You are on page 1of 58

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Rinosinusitis telah dikenal luas oleh masyarakat awam dan merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala klinik. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan sehingga infeksi yang menyerang bronkus, paru dapat juga menyerang hidung dan sinus paranasal (Purnaman dan Rifki, 1990 . Rinosinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasalis (P!RH"#$, %001 . Rinosinusitis ini merupakan inflamasi yang sering ditemukan dan akan terus meningkat pre&alensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini (Roos, 1999 . Rinosinusitis ini sendiri di klasifikasikan dalam ' kriteria, yaitu rinosinusitis akut, rinosinusitis subakut dan rinosinusitis kronis. Rinosinusitis kronis adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasalis yang berlangsung lebih dari ' bulan ((angunkusumo dan Rifki, %00' . Rinosinusitis kronis secara nyata akan menurunkan kualitas hidup akibat obstruksi hidung dan iritasi, gangguan penghidu, gangguan tidur dan gejala pilek yang persisten (Harowi, 2007). )aktor predisposisi timbulnya rinosinusitis kronik ialah obstruksi mekanik seperti de&iasi septum, hipertropi konka media, benda

asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung yang dibiarkan terus menerus tanpa penanganan pengobatan. )aktor predisposisi lain seperti rangsangan yang menahun dari lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. )aktor* faktor fisik, kimia, saraf, hormonal atau emosional dapat juga mempengaruhi mukosa hidung yang selanjutnya dapat mempengaruhi mukosa sinus. $nsiden rinosinusitis di "merika +erikat diperkirakan sebesar 1,,1 - dari populasi orang dewasa. (enurut American Academy of Otolaringology, kondisi ini menghabiskan langsung dana kesehatan sebesar ',, milyar dolar per tahun. .asus rinosinusitis kronis itu sendiri yang sudah masuk data rumah sakit berjumlah 1/ sampai %% juta pasien setiap tahunnya dan kira*kira sejumlah %00.000 orang dewasa "merika menjalankan operasi rinosinusitis per tiap tahunnya juga (Ryan, %000 . 1ata dari 1!P.!+ R$ tahun %00' menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke*%2 dari 20 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 10%./13 penderita rawat jalan di rumah sakit. +ur&ei .esehatan $ndera Penglihatan dan Pendengaran 1990 yang diadakan oleh 4inkesmas bekerja sama dengan P!RH"#$ dan 4agian #H# R+5( mendapatkan data penyakit hidung dari 3 propinsi. 1ata dari 1i&isi Rinologi 1epartemen #H# R+5( 6anuari*"gustus %002 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah ,'2 pasien, 09-nya adalah sinusitis. 1ari jumlah tersebut '0- mempunyai indikasi operasi 4+!) (4edah sinus endoskopik fungsional . .arena berbagai kendala dari jumlah ini hanya 00-nya (2' kasus yang dilakukan operasi. 1i 4agian #H# R+

1r. 7ahidin +udirohusodo (akasar, dilaporkan tindakan 4+!) pada periode 6anuari %002*6uli %000 adalah %1 kasus atas indikasi rinoinusitis, '' kasus pada polip hidung disertai rinosinusitis dan '0 kasus 4+!) disertai dengan tindakan septum koreksi atas indikasi rinosinusitis dan septum de&iasi. +aat ini di R+81 (ataram belum ada studi epidemiologi mengenai data pasti dari kasus rinosinusitis, padahal rinosinusitis kronis tersebut merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di poli #H# R+81 (ataram, sehingga sangat diperlukan data yang akurat untuk mengetahui distribusi profil subjek berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, keluhan utama dan faktor predisposisi dari rinosinusitis kronis. Propinsi 9#4 merupakan daerah pegunungan dengan iklim berupa udara yang dingin dan lembab, sebagian besar masyarakat 9#4 merupakan golongan menengah kebawah dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan yang rendah sehingga rata:rata memiliki status gi;i yang kurang dan tingkat higiene yang rendah. $klim seperti udara dingin dan kering, lembab dengan suhu yang berubah* ubah, alergi, dan keadaan umum yang buruk (status gi;i kurang , merupakan faktor*faktor yang mempermudah terjadinya rinosinusitis. 1ari uraian diatas dengan berbagai hal yang melatarbelakanginya, maka penulis bermaksud mengangkat judul <Profil Pasien Rinosinusitis .ronis di Poli #H# R+81 (ataram Periode 1 6anuari * '1 1esember %003<. 1i 9#4 khususnya R+81 (ataram yang merupakan pusat rujukan dari berbagai kabupaten=kodya di 9#4, belum terdapat penelitian yang melaporkan tentang angka kejadian penderita rinosinusitis kronis.

'

1.2. Rumusan Masalah 4agaimanakah profil pasien rinosinusitis kronis yang menjalani pemeriksaan di bagian Poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003>

1. 3. Tujuan Penel t an 1.3.1. Tujuan umum (engetahui profil pasien rinosinusitis kronis yang menjalani pemeriksaan di bagian poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003. 1.3.2. Tujuan !husus (engetahui rentang usia pasien rinosinusitis kronis. %. '. ,. 2. 0. (engetahui jenis kelamin pasien rinosinusitis kronis. (engetahui tingkat pendidikan terakhir pasien rinosinusitis kronis. (engetahui jenis pekerjaan pasien rinosinusitis kronis. (engetahui keluhan utama pasien rinosinusitis kronis. (engetahui faktor predisposisi pasien rinosinusitis kronis.

I.". Man#aat Penel t an 1.".1. Bag $enel t % 1. (engetahui se?ara lebih mendalam profil pasien rinosinusitis kronis yang menjalani pemeriksaan di bagian Poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003. %. +ebagai salah satu syarat memperoleh gelar +arjana .edokteran dalam )akultas .edokteran 8ni&ersitas $slam "l*";har (ataram.

1.".2. Bag R&U Mataram% Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pihak R+81 (ataram dalam mengambil kebijakan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

1.".3. Bag $ara $em'a(a% 1iharapkan bahwa hasil .arya #ulis $lmiah ini nantinya dapat menjadi sumber informasi dan bahan ba?aan tambahan yang dapat memperluas wawasan pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa kedokteran, tenaga kesehatan, maupun masyarakat pada umumnya.

BAB II TIN)AUAN PU&TA!A

2.1. De# n s R n*s nus t s !r*n s Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi &irus, bakteri maupun jamur. +e?ara klinis, rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai , minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung dari , minggu sampai ' bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari ' bulan ((angunkusumo dan Rifki, %00' . Rinosinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada yaitu maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis. 4ila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis (Paraswati, %003 . 2.1.1. & nus Maks lar s +inus maksilaris disebut juga antrum Highmore, yang telah ada saat lahir. +aat lahir sinus ber&olume 0*/ ml, sinus kemudian berkembang dengan ?epat dan akhirnya men?apai ukuran maksimal yaitu 12 ml saat dewasa. (erupakan sinus terbesar dan terletak di maksila pada pipi yang berbentuk segitiga. 1inding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksilaris yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra*temporal maksilaris, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus al&eolaris dan palatum. @stium

sinus maksilaris berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. +inus maksilaris ini sering terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasalis yang terbesar, letak ostiumnya yang lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu P1 dan P% dan (1, (% dan (', kadang*kadang juga gigi ?aninus, bahkan akar*akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis dan karena ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat ((angunkusumo dan Rifki, %00' . 2.1.2. & nus Etm* +al s +inus etmoidalis berongga*rongga, terdiri dari sel*sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. +ama halnya dengan sinus maksilaris, bahwa sinus etmoidalis ini telah ada saat lahir. 8kurannya dari anterior ke posterior ,*2 ?m, tinggi %,, ?m dan lebarnya 0,2 ?m di bagian anterior dan 1,2 ml ?m dibagian posterior. 4erdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior dengan perlekatan konka media. 1i bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. +el etmoid yang terbesar

disebut bula etmoid. 1i daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. "tap sinus etmoid yang disebut fo&ea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. 1inding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. 1i bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan dinding anterior sinus sfenoid (+oetjipto dan (angunkusumo, %00' . 4erhubungan dengan orbita, sinus etmoid dilapisi dinding tipis yakni lamina papirasea. +ehingga jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pe?ah maka darah akan masuk ke daerah orbita sehingga terjadi 4rill Hematoma (4allenger, 199, . 2.1.3. & nus ,r*ntal s +inus frontalis terdiri dari % sinus yang terdapat di setiap sisi pada daerah dahi, di os frontal. 8kuran sinus frontal adalah %,/ ?m tingginya, lebar %,, ?m dan dalamnya % ?m. +inus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada pada usia / tahun dan men?apai ukuran maksimal pada usia %0 tahun. 1inding medial sinus merupakan septum sinus tulang interfrontalis yang biasanya berada dekat garis tengah, tetapi biasanya berde&iasi pada penjalarannya ke posterior, sehingga sinus yang satu bisa lebih besar daripada yang lain. +inus frontalis bermuara ke dalam meatus medius melalui duktus nasofrontalis. .adang*

kadang kedua sinus frontalis tidak terbentuk atau yang lebih la;im tidak terbentuk salah satu sinus (Hilger, 1993 . +inus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita yang disebut dengan tulang ?ompa?ta dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini (4allenger, 199, . 2.1.". & nus &#en* +al s +inus sfenoidalis terletak di dalam os sfenoidalis dibelakang sinus etmoid posterior. 8kurannya adalah % ?m tingginya, dalamnya %,' ?m dan lebarnya 1,3 ?m. Aolumenya ber&ariasi dari 2 sampai 3,2 ml. Pneumatisasi sinus spenoidalis dimulai pada usia /*10 tahun. 4iasanya berbentuk tidak teratur dan sering terletak di garis tengah. +inus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. +aat sinus berkembang, pembuluh darah dan ner&us dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. 4atas*batasnya adalah sebelah anterior dibentuk oleh resesus sfenoetmoidalis di medial dan oleh sel*sel etmoid posterior di lateral. 1inding posterior dibentuk oleh os sfenoidale. +ebelah lateral berkontak dengan sinus ka&ernosus, arteri karotis interna, ner&us optikus dan foramen optikus. Penyakit*penyakit pada sinus sfenoidalis dapat mengganggu struktur*struktur penting ini, dan pasien dapat mengalami gejala*gejala oftalmologi akibat penyakit sinus primer. 1inding medial dibentuk oleh septum sinus tulang intersfenoid yang memisahkan sinus kiri dari yang kanan. +uperior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa dan sebelah inferiornya atap nasofaring (Hilger, 1993 .

