pendekatan metodologi riset keperawatan. Jakarta: Sagung
seto, 2001
Nurul. health news patuh minum obat kendali utama hipertensi.
http://nurulfm01.blogspot.com/2008_10_01_archive.html 2008. diakses
tanggal 24 maret 2009.
Purwanti. Hipertensi patuh minum obat cegah cegah komplikasi.
http://warnalangitku.blogspot.com/2008/09/hipertensi-patuh-minum-obat-
cegah.html 2008. diakses tanggal 24 maret 2009.
Safrudin. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan lansia Hipertensi
dalam melanjutkan pengobatan hipertensi secara rutin Di PTSW Budhi mulya
03 Ciracas Jakarta Timur tahun 2009. PSIK UMJ, 2009.
Sani, Aulia. Hypertension Current Perspective, Jakarta; Medya Crea, 2008.
Saryono. Metodologi penelitian Kesehatan penuntun praktis bagi pemula.
Yogyakarta; mitra cendikia, 2008.
Smeltzer S dan Bare B. Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Volume 2. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran Indonesia
EGC, 2002.
Smeltzer S dan Bare B. Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Volume 1. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran Indonesia
EGC, 2002.
Soeparman. Buku ajar penyakit dalam jili II edisi, Jakarta: Balai pustaka, 2005
Sobur, Alex. Psikologi Umum dalam lintas sejarah. Bandung: CV Pustaka setia,
2009.
Soeharto, imam. Penyakit jantung krorner: panduan bagi masyarakat umum.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama, 2002.
Wahyuni, tri. hipertensi tak terkontrol merusak organ.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=209253.2008.
diakses tanggal 23 maret 2009
Wirakusuma, Emma. Tetap bugar di usia lanjut. Jakarta: Trubus Agriwidya, 2000
Wolff, Hanns. Hipertensi cara mendeteksi dan mencegah tekanan darah tinggi
sejak dini. Jakarta: PT Bhuana ilmu popular (BIP), 2006
Widagdo,wahyu, analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
pasien mengenai pengobatan Tuberkulosis dalam konteks keperawatan
komunitas di wilayah Puskesmas kecamatan pasar minggu jakarta selatan
tahun 2002.tesis Pasca FIK-UI, 2003
Yetti, hilda, Hubungan karakteristik dukungan keluarga dan hasil pendidikan
kesehatan dengan kepatuhan diit hipertensi pada lansia di kelurahan Paseban
kecamatan senen Jakarta pusat. Tesis Pasca FIK UI, 2007.
Yuliarti, dwiretno, Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada usia
lanjut di posbindu Kota Bogor tahun 2007. tesis Pasca FKM UI, 2007
(http://hypert.ahajornal.org/). Tanggal 25 maret 2009 jam 19.30 wib
http://www.who.int/topics/chronic_diseases/en/ 2002. 19 maret 2009 jam 19.30
wib