You are on page 1of 92

SUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN DERMATITIS 1.

Dermatitis Kontak Dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersnsitivitas lambat tipe IV, kelainan inflamasi yang bersifat ekzematosa dan disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang irirtan atau alergenik. Ada 4 bentuk dasar: alergik, iritan, fototoksik, fotoalergika. Hampir setiap zat dapat menimbulkan dermatitis kontak antara lain: poison ivy, bahan kosmetika, sabun deterjen, dan bahan industri Manifestasi klinik Gatal-gatal, rasa terbakar, eritema, lesi kulit (vesikel), dan edema yang diikuti pengeluaran sekret, pembentukan krusta dan akhirnya pengeringan serta pengelupasan kulit. Rangkuman karakteristik dari dermatitis kontak Tipe Etiologi Gambaran Kinis Pemeriksaan Diagnostik Alergik Reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alerginik. Tipe ini memiliki periode sensitivitas 1014 hari Vasodilatasi dan Tes Pacth infiltrat perivaskuler pada dermis Edema intrasel Biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan Iritan Terjadi akibat kontak dengan bahan secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang Kekeringan kulit dalam beberapa hari hingga beberapa bulan Vesikula, fisura dan pecah-pecah Hasil patch test negatif yang sesuai Hindari bahan penyebab Larutan Burrowl atau kompres air dingin Kortikosteroid sistemik selama 7 hari Anti histamin untuk mengurangi pruritus Identifikasi dan penghilangan Terapi

dengan iritan ringan dalam waktu yang lama

Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang sering terkena.

sumber iritasi Pemberian krim untuk mendinginkan kulit dan mengurangi iritasi Kortikosteroid topikaldan obat kompres untuk mengatasi lesi yang berair Antibiotik untuk mengatasi infeksi dan antihistamin oral untuk pruritus Sama seperti dermatitis alergika dan iritan Sama seperti dermatitis alergika dan irita

Menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang merusak kulit Fotoalergik Menyeruoai dermatitis alergika tetapi memerluka pajanan cahay di samping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas immunologik Fototoksik 2. Dermatitis Atopik

Serupa dengan dermatitis iritan

Tes photopatch

Serupa dengan dermatitis alergika

Tes photopatch

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Kata atopic berhubungan dengan tiga group gangguan alergi yaitu asthma, alergi renitis (influensa), dan dermatitis atopik

Insiden
Kejadian dari beberapa studi menyatakan 75 sampai 80 % dari klien dermatitis atopik mengenai perorangan atau keluarga yang mempunyai riwayat gangguan alergi. Dermatitis atopik merupakan keadaan yang biasa mengganggu mempengaruhi 0,5 1 % penduduk seluruh dunia

Etiologi
Penyebab utama dermatitis atopik adalah belum diketahui. Xerosis adalah biasa lebih buruk selama periode kelembaban rendah; musim dingin daerah garis lintang utara memperburuk gatal-gatal

Patofisiologi
Dibandingkan dengan kulit normal, kekeringan kulit pada dermatitis atopik karena ada penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi di transepidermal, dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air mengalami kekeringan yang lebih lanjut dan peretakan dari kulit, menjadi lebih gatal. Gosokan dan luka garukan dari kulit karena gatal merupakan respon dari beberapa keluhan kulit di klinik. Manifestasi Klinik Dermatitis atopik dimulai sejak selama anak-anak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan, lumpur dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang lebih tua dan remaja lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut, dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi, yang mrupakan keluhan utama orang mencari bantuaan

Komplikasi
Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Pengidap penyakit ini sebaiknya menghindari inokulasi virus hidup yang dilemahkan.

Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis atopik masih merupakan masalah yang kontroversional. Alergi makanan yang signifikan, tidak diketahui sebagai penyebab dari dermatitis atopik atau berapa persentase dari klien dermatitis atopik yang mempunyai alergi terhadap makanan. Alergen yang paling umum yang sering muncul adalah telur, susu sapi, kedelai, gandum, kacang-kacangan, dan ikan. Alergen yang telah diketahui ini harus dihindari. Perawataan harus dilakukan untuk menghindari terjadinya malnutrisi ketika melakukan pembatasan diet apa saja. 3. Reaksi Obat dan Medikasi (Dermatitis Medikamentosa)

Dermatitis Medikamentosa adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruam kulit karena pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumya reaksi obat timbul mendadak, raum dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
Urtikaria merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe I yang ditandai dengan kemunculan mendadak lesi yang menonjol edematosus, berwarna merah muda dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi. Bagian tubuh yang terkena termasuk membran mukosa (mulut), laring dan traktus gastrointestinal. Edema Angioneurotik merupakan pembengkakan timbul mendadak beberapa detik atau menit, atau secara perlahan-lahan, yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam, sehingga tidak nampak lesi diluar. Bagian tubuh yang sering terkena adalah bibir, kelopak mata, pipi, tangan, kaki, genitalia dan lidah; membran mukosa laring, bronkus, dan saluran gastrointestinal. Alergi makanan merupakan bentuk hipersensitivitas tipe I. Gejala klinisnya berupa gejala alergi yang klasik seperti yang lainnya. Serum sickness merupakan hipersensitivitas tipe III komplek imun. Pengkajian Keperawatan

Klien dengan dermatitis harus dikaji bagaimana kebiasaan hygiene sehari-hari (misal: apakah klien mandi menggunakan sabun dan air panas?), pengobatan yang telah diberikan, terpapar oleh alergen, terpapar lingkungan, dan riwayat kerusakan kulit.

Modifikasi perencanaan untuk klien lansia


Dermatitis adalah gangguan kulit yang umum pada lansia. Ini dapat disebabkan karena hipoproteinemia, insufisiensi vena, alergen, iritan, atau penyakit keganasan seperti leukemia atau lymphoma. Karena klien lansia sering minum lebih dari satu obat, maka dermatitis karena interaksi obat dapat dipertimbangkan. Kerapuhan kulit harus dipertimbangkan dalam perencanaan pemberian pengobatan. Kebanyakan klien lansia tidak membutuhkan mandi setiap hari dan harus menghindari air panas untuk mandi begitu pula sabun. Air kran dan bahan-bahan yang tidak membuat kering kulit dapat digunakan.

Asuhan Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b.d kekeringan pada kulit Kriteria hasil: klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit Berkurangnya derajat pengelupasan kulit Berkurangnnya kemerahan Berkurangnya lecet karena garukan Penyembuhan area kulit yang telah rusak Intervensi: Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. Rasionalisasi dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.

Gunakan air hangat jangan panas. Rasionalisasi air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa. Rasionalisasi sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. Rasionalisasi salep atau krim akan melembabkan kulit. 2. Resiko kerusakan kulit b.d terpapar alergen Kriteria hasil: klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan Menghindari alergen Intervensi: Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. Rasionalisasi menghindari alergen akan menurunkan respon alergi Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen Hindari binatang peliharaan. Rasionalisasi jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. Rasionalisasi AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan. 3. Perubahan rasa nyaman b.d pruritus

Kriteria hasil: klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan Berkurangnya lecet akibat garukan Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman Intervensi: Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk. Rasionalisasi dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. Rasionalisasi pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. Rasionalisasi bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas

Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes


1

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diabetes Melitus


A. Konsep Dasar 1. Definisi Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000). Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001). 2. Anatomi Fisiologi Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : (1). Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity . (2). Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , membuat insulin. (3). Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, membuat somatostatin. Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
2

dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak. 3. Etiologi a. Diabetes Melitus DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : 1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. 2. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. 3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. b. Gangren Kaki Diabetik Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen : a. Genetik, metabolik b. Angiopati diabetik c. Neuropati diabetik Faktor eksogen : a. Trauma b. Infeksi c. Obat Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
3

4. Patofisiologis a. Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. b. Gangren Kaki Diabetik Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
4

titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (

Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD. 5. Klasifikasi Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu : Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus . Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai. Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua) golongan : 1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI : - Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat. - Pada perabaan terasa dingin. - Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. - Didapatkan ulkus sampai gangren. 2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik. 6. Dampak Masalah Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi : a. Pada Individu Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut. 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
5

gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien. 2. Pola nutrisi dan metabolisme Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. 3. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. 4. Pola tidur dan istirahat Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan. 5. Pola aktivitas dan latihan Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan. 6. Pola hubungan dan peran Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan. 7. Pola sensori dan kognitif Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. 8. Pola persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ). 9. Pola seksual dan reproduksi Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. 10. Pola mekanisme stres dan koping Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
6

negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. b. Dampak pada keluarga Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya. B. Asuhan keperawatan Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan

untuk mengatasi masalah masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : a. Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Anamnese a. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. b. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. c. Riwayat kesehatan sekarang Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
7