Bambar %.1. "natomi hidung dan sinus (Hilger, 1993

Bambar %.%. Cokasi sinus dari depan, samping dan belakang (Ha;enfield, %009

10

1. & nus #r*ntal

%. & nus etm* + anter *r '. Al ran +ar s nus #r*ntal ,. Al ran +ar ethm* + 2. & nus etm* + $*ster *r
-. !*nka me+ a

3. & nus s$hen* + /. !*nka In#er *r


.. Har+ $alate

Bambar %.'. 1inding lateral hidung (Ha;enfield, %009 2.2. Et *l*g R n*s nus t s !r*n s !tiologi dan faktor predisposisi rinosinusitis kronis ?ukup beragam. Pada era pra* antibiotik, rinosinusitis hiperplastik kronis timbul akibat rinosinusitis yang berulang dengan penyembuhan yang tidak lengkap. 4erbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal dan emosional mempengaruhi mukosa hidung. +e?ara umum, rinosinusitis kronis lebih la;im pada iklim yang dingin dan basah. 1efisiensi gi;i, kelemahan tubuh yang tidak bugar, dan penyakit umum sistemik perlu dipertimbangkan dalam etiologi rinosinusitis kronis. Perubahan dalam faktor* faktor lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembapan, dan kekeringan, demikian pula polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan faktor predisposisi.

11

1alam daftar predisposisi umum ini harus ditambahkan paparan terhadap infeksi sebelumnya, misalnya ?ommon ?old, asma ataupun penyakit alergi seperti rinitis alergika. )aktor*faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit rinosinusitis kronis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. !tiologi rinosinusitis kronis dapat berupa &irus, bakteri dan jamur dimana &irus adalah penyebab utama infeksi saluran napas atas seperti, rinosinusitis, faringitis, dan sinusitis akut. Airus rinosinusitis biasanya menyerang hidung, nasofaring dan juga meluas ke sinus, yang termasuk didalamnya adalah rinovirus, influenza virus dan parainfluenza virus. Rinosinusitis kronis dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang menyebabkan rinosinusitis akut. 9amun, karena rinosinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drenase yang tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat ?enderung oportunistik. 4akteri penyebab rinosinusitis kronis banyak ma?amnya, baik anaerob maupun yang aerob, namun yang merupakan proporsi terbesar adalah bakteri anaerob ((unir dan .urnia, %003 . 4akteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus, streptococcus viridians, haemuphilus influenza, neisseria flavus, staphylococcus epidermidis, streptococcus pneumonia, dan escherichia coli. Sedangkan bakteri anaerob antara lain peptostreptococcus,

corynebacterium, bacteroides, dan veillonella. $nfeksi ?ampuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali juga terjadi (Hilger, 1993 .

1%

2.3. Pat*# s *l*g R n*s nus t s !r*n s Hidung sebagai salah satu organ syok yang menonjol pada penyakit alergi, rinitis kronik dan sinusitis yang menunggangi perubahan alergi, komplikasi pada obstruksi anatomis karena edema dan akhirnya efek lanjut gangguan alergenik kronik, seperti hipertropi mukosa, dan poliposis (Hilger, 1993 . +inus*sinus terbentuk oleh e&aginasi membran mukosa hidung, dan pelapis sinus merupakan epitelium pernapasan. Patofisiologi dasar penyakit rinosinusitis kronis ini suatu gangguan mukosa di dan sekitar ostium di regio meatus medius akibat reaksi radang pada hidung yang berkelanjutan. +etiap infeksi traktus respiratorius atas biasanya mengenai mukosa sinus, karena epitel sinus merupakan epitelium kuboid bertingkat bersilia yang mirip dengan epitelium kolumner bertingkat bersilia pada hidung, sehingga hal*hal yang terjadi di hidung biasanya terjadi pula di sinus*sinus, karena hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakterial, yang kemudian bakteri tersebut dapat masuk melalui ostium menuju ke dalam rongga*rongga sinus dan berkembangbiak didalamnya (+amsudin, 1991 . Rinosinusitis terjadi bila edema di mukosa kompleks ostiomeatal yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, dimana sekretnya ini menebal, dan bila ditunggangi kontaminasi bakteri, mukosanya akan mengandung purulen. Airus juga memproduksi en;im neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan memper?epat difusi &irus pada lapisan mukosilia, hal ini menyebabkan silianya menjadi kurang aktif, dan sekret yang dihasilkan mukosa sinus menjadi kental, sehingga tidak dapat dialirkan. (aka akan terjadi gangguan drenase dan &entilasi

1'

di dalam sinus. 4ila sumbatan ini berlangsung berulang atau terus*meneruslah yang akan menyebabkan rinosinusitis kronis, dimana akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh bakteri aerob maupun anaerob. +elanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau pembentukan polip dan kista ((angunkusumo dan Rifki, %00' . Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa dinding lateral ?a&um nasi, dimana stroma akan terisi oleh ?airan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. 4ila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. #empat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. 1i tempat*tempat ini mukosa hidung saling berdekatan (Pawankar, %000 dan +tammberger 1993 . 4ila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. 1ari penelitian +tammberger didapati /0- polip nasi berasal dari ?elah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum. "da polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro*koana. (enurut +tammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. "da juga sebagian ke?il polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid (6areon?harsri dan +tammberger, 1993 .

1,

Polusi, Dat kimia

Hilangnya silia

+umbatan (ekanis
1renase yg tidak memadai

"lergi,
Perubaha n mukosa

defisiensi imun

$nfeksi

+epsis residual Pengobatan yang tidak memadai Bambar %.,. +iklus dari peristiwa yang berulang pada rinosinusitis kronis (Hilger, 1993

Bambar %.2. Purulen pada infeksi sinus maksilaris (5ody, 1991

12

Bambar %.0. .ista atau polip pada sinus maksilaris sinistra (Ha;enfield, %009

Bambar %.3. Polip hidung tampak pada rinoskopi anterior (9i;ar dan (angunkusumo, %00'

10

Bambar %./. Polip hidung dengan tangkainya (9i;ar dan (angunkusumo, %00'

Bambar %.9. 9asal polip (Ha;enfield, %009

13

Bambar %.10.

Polipektomi hidung. +uatu pengait digunakan untuk menjerat dan menarik polip (Hilger, 1993

2.". /ejala !l n s R n*s nus t s !r*n s 1iagnosis rinosinusitis kronis ditegakkan jika terdapat % kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah % kriteria minor (.ennedy, 1992 . Eang merupakan kriteria mayor dari rinosinusitis kronis antara lain berupaF a. b. 9yeri atau sakit pada bagian wajah. Bejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pas?a nasal (post nasal drip . ?. d. Bejala faring, yaitu rasa sakit tidak nyaman dan gatal di tenggorok. #erdapat purulen pada pemeriksaan. Pada rhinoskopi anterior ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior, sedangkan pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

1/

e. f. g.

Hyposmia atau anosmia. Bejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis. Bejala di saluran ?erna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.

+edangkan kriteria minornya dapat berupaF a. b. ?. d. e. f. 9yeri atau sakit kepala. 1emam. Halitosis. .elelahan (fatigue . +akit gigi (dental pain . Bejala saluran nafas berupa batuk yang kadang*kadang dapat menyebabkan komplikasi di paru berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkial. g. Bejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eusta?hius (Ryan, %002 . 9yeri kepala pada rinosinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis &ena ((angunkusumo dan Rifki, %00' .

19

2.0. D agn*s s R n*s nus t s !r*n s .riteria rinosinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik, yaituF 9o 1 % .riteria Cama gejala dan tanda 6umlah episode serangan akut, masing*masing berlangsung minimal 10 hari 6umlah episode serangan akut, masing*masing berlangsung minimal 10 hari Rinosinusitis akut 1ewasa "nak G 1% G 1% minggu minggu G , kali = tahun G 0 kali = tahun Rinosinusitis .ronis 1ewasa "nak H 1% H 1% minggu minggu H , kali = tahun H 0 kali = tahun

'

1apat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa

#idak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa

#abel %.1. .riteria rinosinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut International Conference on Sinus Disease 199' I %00, (.ennedy, 1992 1ari gambaran klinik ini, barulah kita dapat menentukan langkah diagnosis dari rinosinusitis kronis, yang dibuat berdasarkan anamnesis yang ?ermat dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasalis yang dilakukan dengan inspeksi dari luar, palpasi, perkusi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior dan transilumetri. #ransiluminasi hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris dan sinus frontalis, bila fasilitas radiologis tidak tersedia. Pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan radiologi, posisi rutin yang dipakai adalah posisi 7aters, P" dan Cateral. Pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila dengan menggunakan endoskop, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan nasoendoskopi dan pemeriksaan 5#*+?an ((angunkusumo dan Rifki . Pemeriksaan 5#:+?an,

%0

merupakan ?ara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. 5#*+?an pada sinusitis akan tampak penebalan mukosa, air fluid le&el, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik pada kasus* kasus kronik yang tidak membaik dengan terapi, rinosinusitis dengan komplikasi, e&aluasi preoperatif, dan jika ada dugaan keganasan. (agneti? Resonan?e $maging ((R$ lebih baik daripada tomografi komputer dalam resolusi jaringan lunak dan sangat baik untuk membedakan rhinosinusitis karena jamur, neoplasma, dan perluasan intrakanialnya, namun resolusi tulang tidak tergambar baik dan harganya mahal ().8$*.apita +elekta .edokteran, %00' .

2.-. !*m$l kas R n*s nus t s !r*n s .omplikasi rinosinusitis telah menurun se?ara nyata sejak ditemukannya antibiotika. .omplikasi biasanya terjadi pada rinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. .omplikasi yang dapat terjadi ialah osteomielitis dan abses subperiostal, kelainan orbita, kelainan intrakranial dan kelainan paru. @steomielitis dan abses subperiostal penyebab terseringnya pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. 9yeri tekan dahi setempat sangat berat. Bejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil dan biasanya ditemukan pada anak*anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral. .elainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita . .arena pada hakekatnya mata merupakan struktur yang dikelilingi pada ' sisi oleh sinus*sinus, frontalis di atas, etmoidalis di medial dan maksilaris

%1

di bawah, maka keadaan yang melibatkan sinus*sinus ini dapat meluas untuk melibatkan isi orbita. Eang paling sering adalah sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui duktus nasolakrimalis, tromboflebitis dan perkontinuitatum. +elain itu juga, semua sinus mempunyai hubungan sirkulasi di mata melalui pembuluh pterigodea, serta ?abang*?abang arteri yang mempunyai nama yang sama pada setiap sinusnya yang berjalan berdampingan dengan &ena yang menghubungkannya dengan mata. +eperti ?abang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai konka, meatus dan septum. 5abang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. +edangkan sinus maksilaris diperdarahi oleh suatu ?abang arteri labialis superior dan ?abang infraorbitalis serta al&eolaris dari arteri maksilaris interna, dan ?abang faringealis dari arteri maksilaris interna disebarkan ke dalam sinus sfenoidalis. Aena*&ena membentuk suatu pleksus ka&ernosus yang rapat di bawah membrana mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas konka media dan inferior, serta bagian bawah septum di mana ia membentuk jaringan erektil. 1renase &ena terutama melalui &ena oftalmika, fasialis anterior dan sfenopalatina, seperti pada &ena di &estibulum dan struktur luar hidung bermuara ke &ena oftalmika yang berhubungan dengan sinus ka&ernosus. 8ntuk persarafannya yang terlibat langsug adalah termasuk juga di&isi oftalmikus, misalnya bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari ner&us etmoidalis anterior, yang merupakan ?abang dari ner&us nasolabialis, yang berasal dari ner&ous oftalmikus. Pada sfenoid dapat pula timbul gejala pada mata, tetapi hanya karena hubungannya dengan sinus ka&ernosus tempat lewatnya saraf otak ketiga

%%

(okulomotorius ,

keempat

(troklearis ,

kelima

(trigeminus

dan

keenam

(abdusens (Hilger, 1993 . .elainan yang dapat timbul, antara lainF a. +elulitis orbitaF edema bersifat difus dan bakteri telah se?ara aktif mengin&asi isi orbita namun pus belum terbentuk. b. "bses subperiostealF pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. ?. "bses orbitaF pus telah menembus periosteum dan ber?ampur dengan isi orbita. #ahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. .eterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungti&a merupakan tanda khas abses orbita juga proptosis yang makin bertambah. d. #rombosis sinus ka&ernosusF merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran &ena kedalam sinus ka&ernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik, dan yang selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus ka&ernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. .elainan intrakranial yang dimaksud dapat berupaF a. (eningitis akutF salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran &ena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis. b. "bses duraF adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga

%'

pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial. ?. "bses subduralF adalah kumpulan pus diantara duramater dan ara?hnoid atau permukaan otak. Bejala yang timbul sama dengan abses dura. d. "bses otakF setelah sistem &ena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik se?ara hematogen ke dalam otak. +edangkan untuk kelainan paru berupa bronkitis kronik dan bronkiektasis, selain itu dapat pula timbul asma bronkial ((angunkusumo dan Rifki, %00' .

2.1. Tera$ R n*s nus t s !r*n s Penanganan rinosinusitis kronis dapat dilakukan dengan ?ara konser&atif dan operatif dengan tujuan untuk membebaskan obstruksi, mengurangi &iskositas sekret, dan mengeradikasi kuman. 6ika telah ditemukan faktor predisposisinya, maka dapat dilakukan tata laksana yang sesuai yaitu dengan penanganan konser&atif, dengan pemberian antibiotika yang sesuai untuk mengatasi infeksinya serta obat*obatan simptomatis lainnya seperti analgetik berupa aspirin atau preparat ?odein, dan kompres hangat pada wajah juga dapat membantu untuk menghilangkan rasa sakit tersebut. 1ekongestan, misalnya pseudoefedrin, dan tetes hidung poten seperti fenilefrin dan oksimeta;olin ?ukup bermanfaat untuk mengurangi udem sehingga dapat terjadi drainase sinus. #erapi pendukung lainnya seperti mukolitik, antipiretik dan antihistamin (Pi??irillo, %00, . "dapun antibiotika yang dapat dipilih pada terapi rinosinusitis, diantaranya dapat dilihat pada tabel dibawah iniF

%,

Agen Ant ' *t ka &INU&ITI& A!UT L n $ertama "moksisilin .otrimoJa;ol !ritromisin 1oksisiklin L n ke+ua "moksi*?la&ulanat 5efuroksim .laritromisin ";itromisin Ce&ofloJa?in &INU&ITI& !R2NI! "moksi*?la&ulanat ";itromisin

D*s s "nakF %0*,0mg=kg=hari terbagi dalam ' dosis 1ewasaF ' J 200 mg "nakF 0 * 1% mg #(P= '0 : 00 mg +(K= kg=hari terbagi dlm % dosis 1ewasaF % J % tab dewasa "nakF '0*20mg=kg=hari terbagi setiap 0 jam 1ewasaF , J %20*200mg 1ewasaF % J 100 mg "nakF %2*,2mg=kg=hari terbagi dlm % dosis 1ewasaF % J /32 mg % J 200 mg "nakF 12 mg=kg=hari terbagi dlm % dosis 1ewasaF % J %20 mg 1 J 200 mg, kemudian 1J%20 mg selama , hari berikutnya. 1ewasaF 1 J %20*200 mg "nakF %2*,2mg=kg=hari terbagi dlm % dosis 1ewasaF % J /32 mg "nakF 10 mg=kg pada hari 1 diikuti 2mg=kg selama , hari berikutnya 1ewasaF 1 J 200 mg, kemudian 1 J %20mg selama , hari 1ewasaF 1 J %20*200mg

Ce&ofloJa?in

#abel %.%. "ntibiotika yang dapat dipilih pada terapi rinosinusitis (Pi??irillo, %00, +elain itu, dapat juga dibantu dengan diatermi gelombang pendek ( ltra Short !ave Diathermy selama 10 hari di daerah sinus yang sakit. #indakan ini membantu memperbaiki drenase dan pembersihan sekret dari sinus yang sakit. 8ntuk sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk

%2

sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid dilakukan pen?u?ian Proet;. $rigasi dan pen?u?ian sinus dilakukan % kali dalam seminggu. 4ila setelah 2 : 0 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal (perubahan irre&ersible , maka dapat dilakukan operasi radikal untuk menghindari komplikasi lanjutan. 8ntuk mengetahui perubahan mukosa masih re&ersible atau tidak, dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan sinoskopi untuk melihat antrum (sinus maksila se?ara langsung dengan menggunakan endoskop ((angunkusumo dan Rifki, %00' . 4ila penanganan konser&atif gagal, maka dilakukan terapi operatif yaitu dengan ?ara mengangkat mukosa sinus yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. 8ntuk sinus maksila dilakukan operasi 5aldwell*Cu?, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang biasa dilakukan dari dalam hidung (intranasal atau dari luar (ekstranasal ((angunkusumo dan Rifki, %00' . 9amun, akhir*akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan menggunakan endoskop dengan pen?ahayaan yang sangat terang sehingga saat operasi kta dapat melihat lebih jelas dan rin?i adanya kelainan patologi pada rongga*rongga sinus. 6aringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar, inilah yang disebut dengan 4edah +inus !ndoskopik )ungsional (4+!) . Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio*meatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga &entilasi dan drenase sinus dapat lan?ar kembali melalui

%0

osteum alami. 1engan demikian sinus akan kembali normal ((angunkusumo dan Rifki, %00' .