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. d. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. e. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. f. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. 2. Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda tanda vital. b. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,

diplopia, lensa mata keruh. c. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. d. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. e. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. f. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. g. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. h. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. i. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
8

3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. b. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). c. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. b. Analisa Data Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari : 1. Kebutuhan dasar atau fisiologis 2. Kebutuhan rasa aman 3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang 4. Kebutuhan harga diri 5. Kebutuhan aktualisasi diri Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.

2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut : 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. 2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. 4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. 5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. 6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah. 7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. 9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. 10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
9

3. Perencanaan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. a. Diagnosa no. 1 Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba hangat. - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. - Sensorik dan motorik membaik Rencana tindakan : 1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah. 2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema. 3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.

Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres. 4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren. b. Diagnosa no. 2 Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka. 2. pus dan jaringan berkurang 3. Adanya jaringan granulasi. 4. Bau busuk luka berkurang. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
10

Rencana tindakan : 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. 2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi. 3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit. c. Diagnosa no. 3 Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : 1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang . 2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri . 3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5 0C, N: 60 80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ). Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak

bekerjasama dalam melakukan tindakan. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. 4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. 5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka. Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
11

d. Diagnosa no. 4 Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas 2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ). 3. Rasa nyeri berkurang. 4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Rencana tindakan : 1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien. 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal. Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. 3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan. Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik. 4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi. Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar. e. Diagnosa no. 5 Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal. 2. Pasien mematuhi dietnya. 3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan : 1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat. 2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ). 4. Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
12

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi. f. Diagnosa no. 6 Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah. Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis). Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada. 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 37,50C) 3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal. Rencana tindakan : 1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka. Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya. 2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan. Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman. 3. Lakukan perawatan luka secara aseptik. Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi. 4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan. Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin. Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan. g. Diagnosa no. 7 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan. 2. Emosi stabil., pasien tenang. 3. Istirahat cukup. Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga

perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat. 2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien. 3. Gunakan komunikasi terapeutik. Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
13

5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. 6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. 7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien. h. Diagnosa no. 8 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya. Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya. 2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Rencana Tindakan : 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren. Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga. 2. Kaji latar belakang pendidikan pasien. Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien. 3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. 4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya. Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang. 5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada /

memungkinkan). Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan. i. Diagnosa no. 9 Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif. Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
14

Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. - Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Rencana tindakan : 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya. 2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien. 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai. 4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi. 5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal. 6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien. j. Diagnosa no.10 Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit. 2. Pasien tenang dan wajah segar. 3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup. Rencana tindakan : 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat. 2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah. Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien. 3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai. Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien. 4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi . Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. 5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien. Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang

tepat. 4. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan Askep Klien Diabetes mellitus Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
15

efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. 5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: 1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. 3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

6 Votes

ASKEP DIABETES MELLITUS


1. Definisi Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ). Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001). 1. Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : (1). Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity . (2). Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , membuat insulin. (3). Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, membuat somatostatin. Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7 dengan titik isoelektrik

pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak. 1. Etiologi 1. Diabetes Melitus DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : 1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. 2. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. 3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. 1. Gangren Kaki Diabetik Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen : a. Genetik, metabolik b. Angiopati diabetik c. Neuropati diabetik Faktor eksogen : a. Trauma

b. Infeksi c. Obat 4. Patofisiologis a. Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. b. Gangren Kaki Diabetik Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi

sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD. 5. Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu : Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus . Derajat I Derajat II Derajat III : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan : 1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI : - Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat. - Pada perabaan terasa dingin. - Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. - Didapatkan ulkus sampai gangren. 1. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik. 6. Dampak masalah Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi : 1. Pada Individu Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut. 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien. 1. Pola nutrisi dan metabolisme Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering

kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. 1. Pola eliminasi Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. 1. Pola tidur dan istirahat Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan. 1. Pola aktivitas dan latihan Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan. 1. Pola hubungan dan peran Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan. 1. Pola sensori dan kognitif Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. 1. Pola persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ). 1. Pola seksual dan reproduksi Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. 10. Pola mekanisme stres dan koping