2.3. !erangka !*nse$ Penel t an 4erdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikutF

8sia

6enis kelamin

#ingkat pendidikan

6enis pekerjaan

)aktor predisposisi

Rinosinusitis kronis

Bambar %.11. .erangka konsep penelitian

BAB III

%3

MET2DE PENELITIAN

3.1. )en s Penel t an Penelitian ini diran?ang se?ara deskriptif, dengan pengumpulan data bersifat retrospektif yaitu melakukan tinjauan terhadap rentang usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, keluhan utama dan faktor predisposisi pada pasien rinosinusitis kronis yang berobat di Poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003.

3.2. 4aktu +an Tem$at Penel t an Penelitian dilaksanakan di R+81 (ataram 9#4 pada bulan @ktober %00/. 1ata dalam penelitian ini diambil dari kartu rekam medis pada pasien rinosinusitis kronis yang menjalani pemeriksaan di bagian Poli #H# di R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003.

3.3. &u'jek Penel t an +ubjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rinosinusitis kronis yang menjalani pemeriksaan di poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003.

3.". De# n s 2$eras *nal

%/

1.

Rinosinusitis kronis merupakan peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasalis yang berlangsung lebih dari ' bulan.

%.

Profil pasien rinosinusitis kronis merupakan gambaran umum penderita yang terdiri dari rentang usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, keluhan utama, dan faktor predisposisi rinosinusitis kronis yang disajikan dalam bentuk tabel, gambar atau ikhtisar lainnya yang mewakili serangkaian karakteristik se?ara kuantitatif. '. 8sia pasien rinosinusitis kronis merupakan waktu hidup pasien sejak dilahirkan sampai datang ke poli #H# dengan penyakit rinosinusitis. ,. 6enis kelamin adalah laki :laki dan perempuan.

2. 0. 3.

#ingkat pendidikan merupakan pendidikan formal yang telah diselesaikan Pekerjaan merupakan mata pen?aharian dari pasien rinosinusitis kronis. .eluhan utama merupakan gejala yang dirasakan oleh pasien rinosinusitis kronis saat datang berkunjung ke poli #H#.

/.

)aktor predisposisi merupakan hal*hal yang menjadi penyebab terjadinya rinosinusitis kronis, sepertiF obstruksi mekanik seperti de&iasi septum, hipertropi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung yang dibiarkan terus menerus, rangsangan menahun dari lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, faktor fisik, kimia, saraf, hormonal ataupun emosional.

3.0. Alat +an 5ara Pengum$ulan Data

%9

+umber data dalam penelitian ini adalah informasi yang tertulis dalam rekam medis pasien rinosinusitis kronis. Pengumpulan data dilakukan dengan men?atat informasi*informasi yang penting dalam kartu rekam medis pasien. 1ata yang di?atat meliputiF 1. 9omor rekam medis. %. #anggal masuk rumah sakit. '. 9ama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan alamat pasien. ,. )aktor predisposisi timbulnya rinosinusitis kronis. 2. .eluhan utama. 0. Hasil pemeriksaan penunjang.

3.-. Pr*se+ur Penel t an 1alam penelitian ini, digunakan prosedur penelitian yang sesuai dengan langkah* langkah berikutF 1. (elakukan pen?atatan pasien rinosinusitis dari buku registrasi di poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003. %. (elakukan pen?arian rekam medik pasien rinosinusitis kronis di R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003. '. (en?atat profil semua pasien rinosinusitis kronis di R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003. ,. (engumpulkan data dan melakukan pengentrian data. 2. (elakukan analisa data dengan metode analisis deskriptif sederhana terhadap data yang sudah terkumpul dalam bentuk tabel dan gambar.

'0

0. (embahas dan menginterprestasikan hasil data yang diperoleh yang dikaitkan dengan &ariable*&ariabel penelitian yang digunakan.

3.1. Anal s s Data 1ata yang diperoleh disusun dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

3.3. Ren(ana !eg atan "dapun jadwal penelitian berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan yaituF
Ren?ana kegiatan Penyusunan judul Penyusunan proposal Pengumpulan data "nalisis data Caporan penelitian 6un 6 6ul 6 "gs 6 +ep 6 6 6 6 6 6 6 6 6 @kt 9o& 1es 6an )eb (ar "pr

#abel %.'. 6adwal penelitian berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan

BAB I7 HA&IL DAN PEMBAHA&AN

1alam penelitian ini pengumpulan data hanya berdasarkan informasi*informasi yang tertera di lembaran rekam medis pasien rinosinusitis kronis yang menjalani

'1

pemeriksaan di poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003. "dapun informasi yang di?atat yaitu nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, keluhan utama, faktor predisposisi dan hasil pemeriksaan penunjang. Penelitian mengenai profil rinosinusitis kronis ini dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan oktober dan berdasarkan hasil pengumpulan data rekam medis yang dilakukan, maka didapatkan data*data pasien rinosinusitis kronis yang menjalani pemeriksaan di poli #H# R+81 (ataram, yakni sebanyak %,1 pasien rinosinusitis yang diperiksa di poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003, dan diantaranya terdapat 1%0 pasien yang terdiagnosa rinosinusitis kronis. 4erikut merupakan gambaran karakteristik subjek penelitian sebanyak 1%0 kasus yang dijabarkan dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan rentang usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, keluhan utama dan faktor predisposisi pasien rinosinusitis kronis yang diperiksa di poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anuari : '1 1esember %003.

".1. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan rentang us a #abel ,.1. 1istribusi pasien rinosinusitis kronis berdasarkan rentang usia 9o 1 % ' , Rentang usia G2 0*12 10*%2 %0*'2 )reLuen?y ' / 23 %0 Per?ent (%.20 0.00 %'.'' %1.00

'%

2 0 3

'0*,2 H,0 #otal

23 %3 1%0

%'.'' %%.20 100.00

Sumber : rekam medik RSUD Mataram

Ga m ba r4 .1 .D istribusi pa sienrinosinusitisk ronisberdasa rka n renta ngusia


30 25 20 15 10 5 0 <5 Tahun 6 - 15 Tahun 16 - 25 Tahun26 - 35 Tahun36 - 45 Tahun >46 Tahun

1ari tabel dan gambar ,.1. didapatkan bahwa usia pasien rinosinusitis kronis paling banyak pada kelompok usia 10*%2 tahun dan kelompok usia '0*,2 tahun yang memiliki jumlah pasien yang sama yaitu sebanyak %/ (%',''- pasien, dan paling sedikit pada kelompok usia G2 tahun yaitu sebanyak ' (%,2- pasien. 1ari keseluruhan data pasien rinosinusitis kronis, usia termuda % tahun dan usia tertua 00 tahun. Pada penelitian sebelumnya (assudi (+emarang, 1991 mendapatkan usia terbanyak adalah %1*%2 tahun ('/,10- , 97 9i;ar (6akarta, 199, usia terbanyak %0*'0 tahun (,3,%1- , (oerseto (6akarta, 1992 usia terbanyak %1*'0 tahun ('/,92- . 1i R+ "dam (alik (edan, Ri;al ". Cubis (199/ usia terbanyak 1/*%3 tahun (00- , "lfian #aher (1999 usia terbanyak 12*%, tahun ('0,/2- , !lfahmi (%001 usia terbanyak adalah '2*,, tahun ('0- dan 8su (%00' mendapat usia terbanyak adalah %2*', tahun. (enurut Hilger (1993 anak*anak ?enderung lebih rentan mengalami infeksi &irus dan alergi pada saluran nafas atas

''

dibanding usia dewasa. 9amun, berbeda halnya dalam penelitian ini, dimana jumlah pasien anak yang berkunjung di poli #H# R+81 (ataram dalam jumlah yang ke?il jika dibandingkan dengan usia dewasa 10*,2 tahun. Penurunan jumlah kunjungan anak ini bisa terjadi dikarenakan sikap dan perilaku orangtua untuk memilih usaha pre&entif terhadap dampak kesehatan, didukung dengan peningkatan tingkat pengetahuan orangtua yang lebih baik sehingga dapat dilakukan penanganan sedini mungkin agar tidak mengakibatkan dampak kronis. +elain itu juga bahwa kunjungan anak usia 0*1, tahun lebih banyak datang ke poli anak. +edangkan tingginya kasus rinosinusitis kronis pada usia dewasa 10*,2 tahun terjadi akibat akti&itas sosial yang lebih banyak dilakukan diluar rumah dengan polutan atmosfer termasuk asap rokok dan kendaraan bermotor, sehingga resiko untuk tertular dengan &irus dan bakteri pembawa penyakit rinosinusitis ini sangat besar dan umumnya mereka memiliki keterbatasan merawat kebugaran tubuh sehingga mereka rentan terhadap penyakit terutama $+P". 1an juga faktor perilaku kaum dewasa ini yang mempunyai kebiasaan merokok yang dapat meningkatkan resiko terjadinya rinosinusitis kronis. ".2. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan jen s kelam n #abel ,.%.1. 1istribusi pasien rinosinusitis kronis berdasarkan jenis kelamin 9o 1 % ' 6enis kelamin 7anita Caki*laki #otal )reLuen?y 23 Per?ent (,3.20

-3 1%0

2%.20 100.00

Sumber : rekam medik RSUD Mataram

',

Gam ba r4 .2 .1 .D istribusi pa sienrinosinusitiskronis berdasa rka njeniskela m in


65 60 55 50 Laki - Laki Wanita

#abel ,.%.%. 1istribusi rentang usia dan jenis kelamin pasien rinosinusitis kronis 9o 1 % ' , 2 0 3 Rentang usia G2 0*12 10*%2 %0*'2 '0*,2 H,0 #otal 6enis kelamin pasien 7anita Caki*laki #otal 0 ' ' 1 3 / 12 1' %/ 19 3 %0 12 1' %/ 3 28 %3 23 -3 1%0

G a mba r 4.2.2. D is tribus i renta ngus iada n jeniskela min pa s ien rinos inus itiskronis

2 0 1 5
Jumla h Pa s ien

1 0 5 0
< 5t h 6 1 5t h 1 6 2 5t h 2 6 ! 5t h ! 6 4 5t h " 4 6t h

#en tan gu sia

$a ki la ki

%a nita

1ari tabel dan gambar ,.%.1. didapat jenis kelamin terbanyak adalah laki : laki sebanyak 0' (2%,2- pasien dan wanita sebanyak 23 (,3,2- pasien dengan

'2

perbandingan kasus M F N O 1,1 F 1. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh 8su (%00' dimana jumlah pasien laki*laki %% orang dan wanita 19 orang dengan perbandingan kasus M F N O 1,% F 1 dan !lfahmi ((edan, %001 dari ,0 penderita maksila kronis didapat laki*laki %1 (2%,2- orang dan wanita 19 (,3,2- orang dengan perbandingan kasus M F N O 1,1 F 1. +edangkan pada penelitian lainnya, (assudi (+emarang, 1991 mendapatkan laki*laki ,/,2dan wanita 21,2-. 4eninger (+ (1990 dari 100 penderita sinusitis maksila kronis didapat laki*laki ,2 orang dan wanita 22 orang dan Pramono (+emarang, 1999 mendapatkan ', laki*laki dan '3 wanita. 6ika disesuaikan dengan teori hasil ini sangat bertentangan, seperti dikutip dalam )alagas (! (%003 menyatakan bahwa wanita biasanya lebih banyak terkena infeksi saluran nafas atas yaitu sinusitis, tonsilitis dan otitis eksterna dan laki*laki sebagian besar menderita otitis media, batuk dan beberapa infeksi saluran nafas bawah. +?ha?hter 6, Higgins (7 (1930 juga melaporkan bahwa $+P" pada anak perempuan lebih sering

berkembang pada saat dewasa dibandingkan dengan anak laki*laki, mugkin pengaruh hormonal. 9amun dalam hal ini tidak dapat dipungkiri juga bahwa struktur anatomi, gaya hidup, kebiasaan dan perbedaan sosial ekonomi antara wanita dan laki*laki sangat berperan penting. Cebih banyaknya laki*laki yang menderita rinosinusitis kronis yang melakukan pemeriksaan di poli #H# R+81 (ataram mungkin dipengaruhi oleh gaya hidup dan kebiasaan masyarakat 9#4. Pada umumnya laki*laki lebih banyak melakukan akti&itas sosial dibanding wanita yang lebih banyak melakukan akti&itasnya dirumah, maka orang*orang yang banyak melakukan akti&itas sosial diluar akan lebih beresiko. +elain itu,

'0

kebiasaan merokok sebagian besar dilakukan oleh laki*laki, dimana asap rokok akan menyebabkan iritasi saluran pernafasan yang ?ukup berat, dan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam men?etuskan penyakit rinosinusitis kronis. .aum wanita pada umumnya lebih memilih usaha perawatan pre&entif terhadap kesehatan sehingga mereka ?enderung akan berusaha lebih waspada dan bergerak ?epat untuk mengatasi penyakit yang timbul sehingga tidak berlanjut ke kondisi yang semakin parah. 1ari distribusi rentang usia dan jenis kelamin pada tabel dan grafik ,.%.%. diatas didapat paling banyak penderita rinosinusitis kronis adalah dari kelompok laki*laki dengan rentang usia H,0 tahun yaitu sebanyak %0 pasien dan pada wanita usia G2 tahun tidak ditemukan kasus. Pada kelompok rentang usia 10*,2 tahun kasus rinosinusitis kronis terbanyak ditemukan pada wanita. ".3. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan t ngkat $en+ + kan terakh r #abel ,.'.1. 1istribusi pasien rinosinusitis kronis berdasarkan tingkat pendidikan terakhir 9o #ingkat Pendidikan #erakhir 1 4elum=tidak sekolah % #. ' +1 , +(P 2 +(" 0 #amatan uni&ersitas 3 #otal
Sumber " #ekam $edik #S D $ataram

)reLuen?y 2 ' 1, 1' 01 ', 1%0

Per?ent (,.10 '.'' 11.00 10./' ,%.20 %/.'' 100.00

'3

60 50 40 30 20 10 0

Ga m ba r4 .! .1 .D istribusi pa sienrinosinus itiskronis berda sa rk a nting k a t pendidika ntera khir

Belum /Tidak Sekolah

TK

SD

"

Tam atan #ni$e%&ita&

#abel ,.'.%. 1istribusi rentang usia dan tingkat pendidikan terakhir pasien rinosinusitis kronis
9o Rentang usia

#ingkat pendidikan terakhir pasien


4elum=tidak sekolah #. +1 +(P +(" #amatan uni&ersitas #otal

1 % ' , 2 0 3

G2 0*12 10*%2 %0*'2 '0*,2 H,0 #otal

' 0 0 1 0 1 2

0 ' 0 0 0 0 '

0 2 1 % ' ' 1,

0 0 , 2 , 0 1'

0 0 22 10 9 10 01

0 0 1 / 1% 1% ',

' / %/ %0 %/ %0 1%0

'/

G a mba r 4.!.2. D is tribus i renta ngus iada n ting ka t pendidika n tera khir pa s ien rinos inus itiskronis
25 20

Jum lah Pas ien

15 10 5 0 <5t h 6 1 5t h 1 6 2 5t h 2 6 ! 5t h ! 6 4 5t h "4 6t h

# entang &s ia 'idak()elum * ekolah '+ * D * ,P * ,'am atan &ni.ers itas

1ari tabel dan gambar ,.'.1. terlihat bahwa tingkat pendidikan terakhir penderita rinosinusitis kronis tertinggi pada kelompok +(" sebanyak 21 (,%,2pasien dan terendah pada kelompok #. sebanyak ' (',''- pasien. .elompok +(" terbanyak pada rentang usia 10*%2 tahun dengan jumlah kasus tertinggi yaitu sebanyak %% pasien. 8ntuk distribusi rentang usia dan tingkat pendidikan terakhir lainnya dapat dilihat pada tabel dan gambar ,.'.% diatas. 9amun demikian, belum ada penjelasan yang pasti mengenai hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian rinosinusitis kronis.

".". D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan jen s $ekerjaan #abel ,.,.1. 1istribusi pasien rinosinusitis kronis berdasarkan jenis pekerjaan 9o 6enis Pekerjaan 1 4elum=tidak bekerja )reLuen?y 32 Per?ent (%0.00

'9

% ' , 2 0

Pelajar (ahasiswa +wasta P9+ #otal

12 10 32 %2 1%0

1%.20 1'.'' %0.00 %0./' 100.00

Sumber " #ekam $edik #S D $ataram

Ga m ba r4 .4 .1 .D is tribusi pa sienrinos inusitiskronis berda s a rka njenispek erja a n


35 30 25 20 15 10 5 0 Belum /Tidak Beke%'a !ela'a% aha&i&(a S(a&ta !)S

#abel ,.,.%. 1istribusi rentang usia dan jenis pekerjaan pasien rinosinusitis kronis
9o Rentang usia

6enis pekerjaan pasien


4elum=tidak bekerja Pelajar (ahasiswa +wasta P9+ #otal

1 % ' , 2 0 3

G2 0*12 10*%2 %0*'2 '0*,2 H,0 #otal

' 0 , 13 3 2 32

0 / , 0 % 1 12

0 0 12 0 0 1 10

0 0 2 3 11 9 32

0 0 0 0 / 11 %2

' / %/ %0 %/ %3 1%0

,0

Gam b ar 4.4 .2. Distrib u si ren tan gu sia d an jen is p ekerjaan p asien rin osin u sitis kron is