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. 1. Dampak pada keluarga Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DM Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : 1. Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnese 1. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 1. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. 1. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. 1. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. 1. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. 1. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. 1. Pemeriksaan fisik 1. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda tanda vital. 1. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

1. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. 1. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. 1. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis. 1. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. 1. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. 1. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. 1. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. 1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : 1. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. 1. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). 1. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. 1. Analisa Data Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. Kebutuhan dasar atau fisiologis Kebutuhan rasa aman Kebutuhan cinta dan kasih sayang Kebutuhan harga diri Kebutuhan aktualisasi diri

Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan. 1. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut : 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. 2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. 4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. 5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. 6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah. 7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. 9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. 10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. 1. Perencanaan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. 1. Diagnosa no. 1 Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba hangat. - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. - Sensorik dan motorik membaik Rencana tindakan : 1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah. 1. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.

1. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres. 1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren. 1. Diagnosa no. 2 Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.

2. pus dan jaringan berkurang 3. Adanya jaringan granulasi. 4. Bau busuk luka berkurang. Rencana tindakan : 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. 1. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.

1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit. 1. Diagnosa no. 3 Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang . 2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri . 3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5 0C, N: 60 80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ). Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 1. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan. 1. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. 1. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. 1. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 1. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka. Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman. 1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. 1. Diagnosa no. 4 Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas 2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ). 3. Rasa nyeri berkurang. 4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Rencana tindakan : 1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien. 1. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal. Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. 1. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan. Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik. 1. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi. Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar. 1. Diagnosa no. 5 Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.

2. Pasien mematuhi dietnya. 3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan : 1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan. Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat. 1. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 1. Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ). 1. Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi. 1. Diagnosa no. 6 Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah. Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis). Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada. 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 37,5 0C ) 3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal. Rencana tindakan : 1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka. Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya. 1. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan. Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman. 1. Lakukan perawatan luka secara aseptik. Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi. 1. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan. Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi. 1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin. Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan. 1. Diagnosa no. 7

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan. 2. Emosi stabil., pasien tenang. 3. Istirahat cukup. Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat. 1. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien. 1. Gunakan komunikasi terapeutik. Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 1. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien. 1. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. 1. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien. 1. Diagnosa no. 8 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya. Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya. 2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Rencana Tindakan : 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren. Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga. 1. Kaji latar belakang pendidikan pasien. Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan katakata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien. 1. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. 1. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya. Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang. 1. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan). Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

1. Diagnosa no. 9 Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif. Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. - Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Rencana tindakan : 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya. 1. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien. 1. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai. 1. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi. 1. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal. 1. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien. 1. Diagnosa no.10 Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit. 2. Pasien tenang dan wajah segar. 3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup. Rencana tindakan : 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat. 1. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah. Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien. 1. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai. Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien. 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi . Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. 1. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien. Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat. 1. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. 5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: 1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. 3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

Askep Hipertensi
( Asuhan Keperawatan pada Klien Hipertensi )
Pengertian Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom,

Askep Hipertensi

1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ). Penyebab Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 ) 1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya 2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut : a. Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi b. Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih ) c. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ) Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ). Tanda dan Gejala Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 ) 1. Tidak Ada Gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 2. Gejala Yang Lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Pemeriksaan Penunjang 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 2. Pemeriksaan retina 3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung 4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri 5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa 6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin. 7. Foto dada dan CT scan Pengkajian 1. Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea 2. Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin 3. Integritas Ego Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress multipel Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara 4. Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu 5. Makanan / Cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema 6. Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik 7. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen 8. Pernapasan Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis 9. Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural 10. Pembelajaran/Penyuluhan Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon Penatalaksanaan Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a. Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :


Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh Penurunan berat badan Penurunan asupan etanol

b. Menghentikan merokok c. Diet tinggi kalium d. Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu : a). Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 7287 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220 umur c). Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu e. Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi : a). Tehnik Biofeedback Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan. b). Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ) Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 2. Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1). Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi : a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan 1) Dosis obat pertama dinaikan 2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama 3) Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator c. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh 1) Obat ke-2 diganti 2) Ditambah obat ke-3 jenis lain d. Step 4 : alternatif pemberian obatnya 1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4 2) Re-evaluasi dan konsultasi 3. Follow Up untuk mempertahankan terapi Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut : a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas e. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter f. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu g. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita h. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi i. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah j. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari k. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi l. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal m. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin n. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering o. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard Intervensi Keperawatan : a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler e. Catat edema umum f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas. g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi Hasil yang diharapkan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil 2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat Intervensi keperawatan : a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan c. Batasi aktivitas d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi Hasil yang diharapkan : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman 3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu Intervensi : a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan

d. Amati adanya hipotensi mendadak e. Ukur masukan dan pengeluaran f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan g. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan Hasil yang diharapkan : Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal. Haluaran urin 30 ml/ menit Tanda-tanda vital stabil 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi Intervensi : a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah. f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan Hasil Yang Diharapkan : Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002 Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995 Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000 Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001

Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003 Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995 Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan, 1996 Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995 Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999 Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ATHRITIS RHEUMATOID ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ARTRITIS REUMATOID I. KONSEP MEDIS A. PENGERTIAN Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 ) B. PENYEBAB / ETIOLOGI Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu: 1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus. 2. Endokrin 3. Autoimmun 4. Metabolik 5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita. C. EPIDEMIOLOGI Penyakit Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita Artritis rheumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. D. MANIFESTASI KLINIK Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita

Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang. c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam. d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang . e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendisendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom Sjgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati. E. DIAGNOSTIK Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) adalah: 1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ). 2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi. 3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.

4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain. 5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris. 6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor. 7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid 8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid 9. Pengendapan cairan musin yang jelek 10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia 11. gambaran histologik yang khas pada nodul. Berdasarkan kriteria ini maka disebut : ? Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu ? Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu. ? Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurangkurangnya selama 4 minggu. F. PENATALAKSANAAN / PERAWATAN Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benarbenar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit. Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut : Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain. Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu : a. Pendidikan Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. b. Istirahat Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat. c. Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai

latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit. d. Diet/ Gizi Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting. e. Obat-obatan Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. II. KONSEP KEPERAWATAN PENGKAJIAN Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organorgan lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi. 2. Kardiovaskuler Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal). 3. Integritas ego Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain). 4. Makanan/ cairan Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ ) Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.

5. Hygiene Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan 6. Neurosensori Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan. Gejala : Pembengkakan sendi simetris 7. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ). 8. Keamanan Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa. 9. Interaksi sosial Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi. 10. Penyuluhan/ pembelajaran Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ) Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan arthritis tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis. Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari. Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas. LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi. SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi. JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-

produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ). Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas. PRIORITAS KEPERAWATAN 1. Menghilangkan nyeri 2. Meningkatkan mobilitas. 3. Meningkatkan monsep diri yang positif 4. mendukung kemandirian 5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan pengobatan. TUJUAN PEMULANGAN 1. Nyeri hilang/ terkontrol 2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis 3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan. 4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. NYERI AKUT/ KRONIS Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus Perilaku distraksi/ respons autonomic Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan: Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri. Intervensi dan Rasional:. a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktorfaktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program) b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri) c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi) d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,

mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi) e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan) f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri) g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat) h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi) i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.) j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut) 2. MOBILITAS FISIK,M KERUSAKAN Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot. Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik. Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ). Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas Intervensi dan Rasional:. a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi) b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan) c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan

kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi) d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit) e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor) f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher) g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas) h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh) i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat) j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas) k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut) 3. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN PERAN Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugastugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit. Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan. Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat. Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi. Perasaan tidak berdaya, putus asa. Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan. Menyusun rencana realistis untuk masa depan. Intervensi dan Rasional:. a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung) b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut) c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima

keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri) d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi) e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut) f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri) g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi) h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri) i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri) j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan) k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obatobatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif) 4. KURANG PERAWATAN DIRI Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari. Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri. Intervensi dan Rasional:. a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini). b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional) c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri) d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan

alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran) e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual) f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah) 5. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH, KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat. Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual) Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan. Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat. Intervensi dan Rasional:. a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan) b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu) c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus) d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang) e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/ Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugastugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian) f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi rumah). 6. KURANG PENGETAHUAN ( KEBUTUHAN BELAJAR ), MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN PENGOBATAN. Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat. Kesalahan interpretasi informasi. Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep. Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah. Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas. Intervensi dan Rasional:.

a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi) b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas) c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks) d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis) e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari) f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi) g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya) h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan) i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki) j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan) k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian) l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ). m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit ) n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/

perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya. o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisiposisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.). p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).