1 5 1 0

J umlah Pasien
5 0

<5th

6 1 5th 1 6 2 5th 2 6 ! 5th ! 6 4 5th "4 6th


#entang &sia

)elum('idak )ekerja

Pelajar

,ahasis/a

*/asta

P0*

Pada tabel dan gambar ,.,.1. didapat jenis pekerjaan terbanyak dari kelompok belum=tidak bekerja dan kelompok swasta yang memiliki jumlah pasien yang sama sebanyak '% (%0,00- pasien. .elompok belum=tidak bekerja ini terdiri dari anak usia G2 tahun yang belum bersekolah, $R# dan pensiunan, sedangkan kelompok swasta antara lain terdiri dari petani, buruh, montir bengkel, sopir dan tukang ojek. 1an yang merupakan kelompok terke?il adalah kelompok pelajar sebanyak 12 (1%,20- pasien. 1alam tabel dan gambar ,.,.%. diatas terlihat bahwa pasien rinosinusitis kronis yang berkunjung ke poli #H# dengan kelompok belum=tidak bekerja memiliki kasus tertinggi pada rentang usia %0*'2 tahun sebanyak 1' pasien, sedangkan kelompok swasta memiliki kasus tertinggi pada rentang usia '0*,2 tahun sebanyak 11 pasien. 8ntuk kelompok belum=tidak bekerja yang diketahui %0 dari '' pasiennya adalah $R#, dimana mereka lebih banyak melakukan akti&itas di rumah, sehingga hal ini berhubungan erat dengan paparan yang terus* menerus dari alergen yang berada dalam rumah dan lingkungan sekitarnya, seperti

,1

debu rumah, apalagi di daerah urban terdapat banyak pemukiman padat penduduk yang biasanya di huni oleh kalangan menengah bawah, dengan lingkungan yang buruk pada tempat tinggal mereka, karena pada umumnya rumah*rumah tersebut memiliki sedikit &entilasi sehingga sirkulasi udara berjalan tidak lan?ar. 9amun faktor resiko non alergi seperti udara dingin, kerja berat, infeksi &irus dan lain*lain dapat juga berperan dalam men?etuskan rinosinusitis kronis penghuni rumah tersebut. .emudian untuk kelompok swasta dengan rata*rata penghasilan rendah seperti yang telah dijelaskan diatas, dimana mereka lebih banyak melakukan akti&itasnya di luar rumah yang boleh diprediksikan bahwa kondisi lingkungan kerja mereka kurang baik, karena mereka akan lebih sering terpapar oleh polusi udara dari kendaraan bermotor, apalagi masyarakat $ndonesia kita ini yang sebagian besar penduduknya merupakan perokok aktif, sehingga perokok pasif pun akan terpapar juga oleh asap rokok yang merupakan salah satu alergen yang dapat men?etuskan rinosinusitis kronis. .asus rinosinusitis kronis pada P9+ juga ?ukup banyak, dimana kelompok ini menempati urutan kedua setelah kelompok belum=tidak bekerja dan kelompok swasta. 6umlah P9+ yang tinggi dikarenakan R+8 (ataram menerima pelayanan "+.!+, sehingga banyak dari mereka yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan gratis dari "+.!+.

".0. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan keluhan utama #abel ,.2.1. 1istribusi pasien rinosinusitis kronis berdasarkan keluhan utama
9o
1 % '

6enis keluhan pasien rinosinusitis kronis

)reLuen?y

Per?ent (-

" 4 5

30 13 1

30./' 1,.10 0./'

,%

, 2 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

1 ! ) B H $ 6 . C ( 9 @ P P R + # 8 A 7 K E D #otal

0 33 / 12 1/ %0 11 0 %2 % 10 10 00 , 3 12 , ' / 3 % ' % 1%0

2.00 0,.10 0.00 1%.20 12.00 10.00 9.10 2.00 %0./' 1.00 /.'' /.'' 20.00 '.'' 2./' 1%.20 '.'' %.20 0.00 2./' 1.00 2.00 1.00 100.00

Sumber " #ekam $edik #S D $ataram

/am'ar ".0.1. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan keluhan utama

,'

30 20 10 60 50 40 !0 20 10 0

: re;uen;< k eluha nuta m a

4 5

G 6

+ , 7 8

* & % 9

#abel ,.2.%. 1istribusi rentang usia dan keluhan utama pasien rinosinusitis kronis .eluhan utama pasien
9o

Rentang usia G2 0*12 10*%2 %0*'2 '0*,2 H,0 #otal

" % 2 %% 12 %1 %0 /2

4 1 0 , ' ' 0 13

5 1 ! 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 % ' 0 1 0 %1 10 19 1, 33

) B 0 1 1 1 % ' 0 , 1 1 , 2 / 12

H 0 1 3 , 2 ' 1/

$ 0 1 3 , 2 ' %0

6 0 0 % 1 2 ' 11

. C 0 0 1 1 1 2 0 0 % 2 % / 0 %2

( 9 0 0 0 1 0 % 1 ' 0 1 1 ' % 10

@ 0 0 % % % , 10

P 0 0 1% 1% 1/ 1% 00

P R + 0 0 0 0 ' 1 , 1 0 1 0 1 0 ' 3 1 % 0 0 3 12

# 8 A 7 K E D 0 0 1 % 0 1 , 0 1 0 1 0 1 ' 0 1 1 % ' 1 / 0 1 1 0 , 1 3 0 0 1 0 1 0 % 0 % 0 1 0 0 ' 1 0 1 0 0 0 %

1 % ' , 2 0 3

,,

Gam bar 4.5.2. Dis tribus i rentang us ia dan keluhan utam a pas ien rinos inus itis kronis
2 5 2 0 1 5 1 0 5 0
<5th 6 1 5th 1 6 2 5th 2 6 ! 5th ! 64 5th "4 6th
#entang &sia

J umlah Pasien

'

&

>

.eterangan F
"O pilek 4O ingus berbau 5O sulit buang ingus 1O pen?iuman berkurang ! O hidung tersumbat ) O benjolan dihidung BO nyeri=sakit hidung HO hidung bengkak $ O mimisan 6 O nyeri=sakit pipi .O pipi bengkak C O sakit=gatal tenggorokan ( O pendengaran berkurang 7 K E P 9 @ O nyeri=sakit telinga O telinga bindeng P R + # 8 A O pusing O sulit bernafas O batuk O bersin*bersin O mual O panas=demam O mata kabur

O sakitgigi O bau mulut O sakit=nyeri saat menelan D O nafsu makan berkurang

,2

1ari tabel dan gambar ,.2.1. didapatkan keluhan utama pasien terbanyak adalah pilek sebanyak /2 (30,/'- pasien, diikuti hidung tersumbat sebanyak 33 (0,,10- pasien dan pusing sebanyak 00 (20- pasien. +edangkan keluhan utama terke?il adalah sulit buang ingus sebanyak 1 (0,/'- pasien. 4eberapa keluhan utama terbanyak diatas memang merupakan kriteria mayor dari gejala klinis rinosinusitis kronis dan keadaan ini sesuai dengan kepustakaan bahwa penderita rinosinusitis kronis umumnya menderita keluhan gangguan pada hidung, gangguan pada faring dan sakit kepala (#aufik, .usno dan +uprihati, 19/9 . 8su (%00' dan 4enninger (1990 juga mendapatkan keluhan terbanyak penderita sinusitis maksila kronis berupa hidung tersumbat. Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan (assudi (+emarang, 1991 dimana keluhan utama penderita adalah hidung tersumbat ,%,,- dan sakit kepala 12,1-. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadi rinosinusitis. (enurut .ennedy 17, hidung tumpat dihubungkan dengan pembengkakan dalam ?elah hidung dan sinus yang menyebabkan gangguan &entilasi dan drenase sinus. 8ntuk keluhan pilek dan hidung tersumbat ditemukan terbanyak pada rentang usia 10*%2 tahun berturut*turut sebanyak %% pasien dan %1 pasien, sedangkan pusing terbanyak pada rentang usia '0*,2 tahun yaitu sebanyak 1/ pasien dan ketiga keluhan utama terbanyak ini terendah pada rentang usia yang sama yaitu G2 tahun berturut*turut sebanyak % pasien, 1 pasien, dan 0 pasien, dikarenakan pada

,0

usia tersebut jumlah kasusnya memang sedikit. 8ntuk distribusi rentang usia dan keluhan utama lainnya dapat dilihat pada tabel ,.2.%. dan grafik ,.2.%. di atas. +uatu laporan dari delapan negara "sia*Pasifik yang dilaporkan dalam 6ournal of "llergy and 5lini?al $mmunology (%00' menunjukan bahwa

rinosinusitis mengganggu kualitas hidup, seperti gejala hidung tersumbat, pilek, tenggorokan gatal, wajah terasa bengkak, pen?iuman dan pendengaran menjadi terganggu. 1ampak rinosinusitis terhadap kualitas hidup pun tidak dapat diabaikan, hal ini ditunjukkan pula dari laporan tersebut, seperti keterbatasan dalam berekreasi atau berolahraga 2%,3-, akti&itas fisik ,,,1-, pemilihan karier '3,9-, akti&itas sosial '/-, ?ara hidup '3,1- dan pekerjaan rumah tangga '%,0-. "bsen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 1% bulan terakhir dialami oleh '0,2- anak dan %0,2- orang dewasa.

".-. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan #akt*r $re+ s$*s s #abel ,.0.1. 1istribusi pasien rinosinusitis kronis berdasarkan faktor predisposisi 9o 1 % ' , 2 0 3 / 9 10 11 1% 1' 1, )aktor Predisposisi " 4 5 1 ! ) B H $ 6 . C ( 9 )reLuen?y '' 1, 0 1/ 3 % % % 10 2 % 1 1 3 Per?ent (%3.20 11.00 2.00 12.00 2./' 1.00 1.00 1.00 /.'' ,.10 1.00 0./' 0./' 2./'

,3

12 10

@ #otal

'0 1%0

%2.00 100.00

Sumber" #ekam $edik #S D $ataram

/am'ar ".-.1. D str 'us $as en r n*s nus t s kr*n s 'er+asarkan #akt*r $re+ s$*s s

! 5 ! 0 2 5 2 0 1 5 1 0 5 0 - ) 4 D 5 : G = 6 J + $ , 0 7
:re;u en ;< Aaktor p red isp o sisi

#abel ,.0.%. 1istribusi rentang usia dan faktor predisposisi pasien rinosinusitis kronis
9o
1 ' ' , 2 0 3

Rentang usia
G2 0*12 10*%2 %0*'2 '0*,2 H,0 #otal

"
0 % / 3 3 9 ''

4
0 0 ' ' 2 ' 1,

5
1 0 % 1 0 % 0

1
0 1 1 / % 0 1/

!
0 0 % 1 % % 3

)aktor predisposisi pasien ) B H $ 6 .


0 1 0 1 0 0 % 0 0 0 1 1 0 % 0 0 1 0 1 0 % 1 1 % , 1 1 10 0 0 % 1 1 1 2 0 0 0 1 1 0 %

C
0 0 0 1 0 0 1

(
0 0 0 0 1 0 1

9
0 1 1 0 , 1 0

@
1 ' 1' , , 2 '0

,/

Ga mba r 4.6.2. D is tribus i renta ngus iadan Aa k tor predis pos is i pa s ien rinos inus itis kronis
3 2 Jum la hPa s ien 1 6 5 4 ! 2 1 0 <5th 6 15th 16 25th 26 !5th !6 45th "46th # enta ng&s ia ) 4 D 5 : G = 6 J + $ , 0 7

.eteranganF
" 4 5 1 ! ) B H O polip O rinitis alergi O rinitis akut O rinitis kronis O faringitis kronis O tonsillitis kronis O @(+. O tinitus $ 6 . C ( 9 @ O hipertropi konka O de&iasi septum O ?a nasofaring O tumor septum nasi O trauma O kelainan geligi O belum diketahui

Pada tabel dan gambar ,.0.%. terlihat faktor predisposisi terbanyak adalah polip sebanyak '' (%3,2- pasien, diikuti dengan belum diketahuinya faktor predisposisi penyakit pasien sebanyak '0 (%2- , kemudian rinitis kronis sebanyak 1/ (12- pasien dan rinitis alergi sebanyak 1, (11,00- pasien. 1an faktor predisposisi terendah adalah tumor septum nasi dan trauma masing*masing sebanyak 1 (0,/'- pasien.

,9

Polip merupakan faktor predisposisi terbesar dari sekian banyak faktor pen?etus rinosinusitis kronis yang ada pada data yang telah diteliti, ini dikarenakan sebagian besar pasiennya mengalami sumbatan hidung yang berlangsung terus*menerus. Polip dapat timbul pada penderita laki*laki maupun perempuan, dari usia anak*anak sampai usia lanjut, ini terbukti didapatkannya polip dalam semua rentang usia ke?uali pasien G2 tahun. Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang

mengakibatkan rinosinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh hidung dan sinus. +e?ara makroskopik polip merupakan massa lunak yang tumbuh didalam rongga hidung dengan permukaan li?in, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pu?at keabu*abuan, dapat tunggal atau multiple dan bilateral serta tidak sensitif, bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit. 7arna polip yang pu?at tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. 4ila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah*merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning*kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat (Cee dan Carsen, 1993 . 4egitu juga dengan faktor predisposisi rinitis kronis dan rinitis alergi yang ?ukup banyak kasusnya, dimana yang termasuk dalam rinitis kronis ini antara lain rinitis hipertropi, rinitis sika dan rinitis spesifik. (eskipun penyebabnya bukan radang, kadang*kadang rinitis alergi dimasukkan juga dalam rinitis kronis. "liran udara hidung dapat terganggu oleh kongesti hidung dan rinore yang terjadi pada rinitis alergi. Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada

20

orang dewasa, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, baik yang didapatkan dari dalam rumah maupun diluar rumah seperti debu rumah, bulu binatang, kain yang terlalu sering dipakai serta polen dan jamur, dan juga alergen ingestan yang sering merupakan penyebab pada anak*anak yang masuk ke saluran ?erna berupa makanan seperti susu, telur, ?oklat ikan, udang. +eorang perokok mungkin alergi terhadap tembakau serta juga mengalami iritasi kimia oleh asap rokok. +elain itu, banyaknya pasien yang belum diketahui faktor predisposisinya se?ara jelas dengan jumlah kasus sebanyak '0 pasien ini dikarenakan pada pasien tersebut belum dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai anamnesis lanjutan, seperti pemeriksaan radiologik berupa posisi waters, P" dan bilateral, begitu juga dengan pemeriksaan mikrobiologiknya yang dilakukan di laboratorium, ini kemungkinan karena pertimbangan biaya, atau mungkin juga pada saat dilakukan anamnesis, riwayat pasien tidak ditanyakan se?ara lengkap sehingga sedikit informasi yang di dapatkan, padahal ini merupakan hal yang paling penting dalam membantu menentukan faktor*faktor yang dapat men?etuskan atau memperhebat gambaran klinis dari penyakit rinosinusitis kronis tersebut.

21

BAB 7 &IMPULAN DAN &ARAN

0.1. & m$ulan 4erdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa angka kejadian rinosinusitis kronis di poli #H# R+81 (ataram periode 1 6anurai : '1 1esember %003 adalah 1%0 kasus (,9,39- dari %,1 kasus rinosinusitis dan profil pasien rinosinusitis kronis yang berkunjung ke poli #H# tersebut antara lain sebagai berikutF 1. Pada profil rinosinusitis kronis berdasarkan rentang usia, kasus tertinggi pada kelompok usia 10*%2 tahun dan kelompok usia '0*,2 tahun yang memiliki jumlah pasien yang sama yaitu sebanyak %/ (%',''- pasien terendah pada kelompok usia G2 tahun sebanyak ' (%,2- pasien. %. .asus rinosinusitis kronis berdasarkan jenis kelamin, terbanyak ditemukan pada kelompok laki*laki sebesar 0' (2%,2- pasien sedangkan pada wanita sebanyak 23 (,3,2- pasien dengan perbandingan kasus M F N O 1,1 F 1. 1an bila dihubungkan antara rentang usia dan jenis kelamin didapat laki*laki terbanyak pada rentang usia H,0 tahun sebanyak %0 pasien dan wanita lebih banyak dijumpai pada rentang usia 10*,2 tahun. '. .asus rinosinusitis kronis berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, terbanyak didapatkan pada kelompok +(" yaitu sebanyak 21 (,%,2- pasien dan paling sedikit pada kelompok #. sebanyak ' (%,2pasien. 4ila

2%

dihubungkan antara rentang usia dan tingkat pendidikan didapat +(" terbanyak pada rentang usia 10*%2 tahun yaitu sebanyak %% pasien. ,. .asus rinosinusitis kronis berdasarkan jenis pekerjaan, terbanyak dari kelompok belum=tidak bekerja dan swasta masing*masing sebanyak '% (%0,00- pasien dan terendah adalah kelompok pelajar sebanyak 12 (1%,2pasien. 1an bila dihubungkan antara rentang usia dan jenis pekerjaan maka didapat kelompok belum=tidak bekerja memiliki kasus tertinggi pada rentang usia %0*'2 tahun sebanyak 1' pasien, sedangkan kelompok swasta memiliki kasus tertinggi pada rentang usia '0*,2 tahun sebanyak 11 pasien. 2. .asus rinosinusitis kronis berdasarkan keluhan utama, terbanyak di karenakan oleh pilek yaitu /2 (30,/'- pasien, disusul dengan hidung tersumbat 33 (0,,10- pasien dan pusing 00 (20- pasien dan terke?il dengan keluhan sulit buang ingus sebanyak 1 (0,/'pasien. 4ila

dihubungkan antara rentang usia dan keluhan utama didapat pilek dan hidung tersumbat ditemukan terbanyak pada rentang usia 10*%2 tahun berturut*turut sebanyak %% pasien dan %1 pasien, sedangkan pusing terbanyak pada rentang usia '0*,2 tahun sebanyak 1/ pasien dan ketiga keluhan utama terbanyak ini terendah pada rentang usia yang sama yaitu G2 tahun berturut*turut sebanyak % pasien, 1 pasien, dan 0 pasien. 0. .asus berdasarkan faktor predisposisi, terbanyak adalah polip yaitu '' (%3,2- pasien dan terke?il adalah tumor septum nasi dan trauma masing* masing sebanyak 1 (0,/'- pasien. Polip didapatkan dalam semua usia ke?uali G2 tahun.

2'

0.2. &aran 1. 1iperlukan penelitian lanjutan agar hasilnya lebih maksimal sehingga didapatkan gambaran yang lebih luas tentang profil rinosinusitis, khususnya rinosinusitis kronis. %. +etiap pasien rinosinusitis yang berkunjung ke poli #H# R+81 (ataram sedapat mungkin untuk dilakukan pen?atatan data rekam medik selengkap* lengkapnya untuk memudahkan dilakukannya penelitian selanjutnya.