ASKEP TB PARU

askep TB Paru". See posts relating to your search Powered by WP Greet Box WordPress Plugin < ![endif]--> < ! /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-stylenoshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; msopara-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widoworphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman";} --> < ![endif]-->< ![endif]--> < ![endif]-->1. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. 2. Etiologi Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru

primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. 3. Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang). 4. Insiden Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. 5. Anatomi dan Fisiologi Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran

di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,

sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringanjaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paruparu (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru. Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas 5. Patofisiologi Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses

dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. 6. Manifestasi Klinik Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik: 1. Gejala respiratorik, meliputi: a. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. b. Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. c. Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. d. Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. 2. Gejala sistemik, meliputi: a. Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. b. Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Batuk darah a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan b. Darah berbuih bercampur udara c. Darah segar berwarna merah muda d. Darah bersifat alkalis e. Anemia kadang-kadang terjadi f. Benzidin test negatif 2. Muntah darah a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual b. Darah bercampur sisa makanan c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung d. Darah bersifat asam e. Anemia seriang terjadi f. Benzidin test positif 3. Epistaksis a. Darah menetes dari hidung b. Batuk pelan kadang keluar c. Darah berwarna merah segar d. Darah bersifat alkalis e. Anemia jarang terjadi 6. Test Diagnostik Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain : a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru. b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler) c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu e. Bayangan bilier Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia. 8. Klasifikasi Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik

dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut: a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: 1. Dengan atau tanpa gejala klinik 2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali. 3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru. b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria: 1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif 2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif. c. Bekas TB Paru dengan kriteria: a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah. d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung). 9. Penanganan Medik Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu: 1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut. 3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baku. B. PROSES KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut : 1. Riwayat PerjalananPenyakit a. Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. 2. Riwayat Penyakit Sebelumnya: a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh. b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh. c. Pernah berobat tetapi tidak teratur. d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru. e. Daya tahan tubuh yang menurun. f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya: a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya. b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum. c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya. d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir. 4. Riwayat Sosial Ekonomi: a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan. b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan. 5. Faktor Pendukung: a. Riwayat lingkungan. b. Pola hidup. Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri. c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya. 6. Pemeriksaan Diagnostik: a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit. b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 4872 jam). c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru. e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED). f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun. 3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman. 4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif 4. Rencana Keperawatan Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Intervensi: a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori. Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. h. Bantu inkubasi darurat bila perlu. Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut. 2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan. Intervensi a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan. c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas. d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. e. Monitor GDA. Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. f. Berikan oksigen sesuai indikasi. Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru. 3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman. Intervensi a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi. Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi. c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan. Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi. e. Monitor temperatur. Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk. g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama. i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. j. Monitor sputum BTA Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi: a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat. b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. c. Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. e. Anjurkan bedrest. Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik. f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah. g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster. h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan. Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat. j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

k. Berikan antipiretik tepat. Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan. Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Intervensi a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya. Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo. Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya. c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat. Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak. d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien. e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain. Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat. f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi. g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau. i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal. Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping. j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan. Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus. k. Anjurkan untuk berhenti merokok. Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis. l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman. 5. Evaluasi a. Keefektifan bersihan jalan napas. b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu. c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi. d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi. e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan

Askep Diare Anak


( Asuhan Keperawatan Diare pada Anak )
Definisi Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat.

Askep Diare Anak Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501). Etiologi Diare 1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans). 2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak). 3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.

4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang. 5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

Patofisiologi Diare

Patofisiologi Diare Anak

Pengkajian Keperawatan 1. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insiden penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enterik menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya . 2. Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x 3. Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis). 4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak. 5. Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan, 6. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare. 7. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal. 8. a. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan Pertumbuhan

- Kenaikan BB karena umur 1 -3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun. - Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya. - Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 - 16 buah - Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring. b. Perkembangan

- Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud. Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain). - Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Autonomy vs Shame and doundt Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak. - Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun : 1. 2. 3. 4. 9. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK) Meniru membuat garis lurus (GH) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK) Melepasa pakaian sendiri (BM) Pemeriksaan Fisik

a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

b.

keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih d. Mata : cekung, kering, sangat cekung

e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan) g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang . h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal. i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima. 10. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium :

- Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida - Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi - AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun ) Faal ginjal : UC meningkat (GGA) 2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumoni

Penatalaksanaan Diare Rehidrasi 1. 1) Jenis cairan Cara rehidrasi oral

- Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti oralit, pedyalit setiap kali diare. - Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa) 2) Cara parenteral

- Cairan I : RL dan NS - Cairan II : D5 salin,nabic. KCL D5 : RL = 4 : 1 + KCL D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL - HSD (half strengh darrow) D 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan. 2. 1) 2) 3. 1) 2) 3) 4. Jalan pemberian Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun) Jumlah Cairan ; tergantung pada : Defisit ( derajat dehidrasi) Kehilangan sesaat (concurrent less) Rumatan (maintenance). Jadwal / kecepatan cairan

1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah : - BB (kg) x 50 cc - BB (kg) x 10 - 20 = 130 - 260 cc setiap diare = 1 gls. 2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :

+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt Terapi 1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg

klorpromazine 0,5 - 1 mg / kg BB/hari 2. 3. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

Dietetik a. susu Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau

b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula. Supportif Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 - 5 tahun Diagnosa Keperawatan Diare 1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder terhadap diare. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang 3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare 4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare. 5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus. 6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Intervensi Keperawatan Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal Kriteria hasil :

- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt ) - Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung. - Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari Intervensi : 1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

R/ Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit 2) Pantau intake dan output

R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme. 3) Timbang berat badan setiap hari

R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt 4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr

R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral 5) Kolaborasi : Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi). Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur

R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria : - Nafsu makan meningkat

-BB meningkat atau normal sesuai umur Intervensi : 1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin) R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus. 2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan. 3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan

R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan 4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam

R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan. 5) a. b. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain : terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu obat-obatan atau vitamin ( A)

R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C) Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi : 1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam

R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi) 2) Berikan kompres hangat

R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh 3) Kolaborasi pemberian antipirektik

R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare) Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga benar Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan

Intervensi : 1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur

R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman 2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya) R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces 3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

R/ Melancarkan vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi . Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasif Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel Intervensi : 1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan

R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga 2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS 3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan

R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya 4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll) R/ Kasih sayang serta pengenalan diri perawat akan menumbuhkan rasa aman pada klien. 5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak Daftar Pustaka Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta. Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Send me the Scribd Newsletter, and occasional account related communications. Discover and connect with people of similar interests. Publish your documents quickly and easily. Share your reading interests on Scribd and social sites.

Email address:
Submit

Explore Community

Search Books, Presentations, Business, Academics...


Login Sign Up | Log In

/ 13
Search coming soon

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan outputcai ran yang berlebihan. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

dan muntah. 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,

prognosis dan pengobatan. 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.

INTERVENSI
Diagnosa 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan outputcairan yang berlebihan. Tujuan :

Devisitcairan dan elektrolit teratasi Kriteria hasil: Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balancairan seimbang Intervensi : Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan(balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapicai ran, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium. Diagnosa 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah. Tujuan :

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada. Intervensi : Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien. Diagnosa 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. Tujuan :

Gangguan integritas kulit teratasi Kriteria hasil : Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada Intervensi : Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi. Diagnosa 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. Tujuan :

Nyeri dapat teratasi Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang Intervensi :

Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi. Diagnosa 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga

tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien. Intervensi : Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Diagnosa 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan. Tujuan :

Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan Intervensi : Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

EVALUASI

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan. 2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh. 3. Integritas kulit kembali normal.

4. Rasa nyaman terpenuhi. 5. Pengetahuan kelurga meningkat. 6. Cemas pada klien teratasi.

Daftar Pustaka
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata :

EGC Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC

Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga. Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.

You might also like