2,

DA,TAR PU&TA!A

5ody, 1.#.R,. #aylor. (1991 , %emeriksaan &idung dan Sinus'Sinus, Penyakit #elinga Hidung dan #enggorokan (1iseases of the ears, nose, and throath , alih bahasa oleh +amsudin, +onny, !B5, 6akarta. (1991 , Sinusitis, Penyakit #elinga Hidung dan #enggorokan (1iseases of the ears, nose, and throath , alih bahasa oleh +amsudin, +onny, !B5, 6akarta. 1epkes R$. (%000 , (unctional )ndoscopic Sinus Surgery di Indonesia,Qhlm =2%, H#" $ndonesia, "&ailable fromF httpF==www. yanmedik depkes. net=hta= Hasil- %0.ajian- %0H#"= %000= )un?tional- %0!ndos?opi?-%0 +inus%0+urgery- %0di- %0$ndonesia. do?. ("??essedF %00/, +eptember 13 . 1orland, 7.". 9ewman. (%00% , Dorland*s Illustrated $edical Dictionary, alih bahasa oleh +etiawan, "ndy dkk dalam .amus .edokteran 1@RC"91, !B5, 6akarta. )alagas (! dkk. (%003 , Se+ differences in the incidence and severity of respiratory tract infections, Respiratory medi?ine, 10 (9 F 1/,2*0'. Ha;enfield, Hugh 9., (.1., ).".5.+., (%009 , )ndoscopic Sinus Surgery by the "meri?an 4oard of @tolaryngology, "&ailable fromF www.do?ha;enfield.?om=sinusQsurgery.htm ("??esedF %009, "pril ' . Harowi, (. Roikhan. (%003 , ,ualitas &idup %enderita #inosinusitis ,ronis %asca -erapi .edah, #hesis +ekolah Pas?asarjana Program +tudi $lmu .edokteran .linis 8ni&ersitas Badjah (ada, Eogyakarta, "&ailable fromF httpF==puspas?a.ugm.a?.id=files="bstQ(%3/1*H*%003 .pdf. ("??essedF %00/, 6uly '1 .

22

Hilger, Peter. ". (1993 , Anatomi dan (isiologi -erapan &idung dan Sinus %aranasalis, 4uku "jar Penyakit #H#, 4@$!+, alih bahasa oleh 7ijaya, 5aroline, edisi 0, !B5, 6akarta. (1993 , %enyakit Sinus %aranasalis, 4uku "jar Penyakit #H#, 4@$!+, alih bahasa oleh 7ijaya, 5aroline, edisi 0, Penerbit 4uku .edokteran !B5, 6akarta. .apita +elekta .edokteran. (%00% , Sinusitis ,ronis, $lmu penyakit #elinga Hidung dan #enggorok, edisi ketiga, (edia "es?ulapius, )akultas .edokteran 8$, 6akarta. .ennedy, 17. (1992 , International Conference On Sinus Disease, -erminology, Staging, -herapy, Ann Otol #hinol /aryngolR (+uppl. 103 F3*'0, dalam H#" $ndonesia %000 )un?tional !ndos?opi? +inus +urgery di $ndonesia hlm =2%R 10,, "&ailable fromF httpF==www. yanmedik depkes. net=hta= Hasil - %0.ajian- %0H#"= %000= )un?tional- %0!ndos?opi?-%0 +inus%0+urgery- %0di- %0$ndonesia. do?. ("??essedF %00/, +eptember 13 . (angunkusumo, !ndang dan Rifki, 9usjirwan. (%00' . Sinusitis, 4uku "jar $lmu .esehatan #elinga Hidung #enggorok .epala Ceher, edisi kelima, ).8$. 6akarta. (angunkusumo, !ndang. (1999 , Sinusitis, dalam .umpulan (akalah

+imposium +inusitis, 6akarta, "&ailable fromF httpF== www. kalbe. ?o. id=files=?dk=files= ?dkQ122Q#H#. pdf. ("??essedF %00/, +eptember 13 . (unir, 1elfitri dan .urnia, 4eny. (%003 , %ola ,uman Aerob %enyebab Sinusitis $aksila ,ronis, 5ermin 1unia .edokteran, 9o. 122, Poliklinik #H#*.C )akultas .edokteran 8ni&ersitas +umatera 8tara= Rumah +akit 8mum Pusat H. "dam (alik (edan, +umatera 8tara, $ndonesia, "&ailable fromF httpF== www. kalbe. ?o.id= files= ?dk= files= ?dkQ122Q#H#. pdf. ("??essedF %00/, 6uly '1 .

20

9i;ar, 9uty 7. dan (angunkusumo, !ndang. (%00' . %olip &idung, 4uku "jar $lmu .esehatan #elinga Hidung #enggorok .epala Ceher, edisi kelima, ).8$. 6akarta. Pawankar R., (%000 , 0asal %olyposis" A $ultifactorial Disease. $nF Pro?eeding of 7orld "llergy )orum +ymposiaF 9on "llergi? Rhinitis and Polyposis. +ydney "ustraliaF @?t. 13, "&ailable fromF httpF==www.yanmedik* %0di-%0$ndonesia.do?. ("??essedF %00/, depkes.net=hta=Hasil-%0.ajian-%0H#"=%000=)un?tional-%0!ndos?opi? -%0+inus-%0+urgery +eptember 13 . Pi??irillo. (%00, , (aktor'(aktor %rognosis ,esembuhan #inosinusitis ,ronis 1ang Dengan -erapi $edikamentosa, "&ailable fromF httpF==www.google. ?om=sear?h>LO ?a?heF l2mQQ2&9 7!6F puspas?a.ugm. a?.id= files(10%1* H%00, . pdfSrhinosinusitisIhlOidI?tO?lnkI?dO'IglOidI?lientOfirefoJ*a ("?essedF %00/, 6uly '1 . P$#, P!RH"#$. (%001 , %enatalaksanaan .aku #inosinusitis, dipresentasikan di Palembang, "&ailable fromF httpF==www.yanmedik*depkes.net= hta= Hasil%0 .ajian-%0H#"=%000=)un?tional-%0!ndos?opi?-%0+inus-%0+urgery - %0di-%0$ndonesia.do?. ("??essedF %00/, +eptember 13 . Purnaman dan Rifki, 9usyirwan. (1990 , Sinusitis, dalam 9urbaiti $skandar, !fiaty "+, eds. 4uku "jar $lmu Penyakit #elinga, Hidung #enggorok, edisi pertama, ).8$, 6akarta, "&ailable fromF httpF==www.kalbe.?o.id=files=?dk= files=?dkQ122Q#H#.pdf. ("??essedF %00/, +eptember 13 . Roos, .. (1999 , -he %athogenesis of Infective #hinosinusitis, $n RhinosinusitisF 5urrent $ssues in 1iagnosis and (anagement. Cund A. 5orey 6 (!ds . #he Royal +o?iety of (edi?ine Press Cimited, Condon, 8., Round #able +eries 03F '*9, "&ailable fromF httpF==www.yanmedik*depkes.net= hta= Hasil- %0

23

.ajian- %0H#"= %000= )un?tional- %0 !ndos?opi?- %0 +inus- %0 +urgery - %0 di - %0$ndonesia.do?. ("??essedF %00/, +eptember 13 . Ryan, (atthew. (%000 , $anagement of Chronic #hinosinusistis. Brand Rounds Presentation, 8#(4, 1ept. of @tolaryngology. +amsudin, +ony. (1991 , Sinusitis, Penyakit #elinga Hidung dan #enggorokan, !B5, 6akarta. +astroasmoro, +. dan $smael, +. (1992 , Dasar'Dasar $etodologi %enelitian ,linis, 4inarupa "ksara, 6akarta. +tammberger, H. dan 6areon?harsri. (1993 , )+amination and )ndoscopy of -he 0ose and %aranasal Sinuses. $nF (ygind 9, Cildholdt #. 9asal PolyposisF "n $nflammatory 1isease and $ts #reatment. 5openhagenF (unksgaardR 1%0*'0, "&ailable fromF httpF==www.yanmedik*depkes.net=hta=Hasil-%0 .ajian-%0H#"=%000=)un?tional-%0!ndos?opi?-%0+inus- %0 +urgery0 di -%0 $ndonesia.do?. ("??essedF %00/, +eptember 13 . #aufik, (., .usno., dan +uprihati. (19/0 , (aktor Alergi %ada Sinusitis ,ronis. Cab=8P) #H#=). 891$P, R+ .ariadi +emarang 1alam .umpulan 9askah $lmiah .onas A$$$ Perhati 8jung Pandang, 9%3*'1. 8+8 digital library. (%00' , %rofil Sinusitis $aksila ,ronis di %oliklinik -&#S % &. Adam $alik $edan periode 2uni 3444 5 (ebruari 3446. ("??essedF %009, 6anuary 10 . 7iadyana, $.B.P. et al. (199/ , %edoman .esehatan R$, 6akarta. Euniandri, #iara Paraswati. (%003 , Sinusitis, 9o&ember, )riday '0 T0,F,/F2' 8#5U * last modifi?ation, ). 8ni&ersitas $slam $ndonesia. ("??essedF %00/, 6uly '1 . paya kesehatan -elinga dan

%encegahan 7angguan pendengaran untuk %uskesmas, 1epartemen

2/

You might also like